Tag Archives: Imajin

Startup Manufaktur Indonesia

Perlahan Tapi Pasti, Startup B2B Digitalisasi Sektor Manufaktur

Digitalisasi industri manufaktur di Indonesia dikatakan belum secepat sektor lain, misalnya keuangan, ritel, atau transportasi. Lambatnya adopsi ini dipicu oleh faktor rantai proses yang kompleks, mulai dari produksi hingga distribusi.

Survei McKinsey pada 2020 menemukan bahwa baru 21% perusahaan di Indonesia yang mengadopsi industri 4.0, lebih rendah dari negara-negara lain yang disurvei, yakni Amerika Serikat (53%), Singapura (50%), dan Jepang (40%).

Karena proses yang berlapis itu, digitalisasi manufaktur dinilai menjadi lebih sulit dan memakan biaya besar. Belum lagi kekhawatiran akan risiko kegagalan. Pelaku industri pun ragu mengalokasikan anggarannya untuk digitalisasi. Faktor lainnya adalah kurangnya talenta digital di sektor ini.

Rendahnya rasio digitalisasi tersebut dimanfaatkan oleh sejumlah perusahaan rintisan untuk terlibat dalam transformasi manufaktur di Indonesia. Adalah Bababos, Imajin, dan Wifkain yang berupaya mensimplifikasi sebagian proses bisnis melalui platform tanpa menghilangkan aspek fisik dalam mempertemukan mitra manufaktur dengan pelaku bisnis.

Dengan traksi yang telah mereka peroleh, ketiga founder ini membagikan catatan penting terkait dinamikanya membangun platform rantai pasok manufaktur. Sebagai informasi, Bababos dan Imajin adalah platform penyedia rantai pasok material, seperti metal dan plastik, sedangkan Wifkain untuk bahan baku tekstil.

Memahami karateristik pelanggan

Baik Bababos, Imajin, dan Wifkain mengembangkan platform yang mempertemukan mitra manufaktur di Industri Kecil Menengah (IKM) dengan pemilik bisnis atau brand. Profil penggunanya berasal dari perusahaan skala menengah ke atas hingga korporasi.

Berangkat dari situ, mereka perlu memahami penggunanya karena kebutuhan segmen B2B dinilai lebih kompleks, dan terkadang membutuhkan komunikasi yang lebih intens dan personal sebelum memutuskan pembelian. Tak seperti pelanggan individu atau ritel.

Dengan karateristik ini, upaya digitalisasinya juga tidak bisa diimplementasikan 100% online. “Profil customer B2B kami adalah enterprise. Sulit untuk mengakuisisi customer kalau pure online. [Upaya] retensinya juga tidak sepenuhnya online,” tutur Co-Founder dan CEO Wifkain Sara Sofyan.

B2B memiliki kebutuhan kompleks / Sumber: Shutterstock

Dari sudut pandang Co-Founder dan CEO Bababos Fajar Adiwidodo, karateristik kebutuhan kebutuhan B2C disebut dapat cepat berubah–bisa jadi didorong karena faktor seasonal dan promosi harga. Namun, proses eksekusi di pasar B2C lebih simple dibandingkan B2B.

“Sementara, kebutuhan B2B akan selalu tetap sama; harga terjangkau, kualitas produk, dan pengiriman tepat waktu. Yang kami lakukan bukan mentransformasi apa yang mereka mau, tetapi mengirimkan apa yang dibutuhkan–yang mana sangat kompleks. Kami memiliki kemampuan untuk melakukan [delivery] tepat waktu. Setiap peningkatan yang kami lakukan, langsung ada direct impact.”

Mendigitalisasi proses, mempertahankan aspek fisik

Co-Founder dan CEO Imajin Chendy Jaya mengungkap ada banyak sekali rantai proses di manufaktur yang masih dilakukan secara manual. Misalnya, pengecekan mesin atau progres produksi. Ini membuat arus informasi menjadi terpecah-pecah, tidak melalui satu pintu yang sama dan berpotensi miskomunikasi.

Proses ini yang ingin disimplifikasi oleh pelaku startup dengan menghadirkan Dashboard di platformnya, memungkinkan mitra pabrikan atau pemilik bisnis memantau progres pekerjaan, mulai dari waktu pengerjaan hingga pengiriman. Contohnya, Dashboard Imajin di mana vendor dan pelanggan dapat memantau apabila ada perubahan ukuran produk.

Startup manufaktur tetap memiliki QC dan QA sendiri / Sumber: iStock

Sementara, Bababos menyoroti digitalisasi pada ‘dapur’ platformnya. Tak cuma mempertemukan vendor dan pemilik brand, pihaknya kini tengah mengembangkan engine yang memungkinkan pengguna untuk mendapatkan rekomendasi harga. Ada pula pengembangan fitur underwriting hingga collection pada credit engine. Menurut Fajar, fitur-fitur ini tidak akan ‘terlihat’, tetapi akan lebih terasa pada experience pengguna.

