Tag Archives: iiot

adlink-intel

Keuntungan Integrator Sistem Dari Teknologi IIoT

Teknologi pabrik cerdas terbaru, seperti kecerdasan buatan (artificial intelligence atau AI) dan citra mesin (machine vision), masih belum banyak digunakan oleh pelaku manufaktur di Indonesia. Namun, kondisi pandemi membuat sistem pengoperasian jarak jauh dan pemantauan otomatis menjadi hal yang vital, sehingga permintaan untuk kapabilitas IIoT mulai berdatangan.

Akan tetapi, penerapan teknologinya tidak dapat dibilang mudah. Teknologi ini bukanlah teknologi praktis yang bisa langsung diterapkan seketika, dan para teknisi operasi industri kerap kali tidak memiliki keterampilan yang memadai untuk menerapkan teknologinya. Sebagai gantinya, pabrik mengandalkan para integrator sistem (systems integrator atau SI) yang tahu cara memasang berbagai perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), serta membangun jaringan yang diperlukan untuk menjalankan operasi pabrik.

Hal ini membuka peluang penghasilan baru yang signifikan bagi para SI yang mampu menghadirkan solusi pabrik cerdas secara menyeluruh, serta tidak membutuhkan biaya besar untuk perusahaan yang memerlukannya. Namun untuk mewujudkan hal tersebut, SI perlu memiliki keterampilan khusus. Di sinilah para agregator solusi mulai berperan.

Kursus Singkat tentang IIoT dan Teknologi AI

Synnex Metrodata Indonesia (SMI), yang merupakan agregator solusi IoT, menawarkan solusi menyeluruh dan program latihan untuk menerapkannya yang dapat membantu kesiapan para SI dengan cepat. Erdi Chin, Direktur IoT dan Solusi Produk di SMI mengungkapkan bahwa terdapat dua jenis SI di Indonesia yang memerlukan pengalaman dan keahlian dari SMI, yaitu pakar teknologi operasi (operational technology atau OT) dan penyedia layanan IT.

Akan tetapi, umumnya SI yang menerapkan sistem OT tidak terlalu mengenal integrasi IT untuk mewujudkan transformasi digital yang dapat memenuhi kebutuhan pelanggan mereka. Selain itu, SI yang khusus menangani IT mungkin tidak memiliki pemahaman yang memadai perihal sisi manufaktur dan operasi bisnis.

“Untuk menghadirkan solusi yang benar-benar menyeluruh, keterampilan OT dan IT perlu digabung menjadi satu,” ujar Chin. SMI dapat membantu meningkatkan keterampilan IT dari SI OT, sehingga memungkinkan mereka untuk menerapkan solusi pabrik cerdas yang terbaru. SMI juga dapat memperkenalkan OT kepada SI yang fokus pada IT.

Latihan SMI disampaikan melalui workshop yang menjelaskan tentang cara menggunakan teknologi seperti Intel® OpenVINO™ Toolkit for AI dan aplikasi machine vision. Dalam kursus ini, SI akan memperoleh keterampilan untuk mengembangkan dan menyesuaikan solusi untuk kebutuhan setiap pelanggannya, atau bahkan membuat produknya sendiri.

Dukungan Lokal untuk Proyek IoT

Selain meningkatkan keterampilannya, SI yang bekerja bersama agregator akan memperoleh akses ke logistik, layanan, dan dukungan. “Bahkan untuk solusi yang bersifat siap pakai, Anda tetap memerlukan teknisi untuk menyiapkan dan mengatur penerapan untuk kebutuhan proof-of-concept (POC atau uji coba yang terarah),” tutur Chin. “Perusahaan manufaktur tidak serta-merta memercayai apa yang mereka lihat di video. Mereka ingin melihat bagaimana cara produknya beroperasi di lingkungan mereka sendiri.”

Hal tersebut menjadi alasan SMI untuk melibatkan mitra yang tepat dalam memenuhi setiap kebutuhan POC dan penerapan. Apabila SI tidak memiliki teknisi, SMI akan menyediakan tenaga teknisinya.

