Tag Archives: innovation

Lewat Samsung Innovation Campus, Samsung Berupaya Meningkatkan Kapasitas & Kesuksesan Inovasi di Indonesia

Samsung Innovation Campus (SIC) adalah program pendidikan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) global bagi para kaum muda. Samsung Electronics Indonesia menjadikan program ini sebagai upaya dan dukungan dalam meningkatkan kapasitas dan kesuksesan inovasi di Indonesia yang masih rendah melalui pendidikan.

Tahun ini Samsung Innovation Campus diselenggarakan sejak bulan Januari dan 496 siswa dari seluruh Indonesia ikut dalam penyaringan tahap pelatihan dan dibagi menjadi 119 tim. Memasuki tahap pelatihan yang akan berlangsung hingga bulan Oktober, hanya siswa yang berhasil lolos dalam penyaringan yang akan diasah kemampuannya dalam berinovasi melalui pendampingan coding dan programming secara intensif selama 12 minggu. Sampai peserta bisa melengkapi prototipe produk digital, membuat presentasi, dan mengajukan solusi di akhir pelatihan.

Menempati peringkat 85 dari 131 negara dalam Global Innovation Index 2020, menandakan Indonesia masih harus mendorong pertumbuhan budaya dan ekosistem inovasi agar lebih optimal. Karenanya, program SIC berperan dalam mengenalkan dan memanfaatkan teknologi yang sesuai perkembangan generasi saat ini. Melalui pembekalan coding dan programming SIC, para generasi muda bisa mendapatkan skill yang dibutuhkan industri sekarang dan masa depan, sekaligus membuka peluang bagi mereka untuk menjadi generasi yang dapat memberikan solusi di masyarakat lewat inovasi,” ujar Ennita Pramono, Head of Corporate Citizenship Samsung Electronics Indonesia.

Samsung menekankan pengembangan keterampilan dan proses berpikir dalam program SIC sebagai fokus utama, peserta mesti mengikuti rangkaian pembekalan inovasi coding dan programming dengan materi dasar Problem Definition, Design Thinking, UX/UI (user experience/user interface), HTML, CSS, dan JavaScript. Peserta juga diharuskan untuk memberikan solusi atas suatu permasalahan dalam bentuk video dan menyelesaikan beberapa tugas coding hingga membuat website sederhana. Kedua tugas ini adalah indikator penilaian kelolosan peserta menuju tahap pelatihan.

Siswa yang lolos dan telah disaring menjadi 13 tim oleh Samsung dan Skilvul – mitra Samsung dalam menjalankan program SIC, mereka dapat ikut serta pula dalam SIC Project Competition 2021. Tim yang terdiri dari total 46 siswa tersebut berasal dari: SMK Negeri 2 Surakarta, SMK Negeri 1 Geger Madiun, SMK Negeri 1 Martapura, SMK Negeri 1 Cimahi, SMK Negeri 10 Makassar, dan SMK Muhammadiyah Kudus.

Pada pelatihan pengembangan produk program SIC, poin yang perlu menjadi fokus peserta adalah target utama aplikasi atau produk, dan fitur utama yang ada di aplikasi mereka. Mengapa demikian? Karena fungsi dari aplikasi harus bisa menjawab permasalahan yang dihadapi customer atau target pengguna. Jadi, peserta perlu mendetailkan apa saja fitur utama yang benar-benar cocok dan dibutuhkan. Jangan sampai menciptakan fitur yang sia-sia, karena bisa melenceng dari permasalahan yang ingin diselesaikan. Maka dari itu, mereka harus menajamkan fitur dengan menentukan fitur utama dan fitur pendukung,” ungkap William Hendradjaja, Chief of Business Skilvul.

Dalam mengembangkan aplikasi sesuai kebutuhan, setiap peserta wajib jeli melihat masalah di sekitar mereka seperti lingkungan, kesehatan, pendidikan, sosial, minat baca, maupun lapangan pekerjaan. Peserta harus paham betul ide yang mereka buat untuk mengatasi masalah apa, siapa target penggunanya, rencana aksi dalam pengembangan idenya akan seperti apa, serta dukungan yang mereka perlukan dalam pengembangan ide ini harus meminta bantuan siapa dan dalam bentuk apa.

Kami berharap, melalui program SIC akan muncul para inovator muda yang mampu melahirkan produk inovasi dan menumbuhkan mindset baru dalam mengumpulkan serta menerapkan kekuatan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk merespon, mengatasi, dan menanggulangi permasalahan yang ada di lingkungan sekitar. Hingga pada akhirnya, inovasi yang dihadirkan pun mampu menjawab kebutuhan pasar dan industri, serta membuat Indonesia menjadi lebih baik,” tutup Ennita. Lebih lanjut mengenai Corporate Social Responsibility Samsung, kunjungi CSR Samsung.

dana indonesia

#NgobrolinStartup “Developing the Innovator Mindset”

Startup digital sangat erat kaitannya dengan inovasi teknologi. Sebagai seorang founder startup, mindset atau pola pikir inovatif merupakan sebuah hal yang wajib dimiliki. Lalu bagaimana cara membangun mindset tersebut?

Selengkapnya dapat disimak dalam Podcast #NgobrolinStartup “Developing the Innovator Mindsetbersama Norman Sasono, CTO of DANA Indonesia. Tinggal klik aja tombol play di bawah ini.

