Tag Archives: Iman Kusnadi

RitSea Layanan Logistik Laut

Ritase Buat Platform Logistik Khusus Transportasi Laut

Startup logistik digital Ritase mengumumkan ekspansi produk baru bernama RitSea, khusus menangani sektor transportasi laut. Ekosistem yang sudah dianggap siap dengan transformasi digital dan permintaan yang datang dari pasar, menjadi alasan kuat Ritase main ke sektor ini.

Founder dan CEO Ritase Iman Kusnadi menjelaskan, selama ini para pemangku kepentingan di bisnis transportasi laut menghadapi sejumlah masalah. Para pengirim (shipper) direpotkan dengan keharusan menyelesaikan berbagai tahapan secara manual seperti penyortiran dan menghubungi pengangkut.

Lalu, memantau pengiriman via telepon karena alphanya kejelasan titik berangkat (port of loading) dan jadwal pengiriman (shipment). Laporan juga harus disusun secara manual.

Sementara itu, dari sisi pengangkut (transporter) berkutat dengan rute yang tidak efisien, pencatatan order booking yang rumit, serta banyaknya broker yang membuat harga tidak kompetitif.

“Konsumen mendapatkan harga yang transparan dan bisa booking sesuai jadwal kapal secara online. Kami juga mengembangkan solusi sehingga konsumen mendapatkan jadwal shipping secara real time. Ini sangat memudahkan konsumen,” ujar Iman dalam keterangan resmi, Kamis (12/3).

Melalui RitSea, pengirim akan memiliki akses dasbor, sehingga dapat memantau pengemudi dan muatan, serta memonitor booking dan shipment dalam satu layar.

Adapun, buat pengangkut akan mudah menerima pesanan melalui sistem, memantau pengemudi dan muatan secara online selama 24 jam, dan pembayaran yang mudah lewat e-wallet.

Diterangkan lebih jauh, RitSea merupakan bagian dari solusi transportasi multimoda Ritase yang memadukan angkutan kereta untuk jalur darat, pesawat untuk jalur udara, dan pelayaran unuk jalur air. Melalui solusi seperti ini, platform akan mencari kombinasi angkutan yang tercepat dan termurah secara sistem. “Konsumen punya pilihan yang sesuai dengan kebutuhannya.”

Bagaimana Ritase Mendisrupsi Pasar Logistik dan Kargo di Indonesia
Bagaimana Ritase Mendisrupsi Pasar Logistik dan Kargo di Indonesia

Iman menyebut RitSea telah terkoneksi dengan pelayaran besar nasional untuk memastikan pelayanan yang prima. Tidak disebutkan identitas dari mitra yang Ritase gaet.

Sebagai catatan, RitSea menambah rangkaian platform berbasis SaaS yang dikembangkan perusaahaan dalam mempertemukan stakeholder yang membutuhkan pengiriman dan para vendor pengangkut. Sebelumnya, startup ini menyediakan Ritase TMS (Transport Management System), Ritase Enterprise, Ritase Supply Chain Financing (SCF).

Berikutnya, Ritshop untuk pembelian spare part dan kebutuhan pendukung, Rit2Go untuk mendukung pengiriman buat UKM, dan Ritase Pay. “RitSea telah mencakup semua aspek first mile dalam logistik. Sebentar lagi kami akan menjadi super app di bidang logistik.”

Pada Juli 2019, perusahaan mengumumkan pendanaan seri A senilai Rp120 miliar dari Golden Gate Ventures, Insignia Ventures, Skystar Capital, dan lainnya. Pada tahun lalu, perusahaan memfasilitasi lebih dari 40 ribu pengiriman per bulan dan bekerja sama dengan 74 merek global dan ritel, seperti Nestle, Unilever, Japfa dan Lotte.

Perusahaan telah menghimpun lebih dari 600 perusahaan transportasi kecil dan menengah, dengan total lebih dari 11 ribu truk individu sejak pertama kali didirikan pada 2018.

