Startup insurtech asal Thailand Roojai Group mengumumkan telah mengakuisisi Lifepal, portal pembanding asuransi online asal Indonesia. Kekuatan masing-masing perusahaan akan disinergikan demi menawarkan produk asuransi yang lebih beragam untuk masyarakat Indonesia.
Pengumuman ini disampaikan pada pekan lalu (12/1) melalui keterangan resmi yang disampaikan Roojai. Perwakilan Roojai menuturkan akuisisi ini menandai sinergi kekuatan, Lifepal akan menyediakan akses ke saluran distribusi online di Indonesia, sementara Roojai akan meningkatkan kinerjanya dengan harga premi, underwriting, dan pengalaman pelanggan yang lebih baik secara keseluruhan.
“Akan berupaya memperluas penawaran produk dan distribusi online dan offline, memastikan pendekatan layanan asuransi yang komprehensif dan berpusat pada pelanggan,” tulisnya seperti dikutip dari Technode Global.
Desas-desus akuisisi Lifepal sebenarnya sudah berlangsung sejak satu tahun terakhir. Startup yang didirikan salah satunya oleh Benny Fajarai ini mencari investor baru dengan pengetahuan asuransi yang mendalam.
Kedua perusahaan akan terus berinovasi dalam menawarkan layanan asuransi terbaik yang berpusat pada pelanggan di Indonesia dan negara lainnya di kawasan ini.
Disampaikan lebih lanjut, pasca-akuisisi operasional Lifepal akan tetap independen dari Roojai Indonesia. Lifepal tetap melanjutkan bisnisnya sebagai platform pembanding produk asuransi mobil dan kesehatan, dengan dukungan teknologi Roojai.
Para pelanggan Lifepal akan mendapatkan keuntungan yang signifikan dari kemampuan Roojai, seperti akses terhadap harga premi yang kompetitif dan pengalaman pelanggan yang unggul, demi mereplikasi kesuksesan Roojai yang telah dicapai di Thailand.
Sementara itu, mitra asuransi Lifepal akan mendapatkan manfaat dari keahlian Roojai dalam transformasi digital proses asuransi, seperti inspeksi mobil, dukungan klaim, dan strategi keberlanjutan portofolio.
Roojai Group beroperasi di Thailand sejak 2016, cakupan bisnisnya meliputi: Roojai Thailand (asuransi digital); MrKumka (portal pembanding asuransi online di Thailand); dan Roojai Indonesia yang diluncurkan pada 2022 untuk memberikan produk kompetitif dan pengalaman pelanggan yang sama kepada konsumen Indonesia.
Di Indonesia, Roojai (PT Roojai Insurance Agent) masuk di bawah bendera insurtech dan bermitra dengan PT Sompo Insurance Indonesia sebagai agen resminya. Perusahaan ini menyediakan beragam asuransi, seperti: asuransi mobil all risk, penyakit kritis, kanker, penyakit jantung, penyakit akibat gigitan nyamuk, kecelakaan diri, hospital cash plan.
Sementara itu, Lifepal (PT Lifepal Technologies Indonesia) beroperasi di Indonesia dengan lisensi sebagai penyelenggara inovasi keuangan digital (IKD) di bawah OJK. Lifepal merupakan bagian dari PT Anugrah Atma Adiguna, perusahaan broker asuransi. Diklaim ada lebih dari 2 juta pengunjung unik per bulan mengunjungi situs Lifepal.
Startup ini terakhir kali mengumumkan pendanaan putaran Seri A sebesar $9 juta pada Agustus 2021. Putaran tersebut dipimpin oleh ProBatus Capital dengan keterlibatan Cathay Innovation, Insignia Ventures Partners, ATM Capital, dan Hustle Fund.
Startup insurtech Igloo mengumumkan perolehan pendanaan pra-seri C senilai $36 juta (lebih dari Rp555 miliar) yang dipimpin perusahaan investasi global Eurazeo dan perusahaan asuransi BNP Paribas Cardif. Investor sebelumnya dalam Seri B seperti Openspace Ventures dan La Maison juga turut serta dalam putaran ini.
Investasi dari Eurazeo ini berfokus pada perkembangan teknologi inovatif dan ide bisnis yang mendisrupsi industri asuransi. Sementara investasi dari Openspace dilakukan melalui OSV+ fund, yakni dana kelolaan khusus pendanaan tahap menengahnya berfokus pada putaran seri C dan D startup di Asia Tenggara.
Dana tambahan ini memungkinkan perusahaan untuk membuka peluang merger dan akuisisi di level horizontal dan vertikal, setelah menambah lisensi sebagai broker di seluruh kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia (bekerja sama dengan PT Solusiutama Tekno Broker Asuransi).
Perusahaan akan meningkatkan jumlah talenta hingga 20% di bidang teknologi, komersial, strategi, dan produk asuransi. Produk asuransi dan nilai rantai juga turut diperluas, dengan merambah produk asuransi kendaraan bermotor, kesehatan, berhubungan dengan iklim, digitalisasi penjaminan dan klaim, serta teknologi AI dan blockchain.