Meski sebagian proses manufaktur telah didigitasi, Chendy mengungkap aspek fisik tetap diperlukan bagi rantai pasok. Salah satunya adalah quality control (QC) dan quality assurance (QA), prosedur yang tak pernah luput dalam pengembangan sebuah produk.

“Model marketplace biasanya transaksi langsung. Bagi kami, ini akan sulit untuk kasih quality assurance karena customer terkadang khawatir dengan pesanannya. Makanya, kami ikut terlibat di tengah untuk mencarikan [mitra manufaktur], makanya kami tambahkan quality assurance. Jadi sebelum kirim ke customer, kirim ke Imajin dulu agar sesuai standar,” ujarnya.

Hal yang sama juga diterapkan Wifkain dalam menyuplai bahan baku tekstil. Sara menyebut memiliki QC sesuai standar global. Bahkan, ungkapnya, ada beberapa bahan baku yang harus melewati tingkat pengecekan lebih ketat untuk mencapai level tolerasi (rectification level). Klaimnya, Wifkain memiliki rectification level 0,5% dari rata-rata level global sebesar 3%. “Kami mendeteksi sedini mungkin agar barang yang dikirim memenuhi level toleransi tertentu.”

Seputar kendala

Sara mengungkap, pandemi telah memicu perubahan tren industri di mana pemilik merek fesyen kini mulai beralih ke manufaktur terdekat/domestik, termasuk Indonesia. Dengan memproduksi ke pabrikan terdekat, pelaku bisnis memiliki kejelasan dari sisi logistik.

Meski begitu, logistik tetap menjadi kendala yang kerap dihadapi pada rantai pasok, terutama bagi industri fesyen yang harus cepat mengejar tren. Isu yang ditemui biasanya terkait administrasi dan dokumentasi yang mengakibatkan pengiriman sample terlambat. Wifkain tengah menyiapkan fitur digital pattern sehingga pengguna dapat membuat pola sendiri dan mengurangi penggunaan bahan baku.

“Tantangan selanjutnya adalah akses pembiayaan syariah. Industri ini sangat padat modal, dan kami sudah bekerja sama dengan bank dan fintech agar brand bisa dorong produksi. Nah, Indonesia dan Malaysia adalah pasar terbesar kami, di mana permintaan produk modest wear (hijab) tinggi. Mereka strict untuk ambil pinjaman konvensional, sedangkan pembiayaan syariah di sini belum banyak. Ini membuat produksi mereka belum optimal,” jelasnya.

Sumber: Pexels

Sementara, Bababos enggan merinci soal tantangan pengembangan bisnisnya. Pihaknya menilai digitalisasi tak hanya sebatas soal simplifikasi saja, melainkan bagian dari sebuah proses. Meski sudah didigitalisasi, pihaknya berupaya menghadirkan proses semirip mungkin dengan biasa mereka lakukan.

“Pada setiap perubahan, kami ingin menghasilkan gain sebesar mungkin dan pain sekecil mungkin. Kami memastikan punya produk dan solusi yang tepat, serta strategi memiliki pasar, sumber daya, dan channel yang tepat. Kami ingin konsisten berikan harga, kualitas, pengiriman, dan transparansi.”

Sektor Otomotif Akselerasi Bisnis Manufaktur Imajin

Tak seperti sektor keuangan dan perdagangan, digitalisasi manufaktur di Indonesia terbilang baru. Sejumlah rangkaian prosesnya masih dilakukan secara manual atau tradisional. Artinya, potensi digitalisasinya masih besar. Perlu diketahui, industri manufaktur berkontribusi paling besar terhadap PDB Indonesia dengan capaian 16,3% pada kuartal II 2023.

Pasca-pendanaan awal yang diterima tahun lalu, Imajin berbicara soal potensi pasar otomotif, solusi pengelolaan proyek, dan skalabilitas pasar. Imajin sejak lima tahun terakhir ikut berkontribusi mendigitalisasi sektor ini. Berawal dari konsultan manufaktur di 2014, kemudian menawarkan cara baru dengan mengembangkan platform untuk mempertemukan supply dan demand. 

Kendaraan listrik akselerasi pasar otomotif

Imajin adalah online marketplace bagi manufaktur industri kecil menengah (IKM) yang menawarkan jasa moulding, pengecoran, perakitan mesin, hingga pembuatan komponen otomotif. Imajin juga mengembangkan solusi manajemen proyek untuk membantu pengguna memantau pekerjaan.

Target pasarnya adalah pemilik manufaktur dan pemilik bisnis/brand dengan fokus utama menyuplai material metal dan plastik. Permintaan produksinya didominasi oleh sektor otomotif, elektronik, dan kemasan.

Tren kendaraan listrik (EV) yang sedang digenjot pemerintah beberapa tahun ini disebut membawa dampak terhadap bisnis Imajin. Co-Founder dan CEO Imajin Chendy Jaya menyebut lebih dari 20 brand EV tengah mengambil kue pasar di Indonesia, berlomba memberikan keunggulan produk.