Daya saing logistik Indonesia

Startup Logistik di Indonesia

Ekspansi Ritase sebenarnya sangat tercermin dari masih besarnya potensi logistik yang dapat disentuh lewat transformasi digital. Menurut Bank Dunia, Indonesia masih berada di urutan ke-5 dari negara ASEAN lain berdasarkan performa logistik (Logistics Performance Index/LPI) di level 3,15 dari skala 1-5.

Semakin mendekati skala 5 mengindikasikan daya saing logistik suatu negara semakin baik, sebaliknya kian mendekati 1 semakin buruk.

Posisi Indonesia kalah dari Singapura (4,0), Thailand (3,41), Vietnam (3,27), dan Malaysia (3,22). Kendati begitu, dalam delapan tahun terakhir daya saing logistik Indonesia menunjukkan perbaikan. Dalam skala global, Indonesia ada di urutan ke-46 dari 160 negara di 2018 yang merupakan terbaik sejak 2010.

Data tersebut dibarengi dengan momentum pertumbuhan lapangan usaha transportasi dan pergudangan dalam produk PDB yang naik 7,01% secara keseluruhan di 2018. Pertumbuhan ini jauh lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan tahun 2018 sebesar 5,17%.

Penyebab dari kenaikan ini karena dampak dari kontribusi perhubungan udara dan darat yang meningkat karena perhelatan kegiatan internasional dan pembangunan infrastruktur perhubungan darat. BPS mencatat total produksi dari sektor ini mencapai Rp796,76 triliun atau berkontribusi 5,37% dari total PDB di 2018.

Lebih lanjut, data BPS memaparkan angkutan darat berkontribusi sebesar 44,41% terhadap sektor logistik, angkutan udara sebesar 30,16%, pergudangan dan jasa penunjang angkutan 1,24%, angkatan laut 0,57%, angkutan sungai danau dan penyeberangan 0,14%, dan angkutan rel 0,1%.

Bagaimana Ritase Mendisrupsi Pasar Logistik dan Pengangkutan di Indonesia: Startup Stories

Sektor logistik dan pengangkutan Indonesia tahun ini telah mencuri perhatian, dengan banyaknya startup yang menggalang dana dengan jumlah signifikan, menunjukkan bahwa industri ini digadang-gadang akan menjadi hal besar ke depannya dalam ekonomi digital negara ini.

Salah satu perusahaan pemula yang mendapatkan investasi dalam jumlah besar pada tahun 2019 adalah Ritase, sebuah platform yang menyediakan sistem transportasi digital B2B yang mempertemukan pengirim dengan pengangkut, yang bertujuan untuk menyederhanakan rantai pasok logistik serta menciptakan proses pengiriman darat yang lebih efisien.

Didirikan pada tahun 2018 oleh seorang pengusaha Iman Kusnadi beserta arsitek perangkat lunak David Samuel, perusahaan berhasil mengumpulkan US$3 juta dalam putaran pendanaan awal pada September 2018 dari Insignia Ventures Partners. Dalam waktu kurang dari satu tahun, perusahaan tersebut kembali mengantongi US$1,6 juta dalam putaran selanjutnya pada Februari 2019, dan US$8,5 juta dalam putaran Seri A yang dipimpin oleh Golden Gate Ventures pada bulan Mei.

“Dari segi traksi sudah bagus dan bisnis tumbuh dengan cepat, jadi investor percaya pada potensi perusahaan,” ungkap salah satu pendiri dan CEO, Kusnadi, kepada KrASIA dalam sebuah wa wancara.

Kusnadi memiliki pengalaman lebih dari 15 tahun bekerja di industri logistik, termasuk dalam posisi manajemen untuk raksasa logistik global seperti DHL dan APL Logistics. Ritase adalah versi rebranding dari perusahaan yang ia dirikan sebelumnya bernama Trucktobee, jelasnya.

Selain menghubungkan perusahaan dengan vendor truk, Ritase juga menjalankan sistem software-as-a-service (SaaS) untuk manajemen transportasi real-time, pemrosesan pesanan digital, optimalisasi rute, dan perencanaan beban, yang digunakan oleh vendor dan pelanggan.