Episode 79 Part One #DANA “Developing the Innovator Mindset”

Episode 79 Part Two #DANA “Developing the Innovator Mindset”

Kamu juga dapat menyimak episode #NgobrolinStartup lainnya di halaman ini, ya!

Inovasi Startup di Korporasi

Membawa Budaya Inovasi Tangkas ala Startup di Korporasi

Korporasi besar makin mawas diri dengan keberadaan startup. Mereka sadar daripada berlomba-lomba untuk mengejar startup, tapi di saat yang bersamaan tidak ingin terlena dengan terjangan inovasi yang dihadirkan pemain startup. Akhirnya memaksa mereka untuk berinovasi yang dimulai dari internal. Namun bagaimana caranya?

Dalam salah satu diskusi panel yang digelar Echelon Asia Summit 2019 sebulan lalu di Singapura, menghadirkan empat pembicara. Mereka adalah Winston Damarillo (Amihan), Audrey Kuah (Dentsu Aegis Network), Terrence Ng (Lenovo), dan Quentin Vaquette (ENGIE).

Keempat pembicara ini memberikan tips bagaimana mengukur kesuksesan korporasi untuk berinovasi seperti startup, apa saja yang harus dihindari agar tidak mengulang dari pengalaman yang sudah mereka alami sendiri.

Bangun budaya intrapreneurship

Intrapreneurship adalah budaya yang dianut penuh oleh startup. Membebaskan tim untuk bereksperimen dan berani menerima kegagalan. Dua hal ini yang paling ditakuti oleh suatu korporasi di manapun. Akhirnya mengakar dalam budaya kerja yang diterapkan.

Padahal, intrapreneurship itu bahan penting yang perlu selalu ada tidak hanya di startup tapi juga di perusahaan pada umumnya. Sebab menjadi salah satu faktor penentu kesuksesan inovasi korporasi dapat sukses.

Inovasi adalah proses dinamis yang membutuhkan banyak ide untuk dieksekusi. Lalu disaring satu per satu, disempurnakan, sampai akhirnya sesuai dengan kebutuhan pasar. Oleh karena itu biarkan karyawan Anda mencoba cara mereka untuk mewujudkan ide tersebut dan Anda akan mendapat proses inovasi.

“Tantangan skalabilitas di perusahaan saat berinovasi selalu mengenai mindset dan budaya perusahaan,” terang Audrey.

Kegagalan akan terus menghantui dan itu sudah menjadi bagian dari proses inovasi. Anda harus siap dengan hal itu. Yang terpenting setelah gagal adalah berani untuk move on dan memperbaiki kesalahan tersebut. Semakin sering gagal, harus dijadikan peluang untuk lebih baik lagi dalam berinovasi.

Komitmen penuh dari C Level

Mindset tidak akan berpengaruh sama sekali apabila tidak ada dukungan penuh dari C level. Korporasi yang berkomitmen ingin berinovasi, setidaknya memiliki satu direksi yang paham betul semua seluk beluk mengenai dunia inovasi, entrepreneurship, dan startup. Pasalnya, ke depannya semua keputusan yang dia ambil secara tidak langsung berkaitan dengan perspektif inovasi.

Damarillo menyebutkan, kebanyakan C level dilatih untuk berpikir secara jangka pendek, per kuartal, atau tahunan saja. Padahal inovasi itu adalah bentuk investasi jangka panjang yang harus dilakukan secara terus menerus.

Pivot yang menjadi hal lumrah bagi startup, menjadi hal yang begitu menakutkan buat mereka. Dia pun memprediksi setidaknya butuh waktu selama tiga bulan sampai setahun untuk benar-benar mencerna seluruh hal baru tersebut sampai akhirnya siap menjadikannya sebagai prioritas.

“Setiap bisnis yang beroperasi saat ini punya risiko di-disrupt oleh startup. C level harus sadar dengan fakta tersebut,” katanya.

Buat kolaborasi dengan startup

Startup dan korporasi itu saling melengkapi satu sama lain. Ada kelebihan dan kekurangan yang masing-masing dimiliki. Hal inilah yang ditekankan oleh Vaquette. Korporasi besar menurutnya ahli dalam mengoptimalkan bisnis, sementara startup itu lebih ke arah kecepatan atau agile.

Bisa kita sendiri lewat kolaborasi yang kini kian kencang antara startup fintech dengan perbankan. Keduanya saling melengkapi. Bank kini tidak perlu buka cabang untuk mendapatkan nasabah baru, cukup memanfaatkan teknologi yang dikembangkan oleh startup.

Solusi lainnya adalah membentuk tim kecil dan menunjuk orang yang bertanggung jawab atas tim tersebut untuk berinovasi. Kepala tim inilah yang akan berhubungan langsung dengan C level untuk koordinasinya. Biarkan tim tersebut bekerja seperti startup, tanpa harus terbentur dengan birokrasi.

4 Penyebab Utama Inovasi Tidak Berkembang

Merujuk pada hasil survei yang diadakan oleh Boston Consulting Group bertajuk “Most Innovation Companies” mengemukakan sebuah fakta menarik. Banyak CEO dari perusahaan teknologi (89 persen) menempatkan inovasi sebagai prioritas tertinggi dalam roda bisnis perusahaan. Alasannya salah satunya dikemukakan pada sebuah penelitian dari GE, yakni kekhawatiran ditinggalkan oleh konsumen. Sederhana, karena konsumen selalu menginginkan pembaruan untuk penyesuaian kebutuhan.