“Ini sesuatu yang menurut kami potensial. Ada antusiasme tinggi terhadap brand baru. Tak cuma EV, brand otomotif besar juga banyak merilis model baru. Ini ikut mendorong produksi Imajin karena sebagian besar klien kami adalah otomotif,” ujarnya saat dihubungi DailySocial.id.

Produsen otomotif raksasa berinvestasi di EV / Sumber: Indonesia’s Electric Vehicle Outlook

Mengutip CNN Indonesia, saat ini ada 50 perusahaan pengembang EV di Indonesia dengan total investasi lebih dari Rp3 triliun. Sejalan dengan upaya mendongkrak Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN), brand baru yang masuk ke pasar Indonesia mau tak mau harus membangun atau bermitra dengan manufaktur lokal.

“Pemilik brand bisa bermitra dengan manufaktur kami supaya bisa produksi,” tambah Chendy. Nilai pasar kendaraan listrik di Indonesia ditaksir sebesar $20 miliar atau lebih dari Rp300 triliun. Adapun, TKDN kendaraan listrik ditarget dapat mencapai 40% pada 2026.

Standar kualitas

Dalam pengembangan platformnya, Imajin tak sekadar menghubungkan saja, tetapi juga menambahkan quality assurance dalam prosesnya. Hal ini untuk memastikan produksinya dapat memenuhi standar kualitas di setiap komponen.

“Tidak seperti marketplace, mencari mitra manufaktur, langsung ketemu dan lakukan transaksi, itu sulit untuk memastikan kualitasnya. Nah, customer kadang khawatir apakah pesanannya bisa dikerjakan dengan benar. Makanya, kami terlibat dalam proses itu. Kami tambahkan quality assurance, bangun quality center di Cikarang. Sebelum dikirim ke customer, produknya dikirim ke Imajin dulu [untuk pengecekan kualitas] sesuai standar,” jelasnya.

Kemudian, Imajin juga menambahkan sejumlah fitur untuk mempermudah pemesanan proyek. Misalnya, fitur Quick Note untuk mempermudah proses desain dan kalkulasi sebelum diproses ke mitra manufaktur. Saat ini, baru beberapa material yang dapat diproses lewat fitur Quick Note.

Ada pula Dashboard yang membantu pengguna memantau pengelolaan proyek, mulai dari waktu pengerjaan hingga saat produk siap dikirimkan. Chendy menyebut penambahan fitur selanjutnya akan disesuaikan dengan kebutuhan mitra/pengguna.

“Dulu tidak ada dedicated dashboard, aktivitasnya masih dilakukan secara manual. Ini bisa memicu miskomunikasi dari vendor maupun customer, seperti approval atau perubahan ukuran. Makanya, kami coba simplifikasi semua proses itu lewat Dashboard,” tuturnya.

Pasar Jawa masih luas

Jepang menjadi pasar empuk bagi Imajin untuk memulai ekspansinya di luar Indonesia. Terlebih, industri otomotif sangat besar di Negeri Matahari Terbit tersebut. “Kami sudah lama [punya] kemitraan di sana, tetapi sekarang ingin kami seriusi. Ada angel investor kami yang menjadi representatif Imajin di sana,” tambahnya.

Terdapat lebih dari 600 pabrikan lokal yang bermitra dengan Imajin, mulai dari mold maker, dies maker, injection, hingga fabrication. Lebih dari 100 pelanggan juga telah menggunakan jasanya, termasuk perusahaan Jepang di Indonesia.

Imajin merupakan startup pertama di Indonesia yang ditunjuk oleh Kemenperin sebagai hub manufaktur. Ekspansinya nanti juga akan mengikuti rekomendasi dari Kemenperin sebagaimana program manufaktur 4.0 berjalan.

Sumber: Imajin

“Kami masih lakukan riset untuk ekspansi ke Batam, semoga bisa terealisasi awal 2024. Kita juga riset di Kalimantan dan Sumatera. Namun, ekspansi nanti tergantung dari program Kemenperin.  Kalau arahnya ke sana, kami bakal masuk. Saat ini kebanyakan manufaktur ada di Pulau Jawa. Pasarnya masih sangat besar untuk kami masuki.”

Di tengah ramai tren profitabilitas di industri startup, Chendy enggan mengomentari lebih lanjut. Namun, ucapnya, Imajin berdiri hampir 10 tahun dan telah lama beroperasi dengan modal sendiri sebelum akhirnya dapat pendanaan dari East Ventures. Mengejar growth bukan menjadi goal bisnisnya.

“Kami terbiasa bootstrapping dengan apa yang kami miliki, it’s becoming our culture. Kami bertumbuh dengan responsibility.”