Iman Kusnadi, co-founder dan CEO Ritase. Dokumentasi Ritase
Iman Kusnadi, co-founder dan CEO Ritase. Dokumentasi Ritase

“Misi utama kami adalah untuk mengatasi hambatan terbesar pengangkutan dan logistik: data yang tidak akurat. Truk seringkali beroperasi tanpa referensi data yang jelas, seperti jenis muatan yang dibawa dalam truk, atau lisensi pengemudi yang sesuai atau tidak. Oleh karena itu, kami mencoba mengembangkan infrastruktur digital untuk mengatasi masalah ini, sehingga semua pemangku kepentingan dalam ekosistem logistik dapat mengambil manfaat dari solusi teknologi kami,” ujar Kusnadi.

Ia percaya bahwa disrupsi dalam sektor logistik akan berdampak besar pada perekonomian Indonesia. “Misalnya, karena solusi kami dapat menurunkan biaya logistik untuk pengirim, hal itu dapat menyebabkan penurunan harga barang dalam jangka panjang. Sementara itu, harga yang lebih rendah pada akhirnya akan meningkatkan daya beli masyarakat,” tambahnya.

Menurut Kusnadi, bisnis di bidang teknologi logistik sangat menjanjikan. Ritase telah beroperasi selama kurang lebih satu tahun, dan sampai saat ini telah menunjukkan perkembangan positif.

Saat ini, perusahaan memfasilitasi lebih dari 40.000 pengiriman per bulan, dan telah bekerja dengan merek-merek terkenal internasional seperti Nestlé, Unilever, Japfa, Lotte, dan lainnya.

“Kami hanya memiliki dua klien pengirim pada kuartal pertama 2018, namun sekarang kami telah bekerja sama dengan 74 perusahaan besar, termasuk FMCG global dan merek ritel. Kami juga telah mendaftar 600 perusahaan transportasi kecil dan menengah, dengan lebih dari 11.000 truk individu,” ujarnya.

“Keuntungan dari model B2B ini [bisnis] sangat mudah. Kami bisa mendapatkan margin yang baik dan adil karena kami berurusan langsung dengan pemilik truk tanpa perantara, ”kata Kusnadi, menambahkan bahwa Ritase sudah menguntungkan.

Perusahaan juga telah menandatangani perjanjian dengan Kementerian Perhubungan Indonesia untuk mendigitalkan timbangan berat di seluruh negeri untuk meringankan muatan truk yang terlalu banyak dan dimensi yang berlebih. Mereka juga meluncurkan layanan “smart shelter” di Surabaya awal tahun ini, yang berfungsi sebagai tempat istirahat bagi pengemudi truk. Di persinggahan, pengemudi juga diberikan pelatihan digital singkat, terutama tentang cara memanfaatkan platform Ritase.

Garasi singgah truk di Surabaya. Dokumentasi oleh Ritase.
Garasi singgah truk di Surabaya. Dokumentasi oleh Ritase.

Perusahaan ini mengoperasikan platform pasar online yang disebut Ritase Shop (atau Ritshop), yang diluncurkan pada Mei 2019. Mereka menawarkan akses bagi mitra pengangkutan truk Ritase terhadap onderdil dan truk yang terjangkau. Kusnadi menyatakan bahwa Ritshop telah menunjukkan komitmen perusahaan untuk mendukung para pengangkut, kebanyakan dari mereka adalah usaha kecil dan menengah (UKM).

“Karena kami bermitra dengan banyak perusahaan angkutan truk, kami tahu bahwa kesulitan mereka untuk membeli armada baru dengan harga kompetitif. Karena itu, kami bekerja sama dengan perusahaan multi-finansial yang memungkinkan pengangkut membayar dengan mencicil. Selain itu, setelah membeli truk, mereka akan secara otomatis berintegrasi dengan sistem manajemen transportasi Ritase, yang diterjemahkan menjadi nilai tambah bagi mereka, “kata Kusnadi.