Rasa-rasanya sangat wajar, seperti yang kita rasakan sehari-hari, teknologi berkembang begitu dinamis. Selalu menawarkan cara-cara baru yang lebih menarik dan efektif untuk menyelesaikan permasalahan kita. Hal ini tentu juga berdampak langsung bagi para startup digital, sebagai pengembang solusi pemecahan masalah melalui pendekatan teknologi. Sampai sini kita setuju, bahwa startup digital tidak akan mungkin bisa terlepas dari inovasi produk dan bisnis.

Lantas apa yang diperlukan untuk senantiasa memupuk berbagai unsur dalam tubuh startup untuk terus berinovasi. Tak lain adalah orang-orang yang ada di dalamnya, sebagai penggerak bisnis dan inovasi. Sayangnya sering kali ada beberapa “sikap” yang dilakukan, baik secara sadar ataupun tidak, yang ternyata berdampak buruk bagi produktivitas anggota tim dalam kaitannya dengan inovasi.

Berikut ini empat hal yang perlu dicermati sedini mungkin, agar inovasi di startup tidak terhambat:

Founder membatasi kreativitas hanya pada pemikirannya saja

Kinerja terbaik dari sebuah inovasi bukan dimulai dari arahan untuk pengembangan sebuah produk dari manajemen, melainkan memastikan para pengembang memahami masalah yang ingin diselesaikan. Ketimbang selalu mendikte dalam inovasi produk, founder lebih baik senantiasa melengkapi tim dengan area masalah untuk dijelajahi, termasuk memberikan ruang untuk menemukan dan memvalidasi masalah pelanggan. Kadang pemikiran unik justru datang karena pemikiran baru.

“Jika eksekusi adalah pemecahan masalah , kreativitas adalah pencarian masalah,” Chief Design Officer SAP Sam Yen.

Membatasi “gerak” anggota tim

Setelah permasalahan mampu didefinisikan, langkah selanjutnya ialah mengumpulkan informasi dan sumber daya untuk membangun solusinya. Namun tidak sedikit founder yang memilih terlalu tertutup, dalam artian membatasi sumber daya yang ada di perusahaan saja, baik itu data, laporan atau hal-hal lain yang mendukung pengembangan. Akhirnya cakupan terlalu sempit.

Validasi eksternal sangat diperlukan, karena dalam tahap ini masalah tersebut divalidasi. Berarti perlu mencari pelanggan untuk menguji setiap asumsi yang sudah disusun. Dan cara yang paling tepat ialah dengan membuka pintu selebar-lebarnya bagi para anggota tim untuk keluar, menguji hipotesisnya dan mencari tahu detail yang sebenarnya dibutuhkan untuk pengembangan tim.

Selama tahap validasi solusi, ini berarti menguji pasar. Sambil mensosialisasikan gagasan di dalam perusahaan, meneliti ukuran pasar yang diproyeksikan sangat penting.

“Keluarkan tim Anda dari gedung dan mintalah mereka berbicara dengan setidaknya 20 orang. Anda akan mulai melihat pola dan temuan menarik pada mereka,” Steve Blank, seorang serial-entrepreneur dari Silicon Valley.

Mempertaruhkan dalam satu inovasi besar

Di tahap selanjutnya, setelah masalah ditemukan dan tervalidasi dengan baik oleh pasar, yang biasanya dilakukan ialah memasukkan seluruh kekuatan tim ke dalam proyek tersebut. Semua waktu, anggaran, dan berbagai komponen lainnya difokuskan untuk satu inovasi tersebut.

Namun dari beberapa cerita startup yang pada akhir pivot atau gagal, sering melakukan hal ini. Yang pada akhirnya mereka mengatakan, bahwa ternyata membuat temuan tersebut berproses normal lebih baik, ketimbang harus mengambil risiko untuk memasukkan semua ke dalam satu proyek. Ambillah pendekatan portofolio untuk inovasi.

Mengambil terlalu banyak proyek baru

Hanya berada di satu titik tidak baik, namun terlalu banyak agenda juga tidak baik. Yang terpenting adalah memikirkan bagaimana sebuah proyek inovasi mampu tumbuh secara berkelanjutan. Semua harus memiliki target capaian yang jelas, dan jangan biarkan target tersebut gagal dan molor. Selain tidak efisiensi dari sisi sumber daya, hal tersebut juga menutup berbagai kemungkinan inovasi potensial lainnya.

Ini tidak mudah dilakukan, pasalnya sering kali founder berpikir tentang “kesempatan tidak datang dua kali”. Memang benar, oleh karenanya pengukuran kemampuan dan disiplin terhadap pengembangan inovasi sangat perlu untuk ditegakkan.

Mengoptimalkan Tim yang Ada untuk Mendapatkan Inovasi

Bisnis startup dibangun dari sumbangsih orang-orang yang berada di dalamnya. Ide dan eksekusi awal ada pada tim. Untuk mengelola anggota tim butuh pemahaman ekstra baik secara tim maupun individu. Pemahaman ini wajib dimiliki oleh semua orang pemimpin. Jika suatu saat terjadi deadlock atau inovasi yang mandek, pemimpin perlu mengeksplorasi dan mengoptimalkan anggota timnya untuk menemukan sesuatu hal yang baru.