Chin juga turut menekankan pentingnya peran dukungan lokal. “Tanpa adanya logistik dan personel lokal, pelanggan akan menunggu respons hingga dua atau tiga hari lamanya,” ujarnya. Dalam era digital saat ini, perusahaan manufaktur tidak punya waktu untuk menunggu lama.

Alat IoT Terbaik

Kunci lain untuk meraih keberhasilan IIoT adalah penerapan yang berlangsung bebas hambatan. SMI menawarkan solusi edge-to-cloud (terdesentralisasi) seperti ADLINK Vizi-AI, sebuah kit pengembangan awal machine vision untuk skala industri. Solusi ini memiliki antarmuka pengguna yang intuitif dan dilengkapi dengan rangkaian model AI OpenVINO umum siap pakai, sehingga SI tidak perlu memulai dari awal ketika hendak menerapkan dan menyempurnakan penerapan computer vision. “Kompleksitas penerapan teknologi akan berkurang jika menggunakan solusi ini,” ujar Chin.

Vizi-AI adalah kit awal yang cocok untuk diterapkan di AI edge skala industri, memadukan semua perangkat keras dan perangkat lunak yang diperlukan oleh SI. Kit ini memungkinkan lalu lintas data yang lancar dan aman, serta dapat langsung dihubungkan ke perangkat pengambil gambar dengan cepat.

Alih-alih membuat SI mencari berbagai macam komponen perangkat keras terpisah, Vizi-AI menyertakan semua yang diperlukan. SI hanya perlu mengembangkan dan menyesuaikan perangkat lunaknya, dan perusahaan manufaktur dapat mulai mengumpulkan data latihan serta membuat model AI yang dapat diskalakan.

Perangkat lunak ADLINK Edge juga memungkinkan pengelolaan dari jarak jauh, sehingga SMI dapat menghubungkan pelaku industri manufaktur ke beragam layanan cloud dengan tim dukungan khusus.

Praktik IoT Skala Industri

Sebagai contoh, SMI bekerja dengan mitra SI untuk mengembangkan machine vision dan kontrol kualitas otomatis berbasis AI untuk pelanggan di industri agrikultur. Alih-alih menunggu hingga akhir produksi untuk melakukan inspeksi manual, pelanggan dapat menyingkirkan produk berkualitas buruk sebelum masuk ke lini produksi, memangkas biaya operasi, dan meningkatkan efisiensi.

Dengan agregator solusi seperti SMI, SI dapat menghadirkan teknologi canggih untuk perusahaan manufaktur dan memiliki keterampilan untuk menerapkan solusi pabrik cerdas. Dalam prosesnya, mereka mengubah cara berbisnisnya sama seperti pelanggan mereka.

Machine Vision Ciptakan Solusi untuk Transformasi Industri

Solusi yang ditawarkan startup berbasis teknologi bisa berbagai bentuk. Kebanyakan adalah mencoba mentransformasikan sebuah proses konvensional, manual ke dalam bentuk digital yang lebih cepat dan mudah. Ini juga yang ditawarkan oleh Machine Vision. Berbekal teknologi, berupa perangkat keras dan perangkat lunak, pihaknya mencoba membantu permasalahan industri dalam hal monitoring produktivitas mesin-mesinnya melalui pendekatan digital.

Machine Vision mencoba mengambil peran untuk merevolusi proses produksi yang ada di pabrik-pabrik. Bukan untuk menggantikan manusia dengan teknologi tetapi membantu meningkatkan efisiensi dan produktivitasnya. Solusi Machine Vision sendiri dibentuk sebagai PaaS (Platform as a Services) yang diterapkan di bagian produksi. Ada beberapa fitur yang ditawarkan, antara lain pemantauan real time, analisis, continuous improvement tracker dan beberapa lainnya.

Salah satu Co-founder Machine Vision Rio Bagus kepada DailySocial menceritakan, pihaknya telah berbincang dengan banyak perusahaan manufaktur dan mendapatkan fakta bahwa ada penurunan produksi dan itu terus berlanjut. Ini menyebabkan kerugian finansial dan waktu. Machine Vision menjanjikan sesuatu yang bisa membantu perusahaan-perusahaan tersebut meningkatkan produktivitas.