Imajin Terima Pendanaan Awal Dipimpin oleh East Ventures [UPDATED]

*Update 25/1 14:00: Kami melakukan pembaruan artikel dengan menambahkan beberapa informasi resmi terkait pendanaan Imajin yang diterima DailySocial.id hari ini dari East Ventures

Startup manufactur hub Imajin resmi mengumumkan pendanaan awal dengan nominal yang dirahasiakan, dipimpin oleh East Ventures serta partisipasi dari 500 Southeast Asia, Init 6, dan sejumlah investor dan angel investor lainnya.

Menurut data yang dilaporkan ke regulator, pendanaan ini turut disuntik oleh Kao Kele Pte. Ltd., Jessica Hendrawidjaja (CMO Shipper), dan Tsuda Yumi. Sebelumnya, Init 6 yang merupakan venture capital bentukan Achmad Zaky ini menjadi investor tunggal pada putaran pendanaan pra-awal Imajin.

“Kami percaya pendanaan ini akan memperkuat kami dalam memaksimalkan potensi pengusaha manufaktur kecil dan menengah. Kami akan terus meningkatkan kualitas platform dan layanan untuk setiap vendor yang bermitra dengan Imajin,” tutur Co-Founder dan CEO Imajin Chendy Jaya dalam keterangan resminya.

Sementara, Partner East Ventures Melisa Irene menambahkan, “kami harap Imajin menjadi solusi yang tepat untuk industri manufaktur, dan mengambil peran aktif dalam mendukung perkembangan industri dan ekosistem digital secara keseluruhan,” ujarnya.

Imajin didirikan oleh Chendy Jaya, Stefanus Hadir (Chief Marketing Officer), dan Joseline Olivia (Chief Product Officer) dengan misi menjadi ekosistem manufaktur kreatif digital.

Melalui platform ini, Imajin mempertemukan manufaktur lokal dengan pelanggan. Imajin juga memfasilitasi pembiayaan proyek (project financing) bagi pemilik usaha yang memiliki keterbatasan dana, dan menawarkan marketplace untuk memasok raw material.

Hingga saat ini, Imajin telah memiliki lebih dari 500 mitra pabrikan lokal, mulai dari mold maker, dies maker, injection, hingga fabrication, serta 100 pelanggan termasuk perusahaan Jepang di Indonesia.

Pada 2020, Imajin ditunjuk oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sebagai manufacturing hub Indonesia. Setahun berselang, Imajin terpilih sebagai salah satu peserta program akselerator Startup Studio Indonesia yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

Ekspansi

Pendanaan baru ini akan digunakan untuk mengembangkan produk, rekrutmen, dan memperluas cakupan pasar di dalam maupun luar negeri. Salah satunya adalah sektor otomotif yang sejalan dengan peningkatan pertumbuhan produksi dalam negeri. Menurut Chendy, industri manufaktur semakin pulih setelah terkena dampak pandemi Covid-19.

Berdasarkan data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia di 2022, industri pengolahan non-migas tumbuh 4,88% (YoY) dengan kontribusi sebesar 16,10% terhadap PDB. Kemudian pertumbuhan sektor otomotif melampaui pertumbuhan ekonomi nasional. Dari sisi produksi, utilisasi industri kendaraan bermotor per Oktober 2022 mencapai 69,20% atau naik sebesar 40% dibandingkan selama pandemi.

Pihaknya berkomitmen untuk mendorong pelaku Industri Kecil Menengah (IKM) dengan menawarkan pendampingan bagi produsen yang mengembangkan produk baru dari tahap prototipe hingga siap produksi secara massa. Imajin memastikan hasil produksi berkualitas melalui Quality Assurance yang telah terstandarisasi dan pengalaman manajemen proyek dengan solusi Software-as-a-Service (SaaS).

Pada pemberitaan sebelumnya, Imajin berencana ekspansi ke Pulau Jawa dan Batam. Pihaknya juga mempertimbangkan kuat untuk masuk ke Jepang dalam rangka mendorong pelaku industri lokal, terutama pada industri otomotif. Selain itu, pihaknya berupaya mengakselerasi digitalisasi di industri manufaktur melalui pengembangan produk baru.

Diketahui, ekspansi pasar ini dilakukan untuk mendorong penyerapan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN). Sebagaimana diatur pemerintah, TKDN di Tanah Air ditetapkan minimal 35% dan diproyeksi bertambah secara bertahap menjadi 80% di 2026, utamanya pada kendaraan listrik.

Selain Imajin, startup lain di sektor manufaktur adalah Manuva yang baru berganti nama dari sebelumnya Tjetak. Manuva berfokus pada digitalisasi manufaktur dari hulu ke hilir, terutama pada industri kemasan, elektrikal, dan garmen di Indonesia.

The Manufacture Hub Startup Imajin Receives Pre Series A Funding from Init-6

The manufacturing hub startup Imajin received pre-seed funding from Init-6 with an undisclosed amount. This funding  will be used to accelerate digitization in the manufacturing industry through market expansion and new product development.