Berikut beberapa saran yang bisa dilakukan untuk mengoptimalkan tim yang ada dan menemukan inovasi selanjutnya.

Mempersilakan orang-orang “lapar” untuk memimpin

Untuk bisa menggali inovasi dan mengetahui potensi-potensi lain dari tim pemimpin wajib mengetahui kemampuan individu dan kerja sama tim masing-masing. Kemudian buat waktu bersama-sama untuk mengetahui antusias masing-masing anggota tim dalam mengembangkan tim.

Dari sama pemimpin bisa mencoba memberikan kesempatan orang-orang yang terlihat “lapar” dan haus akan kemajuan dan rasa ingin tahu yang tinggi untuk menjadi seorang pemimpin. Awalnya memang butuh penyesuaian, namun jika ini merupakan cara untuk mendapatkan inovasi baru, tidak ada salahnya dicoba.

Menantang asumsi

Insting atau naluri dalam mengambil keputusan biasanya dimiliki oleh semua pemimpin. Selain itu, dalam melakukan inovasi yang berkelanjutan asumsi sering muncul. Jika bisnis ingin mendapatkan lebih banyak inovasi bisa dilakukan dengan mencoba menguji asumsi-asumsi yang ada, bisa dari pemimpin atau anggota tim yang lain.

Pengujian dan strategi yang baru adalah dua hal yang harus terus diulang untuk menguji asumsi. Dengan menantang asumsi bisnis bisa lebih dini mengidentifikasi perubahan dan menyiapkan strategi untuk mengantisipasinya.

Mengedepankan komunikasi yang baik

Inovasi sekarang ini bisa hadir dari mana saja. Tidak hanya mengandalkan insting pemimpin atau hasil brainstorming. Inovasi bisa didapatkan dari komunikasi yang baik, baik dengan pengguna, tim atau orang-orang terdekat.

Ide atau gagasan sering terhambat karena tidak adanya komunikasi atau komunikasi yang kurang baik antara pemimpin dengan tim atau bisnis dengan penggunanya. Biasanya dari komunikasi-komunikasi tersebut ditemukan alasan yang kuat mengembangkan produk atau fitur baru untuk melengkapi yang sudah ada.

Masa Depan Kolaborasi Startup

Jika mengacu pada hasil survei yang dilakukan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2016 dapat diketahui bahwa penetrasi pengguna internet di Indonesia mencapai 132,7 juta dari total populasi penduduk Indonesia yaitu 252,4 juta jiwa. Di samping itu, perilaku pengguna internet di Indonesia didominasi oleh penggunaan mobile yang mencapai 63,1 juta atau 47,6% dari populasi pengguna internet di Indonesia.

Fakta tersebut menjadikan bisnis rintisan atau yang dikenal dengan startup di bidang teknologi merupakan salah satu sektor yang semakin diminati dan terus berkembang dengan cepat. Perkembangan tersebut diikuti dengan munculnya startupstartup lokal maupun masuknya startup luar ke Indonesia serta bermunculannya investor baik venture capital maupun angel investor untuk mendorong ekspansi bisnis startup.

Hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara potensial dalam perkembangan startup di bidang teknologi. Tetapi, untuk mendorong lebih banyak lagi startup yang muncul dan berkembang di Indonesia, dibutuhkan kerja sama atau kolaborasi dari para stakeholders baik itu perusahaan konvensional, pelaku startup, institusi pendidikan, komunitas hingga para investor. Diharapkan dengan adanya kolaborasi tersebut akan menciptakan inovasi-inovasi baru dalam bidang teknologi.

Fintech (Financial Technology) sebagai Primadona Baru

Fintech kini menjadi primadona baru dalam dunia startup. Financial technology (Fintech) muncul di tengah masyarakat karena adanya kebutuhan bertransaksi keuangan secara cepat, mudah, dan praktis. Kebutuhan cash less yang semakin besar, membuka peluang pelaku perusahaan rintisan atau startup mengembangkan aplikasi fintech.

Fintech yang banyak dilirik seperti peer-to-peer lending (pinjam meminjam uang melalui aplikasi), pengaturan investasi saham dan reksa dana, sampai pembayaran melalui uang elektronik. Fintech yang dianggap masa depan bagi industri keuangan sudah disadari banyak pihak, terutama dari sektor perbankan. Mereka berlomba-lomba meluncurkan inovasi di bidang fintech

Berdasarkan data Bank Indonesia, nilai transaksi fintech bakal mencapai 1,9 miliar dolar AS atau Rp 25,28 triliun (kurs Rp 13.308/dolar AS) pada tahun 2017. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia memperkirakan investasi yang digelontorkan pada sektor fintech sampai tahun 2018 nanti mencapai angka 8 miliar dollar AS.

Data tersebut membuat investor melirik potensi pasar fintech di Indonesia. Dalam laporan Startup Teknologi Indonesia 2016, DailySocial melaporkan bahwa 60 persen investor setuju jika fintech akan menjadi tren di 2017. Disusul sektor Software-as-a-Service (SaaS) yaitu adopsi perangkat lunak sebagai service atau layanan sebesar 20 persen, lalu e-commerce 10 persen, dan lainnya (revenue generating business) sebesar 10 persen.