“Kami telah memantau performa Igloo dan terkesan dengan evolusi mereka menjadi platform berbagai asuransi dalam berbagai jalur distribusi dan produk. Kami yakin Igloo berada dalam posisi yang kuat untuk membantu mengatasi penetrasi pasar asuransi yang rendah di Asia Tenggara dengan membuat asuransi lebih mudah diakses dan dipahami oleh konsumen,” ujar Albert Shyy, Managing Director Eurazeo dalam keterangan resmi, Senin (4/12).
Pendanaan ditutup selang 10 bulan setelah mengumumkan seri B+ yang dipimpin InsuResilience Investment Fund II yang dikelola oleh BlueOrchard pada tahun lalu. Secara keseluruhan, Igloo sukses mengumpulkan dana investasi sebesar $100 juta.
Diklaim dalam putaran seri C ini, Igloo mampu meningkatkan valuasi perusahaan sebesar 50%. Faktornya dipengaruhi oleh kemampuan untuk menggandakan nilai Gross Written Premium (GWP) dengan tingkat burn rate rendah, dan model bisnis perusahaan yang berfokus pada engineering dan data. Pencapaian tersebut membuat Igloo selangkah lebih dekat menuju profitabilitas pada 2024.
Pangsa pasar asuransi
Co-founder & CEO Igloo Raunak Mehta menyampaikan, dukungan dari para investor merupakan bukti dari pertumbuhan stabil dan ketangguhan Igloo di tengah-tengah tantangan industri. Babak pendanaan ini merupakan hasil validasi dari strategi dan performa bisnis perusahaan.
“Igloo adalah satu-satunya perusahaan insurtech di Asia Tenggara yang memiliki laporan laba-rugi yang menjanjikan, portofolio multi-produk yang beragam, dan jalur distribusi yang jelas,” terang Mehta.
Country Manager Igloo Indonesia Henry Mixson menambahkan, dukungan dari para investor akan membantu perluas kemampuan Igloo untuk menyediakan layanan asuransi di seluruh Indonesia, dan kemudian memberikan lebih banyak perlindungan kepada para pelanggan kami. Hal ini akan dilakukan melalui peningkatan kemitraan dengan para pelaku industri, perluasan penawaran B2C melalui situs, dan pertumbuhan vertikal baru.
“Dengan begitu, kami dapat melayani lebih banyak pelanggan B2B dan B2C. Kami memahami bahwa pemilu yang akan datang akan mempengaruhi keputusan bisnis dan individu dalam hal pengeluaran. Namun, kami sangat bersemangat dengan berbagai kesempatan di Indonesia. Oleh karena itu, kami akan memanfaatkan peluang-peluang tersebut untuk menyediakan dan menawarkan lebih banyak lagi asuransi yang mudah diakses dan terjangkau untuk meningkatkan literasi dan penetrasi asuransi di Indonesia,” ujar dia.
Pasar asuransi Asia memiliki potensi yang luar biasa, terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia, Vietnam, dan Filipina. Kendati adopsi asuransi terus meningkat, namun masih banyak masyarakat yang belum tersentuh layanan asuransi.
Menurut Roadmap Perasuransian Indonesia 2023-2027 oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tingkat penetrasi asuransi di Indonesia yang berada di kisaran 3,5% pada 2021 telah menurun menjadi 2,7% pada 2022. Walaupun, hal ini dapat terjadi karena berbagai alasan, salah satunya adalah karena peningkatan PDB, yang berkorelasi dengan target pertumbuhan Indonesia untuk menjadi negara dengan ekonomi terbesar ke-4 pada 2045.
Igloo menargetkan untuk memanfaatkan peluang ini, dengan memperkuat sistem digitalisasi sebagai salah satu strategi utamanya, khususnya dalam lima tahun ke depan. Selain itu, perusahaan akan terus mengembangkan kemitraan dan model bisnis keagenan agar dapat meningkatkan proses yang ada di seluruh rantai nilai asuransi.
Pada 2022, perusahaan ini meluncurkan Ignite by Igloo, sebuah platform digital yang meningkatkan produktivitas mitra penjualan asuransi. Ignite telah bekerja sama dengan 22.000 mitra di Indonesia dan Vietnam, dan memiliki target untuk mencapai 50.000 mitra pada akhir 2023, seiring rencana ekspansi ke negara-negara lain.
Ignite sejalan dengan visi Igloo untuk meningkatkan inklusi keuangan bagi segmen masyarakat yang kurang terlayani, lebih dari 60 persen mitra Ignite adalah adalah perempuan.
Inovasi lainnya dari Igloo adalah Weather Index Insurance, sebuah asuransi parametrik berbasis teknologi blockchain yang dapat membantu kelompok petani. Produk ini berhasil menarik minat berbagai mitra di Vietnam karena potensi dan manfaatnya bagi sektor pertanian. Meskipun produk ini merupakan hal baru di sektor yang sangat tradisional, Weather Index Insurance telah diadopsi oleh ribuan petani Vietnam sejak diluncurkan November tahun lalu, dan melindungi setidaknya 20.000 hektar lahan pertanian kopi dan padi.
Disebutkan, Igloo telah memfasilitasi lebih dari 500 juta polis dan menargetkan untuk menggandakan Gross Written Premium (GWP) sejak 2022. Kini, perusahaan telah menjalin lebih dari 75 kemitraan di enam negara, memperluas penawaran produknya untuk mencakup pembiayaan konsumen, e-commerce, dan logistik.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru-baru ini memaparkan tingkat penetrasi asuransi di Indonesia saat ini baru tercatat 2,75% dari total penduduk Indonesia, lebih rendah dari negara tetangga di Asia Tenggara. Sementara, tingkat densitas asuransi juga masih berada pada level rendah, tercatat pada akhir tahun lalu angkanya mencapai Rp1,92 juta per penduduk.