In a short discussion with DailySocial.id, Imajin‘s Co-founder & CEO, Chendy Jaya said that Init-6 is currently the sole investor for this round. However, the Global Fund is said to participate in this funding.

In Indonesia, Imajin plans to expand to several cities in Java and Batam. In addition, the company is strongly considering an expansion to Japan. After his recent visit to Japan, he implied to gain a positive response from the local companies.

“I think we’ll need representatives in the country, in order [prospective customers] to be onboard at Imajin,” he added.

Imajin is a platform that bridges demand and supply in the manufacturing industry. By positioning itself as a manufacturing hub, Imajin offers three business models, (1) a platform to gather business players in the manufacturing industry, (2) project financing, and (3) a marketplace to supply raw materials.

Throughout the first semester of 2022, he continued, Imajin has recorder an Annual Recurring Revenue (ARR) contract of almost ten times growth compared to two years ago. The company has just started its expansion in East Java, and released an AI-based Quick Note feature to detect 3D files and instantly determine the price range of the goods.

On his LinkedIn page, Init-6’s Venture Partner, Rexi Christopher believes that Imajin will have a significant role to play in revolutionizing the manufacturing industry in Indonesia. Moreover, 20% of Indonesia’s total GDP is projected to come from manufacturing. Its growth is also predicted to be faster due to the adoption of new technologies.

In addition, he believes that Imajin is backed by know-how founders in this sector. “We believe that Imajin can accelerate digitization in manufacturing so as to make its industry in Indonesia more competitive in the global market,” he said.

In fact, Init-6 was founded by Bukalapak’s Co-founders, Achmad Zaky and Nugroho Herucahyono with a focus on investing in early-stage startups. Recently, Init-6 has channeled funding to the “Dibimbing” edtech platform.

Manufacturing digitization

On a separate occasion, Imajin works closely with the Sole Agents of Brand Holders (ATPM) in the automotive and other sectors and cooperates with the Ministry of Industry to accelerate the digitization of manufacturing in the country.

In its efforts to enter the Japanese market, Chendy said that the automotive industry in Indonesia has great potential. Moreover, some high technology for automotive products, such as servo-brakes, gear boxes, and drive-axles, are still imported from Japan. According to a report by the Indonesian Embassy in Tokyo with Mizuho Bank, the import value reached $1 billion.

Meanwhile, the Indonesian government is aggressively encouraging domestic digitalization in order to meet the regulation of the Domestic Content Level (TKDN) of at least 35% and increase to 80% in 2026, especially in electric vehicles.

“We found a classic problem that often occurs in the manufacturing sector, which is finding trusted vendors. We want to digitize the procurement process to production, therefore, the Indonesian market can compete with other countries,” he said.

Currently, Imagin has more than 400 local manufacturing partners and 80 customers including Japanese companies in Indonesia. Imajin strives to provide dozens of customers from leading companies, such as Tom’s Racing, Toyota Motor Corporation, Mitsubishi Motor Corporation, so that they comply with product standards owned in Japan.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Imajin Memperoleh Pendanaan Tahap Pra-Awal dari Init-6

Startup manufactur hub Imajin memperoleh pendanaan pre-seed atau pra-awal dari Init-6 dengan nominal yang dirahasiakan. Pendanaan ini akan digunakan untuk mengakselerasi digitalisasi di industri manufaktur melalui ekspansi pasar dan pengembangan produk baru.

Dihubungi oleh DailySocial.id, Co-founder & CEO Imajin Chendy Jaya mengungkap bahwa saat ini Init-6 masih menjadi investor tunggal dalam pendanaan tahap awalnya. Namun, Global Fund juga tengah dalam proses untuk berpartisipasi pada pendanaan ini.

Di Indonesia, Imajin akan melakukan ekspansi ke sejumlah kota di Pulau Jawa dan Batam. Selain itu, Imajin juga tengah mempertimbangkan kuat untuk ekspansi ke Jepang. Berdasarkan hasil kunjungannya ke Jepang, ia mengaku mendapatkan respons positif dari perusahaan-perusahaan di sana.

“Sepertinya kami butuh representatif di sana supaya [calon customer] bisa onboard di Imajin,” tambahnya.

Imajin merupakan startup penyedia platform yang mempertemukan demand dan supply di industri manufaktur. Dengan memosisikan diri sebagai manufactur hub, Imajin menawarkan tiga model bisnis, yakni (1) platform untuk mempertemukan pelaku usaha di industri manufaktur, (2) pembiayaan proyek (project financing), dan (3) marketplace untuk menyuplai raw material.

Di sepanjang semester I 2022, lanjutnya, Imajin telah mengantongi kontrak Annual Recurring Revenue (ARR) hampir sepuluh kali pertumbuhan dibandingkan dua tahun lalu. Perusahaan juga baru memulai ekspansinya di Jawa Timur, dan merilis fitur Quick Note berbasis AI untuk mendeteksi file 3D dan menentukan kisaran harga barang secara instan.