Inovasi dan Kolaborasi

Berdasarkan hasil survei General Electric Global Innovation Barometer tahun 2016 melaporkan bahwa 85 persen perusahaan mengungkapkan bahwa kolaborasi akan mendorong keberhasilan organisasi di masa mendatang.

Begitupun yang dilakukan oleh PT Bank Central Asia Tbk. (BCA) yang mengusung inovasi dan kolaborasi sebagai spirit awal terbentuknya BCA Finhacks (Financial Hackathon). Berbekal ide-ide terbaru dan kerja sama antara pelaku industri dan developer IT, melalui Finhacks diharapkan akan hadir inovasi-inovasi digital dan menjadi solusi bagi dunia keuangan, khususnya perbankan.

Finhacks sendiri telah diselenggarakan pada 2016 lalu. Hampir 500 ide inovasi dari developer TI di seluruh Indonesia telah berhasil dijaring oleh Finhacks dan menghasilkan inovasi-inovasi sistem pembayaran menggunakan e-wallet. Jika tahun lalu mengusung tema #HackByTheBeach dengan suasana tepi laut. Finhacks 2017 ini mengusung tema #Codescape dengan nuansa pegunungan yang akan mengambil lokasi di BCA Learning Institute, Sentul. Sebelum menuju perhelatan Finhacks 2017, BCA dan DailySocial terlebih dahulu akan mengadakan meetup dan Mini Finhacks.

Tahun ini, perhelatan Finhacks 2017 menyiapkan total hadiah uang tunai senilai 120 juta rupiah untuk tiga tim pemenang utama yang dapat menghadirkan solusi yang berkaitan dengan digital banking. Bahkan, lebih dari itu, para pemenang juga secara otomatis akan mendapatkan MacBook Pro 13.3″ Retina Display (juara pertama), MSI GE62 2QL (juara kedua), dan Ricoh Theta S 360 Degree (juara ketiga).

Melalui Finhacks 2017, BCA mengajak para developer atau praktisi TI berkolaborasi dan berlomba menghasilkan inovasi yang dapat menjawab tantangan dalam menciptakan inovasi teknologi layanan perbankan yang lebih mudah, aman dan menyenangkan bagi gaya hidup nasabah sehari-hari.

Disclosure: Artikel ini adalah advertorial hasil kerja sama DailySocial dan BCA, sebagai bagian dari rangkaian acara Finhacks 2017.

Mengapa Bekerja di Perusahaan Startup?

Bagi kamu yang seringkali membuat orang tua bertanya-tanya setiap kali pamit bekerja sambil mengenakan t-shirt, celana jeans dan sneaker, kemungkinan besar kamu adalah seorang pekerja di lingkungan startup—atau setidaknya kamu dan kantormu sekarang sedang menganut kultur tersebut.

Sesampainya di kantor, mereka pun bekerja dengan budaya yang santai. Gaya berpakaian dan bekerja yang kasual seperti ini banyak diadopsi oleh karyawan startup dalam keseharian. Lingkungan berbasis open working space juga banyak digunakan sebagai tempat mereka berkolaborasi dan berkarya.

Baik, mungkin sampai di titik ini bekerja di perusahaan startup kedengarannya fleksibel dan tidak rumit. Tapi percayalah, dengan kultur kedisiplinan yang mereka ciptakan sendiri, gaya bekerja seperti ini terbukti telah menghasilkan inovasi-inovasi kelas dunia.

Lantas, bagaimana sistem kerja yang kasual bisa menjadi bagian dari perusahaan raksasa dunia? Mengapa harus kultur startup? Mengapa harus bekerja di startup?

Paling tidak, tiga alasan ini seharusnya dapat memecah rasa ingin tahumu tersebut. Ini dia!

1. Keterlibatan dan jejaring yang kuat

Budaya yang lepas dan santai dari startup memang menjadi magnet tersendiri bagi orang-orang yang senang berkreasi dan berkolaborasi dalam waktu yang bersamaan. General Electric, korporasi yang bisnisnya berada di berbagai segmen—dari migas hingga jasa kesehatan, telah mengaplikasikannya.

Melalui tempat yang menjadi melting pot bagi engineer dan teknisi bernama Digital Foundry, General Electric berhasil menciptakan ide-ide baru, dan bahkan mengajak pelanggan untuk ikut serta berkolaborasi di Digital Foundry.

2. Lingkungan yang siap berinovasi

Salah satu hal yang menyenangkan dari bekerja di perusahaan startup adalah mentalitas orang-orang di dalamnya yang selalu siap dengan perubahan dan tidak khawatir dengan trial-error. Kultur ini yang membuat mereka ingin terus bertumbuh.

Saat bekerja di Google, mantan Direktur Pemasaran Google Brett Crosby punya pengalaman menarik soal pertumbuhan. Kala Google Drive diluncurkan, Brett dan tim punya growth goals yang begitu besar, bahkan mereka sempat tidak yakin dapat mencapai target pada awalnya.

Namun, kultur yang ingin terus bertumbuh dapat mendobrak kenyataan dan menjawab urusan alokasi dana marketing mereka, yang saat itu cukup menyesakkan perusahaan. Hingga pada akhirnya Google Drive dapat diintegrasikan pada Gmail, dan membuat mereka berhasil mencetak target tersebut.