Menyikapi data di atas, bukan berarti ini persoalan yang buruk. Dari kacamata bisnis ini jadi persoalan yang baik karena ruang perbaikan masih terbuka lebar. Perspektif inilah yang diambil Tap Insure (PT Asuransi Untuk Semua), perusahaan asuransi umum yang merupakan bagian dari Pasar Polis Group untuk ambil peluang di Indonesia.
PasarPolis Group kini membawahi tiga entitas: PT PasarPolis Insurance Broker, PT PasarPolis Indonesia, dan PT Asuransi Untuk Semua (Tap Insure). Tap Insure menjadi bagian baru di grup sebagai asuransi umum digital setelah mendapatkan persetujuan izin usaha dari OJK pada tanggal 17 November 2022.
Disebutkan Tap Insure adalah satu-satunya perusahaan asuransi baru dalam tiga tahun terakhir yang mendapat izin dari OJK sepanjang tahun tersebut. Di luar itu pada tahun yang sama, di ranah perusahaan teknologi, terdapat Sea Group yang mengakuisisi penuh PT Asuransi Mega Pratama, kini menjadi PT Asuransi Umum SeaInsure.
“Memiliki asuransi [sendiri], jadi game changer buat kami karena kami bisa underwriting sendiri, menentukan premi, dan klaim langsung ditangani sendiri. Kami juga bisa terus berinovasi produk dan membuat banyak diferensiasi di pasar,” terang Presiden PasarPolis Peter van Zyl kepada DailySocial.id.
Zyl baru bergabung di PasarPolis sejak Juli 2023. Ia dikenal sebagai veteran profesional di industri asuransi dengan rekam jejak selama lebih dari 20 tahun. Ia pernah menjabat sebagai Presiden Direktur & CEO Allianz Indonesia selama 7 tahun dan menduduki posisi manajemen senior di AIG selama lebih dari 15 tahun.
Sebelum ada Tap Insure, proses underwriting dan pemrosesan klaim diserahkan langsung oleh mitra asuransi. Sebagai insurtech, PasarPolis hanya bertindak sebagai penghubung antara perusahaan asuransi dengan target konsumen. Misalnya, saat meracik asuransi kecelakaan untuk pengemudi Gojek, pihak PasarPolis bernegosiasi dengan berbagai perusahaan asuransi mencari premi terbaik, sebelum dihadirkan di Gojek.
“Kami memiliki data yang sangat kaya, memungkinkan kami memahami pelanggan mampu membuat produk dengan model prediktif. Untuk distribusinya secara efisien, cepat, dan frictionless. Jadi konsumen bukan sekadar mengambil asuransi, tapi pengalamannya yang menyenangkan karena sekarang kami menjadi perusahaan asuransi full-stack.”
Tap Insure memungkinkan terjadinya peningkatan yang signifikan. Tingkat kepuasan konsumen mencapai 90% karena sebanyak 74% klaim dapat diproses dalam waktu 24 jam, menunjukkan komitmen perusahaan terhadap inovasi dan efisiensi di industri ini.
Kolaborasi teranyar Tap Insure adalah bersama Shinhan EZ General Insurance, mengembangkan proteksi untuk asuransi kendaraan bermotor Tap Auto, yakni Extended Warranty untuk mobil bekas dan baru. Langkah ini sekaligus menandai Shinhan EZ masuk ke Indonesia yang memiliki keahlian di bidang asuransi mikro.
Tap Auto memberikan perlindungan terhadap biaya perbaikan yang tak terduga, mencakup komponen-komponen vital, seperti mesin (termasuk ECU & radiator), transmisi (termasuk ECU & radiator), sistem kemudi, sistem rem, serta peralatan pendingin dan pemanas udara (termasuk AC Compressor).
Di luar itu, Tap Insure memiliki produk asuransi lainnya, seperti: Asuransi Movable Property All Risks, Asuransi Property All Risks, Asuransi Kebakaran, Asuransi Kecelakaan Diri, Asuransi Pengangkutan Barang, dan Asuransi Gempa Bumi.
Mulai perkuat bisnis keagenan
Bersamaan dengan itu, grup perusahaan juga mulai memperkuat kontribusi bisnis dari jalur keagenan. Menurut Zyl, bisnis PasarPolis sangat bergantung pada saluran B2B2C, yang menyumbang lebih dari 65% total pendapatannya. Kanal ini menunjukkan pertumbuhan yang konsisten dari tahun ke tahun, meskipun pasarnya jenuh.
Secara kumulatif sejak pertama kali berdiri di 2015 hingga tahun lalu, terdapat lebih dari 1,5 miliar polis yang telah diterbitkan untuk 40 juta konsumen. Mitra ekosistemnya pun beragam, seperti Gojek, Xiaomi, IKEA, Shopee, DANA, dan Home Credit.