Dalam laman LinkedIn-nya, Venture Partner Init-6 Rexi Christoper meyakini bahwa Imajin akan memiliki peran signifikan untuk merevolusi industri manufaktur di Indonesia. Apalagi, 20% dari total PDB Indonesia diproyeksi berasal dari manufaktur. Pertumbuhannya juga diprediksi lebih cepat berkat adopsi teknologi-teknologi baru.

Selain itu, ia menilai Imajin didukung oleh para founder yang memiliki know-how di sektor ini. “Kami meyakini Imajin dapat mengakselerasi digitalisasi di manufaktur sehingga membuat industrinya di Indonesia menjadi lebih kompetitif di pasar global,” tuturnya.

Sebagai informasi, Init-6 didirikan oleh Co-founder Bukalapak Achmad Zaky dan Nugroho Herucahyono dengan fokus investasi pada startup tahap awal. Terakhir Init 6 memberikan pendanaan ke platform edtech “Dibimbing”.

Digitalisasi manufaktur

Disampaikan dalam keterangan resmi terpisah, Imajin bekerja sama erat dengan Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) di sektor otomotif dan lainnya dan menggandeng Kementerian Perindustrian untuk mempercepat digitalisasi manufaktur di Tanah Air.

Dalam upayanya masuk ke pasar Jepang, Chendy mengatakan bahwa industri otomotif di Indonesia sangat potensial. Apalagi saat ini beberapa teknologi tinggi untuk produk otomotif, seperti servo-brake, gear box, dan drive-axles, masih diimpor dari Jepang. Menurut laporan KBRI Indonesia di Tokyo bersama Mizuho Bank, nilai impor tersebut mencapai $1 miliar.

Adapun, pemerintah Indonesia tengah gencar mendorong digitalisasi dalam negeri demi memenuhi peraturan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) minimal 35% dan meningkat menjadi 80% di 2026, terutama pada kendaraan listrik.

“Kami menemukan masalah klasik yang sering terjadi di sektor manufaktur, yakni mencari vendor terpercaya secara manual. Kami ingin mendigitalisasi proses pengadaan hingga produksi sehingga pasar Indonesia dapat bersaing dengan negara lain,” ucapnya.

Saat ini, Imajin memiliki lebih dari 400 mitra pabrikan lokal dan 80 pelanggan termasuk perusahaan Jepang di Indonesia. Imajin berupaya memenuhi kebutuhan sejumlah pelanggan dari perusahaan terkemuka, seperti Tom’s Racing, Toyota Motor Corporation, Mitsubishi Motor Corporation, sehingga sesuai dengan standar produk yang dimiliki di Jepang.

Imajin Startuo Manufaktur

Mengenal Startup “Manufactur Hub” Imajin dan Upayanya Mendorong Maker Indonesia

Industri startup di Indonesia kini tak lagi melulu soal vertikal e-commerceride hailing, dan fintech. Pelaku startup semakin eksploratif untuk menggarap inovasi di vertikal-vertikal lain yang selama ini luput dari perhatian masyarakat. Padahal, ada masalah yang sebetulnya dapat diatasi dengan teknologi.

Salah satunya adalah manufaktur, sebuah industri yang lekat dengan karakteristik biaya produksi dan penggunaan mesin berskala besar. Di Indonesia, tampaknya belum banyak startup yang berkecimpung di industri manufaktur. Namun, startup Imajin memiliki visi menjadi manufactur hub lewat inovasinya sehingga dapat mendorong maker dalam negeri. Terutama menyambut agenda besar pemerintah menuju Making Indonesia 4.0.

Sebagai informasi, Imajin merupakan startup penyedia platform yang mempertemukan demand dan supply di industri manufaktur. Imajin sempat ditunjuk oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sebagai manufacturing hub Indonesia di 2020. Imajin juga merupakan salah satu peserta terpilih pada program akselerator Startup Studio Indonesia oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) di 2021.

DailySocial.id berkesempatan berbincang virtual dengan Co-founder & CEO Imajin Chendy Jaya untuk mengenal layanannya lebih dalam bagi industri manufaktur.

Ide awal

Chendy bercerita tentang ketertarikannya terhadap dunia mekanikal. Ia bekerja pada perusahaan solusi manufaktur asal Singapura, tetapi bertempat di Malaysia. Menurutnya, ada banyak hal yang ia pelajari dari negara tetangga karena industri manufaktur di sana jauh lebih maju dibandingkan Indonesia, terlebih pada aspek efisiensi dan produktivitas.

Pengalaman tersebut mendorong Chendy untuk mengembangkan sebuah inovasi di industri manufaktur. Di sini, ia bertemu dengan dua co-founder Imajin lainnya.