3. Melihat dari sudut pandang yang unik

Produk unik memerlukan orang-orang dengan pemikiran unik di belakangnya. Hal ini berkaitan dengan alasan nomor satu tadi. Lagi-lagi, hal ini dilakukan oleh General Electric.

Sebelumnya, General Electric tak bisa diasosiasikan dengan budaya startup. Tak ada dinding kaca dengan coretan sisa brainstorming dan meja foosball. Tapi, lewat Digital Foundry, General Electric berhasil mematahkan pemikiran tersebut. Hasilnya, Digital Foundry menelurkan, salah satunya, sebuah produk dari seorang data scientist di Digital Foundry yang dapat memilah dan mengelompokkan ribuan gambar MRI dari GE Healthcare, sehingga membuat pekerjaan lebih efisien dan makin efektif.

Tiga alasan tadi setidaknya bisa jadi sampel dari bagaimana perusahaan kelas dunia pun berhasil mendobrak pemikiran bahwa kantor bukan hanya menjadi mesin pencetak uang, namun juga rumah imajinasi dan laboratorium inovasi.

Ide-ide besar dan kreatif adalah asupan sehari-hari para karyawan startup. Nah, apakah kamu tertarik dengan suasana kantor seperti ini? Atau, bagaimana kantor idamanmu?

Disclosure: Artikel ini adalah advertorial yang didukung oleh General Electric.

Akhirnya Tiga Inovator BlackInnovation 2016 Diumumkan

Ajang kompetisi inovasi terbesar di Indonesia BlackInnovation kini telah mencapai titik puncaknya. Perhelatan untuk tiga inovator terbaik telah dilakukan, setelah melalui proses screening dan voting dari 15 finalis pada akhir tahun lalu.

Tarik mundur beberapa waktu ke belakang, 15 inovator finalis tersebut mengikuti mentoring yang diisi oleh juri-juri yang memiliki ‘jam terbang’ tinggi dalam bidang desain dan Internet of Things, antara lain Asyraaf Ahmadi, Freddy Chrisswantra, dan Mufti Alem untuk mentor dalam produk desain, serta Irsan Suryadi Saputra, Monalisa Arcelia, dan Habibi Mustafa untuk mentor produk Internet of Things.

Proses mentoring berlangsung melalui concept board system, sehingga para peserta bisa berkomunikasi secara langsung dengan para mentor dan juri untuk berdiskusi melalui karyanya. Melalui mentoring online para finalis juga akan diberi masukan dalam proses pembuatan mockup dan prototipe karya mereka masing-masing.

Usai proses mentoring, para finalis mempresentasikan produk inovasinya berupa prototipe produk di depan dewan juri BlackInnovation 2016, di babak BlackInnovation Final Challenge yang digelar di Hotel Santika Jakarta, pada hari Jumat (3/2). Juri-juri tersebut yakni Danny Oei Wirianto (GDP Venture), M. Yukka Harlanda (Bro.do), Achmad Fadillah (Desainer Produk), Aulia Faqih (Dirakit.com), Svasti Manggalia (Svas Living), Surya Darmadi (Qlue), Irsan Suryadi Saputra (IBM Indonesia), dan Budi Suwarna (Jurnalis Senior).

Pasca melewati beberapa proses dan tahapan penjurian, akhirnya tiga inovator terbaik BlackInnovation 2016 diumumkan. Ketiga juara di ajang kompetisi ide dan desain ini ialah dr. Ketut Gede Budhi Riyanta dengan karyanya Fungiplast (plaster untuk mengobati jamur di kulit), lalu ada Ignatius Ario Noegroho dengan inovasinya bertajuk Ranginas (Jemuran Angin Panas, solusi mengeringkan pakaian secara cepat dengan memanfaatkan energi yang terbuang dari AC), serta inovator ketiga yakni Ratu Agnia dan Rogers dengan inovasinya berupa Lemuria Smart Waste Collection (perangkat Internet of Things yang memindai volume sampah di TPS, setelah volumenya didapat dari sensor IoT, data nanti akan dikirim ke cloud server yang telah dibekali dengan artificial intelligence yang akan memberikan rute terbaik pengangkutan sampah).

"The Innovator". Tiga inovator terbaik di BlackInnovation 2016. / BlackInnovation
“The Innovator”. Tiga inovator terbaik di BlackInnovation 2016. / BlackInnovation

Ketiga “The Innovator” ini masing-masing berhak mendapatkan total hadiah uang tunai Rp 30 juta ditambah Innovation Journey ke Jepang untuk melihat tempat-tempat inovatif yang menarik untuk dipelajari.

Selain tiga besar, dalam acara puncak BlackInnovation 2016 ini juga diumumkan tiga finalis terfavorit hasil voting online pembaca BlackXperience. Ketiga finalis terfavorit tersebut adalah Aulia dan Shah Dehan dengan karyanya Lockey, M. Zainur Rofit dengan produk garapannya Hanging Fruit Catcher, dan Robi Aria Samudra dengan produknya Sekop Baju. Masing-masing berhak mengantongi uang tunai sebesar Rp 10 juta untuk pemenang favorit I, Rp 7,5 juta untuk pemenang favorit II, dan Rp 5 juta untuk pemenang favorit III.