Sebaliknya, kanal keagenan dan D2C, memperlihatkan pertumbuhan substansial, melebihi 15% secara month-to-month. Prospek di kanal ini begitu menjanjikan, terlebih masyarakat Indonesia itu masih membutuhkan kehadiran agen secara tatap muka untuk mendapatkan penjelasan terkait produk asuransi yang akan dibelinya.
“Bisa juga tidak perlu tatap muka, agen tidak perlu harus bermacet-macetan di jalan raya. Dengan aplikasi, mereka bisa fokus memberikan pelayanan kepada nasabahnya.”
PasarPolis Mitra (PT PasarPolis Indonesia) sudah hadir sejak 2020, diklaim lebih dari 11 ribu agen telah bergabung yang tersebar di lima kota besar, yakni Jakarta, Surabaya, Solo, Semarang, dan Bandung. Aplikasi PP Mitra dilengkapi dengan sejumlah fitur, seperti automasi sistem rekonsiliasi data, mulai dari proses penginputan data polis hingga pembayaran premi, proses pencairan insentif secara instan, penerbitan polis secara real-time, dan pemrosesan klaim yang efisien.
Kemudian, sebanyak 11 perusahaan asuransi bekerja sama memasarkan produknya melalui channel ini, dibantu oleh PasarPolis Insurance Broker. Tap Insure, Allianz, Zurich, SeaInsurance, Sinarmas, adalah beberapa nama yang sudah bergabung.
“Kita akan mendapatkan pertumbuhan eksponensial pada tahun 2024 karena agen menjadi fokus besar. Jadi, kami berencana untuk tetap mempertahankan B2B2C, bukan menguranginya. Di saat yang bersamaan membesarkan keagenan.”
Zyl menuturkan, untuk mengejar kenaikan kontribusi dari kanal keagenan, saat ini perusahaan sedang menandatangani kemitraan dengan perusahaan asuransi yang memiliki jaringan agen terbesar di Indonesia. Ia tidak bisa mendetail lebih lanjut terkait ini, namun diyakini dapat mengubah sepenuhnya dinamika dunia asuransi di Indonesia.
Tak hanya itu, Tap Insure juga memanfaatkan keagenan untuk strategi pemasarannya dengan menghadirkan Tap Partners. Tap Insure menargetkan kemitraan dengan berbagai toko offline. Sejauh ini telah menjalin kerja sama dengan Xiaomi Shop dan hampir 500 pedagang toko offline lainnya.
Salah satu kemudahan yang ditawarkan oleh Tap Partners adalah pembelian ponsel dengan sistem bundling yang mempermudah konsumen untuk langsung memiliki produk asuransi perlindungan gadget, bersamaan dengan transaksi pembelian ponsel di toko offline.
Sedang galang pendanaan
Dipaparkan lebih jauh, PasarPolis saat ini mulai membuka penggalangan dana. Bila tidak ada aral melintang, ditargetkan dapat ditutup pada kuartal I 2024. Yang pasti, perolehan dana tersebut akan digunakan untuk mengembangkan penawarannya pada aset digital demi menjangkau populasi yang lebih luas. Oleh karena itu, perusahaan akan berinvestasi lebih banyak pada talenta dan teknologi. Terlebih, ambisi untuk menggenjot kontribusi bisnis keagenan pada tahun depan terus dilakukan.
“Jika kita ingin lebih baik 10 kali lipat dalam pelayanan, kecepatan, penawaran produk, kita perlu terus berinvestasi. Kami juga ingin menjadi 10 kali lebih efektif dan efisien dibandingkan rekan atau pesaing kami.”
PasarPolis terakhir kali mengumumkan pendanaan sebesar $5 juta dari International Finance Corportion (IFC) pada Februari 2021. Pendanaan ini direngkuh selang empat bulan pasca mengumumkan putaran Seri B senilai $54 juta. Disebutkan, PasarPolis masuk ke dalam jajaran soonicorn alias valuasinya mencapai $59miliar.
“Penggalangan dana dapat mempercepat perjalanan kita menjadi organisasi yang menguntungkan secara signifikan.”
Bersamaan dengan itu, Zyl menilai bahwa langkah menuju profitabilitas kini menjadi sebuah prioritas, walau membutuhkan waktu. Dalam memperluas aset digital, tentunya memerlukan biaya yang menjadi faktor pemengaruh dalam menentukan pertumbuhan perusahaan. Pihaknya akan terus mengatasi biaya-biaya tersebut agar skala bisnis dapat naik secara efektif.
Akan tetapi, di satu sisi, salah satu aspek utama yang berkontribusi terhadap jalur menuju profitabilitas yakni bagaimana pendekatan interaksi bisnis yang ditempuh di PasarPolis. Menurut Zyl, setiap transaksi yang menghasilkan keuntungan disebut margin kontribusi. Angka tersebut akan terus digenjot untuk seluruh operasional bisnis, makanya setiap kesepakatan bisnis dilakukan setelah memastikan keuntungan yang bakal diperoleh.
“Indonesia memungkinkan kita mengembangkan bisnis secara menguntungkan, dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara karena kami memiliki kombinasi yang bagus. Tujuan kami yang jelas adalah mendapatkan keuntungan pada 2025, bisa lebih cepat atau lambat.”