“Salah satu manufaktur di bidang equipment mengatakan kepada saya bagaimana mereka mengumpulkan insight produksi mereka dengan mengumpulkan (catatan) performa produksi mereka dalam bentuk kertas dan melakukan review setiap bulannya. Machine Vision bisa membantu membuatnya lebih efektif,” terang Rio.

Memanfaatkan teknologi IIoT (Industrial Internet of Things), Machine Vision menyediakan beberapa peralatan dan sistem untuk menunjang sistem mereka. Mulai dari sensor, PLC, middleware, billboard, macro server hingga HMI (Human Machine Interface). Peralatan-peralatan tersebut akan terhubung dan bisa dipantau pihak manajemen melalui sebuah dasbor.

“Kami benar-benar mengerti bahwa di Indonesia transformasi digital bisa menjadi hal yang menakutkan. Perusahaan manufaktur menyadari bahwa digitalisasi akan meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya namun mereka tidak tahu caranya. Kami mengisi celah tersebut dengan menjadi katalisator digital untuk bekerja sama dengan klien dalam menerapkan industri 4.0,” terang Rio.

Saat ini bisnis yang telah merilis versi pertama Machine Vision pada akhir Februari silam ini tengah mempersiapkan implementasi di dua perusahaan besar produsen makanan di Indonesia. Secara total mereka menargetkan ada 6 perusahaan di tahun ini yang mereka bantu dengan solusi yang disediakan.

Siapkah Industri Indonesia Mengadopsi Digital Industrial?

Dunia akan terus berjejaring. Dari tahun ke tahun, kultur digital semakin membaur dan meningkat di kehidupan masyarakat dunia. Pemanfaatan platform digital sudah diadopsi banyak oleh masyarakat, apalagi jika berbicara tentang bagaimana mereka terhubung satu sama lain—seperti messenger dan social networking.

Secara global, potret lanskap digital 2017 menunjukkan jumlah masyarakat Internet yang kini telah menyentuh angka di kisaran 3,7 triliun, dengan penetrasi sebesar 50% serta peningkatan 10% sejak tahun lalu. Penetrasi Internet di Asia Tenggara punya angka yang tak kalah besar, yakni sebesar 53%. Lebih mengerucut, bagaimana dengan Indonesia?

Indonesia punya tingkat penetrasi yang tergolong cukup baik dengan angka 51%, terutama dibandingkan dengan beberapa negara berkembang Asia Tenggara lainnya seperti Myanmar, Laos, dan Kamboja.

Meski boleh dianggap besar secara kuantitas, namun apakah Indonesia benar-benar siap melancarkan digitalisasi? Sebab, yang dipersoalkan di sini bukan hanya dari lingkup masyarakatnya saja, tapi juga industri. Terlebih dengan hadirnya konsep baru yang ditawarkan perusahaan teknologi asal Negeri Paman Sam, GE, dengan nama Digital Industrial, sebuah konsep teknologi yang mengintegrasikan sebuah objek fisik—yang sudah ditanam sensor—dengan jaringan nirkabel.

Terminologi tersebut dikenal sejalan dengan pengembangan teknologi yang telah diluncurkan GE bernama PREDIX, sistem operasi yang diluncurkan sekitar tahun 2015 yang secara khusus ditujukan untuk perindustrian. PREDIX disinyalir dapat memudahkan para engineer dalam menciptakan aplikasi, mengambil data dari teknologi industri dan mengirimnya ke sistem cloud untuk kemudian dianalisis.

Yang menarik adalah GE telah membuka pintu kolaborasi untuk merangkul pihak-pihak dari berbagai lapisan industri Tanah Air untuk ikut serta memajukan dunia perindustrian dan teknologi bangsa. Kerja sama strategis tersebut dilakukan bersama regulator dan pelaku industri (termasuk startup). Tiga startup potensial mendapatkan dukungan langsung dari GE, antara lain Dattabot, Fishare, dan 3i.

Dattabot, Mitra Pertama PREDIX di Dunia untuk Industri Pertanian

Sebagai perusahaan big data analytics, Dattabot turut serta membangun perekonomian Indonesia di sektor pertanian. Perusahaan yang dulunya bernama Mediatrac ini berusaha mengubah pola pikir terhadap dunia pertanian yang masih dianggap tradisional, melalui produk Internet of Things.