Disclosure: DailySocial adalah media partner BlackInnovation 2016.

Membedah Inovasi Pemberdayaan dan Aturan Drone di Indonesia

Dinamika perkembangan teknologi memaksa berbagai pihak gesit untuk menyiasatinya, tak terkecuali unsur di pemerintahan sebagai penyusun regulasi. Salah satu yang sedang masuk di dapur regulator saat ini ialah aturan terkait penggunaan pesawat tanpa awak, atau dikenal dengan istilah drone. Saat ini pemerintah yang diwakili oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) sepakat untuk saling isi melengkapi kebijakan tersebut.

Sebelumnya di era Menteri Ignasius Jonan, pada 12 Mei 2015 lalu, pemerintah secara resmi telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 90 Tahun 2015 tentang Pengendalian Pengoperasian Pesawat Udara Tanpa Awak. Dalam aturan tersebut tertulis beberapa poin di antaranya drone yang digunakan untuk kepentingan pemotretan, film dan pemetaan harus melampirkan surat izin dari institusi yang berwenang dan pemerintah daerah yang wilayahnya akan dipotret, difilmkan atau dipetakan.

Aturan tersebut dianggap krusial, karena terkait masalah privasi ruang dan frekuensi. Di aturan lama tersebut, pro kontra muncul. Beberapa penggiat drone khususnya untuk kalangan media massa merasa keberatan. Saat ini pemanfaatan drone banyak digunakan untuk menggambarkan situasi terkini dari tampilan udara, misalnya untuk menginfokan daerah terdampak bencana, kemacetan lalu lintas dan sebagainya. Poin aturan tersebut di atas dinilai membatasi ruang gerah pada kebutuhan “positif” tersebut.

Selain poin tadi, pada peraturan Kemenhub juga dijelaskan bahwa drone diperbolehkan mengudara pada uncontrolled airspace di bawah 500 kaki atau 150 meter. Drone diperbolehkan mengudara 500 meter dari batas terluar restricted/prohibited area. Jika melenggang di atas itu, harus ada izin dari Dishub udara selambat-lambatnya 14 hari sebelum penerbangan. Sementara penggunaan untuk aplikasi spesifik, seperti pertanian atau perkebunan harus berjarak minimal 500 meter dari pemukiman.

Kolaborasi antar kementerian dibutuhkan, karena drone bukan hanya menyangkut pesawat udara

Pada akhirnya bulan November 2016 ini dalam sebuah forum diskusi, Kemenkominfo melalui Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Ditjen SDPPI) mulai mencetuskan aturan dan standardisasi pemanfaatan drone dalam kaitannya dengan penggunaan spektrum frekuensi radio (dalam hal ini memang menjadi kebijakan Kemenkominfo untuk mengaturnya). Menanggapi rancangan ini Kemenhub menanggapi baik terkait aturan tersebut dan siap berkolaborasi menyusunnya.

Sebelumnya Kemenhub juga telah berkoordinasi dengan satuan pengaman udara di tubuh TNI. Pihak TNI diberikan mandat untuk mengawasi pelaksanaan Peraturan Menteri Nomor 47 tahun 2016 tentang perubahan atas Peraturan Menteri 180 tahun 2015 tentang Pengendalian Pengoperasian Sistem Pesawat Udara Tanpa Awak di Ruang Udara yang Dilayani Indonesia. Aturan tersebut menekankan bahwa pihak Kemenhub atau TNI berhak untuk menjatuhkan drone yang dinilai membahayakan saat diterbangkan.

Tak hanya di Indonesia, pengetatan aturan drone ini juga telah diterbitkan di negara seperti Amerika Serikat, Swedia juga Kanada.

Sejauh mana pemanfaatan drone untuk Inovasi di Indonesia

Mampu menggambarkan situasi daratan melalui pencitraan di udara, drone saat ini telah masuk ke dalam implementasi di luar militer. Pemanfaatan drone di awal kemunculannya memang banyak diterapkan untuk keperluan perangkat militer, mulai dari sistem pengintai hingga persenjataan perang. Seiring dengan hadirnya produk drone yang terjangkau, inovasinya pun turut terdongkrak, tak terkecuali oleh insan kreatif di Indonesia.

Beberapa peneliti di Indonesia mulai memanfaatkan drone untuk kebutuhan di bidang pertanian. Peneliti di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) memanfaatkan drone untuk memetakan lahan dan penyebaran bibit di medan yang sulit terjangkau. Pesawat tanpa awak itu diberi nama Farm Mapper masih dalam tahap pengembangan, kisarannya mencapai Rp 700 juta jika diproduksi. Tak hanya itu, Lembaga Antariksa Nasional (LAPAN) juga tengah mengembangkan LAPAN LSU (LAPAN Surveillance UAV), beberapa universitas seperti UGM, ITB dan ITS juga memiliki produk pengembangan serupa.

Di sektor riil lain, untuk menanggulangi bencana di daerah, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) juga menjalin kerja sama dengan berbagai pihak yang ahli dalam pemanfaatan drone. Digunakan untuk menjangkau dan memetakan daerah terdampak bencana yang sulit diterjang oleh transportasi darat. Menurut Deputi Bidang Penanganan Darurat BNPB Tri Budiarto pemanfaatan drone di sini menjadi kebutuhan krusial, karena bencana bisa terjadi kapan saja, dan membutuhkan analisis dan perancangan cepat untuk strategi penanganannya. Drone bekerja baik di sini.