Pendekatan insurtech dengan blockchain juga turut menjadi perhatian PasarPolis ke depannya. Diskusi internal terkait topik ini masih dini namun dipastikan segera mengimplementasikannya karena manfaat yang ditawarkan sangat besar. Blockchain memberi kemampuan untuk mengelola, memprediksi, deteksi penipuan, dan yang terpenting memastikan perlindungan data pelanggan.
Dia melanjutkan, meskipun saat ini tidak semua orang di Indonesia menggunakan teknologi blockchain, penerapan teknologi blockchain ke dalam bisnis semakin diperlukan. Kekayaan data yang ditawarkan menggarisbawahi pentingnya hal ini dalam lanskap asuransi.
“Walau masih dalam tahap diskusi, potensi manfaat blockchain sudah terlihat tidak hanya bagi kami di PasarPolis, tetapi juga bagi industri secara keseluruhan.”
Di kancah regional, disampaikan saat ini PasarPolis telah melebarkan sayapnya ke Thailand, Vietnam, dan baru-baru ini Singapura. Indonesia tetap menjadi pasar utama perusahaan. Malaysia dan Filipina belum menjadi rencana berikutnya.
Zyl menilai Malaysia adalah negara dengan penetrasi pasar asuransi umumnya sudah matang. Sementara pihaknya kerap mengevaluasi peluang potensial berdasarkan kemitraan dan kesiapan pasar. “Bagi kami, ekspansi bergantung pada kesiapan dan kelangsungan pasar. Kami memprioritaskan pendekatan pragmatis, memastikan bahwa ekspansi kami ke wilayah baru dapat dilaksanakan dan berhasil.”
Saat ini total karyawan perusahaan secara regional hampir mencapai 200 orang, mayoritas merupakan tim dari Indonesia mencapai 160 orang.
“Kesuksesan suatu perusahaan tidak semata-mata ditentukan oleh jumlah individu yang dipekerjakannya, namun juga oleh kemampuannya. Sebagai perusahaan insurtech, fokus kami terletak pada teknologi, bukan sekadar mengumpulkan tenaga kerja dalam jumlah besar,” pungkasnya.
Startup insurtech WE+ memperkenalkan layanan pelanggan (customer service) 24 jam berbasis chatbot, WINA (WE+ Intelligence Asisstant). Layanan ini akan membantu pelanggan maupun mitra bisnis WE+ dalam menemukan berbagai informasi umum, terutama mengenai produk dan layanan yang tersedia di aplikasi WE+.
Co-founder & CTO WE+ Ivan John menyampaikan, chatbot ini adalah layanan front line perusahaan untuk membantu menjawab berbagai pertanyaan simpel dari pelanggan seputar dunia asuransi, tidak hanya produk asuransi di WE+ saja. WINA tidak hanya dapat menjawab pertanyaan, tetapi juga bisa membantu pelanggan dalam proses klaim asuransi, seperti menyediakan formulir klaim dan mengarahkan rumah sakit rekanan atau bengkel terdekat.
“Kalau kasus klaim yang lebih kompleks, WINA akan mengarahkan ke tim CS. Kami juga membatasi kemampuan WINA agar tidak disalahgunakan ketika ada pertanyaan yang lari dari asuransi,” ujarnya saat media sharing session di Jakarta, Rabu (29/11).
WINA tidak hanya bisa dihubungi melalui aplikasi WE+, tapi juga melalui WhatsApp. Diklaim layanan ini merupakan pertama di Indonesia. Disampaikan lebih jauh oleh Co-founder & COO WE+ Milza Oktavira, WINA nantinya akan diperkenalkan ke berbagai komunitas asuransi kesehatan di tim SDM perusahaan yang menjadi klien WE+, berhubung WE+ juga memiliki pengguna di asuransi kesehatan group/karyawan.
Menurutnya, asuransi kesehatan itu bukan produk yang sulit dipahami, tapi sering kali tetap banyak pertanyaan yang diajukan oleh pengguna. “Karena pertanyaannya berulang-ulang, ini bisa dibantu oleh WINA yang disematkan di berbagai grup asuransi kesehatan,” imbuhnya.
Dalam kesempatan tersebut, WE+ juga memperkenalkan fitur tambahan lainnya di aplikasi, di antaranya: enhancement digital claim yang memungkinkan pelanggan untuk mengajukan klaim secara digital, cepat, dan mudah dengan metode voucher cash out (tarik tunai) di lebih dari 18 ribu gerai Alfa Grup di seluruh Indonesia; fitur kartu digital untuk pengguna WE+ yang memiliki BPJS Kesehatan.
Berikutnya, fitur direktori yang diperluas cakupannya, tidak hanya nomor telepon, tapi terhubung dengan Google Maps untuk membantu pelanggan menemukan lokasi tempat-tempat penting seperti rumah sakit, bengkel, rest area, tempat ibadah, Kedutaan Besar Republik Indonesia di berbagai negara.
“Setiap fitur yang kami kembangkan bertujuan agar konsumen lebih mudah mengakses kebutuhan asuransinya dengan pelayanan digital. Ditambah, fitur-fitur ini membuat bisnis digital jadi lebih transparan terlebih ini produk asuransi,” tambah Milza.
Perkembangan WE+
Sejak awal WE+ berdiri di 2018, perusahaan memosisikan diri sebagai insurtech berbentuk marketplace produk asuransi mikro yang dikembangkan bersama perusahaan asuransi yang diakses melalui aplikasi. WE+ memberikan layanan menyeluruh, mulai dari pembelian polis hingga klaim digital.