Pada bulan Oktober, Ritshop meluncurkan dealer truk bekas terbesar di Jabodetabek yang memungkinkan calon pembeli memeriksa kondisi truk secara langsung sebelum mengambil keputusan.

Meskipun sektor ini disebut-sebut menjanjikan, perusahaan yang mengembangkan teknologi logistik baru juga menghadapi banyak tantangan, terutama dalam hal perizinan dan peraturan, menurut Kusnadi.

“Pada awalnya, banyak yang berpikir bahwa kami adalah perusahaan logistik, oleh karena itu kami harus mematuhi peraturan normal untuk transportasi barang, salah satunya adalah bahwa kami harus memiliki armada sendiri. Jadi saya perlu terus menjelaskan bahwa kami adalah perusahaan teknologi yang menawarkan solusi untuk logistik truk,” katanya.

Kusnadi berharap bahwa pemerintah akan mendorong regulasi baru terkait hal ini untuk mempercepat pertumbuhan sektor teknologi logistik.

Melihat masa depan logistik di Indonesia, Kusnadi percaya bahwa akan ada lebih banyak pemain digital mendisrupsi ruang ini yang akan membuat kompetisi lebih menarik. “Semakin banyak, semakin meriah. Ini menunjukkan bahwa pasar sedang tumbuh, dan saya percaya bahwa kompetisi akan meningkatkan inovasi, yang sekiranya baik untuk seluruh ekosistem,” ungkap Kusnadi.

“Saya berharap bahwa Indonesia akan menerapkan seluruh proses logistik pintar dalam waktu dekat, dan kita dapat menyelesaikan tantangan logistik lintas wilayah untuk memfasilitasi perdagangan antar negara dengan lebih nyaman,” lanjutnya.

Ke depannya, Ritase ingin memperkuat kemampuan teknologinya dan menambahkan lebih banyak layanan bagi pelanggannya, untuk menjadi pemimpin pasar di industri truk Indonesia. Perusahaan juga memperluas penawarannya dengan memasukkan pengelolaan limbah berbahaya. Pada tahun depan, Ritase juga berencana untuk menawarkan layanan logistik kontainer antar pulau, serta layanan pembiayaan kepada para mitranya.

Apalagi, Ritase saat ini sedang dalam proses mengumpulkan modal baru. Ini akan selesai “segera,” kata Kusnadi.


Artikel ini pertama kali dirilis oleh KrASIA. Kembali dirilis sebagai bagian dari kerja sama dengan DailySocial.

Ritase Announces Series A Funding Worth of 120 Billion Rupiah

Management logistics startup for trucks, Ritase announced the Series A funding worth $8.5 million (more than Rp120 billion) led by Golden Gate Ventures. New investors include Jafco Asia and QWC, followed by previous investors Insignia Ventures, Beenext, and Skystar Capital.

Fresh money will be used to tighten up Ritase position in Indonesia, while debuting in the Southeast Asian market.

Ritase‘s CEO, Iman Kusnadi said on this funding, the company is committed to empowering more local logistics on its platform through supply chain finance. Also, greater access to affordable spare parts and trucks through Group Buy features.

“Sustainable and platform improvement are their continuous plan for that will be eventually become a channel to introduce semi-autonomous trucks in Southeast Asia,” he said in an official statement.

Golden Gate Ventures Partner, Hall Justin explained his interest in funding Ritase. For him, when the Indonesian economy grows, a digitalized logistics infrastructure is necessary to meet the couriers and truck drivers demand.

“Ritase will be the cornerstone of digital logistics infrastructure in Indonesia and we are glad to work with Iman [Ritase’s CEO] and his team,” Justin said.

In a previous interview with DailySocial, Iman said this funding will be used to build an R&D office for the autonomous trucking technology development. The Japanese truck manufacturer partner will be involved to realize this ambition.

The business growth is said to be rapid since its debut two years ago. The company is said to facilitate hundreds of deliveries each month using more than 7,500 trucks, 500 transporters, and 7 thousand driver-partners connected to the Ritase app.