Ditandai dengan penandatangan MoU, GE memperlihatkan keseriusannya mendukung IIoT untuk pertanian bersama Dattabot lewat HARA, aplikasi pertanian yang dapat membantu mengembangkan agribisnis dari sisi efisiensi dan profitabilitas.

HARA adalah aplikasi IIoT pertama di Indonesia yang menggunakan platform Predix. “Dengan demikian, Dattabot bisa memahami luas sawah yang digunakan petani, real-time, jadi bisa memahami permasahan langsung meski posisinya sangat jauh lokasi tempat Anda berada,” terang CEO Dattabot Regi Wahyu.

Industrial IoT Startup Anak Bangsa yang Berpotensi Mendisrupsi Pasar

Selain itu, GE turut memperkenalkan startup-startup tanah air di bidang Industrial Internet of Things yang disinyalir mampu membuat terobosan baru di sektor perindustrian dan perikanan.

Fishare
Fishare adalah produk Internet of Things yang fokus pada kemajuan kehidupan petani ikan dengan self-farming module. “Produktivitas budidaya ikan negara kita masih tergolong rendah, dibandingkan dengan Tiongkok,” ujar CEO Fishare Marvinus Arif. Itulah salah satu latar belakang kelahiran Fishare.

Fishare menyajikan fish feeding assistant dengan sensor, di mana para petani ikan akan mendapatkan informasi secara transparan dan objektif mengenai kondisi ikan mereka, yang terlihat di smart dashboard.

3i
Bersama ungkapan “the future of maintenance”, 3i mengembangkan sensor online untuk membantu pabrikan mengurangi downtime tak terencana melalui data analytics dan machine learning. Teknologi sensor pintar 3i memudahkan pabrikan untuk melakukan pemeliharaan preventif dan prediktif; meningkatkan efisiensi, mengurangi biaya operasional, sekaligus meningkatkan keuntungan perusahaan.

“Sensor ini ditanam di dalam mesin dan dihubungkan ke mobile device pengguna agar pengguna dapat melihat keadaan mesin secara real-time,” terang Gimin, CEO 3i.

Mau tidak mau dunia perindustrian Indonesia harus siap dengan digitalisasi dalam operasional mereka. Kita semua bisa melihat bagaimana teknologi dan hal-hal yang dekat dengan kehidupan masyarakat Indonesia (sawah, ikan, dan pabrik) dapat terkoneksi untuk membangun perekonomian negara. Maka, industri yang lebih dipandang “progresif” mestinya juga bisa mengadopsi IIoT, ‘kan?

Disclosure: Artikel ini adalah advertorial yang didukung oleh General Electric.

Pola Pikir dan Teknologi Baru untuk Industri Indonesia

Lahirnya inovasi selalu membuat hidup tidak lagi sama. Lihat saja bagaimana Anda kini ‘mengubah’ ponsel bukan cuma sebagai peranti komunikasi, tapi menjadi ‘hidup’. Lihat juga bagaimana Anda terhubung dan berjejaring melalui inovasi media sosial. Dan yang fenomenal di beberapa tahun belakang, Anda bisa melihat bagaimana ojek sekarang menjadi pilihan utama dalam bertransportasi dengan adanya layanan on-demand.

Inovasi digital seperti ini memang dilahirkan untuk membuat gaya hidup manusia berbeda dan lebih mudah, tak terkecuali untuk kehidupan industri. General Electric (GE), sebagai perusahaan teknologi yang mencakup multi-industri, tergerak untuk turut serta mengambil lakon dalam kemajuan inovasi melalui konsep Digital Industrial.

Melalui acara bertajuk Digital Industrial Forum 2017, GE memperlihatkan bagaimana dewasa ini industri semestinya mengadopsi kemajuan-kemajuan teknologi yang menghubungkan cloud dengan smart component yang ada di tempat perindustrian. GE memperkenalkan PREDIX, sebuah platform PaaS (platform as a service) layanan cloud computing yang mendukung pengembangan aplikasi yang menggunakan data operasional untuk menggali informasi sebagai landasan pengambilan keputusan yang lebih baik, juga cepat.