Produk asuransi yang tersedia, mulai dari asuransi jiwa, kesehatan, kendaraan, properti, perjalanan, asuransi kesehatan group/karyawan, hingga asuransi high rise building (beban berat). Bila ditotal, terdapat 80 produk yang dapat diakses.
“Diferensiasinya, kami tidak memiliki agen karena semua prosesnya digital. Proses belinya juga mudah dan singkat. Kalau beli asuransi syariah, karena ada sistem bagi hasil di akhir tahun, kalau pengguna tidak akan klaim berhak terima bagi hasil. Prosesnya akan didistribusikan melalui WE+ dan tarik tunainya di Alfamart.”
Dengan strategi B2B2C, diklaim aplikasi WE+ telah diunduh oleh 250 ribu pengguna, sebanyak 100 ribu di antaranya adalah pemegang polis aktif. Mayoritas pengguna berasal dari usia produktif, dengan kisaran umur 20-45 tahun.
“Kami mau bidik 1 juta unduhan, dengan memaksimalkan 250 ribu pengguna menjadi aktif,” tutup Milza.
Startup insurtech Rey memiliki ambisi tinggi dalam rangka mengubah skema benefit karyawan di Indonesia. Dalam upayanya mencapai misi tersebut, perusahaan berkolaborasi dengan banyak bisnis, teranyar bersama Kimia Farma, tepatnya melalui jaringan Kimia Farma Diagnostika dan Kimia Farma Apotek.
Kolaborasi tersebut memungkinkan member Rey mengakses layanan kesehatan secara cashless di jaringan klinik, laboratorium, dan apotek Kimia Farma. Sebelumnya, pada Juni 2023, perusahaan berkolaborasi dengan SATURDAYS menghadirkan produk membership kesehatan berbasis proteksi bagi individu untuk manfaat kacamata.
“Kami bukan hanya ingin memberikan proteksi yang optimal bagi karyawan perusahaan, tapi juga memberikan layanan Kesehatan yang bersifat end-to-end, tidak hanya kuratif tapi juga promotif dan preventif,” ucap Co-founder dan CEO Rey Evan Wijaya Tanotogono kepada DailySocial.id.
Dia melanjutkan, proteksi yang optimal ini pada akhirnya dapat meningkatkan engagement karyawan dengan perusahaan dan meningkatkan level kesehatan, serta produktivitas karyawan secara keseluruhan. Tak hanya itu, Rey juga ingin memberikan fleksibilitas dan akses terhadap kebutuhan bisnis yang beragam, mulai dari ukuran perusahaan dari 5 hingga 10 ribu karyawan per perusahaan, hingga model layanan kesehatan yang dibutuhkan.
“Karena kami percaya, kebutuhan baik dari perusahaan (HR, karyawan, decision makers) akan semakin beragam dan akan membutuhkan partner yang dapat pivot beyond the status quo.”
Terkait kolaborasi teranyar dengan Kimia Farma, Evan menjelaskan layanan kesehatan pada masa kini sudah seharusnya terintegrasi antara pencegahan dan penyembuhan, antara online dan offline, dan terintegrasi dengan program proteksi. Walaupun demikian, kendati produk proteksi menyediakan produk perlindungan untuk menanggung biaya dan risiko kesehatan, layanan kesehatanlah yang menjadi garis depan berinteraksi dan melawan masyarakat.
“Rey menyediakan akses layanan kesehatan menyeluruh yang berfokus pada wellbeing dan kesehatan itu sendiri. Di Rey, para member dapat sepenuhnya mengakses layanan kesehatan dan berfokus pada wellbeing-nya karena kami berfokus pada kesehatan bukan pada kesakitan.”
Direktur Utama Kimia Farma Lab & Klinik Ardhy Nugrahanto Wokas menyampaikan, pihaknya mengapresiasi kolaborasi antara kedua perusahaan. Selaku penyedia layanan kesehatan kuratif, perusahaan akan berupaya meningkatkan kemudahan layanan dan sebaran klinik kesehatan, laboratorium diagnostik medik, dan apotek agar semakin mudah dijangkau member Rey di seluruh Indonesia.
Menurut Evan, inovasi perusahaan akan terus berlanjut, sebab misinya adalah memberikan akses terhadap pelayanan kesehatan holistik yang terjangkau untuk lebih banyak lapisan masyarakat Indonesia. “Tentunya yang tidak hanya hadir pada saat sakit, namun seutuhnya ingin meningkatkan keseluruhan level kesehatan member yang mendaftar.”
Tercatat sebagai IKD
Rey yang baru berdiri di 2021 ini telah resmi tercatat sebagai penyelenggara Inovasi Keuangan Digital (IKD) di OJK. Rey menjadi insurtech ketiga yang resmi tercatat setelah melewati proses audit oleh Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) dan tim IKD OJK.
Perusahaan pun harus tunduk menaati kaidah-kaidah yang telah ditetapkan. Hal ini bertujuan untuk memperoleh kepercayaan dari regulator maupun masyarakat terhadap platform Rey. “Kami tentu akan mengembangkan cakupan pelayanan kesehatan kami menjadi lebih luas, sehingga manfaat yang didapatkan member terhadap aspek kesehatannya dapat menjadi lebih holistik.”