A number of company partners who have been using Ritase include Nestle, Unilever, Universal Ribena Corporation (URC), Japfa, Signify, and Lotte. For Nestle, Ritase partnered to fulfill the FMCG industry demand, such as transparency for senders and couriers, digital order processing management, cargo planning, and route optimization.

Ritase provides an open API platform and cloud-based software that allows the sender to access the real-time information from the truck marketplace and the delivery flow.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Ritase memiliki 7.500 armada truk, 500 transporter, dan 7 ribu mitra pengemudi yang telah terhubung dengan aplikasinya

Ritase Umumkan Perolehan Pendanaan Seri A 120 Miliar Rupiah

Startup manajemen logistik khusus truk Ritase mengumumkan perolehan pendanaan Seri A senilai $8,5 juta (lebih dari Rp120 miliar) yang dipimpin Golden Gate Ventures. Investor baru yang turut bergabung di antaranya Jafco Asia dan QWC, diikuti investor sebelumnya Insignia Ventures, Beenext and Skystar Capital.

Dana segar tersebut akan digunakan memperkuat dominasi Ritase di Indonesia, sekaligus memulai debutnya di pasar Asia Tenggara.

CEO Ritase Iman Kusnadi menjelaskan, lewat pendanaan ini perusahaan berkomitmen untuk memberdayakan lebih banyak pengangkut lokal di platform-nya melalui pembiayaan rantai pasokan. Juga, aksesibilitas yang lebih besar ke suku cadang dan truk yang terjangkau melalui fitur Group Buy.

“Pertumbuhan berkelanjutan dan penyempurnaan platform adalah rencana yang terus Ritase lakukan sehingga akhirnya menjadi channel yang memperkenalkan truk semi-otonom di Asia Tenggara,” katanya dalam keterangan resmi.

Partner Golden Gate Ventures Hall Justin menjelaskan, ketertarikannya untuk mendanai Ritase. Menurutnya, ketika ekonomi Indonesia terus tumbuh, perlu infrastruktur logistik yang sudah terdigitalkan untuk memenuhi permintaan yang berkembang untuk pengirim dan pengemudi truk.

“Ritase akan menjadi landasan infrastruktur logistik digital di Indonesia dan kami merasa terhormat untuk bekerja sama dengan Iman [CEO Ritase] beserta timnya,” kata Justin.

Sebelumnya, dalam wawancara bersama DailySocial, Iman menyebut pendanaan ini juga akan dipakai untuk membangun kantor R&D untuk pengembangan teknologi autonomous trucking. Mitra pabrikan truk asal Jepang akan digandeng untuk mewujudkan ambisi tersebut.

Perkembangan bisnis Ritase bisa dikatakan pesat sejak pertama kali meluncur dua tahun lalu. Diklaim perusahaan telah memfasilitasi ratusan pengiriman tiap bulannya dengan lebih dari 7.500 armada truk, 500 transporter, dan 7 ribu mitra pengemudi yang telah terhubung dengan aplikasi Ritase.

Beberapa nama mitra perusahaan yang telah memanfaatkan Ritase diantaranya Nestle, Unilever, Universal Ribena Corporation (URC), Japfa, Signify, dan Lotte. Untuk Nestle, Ritase menjadi mitra teknologi untuk memenuhi kebutuhan di industri FMCG, seperti transparansi kepada pengirim dan pengangkut, manajemen pemrosesan pesanan digital, perencanaan muatan, dan optimalisasi rute.

Ritase menyediakan platform API terbuka dan perangkat lunak berbasis cloud yang memungkinkan pengirim untuk menikmati akses informasi real time dari marketplace truk dan arus barangnya.

Application Information Will Show Up Here
R&D Autonomous Trucking Ritase

Ritase Segera Bangun Pusat R&D dengan Pabrikan Truk Asal Jepang, Kembangkan “Autonomous Trucking”

Startup manajemen logistik Ritase mengungkapkan segera membangun kantor R&D untuk pengembangan teknologi autonomous trucking. Rencana ini bakal dilakukan tahun ini, pasca mengumumkan pendanaan seri A yang bakal diumumkan secara resmi pada akhir Mei 2019.