Drone dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, salah satunya di bidang pertanian dan penanganan bencana / Pixabay
Drone dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, salah satunya di bidang pertanian dan penanganan bencana / Pixabay

Terakhir inovasi terkait drone yang sedang ramai dibincangkan di mana-mana ialah inisiatif komunitas Menembus Langit. Sekelompok pemuda yang bertekad membawa sebuah pesawat nirawak ke stratosfer untuk memetakan beragam citra daratan di Indonesia.

Urgensi pengaturan operasional drone tanpa membatasi inovasi

Pemanfaatan drone di Indonesia memang masih sangat terfragmentasi. Ada yang memanfaatkan untuk hiburan semata, untuk produksi film, untuk riset, hingga untuk kebutuhan penanganan bencana. Hal tersebut memungkinkan hadirnya beragam celah yang mengancam berbagai hal, mungkin dimanfaatkan oleh pihak luar yang tidak bertanggung jawab, sehingga memungkinkan mengancam privasi hingga keamanan nasional. Dari situ aturan yang mengayomi penting untuk dibuat, yang mampu memberikan perlindungan tanpa membatasi inovasi yang sedang mulai digencarkan.

Pembatasan memang diperlukan, karena ruang udara juga menyangkut tentang keselamatan lalu lintas udara. Pelanggarannya pun harus ditindak tegas. Awareness pemerintah untuk segera menerbitkan aturan yang pas adalah upaya yang sangat baik. Mengingat pemanfaatan drone masih bisa dikondisikan. Jangan sampai belum ada regulasi yang mendampingi ketika pemanfaatan peralatan tersebut menghadirkan dampak negatif yang tidak diinginkan. Di sisi lain usulan aturan juga harus melibatkan berbagai pihak yang memiliki kepentingan terkait dengan pemanfaatan drone untuk kemajuan bangsa.

Solusi Berbasis Smart City Dihasilkan dari Berbagai Kampus dalam Smart Digitizing Your City 2016

XL Axiata tampaknya masih terus berusaha mencari solusi inovatif untuk menyambut transformasi digital di Indonesia yang sekarang kian masif. Salah satu yang XL lakukan dengan mengadakan kompetisi. Yang teranyar adalah kompetisi “Smart Digitizing Your City 2016” yang telah mendapatkan tiga pemenang utama. Yang pertama adalah solusi digital Safety Parking dari ITS, yang kedua adalah solusi TransAPP dari UGM dan di tempat ketiga ada Ther Surface dari Poltek Negeri Surabaya. Selain itu penghargaan khusus juga diberikan kepada Taponesia dari ITS.

Para pemenang tersebut dipilih dari kurang lebih 1069 proposal yang masuk ke panitia, kemudian diseleksi. Dan setelah melewati penilaian dewan juri akhirnya diumumkan pemenang-pemenang tersebut. Salah satu tantangan utama yang coba diselesaikan ajang ini adalah masalah perkotaan yang sekiranya bisa diselesaikan dengan teknologi digital. Termasuk dengan usulan-usulan dari tiap peserta terkait kota mereka masing-masing.

Chief Corporate Affairs Officer XL Eka Bramantya Danuwirana menjelaskan bahwa dari kompetisi ini lahir banyak ide hebat dari generasi millennial di Indonesia yang sejak dari lahir sudah akrab dengan digital. Untuk itu melalui kompetisi ini mereka juga mendapatkan tempat untuk mengeksplorasi potensi teknologi digital untuk memecahkan masalah sosial yang dihadapi masyarakat.

“Saya cukup surprise dengan ide-ide mereka, yang sangat original dan tak terbayangkan sebelumnya. Satu hal yang bisa kita petik, dengan memanfaatkan teknologi digital secara positif, sesuatu problem yang sepertinya tak mungkin diatasi bisa menjadi mungkin,” ujar Eka.

Para peserta sendiri berasal dari berbagai perguruan tinggi dari berbagai kota di Indonesia, termasuk Indonesia di bagian timur dengan komposisi peserta 50% dari Jawa, 10% Kalimantan, 25% Sumatera, 5% Bali dan NTB, 2% Maluku dan NTT, dan 8% dari Sulawesi.

Ada 3 kategori yang dikompetisikan, pertama kategori pelayanan publik di kota masing-masing, kedua birokrasi efektif melalui digitalisasi, dan sektor teknologi finansial. Dari total keseluruhan proposal yang masuk 70% ide untuk kategori pelayanan publik, 20% dari teknologi finansial, dan 10% dari birokrasi pemerintah.

XL sendiri mengganjar tiga pemenang dengan uang tunai, masing-masing untuk Juara 1 Rp 30 juta, Juara 2 Rp 20 juta, dan Juara 3 Rp 10 juta. Selanjutnya, agar karya para peserta tidak berhenti pada ide dan kompetisi, XL juga akan memfasilitasi agar bisa diadopsi oleh pemerintah daerah masing-masing. Apabila ide tersebut sesuai dengan kebutuhan di kota asal, maka XL akan membantu untuk merealisasikannya melalui program XL XmartCity yang membantu pengembangan sejumlah kota dalam mengimplementasikan solusi digital untuk mengatasi problem perkotaan.