Evan melanjutkan, klaster insurtech merupakan inovasi digital untuk mempermudah Masyarakat mengakses produk asuransi dan mendapatkan pengalaman yang lebih baik, mulai dari proses pendaftaran hingga pengajuan klaim.
Rey memiliki visi menghadirkan akses kesehatan secara menyeluruh yang semuanya disatukan dalam satu paket langganan yang terjangkau dalam platform-nya. Semua fitur dan akses kesehatan, yakni fitur preventif, layanan kesehatan kuratif (penyembuhan) dari konsultasi dokter, rawat inap hingga rehabilitatif kondisi kritis sudah ditanggung oleh produk proteksi kesehatan yang terintegrasi dalam aplikasi Rey. Masyarakat pun bisa mendapatkan solusi dan pengalaman kesehatan yang menyeluruh dan lebih baik.
Dipaparkan, pengguna Rey tidak tersentralisasi di kota-kota besar saja, tapi sudah menyebar ke Banda Aceh hingga Manokwari. Total penggunanya mencapai lebih dari 30 ribu pengguna sejak pertama diluncurkan. Di samping itu, perusahaan telah memfasilitasi pembayaran 3.800 klaim dengan total senilai lebih dari Rp1,4 miliar hingga Agustus 2023.
“Dengan sejumlah pencapaian yang telah kami peroleh, kami berkomitmen akan menjadi insurtech yang membuka akses kesehatan bagi masyarakat dan menjadi penggerak inovasi keuangan sesuai ketentuan OJK,” tutup Evan.
Walau digitalisasi tumbuh pesat, ternyata belum mampu menggeser peranan manusia dalam memasarkan produk asuransi. Peran mereka dinilai vital dalam meningkatkan penetrasi, inklusi, dan literasi asuransi yang angkanya masih rendah di Indonesia.
Kendati begitu, operasional para agen asuransi ini belum sepenuhnya terdigitalisasi, masih melibatkan proses manual untuk penerbitan polis, misalnya. Belum lagi terdapat aturan dari regulator yang membatasi mereka untuk menjual produk dari berbagai perusahaan asuransi.
Di saat bersamaan, mereka juga dituntut untuk terus meningkatkan kompetensi dan pengetahuannya. Kesempatan tersebut digarap oleh sejumlah pemain insurtech, salah satunya adalah Igloo melalui Ignite, produk khusus keagenan asuransi.
“Agen asuransi itu sangat penting hadir di Indonesia karena kebanyakan orang mau beli asuransi berdasarkan relationship dan kepercayaan mereka kepada agennya. Terlebih itu ada gap, secara tradisional kerja mereka lama, produknya terbatas. Dari sisi kami ingin bantu mereka dengan aplikasi yang dibuat menyesuaikan kebutuhan agen,” terang Country Manager Igloo Indonesia Henry Mixson saat ditemui DailySocial.id.
Aplikasi Ignite kini ditenagai dengan fitur yang lebih lengkap, berfokus membantu agen dalam pekerjaan administratif dan penawaran produk, serta membantu para pelanggan menemukan produk yang tepat. Fitur-fitur tersebut di antaranya:
Tampilan antar muka didesain untuk pengalaman menjelajah yang lebih cepat dan lancar;
Fast quote mempersingkat alur pembelian dengan menghitung premi dan menghasilkan penawaran hanya dalam hitungan detik;
Proses pembayaran yang terjamin membantu pelanggan bertransaksi dengan rasa aman dan nyaman;
Alat manajemen data untuk tim dan penjualan menggunakan teknologi analisis data dan mengurangi waktu pelaporan manual;
Pelacakan dan pelaporan komisi yang langsung disambungkan ke rekening bank agen secara real-time.
“Mitra (sebutan agen di Igloo) bisa monitor nasabah mereka, produk apa saja yang dibeli nasabahnya, cek pendapatan, komisi, dan poinnya. Lalu ada juga artikel dan video agar mereka semakin teredukasi.”
Igloo bekerja sama dengan belasan perusahaan asuransi meracik lebih dari 30 paket asuransi umum, termasuk asuransi kendaraan, perjalanan, kecelakaan diri, dan properti. Sejumlah perusahaan asuransinya adalah Asuransi Mega Syariah, Asuransi Rama, Asuransi Tugu, Asuransi Staco Mandiri, dan Asuransi Sinar Mas.
Bidik penambahan agen
Perusahaan mengincar para agen asuransi jiwa, agen perjalanan, agen properti, dan anggota MLM sebagai mitra Ignite. Henry menjelaskan, dengan menempatkan para agen sebagai mitra perusahaan, maka memungkinkan mereka untuk bergabung sebagai pengguna Ignite, dan menjual berbagai produk asuransi dari banyak perusahaan.
Terlebih itu, para agen asuransi jiwa existing biasanya sudah memiliki jaringan nasabah, yang mana mereka pasti punya kebutuhan untuk membeli asuransi umum, dan hal pertama yang dilakukan nasabah tersebut adalah menanyakannya ke agen mereka.
“Jadi agen asuransi jiwa ini tetap buka relationship dengan konsumennya. Salah satunya kita lengkapi dengan Ignite. Mereka bisa berjualan semua produk asuransi yang ber-partner dengan Igloo, menawarkan asuransi mobil dari perusahaan asuransi mana saja yang cocok dengan preferensi konsumennya.”