Founder & CEO Ritase Iman Kusnadi menerangkan, pihaknya belum menentukan lokasi kantor R&D tersebut, yang pasti perusahaan akan bekerja sama dengan pabrikan truk asal Jepang untuk membentuk tim gabungan.

“Kita akan kerja sama dengan pabrikan truk di Jepang untuk pengembangan teknologi autonomous trucking. Tapi ini adalah pengembangan jangka panjang,” terang Iman kepada DailySocial.

Pendanaan seri A yang segera diumumkan perusahaan, menurut Iman bakal serentak dilakukan di Jepang, Tiongkok, Singapura, dan Amerika Serikat. Dia enggan menyebut negara tersebut merepresentasikan asal investornya.

Dalam keterangan resmi, pendanaan ini datang dari sejumlah institusi finansial maupun partner strategis dari dalam maupun luar negeri. Kombinasi tersebut diharapkan akan mendukung pertumbuhan perusahaan dan mempermudah untuk go internasional.

Di awal 2018, perusahaan mengumumkan perolehan pendanaan pra Seri A dengan nilai tidak disebutkan dari Insignia Venture Partners, Skystar Capital, dan angel investor Tarun Gandhi.

Iman melanjutkan, untuk rencana jangka pendek perusahaan akan memperkuat produk yang sudah ada demi mendukung ekosistem trucking. Beberapa di antaranya yang sudah dirilis adalah Smart Shelter (garasi singgah) dan fitur Group Buy dalam platform Ritase untuk jual beli spare parts, truk baru atau bekas.

Garasi singgah ini baru tersedia untuk para mitra pengemudi yang bekerja sama dengan Ritase di daerah Lingkar Luar Timur, Sidoarjo. Penentuan lokasi ini merujuk pada temuan bahwa Surabaya merupakan titik backhaul (menemukan muatan untuk dibawa kembali) utama di Pulau Jawa.

Ditambah pula, garasi singgah ini adalah tempat yang penting untuk para pengemudi untuk beristirahat seraya menunggu backhaul, sekaligus wadah komunitas dengan antar pengemudi.

Sementara itu, fitur Group Buy menjadi jembatan untuk para mitra Ritase agar lebih mudah melakukan transaksi jual beli di dalam platform. Tidak hanya spareparts, bahkan transaksi pembelian unit truk baik baru maupun bekas. Namun untuk sementara baru bisa diakses oleh mitra yang sudah bergabung saja.

Saat ini perusahaan memfasilitasi puluhan ribu transaksi pengiriman per bulannya menjangkau seluruh Indonesia, dengan volume terbesar didominasi pada jalur Jawa dan Sumatera. Perusahaan telah mendapat dukungan lebih dari 6.500 truk, 500 perusahaan transportasi, dan 7 ribu mitra pengemudi yang telah terkoneksi dengan aplikasi Ritase.

CEO dan Founder Ritase Iman Kusnadi / DailySocial

Startup Manajemen Logistik Ritase Digitalkan Proses Kerja Supir Truk Lewat Aplikasi

Masalah di industri logistik menjadi salah satu primadona makin berjamurnya startup yang mencoba menyelesaikannya. Salah satunya adalah Ritase. Startup ini merupakan platform digital layanan manajemen truk, menghubungkan pengirim barang dengan penerima barang secara real time.

CEO dan Founder Ritase Iman Kusnadi menuturkan potensi logistik di Indonesia memang besar, tetapi performanya menurun. Dari hasil riset yang ia lakukan, indeks performa logistik mengalami penurunan menjadi urutan ke 63 di 2016. Padahal, di 2014 Indonesia berada di urutan ke 54.

