Startup logistik digital Ritase mengumumkan ekspansi produk baru bernama RitSea, khusus menangani sektor transportasi laut. Ekosistem yang sudah dianggap siap dengan transformasi digital dan permintaan yang datang dari pasar, menjadi alasan kuat Ritase main ke sektor ini.
Founder dan CEO Ritase Iman Kusnadi menjelaskan, selama ini para pemangku kepentingan di bisnis transportasi laut menghadapi sejumlah masalah. Para pengirim (shipper) direpotkan dengan keharusan menyelesaikan berbagai tahapan secara manual seperti penyortiran dan menghubungi pengangkut.
Lalu, memantau pengiriman via telepon karena alphanya kejelasan titik berangkat (port of loading) dan jadwal pengiriman (shipment). Laporan juga harus disusun secara manual.
Sementara itu, dari sisi pengangkut (transporter) berkutat dengan rute yang tidak efisien, pencatatan order booking yang rumit, serta banyaknya broker yang membuat harga tidak kompetitif.
“Konsumen mendapatkan harga yang transparan dan bisa booking sesuai jadwal kapal secara online. Kami juga mengembangkan solusi sehingga konsumen mendapatkan jadwal shipping secara real time. Ini sangat memudahkan konsumen,” ujar Iman dalam keterangan resmi, Kamis (12/3).
Melalui RitSea, pengirim akan memiliki akses dasbor, sehingga dapat memantau pengemudi dan muatan, serta memonitor booking dan shipment dalam satu layar.
Adapun, buat pengangkut akan mudah menerima pesanan melalui sistem, memantau pengemudi dan muatan secara online selama 24 jam, dan pembayaran yang mudah lewat e-wallet.
Diterangkan lebih jauh, RitSea merupakan bagian dari solusi transportasi multimoda Ritase yang memadukan angkutan kereta untuk jalur darat, pesawat untuk jalur udara, dan pelayaran unuk jalur air. Melalui solusi seperti ini, platform akan mencari kombinasi angkutan yang tercepat dan termurah secara sistem. “Konsumen punya pilihan yang sesuai dengan kebutuhannya.”
Iman menyebut RitSea telah terkoneksi dengan pelayaran besar nasional untuk memastikan pelayanan yang prima. Tidak disebutkan identitas dari mitra yang Ritase gaet.
Sebagai catatan, RitSea menambah rangkaian platform berbasis SaaS yang dikembangkan perusaahaan dalam mempertemukan stakeholder yang membutuhkan pengiriman dan para vendor pengangkut. Sebelumnya, startup ini menyediakan Ritase TMS (Transport Management System), Ritase Enterprise, Ritase Supply Chain Financing (SCF).
Berikutnya, Ritshop untuk pembelian spare part dan kebutuhan pendukung, Rit2Go untuk mendukung pengiriman buat UKM, dan Ritase Pay. “RitSea telah mencakup semua aspek first mile dalam logistik. Sebentar lagi kami akan menjadi super app di bidang logistik.”
Pada Juli 2019, perusahaan mengumumkan pendanaan seri A senilai Rp120 miliar dari Golden Gate Ventures, Insignia Ventures, Skystar Capital, dan lainnya. Pada tahun lalu, perusahaan memfasilitasi lebih dari 40 ribu pengiriman per bulan dan bekerja sama dengan 74 merek global dan ritel, seperti Nestle, Unilever, Japfa dan Lotte.
Perusahaan telah menghimpun lebih dari 600 perusahaan transportasi kecil dan menengah, dengan total lebih dari 11 ribu truk individu sejak pertama kali didirikan pada 2018.
Daya saing logistik Indonesia
Ekspansi Ritase sebenarnya sangat tercermin dari masih besarnya potensi logistik yang dapat disentuh lewat transformasi digital. Menurut Bank Dunia, Indonesia masih berada di urutan ke-5 dari negara ASEAN lain berdasarkan performa logistik (Logistics Performance Index/LPI) di level 3,15 dari skala 1-5.
Semakin mendekati skala 5 mengindikasikan daya saing logistik suatu negara semakin baik, sebaliknya kian mendekati 1 semakin buruk.
Posisi Indonesia kalah dari Singapura (4,0), Thailand (3,41), Vietnam (3,27), dan Malaysia (3,22). Kendati begitu, dalam delapan tahun terakhir daya saing logistik Indonesia menunjukkan perbaikan. Dalam skala global, Indonesia ada di urutan ke-46 dari 160 negara di 2018 yang merupakan terbaik sejak 2010.
Data tersebut dibarengi dengan momentum pertumbuhan lapangan usaha transportasi dan pergudangan dalam produk PDB yang naik 7,01% secara keseluruhan di 2018. Pertumbuhan ini jauh lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan tahun 2018 sebesar 5,17%.
Penyebab dari kenaikan ini karena dampak dari kontribusi perhubungan udara dan darat yang meningkat karena perhelatan kegiatan internasional dan pembangunan infrastruktur perhubungan darat. BPS mencatat total produksi dari sektor ini mencapai Rp796,76 triliun atau berkontribusi 5,37% dari total PDB di 2018.
Lebih lanjut, data BPS memaparkan angkutan darat berkontribusi sebesar 44,41% terhadap sektor logistik, angkutan udara sebesar 30,16%, pergudangan dan jasa penunjang angkutan 1,24%, angkatan laut 0,57%, angkutan sungai danau dan penyeberangan 0,14%, dan angkutan rel 0,1%.