Saat itu, Imajin baru berdiri sebagai perusahaan swasta yang menawarkan jasa konsultan engineering di bidang analisis, efisiensi, dan produktivitas di 2015. Selain itu, Imajin juga mengembangkan solusi terkait, seperti desain dan analisis. Fokusnya adalah perusahaan menengah ke atas di Indonesia yang dinilai memiliki awareness terhadap efisiensi dan produktivitas.

Pada periode 2018-2019, Chendy cs mulai mengembangkan platform yang dapat mempertemukan para pelaku usaha terkait di industri manufaktur. Dengan pivot ke model bisnis baru, ia dan timnya mulai mengadopsi growth culture sebagai startup.

“Rupanya klien kami butuh vendor manufaktur lokal yang dapat mengerjakan sebuah produk. Mereka sudah punya standar, tapi sulit untuk merealisasikan produknya. Dari sini, kami pikir harus menciptakan sesuatu karena kami sering mendapat permintaan semacam ini” ujarnya dalam sesi virtual.

Manufactur hub

Secara keseluruhan, Imajin punya tiga model bisnis, yakni (1) platform untuk mempertemukan pelaku usaha di industri manufaktur, (2) pembiayaan proyek (project financing), dan (3) marketplace untuk menyuplai raw material. Ketiga layanan tersebut diluncurkan secara bertahap.

Pada model pertama, Imajin baru fokus menghubungkan produsen fabricated metal, otomotif, peralatan rumah tangga, dan packaging. Imajin juga telah bermitra dengan 250 vendor terverikasi yang berasal dari pabrikan kecil menengah. Sebagai contoh proses kerjanya, apabila ada permintaan pesanan botol parfum, pengguna tinggal upload desain ke situs web Imajin. Lalu akan muncul mitra yang sesuai dengan kriteria dan kebutuhan yang dicari.

“Kami sadar bahwa pain point-nya tidak hanya menghubungkan klien dengan pabrik manufaktur, tetapi juga dengan pemilik usaha kecil-kecilan, seperti bengkel las atau bengkel bubut. Mereka tidak mungkin dapat pekerjaan dari online, apalagi dari platform. Kami ingin bantu mereka dapat pekerjaan juga,” tuturnya.

Di samping itu, ia melihat kebutuhan produksi manufaktur di Indonesia terkadang memakan waktu lama. Maka itu, Imajin memiliki dashboard secara real-time untuk memantau progress pekerjaan. “Biasanya yang terjadi, approval lama sehingga proyek tidak juga berjalan. Di sana tidak begitu, mesin tidak boleh menganggur,” tambahnya.

Marketplace untuk raw material / Sumber: Imajin

Usai meluncurkan platform, Imajin menambah layanan baru di tahun lalu untuk mengakomodasi kebutuhan pembiayaan dari mitra rekanannya. Layanan ini adalah project financing yang membantu mitra manufaktur untuk memproses pesanan produk.

Imajin bermitra dengan empat lembaga keuangan untuk memberikan pembiayaan lewat skema project financing. Dalam kurun waktu tiga bulan, Imajin telah menyalurkan project financing sebesar Rp500 juta. Chendy mengungkap bahwa Imajin menerima permintaan project financing hingga Rp10 miliar dari para mitra.

Kemudian, untuk memperkuat posisi Imajin sebagai manufactur hub, Chendy meluncurkan layanan marketplace untuk menyuplai raw material berdasarkan kebutuhan dari para penggunanya. Imajin menghubungkan produsen raw material yang pengirimannya dilakukan oleh pihak ketiga.

Strategi

Untuk menggerakkan bisnisnya, Imajin masih mengandalkan sumber permodalan dari bootstrapping dan pendanaan beberapa angel investor. Chendy menyebut Imajin tidak menggunakan model bakar uang untuk mendapatkan traction, melainkan menggunakan strategi word of mouth.

Sejauh ini, ungkapnya, penerimaan pasar terhadap layanan Imajin terbilang bagus. Bahkan ia mengungkap bahwa Imajin mengantongi pertumbuhan bisnis sebesar 250% dibanding tahun sebelumnya, dan pertumbuhan ini dicapai secara organik.

“Tidak seperti model B2C yang bakar uang dengan promosi dan changing behavior, kami di B2B menerapkan aspek kualitas, cost, dan delivery. Selama ketiga aspek tersebut dapat terpenuhi, kami rasa tidak perlu bakar uang. Saat ini, kami tinggal melakukan edukasi untuk dorong awareness layanan dan improve produk,” ujarnya.

Ia berencana untuk mengalokasikan budget marketing dan promotion apabila mengantongi pendanaan seri A. Rencana ini sejalan dengan target penambahan pengguna dan cakupan daerah. Dielaborasi lebih lanjut, Chendy masih enggan berkomentar terkait rencana penggalangan dana ini.

Selain itu, Chendy menyebut akan meningkatkan skala bisnis dengan bekerja sama pada perusahaan manufaktur berskala besar sebagai salah satu mitranya. Apabila terealisasi, perusahaan ini dapat terhubung ke seluruh ekosistem Imajin. Strategi ini untuk memperkuat basis mitra Imajin yang terverifikasi dan terpercaya.