“Ini concern besar, dari potensi yang besar ternyata performanya turun dibandingkan negara lainnya. Lewat solusi yang kami hadirkan, saat dipresentasikan di hadapan Kementerian Perhubungan, mereka puas bahwa saat ini ada startup yang beri real time data saat truk lewat jalur Pantura,” kata Iman, Kamis (3/5).

Secara sederhana, Ritase ingin mendigitalkan proses kerja pemilik armada truk ke dalam bentuk aplikasi. Mulai dari proses pengambilan barang, pengiriman, sampai barang diterima ke tempat tujuan. Di dalam aplikasi pemilik armada, terdapat dompet digital untuk menerima pembayaran pesanan yang dapat dicairkan kapan saja.

Ada pula poin reward untuk setiap tugas yang berhasil mereka selesaikan dengan tepat waktu. Poin tersebut dapat di tukar dengan berbagai penawaran, seperti pulsa, voucher makan, dan lainnya.

Pemilik armada juga dapat menerima backhaul (menemukan muatan untuk dibawa kembali) ketika pesanan sudah dikirim. Di dalam aplikasi mereka dapat melihat laporan detil mengenai ID order, FTL, dimensi, berat hingga estimasi waktu dalam fitur Trip Management.

“Kalau dulu banyak yang menyangsikan supir ojek bisa kirim makanan, buktinya sekarang bisa. Nah sekarang kami ingin melakukan hal yang sama, namun untuk supir truk.”

Bagi pengirim barang, Ritase menyediakan informasi seputar status keberadaan barang, estimasi kedatangan barang, hingga informasi detil seluruh proses pengiriman. Melalui fitur Load Planning, mereka dapat mengatur jadwal pengiriman sesuai dengan dimensi dan berat barang.

Ada pula fitur Live Tracking dan Order Status untuk mendapatkan kepastian mengenai status terakhir dari barang yang dikirim. Dari berbagai fitur tersebut pengirim barang dapat menghindari berbagai potensi masalah transportasi dan logistik yang dapat terjadi.

Perusahaan menerapkan strategi monetisasi lewat komisi yang dibayarkan setiap transaksi yang terjadi. Besarannya tergantung volume kargo yang dikirimkan.

Kinerja dan target bisnis

Sebelumnya Ritase bernama Trucktobee, hingga akhirnya rebranding dimulai pada akhir 2016. Pada awal 2017 hingga kini perusahaan telah mengakuisisi 5.500 truk dan 6 ribu supir truk terdaftar.

Total perjalanannya mencapai 4 juta km, dengan 85% di antaranya adalah jalur Pantura, menampung 200 juta kg kargo ke 65 ribu titik pengiriman dan nilai barang sebesar US$8 miliar.

Dari segi klien, kebanyakan berasal dari industri FMCG, seperti Lotte Grosir, Philips Lightning, Gunung Sewu, Kraft Heinz, dan lain sebagainya.

Iman mengaku perusahaan akan terus menggenjot kinerjanya dengan mendirikan berbagai lokasi hub di kawasan industri. Wilayah yang disasar seperti Medan, Surabaya, Cikarang, dan Jabodetabek.

“Tantangan kami adalah edukasi supir truk, untuk itu butuh bangun hub di berbagai lokasi agar semakin mudah mereka menjangkau kami.”

Dalam rangka mendukung rencananya tersebut perusahaan telah mendapatkan pendanaan Pra Seri A pada awal tahun ini dengan nilai yang tidak disebutkan. Investasi tersebut datang dari Insignia Venture Partners, Skystar Capital, dan seorang angel investor Tarun Gandhi.

Kejora Ventures Dorong Kolaborasi Bisnis Antar Startup dalam Grup

Banyaknya perusahaan startup yang bermunculan di Tanah Air, di satu sisi memang memicu persaingan apalagi dengan perusahaan yang memiliki ranah bisnis yang serupa. Namun di sisi lain, perlu ada proses sinergi sebagai bentuk dukungan satu sama lain. Hal inilah yang ingin didorong oleh Kejora Ventures untuk seluruh startup inkubatornya.