Salah satu aplikasi pintar yang dibangun di dalam PREDIX adalah Digital Twin. Sederhananya Digital Twin adalah jembatan antara instrumen fisik dengan instrumen digital. “Digital Twin membantu mengenali aset fisik yang Anda miliki. Apakah ada risiko di dalamnya dan bagaimana keadaannya. Digital Twin membantu mempelajari usia dan penggunaan mesin,” ujar Vinay B. Jammu, Technology Leader and Physical-Digital Analytics General Electric, sembari langsung mendemonstrasikannya.

CT scan machine, contohnya. Saat industri kesehatan memerlukan mesin ini untuk hal-hal darurat, Digital Twin membantu mengingatkan apakah mesin ini perlu masuk fase perawatan. “Platform ini bisa diaplikasi ke wind power forecasting, construction vehicles performance, dan marine engine oil health. Baik untuk produk GE maupun non GE.”

GE juga berupaya membuktikan bahwa pola pikir digital industrial yang mereka canangkan tergolong adaptif untuk segala ranah industri.

Dalam event yang berlangsung di Fairmont Hotel ini, dihadirkan sebuah sesi perbincangan antara Luis F. Gonzalez (Chief Digital Officer General Electric Asia Pasifik) yang mewakili industri energi, David Wu (General Manager Healthcare, GE, Asia Pasifik) mewakili industri kesehatan, David Parkinson (General Manager, GEOil and Gas, Asia Pasifik) mewakili industri migas, Hardik Raithatha (Digital Growth Leader GE Renewable, Asia Pasifik) mewakili industri energi baru terbarukan, Frank Siegers (Senior Program Manager GE Aviation) mewakili industri aviasi, Jonathan Lim (Commercial Director, GE Transportation, Asia Tenggara) dan Alvin NG (General Manager , GE Digital Electric Asia Tenggara) selaku moderator. Masing-masing panelis mendemonstrasikan berbagai macam implementasi digital industrial di sektor energi, kesehatan dan transportasi.

Berlanjut setelah perbincangan hangat serta sesi tanya-jawab dengan audiens, Digital Industrial Forum menghadirkan Direktur Jenderal APTIKA Kominfo Samuel Pangarepan, yang membahas visi Indonesia secara digital pada tahun 2020, yakni 1000 startup (total valuasi Rp 150 triliun), satu juta petani dan nelayan yang go digital, serta delapan juta UKM yang go digital.

“Sampai 2016, kita sudah launch program Go Digital Vision dengan 50 teknopreneur yang sudah terlibat,” terangnya.

Teknologi baru yang dibawa GE ternyata menyentuh perekonomian akar rumput, seperti sektor pertanian, perikanan, maupun manufaktur. Hal ini diangkat pada salah satu segmen acara yang bertajuk The Pioneers; di mana GE memperkenalkan tiga startup berpotensi Indonesia yang bermain di ranah Industrial IoT; Dattabot, Fishare dan 3i.

Dattabot adalah startup big data analytics Indonesia pertama yang membangun sebuah aplikasi precision agriculture bernama HARA, yang dibangun di atas platform industrial internet dari GE Bernama PREDIX. HARA adalah sebuah field management application yang menganalisis sawah, membantu produksi pertanian meningkat hingga 80%, dan menurunkan biaya hingga 10%.

Dattabot menggunakan platform PREDIX dari GE dalam mengembangkan aplikasi untuk memahami bagian-bagian kendaraan yang rusak atau perlu dirawat segera. Fishare memerlukan GE untuk membuat self-farming module.

Selain itu, GE juga memperkenalkan dua startup lainnya yang bergerak di bidang Industrial Internet of Things (IIoT), yang disinyalir mampu mendisrupsi pasar; yakni 3i dan Fishare. 3i mengembangkan teknologi sensor online yang memudahkan pabrikan untuk melakukan pemeliharaan preventif dan prediktif melalui kemampuan data analytics dan machine learning.

Sedangkan, Fishare adalah produk Internet of Things yang fokus pada kemajuan kehidupan petani ikan dengan self-farming module.

Digital Industrial Forum ditutup oleh closing speech yang ditunggu oleh sebagian besar audiens, yakni Presiden Republik Indonesia ketiga, H.E. Prof. BJ. Habibie.

Disclosure: Artikel ini adalah advertorial yang didukung oleh General Electric.