Imajin Develops “3D Marketplace” Online Platform

Imajin, a company engaged in B2B manufacturing (business to business), decided to develop Imajin.id online platform. It has a marketplace concept that connects some requirements in the 3D field.

Imajin will be a portal for 3D designers to show their artwork for share or sale. When the design continue to the production, Imajin team will facilitate due to partnership with 3D Printing vendor.

Imajin has a vision to develop the manufacturing world into the B2C (business to customer) sector by introducing 3D printing technology. This company founded by three people, Chendy Jaya, Joselin Olivia, and Stefanus Hodir.

Imajin has been operating more than 4 years in manufacturing sector B2B, but started to enter B2C in early 2018, making Imajin.id online platform. We’ve been operating in Jabodetabek, Bandung, and Surabaya,” Jaya said.

He also explained that Imajin marketplace was created to help anyone produce their dream products. He gave an example, if anyone has the desire to create a different phone case from others, Imajin can help, from the design to the large production. Imajin expertise should be useful for broaden network of customers.

In his observation, the current 3D technology is very common in the manufacturing world, starts from 3D design, 3D Scanning, Reverse Engineering, 3D Printing, CNC Manufacture, to the 3D Metal. To date, Imajin has made some products using 3D design, from automotive, furniture, souvenir to accessories. The methods are different according to user demand.

Regarding features on Imajin marketplace, users can directly view the 3D product models or design through 3D view. In order to produce 3D printing, users can directly upload designs, choose materials, and get the price. The 3D view feature is expected to provide a different experience that is not found in any other marketplace.

To date, Imajin has nearly 1000 users with 145 3D designers, five 3D printing partners, and 17 CNC machine partners. This year, the company plans for several innovations, including to open the Imajin center as the first 3D Printing Experience Center in Indonesia, to be located in BSD, and trying to make further penetration to B2C segment and education.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Imajin bercita-cita membantu semua orang agar bisa membuat produk 3D sendiri

Imajin Kembangkan Platform Online “3D Marketplace”

Imajin, salah satu perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur B2B (business to business), memutuskan untuk mengembangkan platform online Imajin.id. Platform ini mengusung konsep marketplace yang mempertemukan beberapa kebutuhan di bidang 3D.

Imajin akan menjadi portal bagi para Desainer 3D menunjukkan hasil karya mereka untuk dibagikan atau dijual. Jika desain tersebut dilanjutkan ke tahap produksi, pihak Imajin memberikan kemudahan karena memiliki mitra 3D Printing.

Imajin sendiri memiliki visi mengembangkan dunia manufaktur ke sektor B2C (business to customer) dengan memperkenalkan teknologi 3D printing. Perusahaan ini didirikan oleh tiga orang founder, yaitu Chendy Jaya, Joselin Olivia, dan Stefanus Hodir.

Imajin sudah berjalan lebih dari 4 tahun di bidang manufaktur B2B, namun mulai bergerak di B2C pada awal 2018, membuat platform online Imajin.id. Kami sudah beroperasi di Jabotabek, Bandung, Surabaya,” terang Chendy.

Chendy menjelaskan bahwa marketplace Imajin diciptakan untuk bisa membantu siapapun memproduksi barang yang mereka impikan. Ia mencontohkan, apabila ada yang memiliki keinginan menciptakan case ponsel yang berbeda dengan yang lain, Imajin bisa membantu, mulai dari sisi desain hingga produksi besar. Keahlian Imajin diharapkan bisa dinikmati pelanggan yang lebih luas.

Menurutnya, saat ini teknologi 3D sudah sangat umum dilakukan pada dunia manufaktur, mulai dari 3D Design, 3D Scanning, Reverse Engineering, 3D Printing, CNC Manufacture, bahkan sampai ke 3D Metal. Sejauh ini Imajin sudah menghasilkan beberapa hal menggunakan 3D Design, mulai dari otomotif, furnitur, sovenir hingga perhiasan. Metode yang digunakan berbeda-beda dengan keperluan pengguna.

Mengenai fitur di marketplace Imajin, pengguna dapat dengan langsung melihat model atau desain produk 3D melalui 3D View.  Jika ingin memproduksi 3D printing, pengguna dapat langsung melakukan upload desain, memilih material, dan kemudian mendapatkan harga yang sesuai. Fitur 3D View diharapkan memberikan pengalaman yang berbeda yang tidak ditemui di marketplace lain.

Sejauh ini, Imajin telah memiliki hampir 1000 pengguna dengan 145 3D designer, lima 3D printing partner, dan 17 CNC machine partner. Tahun ini perusahaan merencanakan beberapa inovasi, termasuk membuka Imajin Center sebagai 3D Printing Experience Center pertama di Indonesia, yang akan berlokasi di BSD, dan mencoba melakukan penetrasi lebih jauh ke segmen B2C dan pendidikan.