Sejak 2,5 tahun Kejora berdiri, sudah ada 28 startup yang pernah didanai. Beberapa di antaranya adalah CekAja, Qerja, Y Digital Asia, Etobee, Investree, Jualo, Wavoo, dan ProSehat. Hampir semua startup disatukan dalam space coworking seluas 4.000 m2 bernama Kejora Headquarters.

Sebastian Togelang, Founding Partner Kejora Ventures, menjelaskan dengan menyatukan seluruh startup yang pernah mereka danai menunjukkan keinginan agar antar perusahaan saling membantu satu sama lain untuk mendukung pertumbuhannya bisnisnya.

[Baca juga: Kejora Ventures Siap Berinvestasi di Startup Baru Akhir Tahun Ini]

Tak hanya itu, dengan penyatuan ruangan kerja pada akhirnya akan tercipta ide baru dan kolaborasi yang bakal tercipta. Pasalnya, antar startup memiliki hubungan komplementer satu sama lain.

Tidak hanya itu, sambungnya, pihaknya juga menyediakan berbagai kegiatan sharing session dengan para pembicara dan ahli dari bidang startup, konferensi developer seperti kerja sama dengan Facebook, hingga mengadakan Founder Institute Acceleration untuk meningkatkan kapabilitas pemimpin startup.

“Tujuan kami menyatukan startup yang pernah didanai agar mereka saling belajar satu sama lain. Dari situ akan banyak tercipta ide, masukan, bahkan kerja sama lain yang bisa membantu akselerasi pertumbuhannya. Tak hanya itu, kami ingin membentuk suatu ekosistem yang positif dalam pengembangan industri startup di Tanah Air lewat berbagai kegiatan yang kami adakan,” ujarnya, Kamis (20/10).

Suasana ruangan kerja dalam salah satu lantai di Kejora Headquarters / Kejora
Suasana ruangan kerja dalam salah satu lantai di Kejora Headquarters / Kejora

Salah satu kolaborasi bisnis yang akan segera hadir sebelum akhir tahun ini adalah kerja sama antara Investree dengan CekAja dan Etobee. Adrian Gunadi, Co-Founder dan Chairman Investree, menjelaskan dengan CekAja pihaknya akan memanfaatkan platform untuk distribusi produk Investree.

“Investree juga pernah melakukan kerja sama dengan Qerja dalam hal referral memperkenalkan produk kami ke klien mereka. Untuk Etobee dan CekAja diharapkan sebelum akhir tahun ini sudah bisa dilaksanakan,” terangnya.

Irijanto, Head of Content and Media Relations CekAja, menjelaskan dalam situs CekAja terdapat kolom afiliasi, di situ rekanan CekAja dapat dibantu penjualan dan promosi produk-produknya. Bentuknya, melalui penempatan banner, rekomendasi, produk finansial terbaik, kalkulator finansial, dan lainnya.

Iman Kusnadi, Co-Founder dan COO Etobee, menambahkan tak hanya mengandalkan kerja sama dengan antar startup dalam inkubator Kejora, pihaknya ingin terus menambah eksistensi di luar inkubator agar branding bisa lebih kuat. “Kami ingin branding Etobee bisa lebih terdengar di luar grup Kejora, klien kami adalah perusahaan e-commerce. Hal ini jadi langkah kami dalam mengejar volume bisnis.”

Kejora juga aktif melakukan kerja sama dengan berbagai institusi yang bergerak di bidang teknologi digital, mulai dari operator telekomunikasi, cloud server, dan lainnya guna mendukung akselerasi bisnis.

Veronika Linardi, Co-Founder Qerja, menjelaskan pasca pihaknya bergabung sebagai inkubator startup dari Kejora banyak arahan ilmu yang bisa didapat, serta jaringan relasinya pun semakin luas. “Kejora tidak hanya memberikan dana, tetapi juga memberi kami guidance saat mencari pendanaan, biasanya diberi arahan siapa investor potensial. Untuk menjadi besar di bidang teknologi itu butuh kolaborasi, tidak bisa besar sendirian.”