Dari segi edukasi, para agen asuransi jiwa ini biasanya terbilang lebih familiar untuk mempelajari produk asuransi umum yang lebih simpel daripada produk asuransi jiwa. Walau begitu, Igloo juga menyasar para mitra asuransi berasal dari kalangan agen properti dan agen perjalanan. Kedua bisnis ini juga erat kaitannya dengan kebutuhan untuk mencari asuransi.
“Kami juga mengincar para mitra dari kalangan non-agen, seperti masyarakat umum, anggota multi level marketing. Memang proses edukasinya lebih panjang karena harus training, asah soft skill-nya. Tapi aplikasi ini sudah intuitif, untuk knowledge-nya bisa belajar dari aplikasi.”
Ignite tidak hanya hadir di Indonesia, juga hadir di Vietnam, mengingat Igloo adalah perusahaan regional yang beroperasi di sejumlah negara. Diklaim jumlah mitra yang bergabung di Ignite saat ini sebanyak 22 ribu orang. Tidak dirinci masing-masing kontribusi dari kedua negara ini, begitupun peta persebarannya ada di mana saja.
Ditargetkan sampai akhir tahun ini Igloo dapat meningkatkan jumlah mitranya hingga 50 ribu orang dan menjual polis dengan peningkatan hingga 50 kali lipat (Gross Written Premium) dibandingkan tahun sebelumnya. Walau target naik, perusahaan berkomitmen untuk tetap menjaga kualitas pelayanan para mitranya, mengingat bisnis asuransi ini bicara mengenai kepercayaan orang. Target tersebut juga akan dicapai dengan ekspansi Ignite ke negara lainnya.
Tidak hanya jumlah agen, perusahaan juga akan menambah rangkaian produk asuransi yang dapat dijual para agen. Menurutnya, DNA perusahaan adalah inovasi berdasarkan data, jadinya akan selalu sigap dengan semua masukan di lapangan.
Henry juga membuka kemungkinan untuk mulai menjual produk asuransi jiwa, namun untuk produk tertentu saja. “Kita mengedepankan affordability dan accessibility, misal ada nasabah yang sudah punya life insurance tapi belum ada yang cover critical illness misalnya, bisa ditambahkan.”
Produk asuransi lainnya
Sebagai full-stack insurtech, Igloo tidak hanya bermain di bisnis keagenan asuransi saja, tapi juga B2B2C dan direct-to-consumer (situs & aplikasi). Salah satu produk inovatif yang sudah dirilis perusahaan adalah Asuransi Indeks Cuaca berbasis blockchain untuk petani.
Henry mengungkapkan produk tersebut baru hadir di Vietnam, dan kini sedang dipersiapkan kehadirannya di Indonesia. Hanya saja, ia belum bisa memberikan detail spesifik mengenai waktunya. Ia berdalih bahwa perusahaan masih berdiskusi dengan berbagai pemangku kepentingan mengenai skema model bisnisnya.
“Kami masih coba dari beberapa channel, bisa dengan kementerian terkait, perbankan yang kasih pinjaman ke petani, asosiasi petani, atau startup. Kami ingin edukasi para petani yang punya kebutuhan ini tapi enggak tahu kalau ada produk ini.”
Menurutnya, produk asuransi ini menggunakan smart contract yang dapat mengotomatisasi klaim berdasarkan tingkat curah hujan yang terjadi. Bila menggunakan asuransi konvensional biasanya harga premi yang dipatok mahal karena harus didatangi petugas, baik saat beli premi ataupun klaim.
“Petani jadi susah untuk beli, belum lagi ada kecenderungan scam. Nanti ketika petani beli tinggal masukkan lokasi, jenis tanaman, dan luas sawah. Bila cuaca jelek, tanpa mereka harus klaim sendiri, secara sistem akan langsung dibayarkan.”
Produk ini nantinya akan dijual mulai dari seharga puluhan ribu saja dan dihitung berdasarkan musim tanam dan per hektar tanah.
Di Vietnam, perusahaan menggunakan data-data dan bekerja sama dengan PVI Insurance, Administrasi Meteorologi dan Hidrologi Vietnam (VNMHA), Saigon Hanoi Insurance Corporation (BSH), dan reasuransi internasional SCOR untuk memperluas Asuransi Indeks Cuaca ini kepada petani kopi, dari sebelumnya untuk petani padi.
Harga preminya mulai dari VND 1.000.000 (Rp600 ribu) per hektar, dengan area cakupan minimum 0,1 hektar dan cakupan hingga VND 40.000.000 (Rp25,6 juta) per hektar. Diluncurkan akhir tahun lalu, Asuransi Indeks Cuaca untuk petani padi kini telah mencakup lebih dari 6.000 hektar sawah di 8 provinsi di Vietnam.
“Bahkan kami sedang mengembangkan produk yang lebih universal, jadi bisa untuk semua jenis tanaman karena pada dasarnya ini semua bergantung pada cuaca,” pungkasnya.
Startup insurtech Qoala mengumumkan efisiensi bisnis yang berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK) sebanyak 80 orang karyawannya di Indonesia dan Malaysia. Hal ini telah disampaikan perusahaan melalui pernyataan resmi pada 31 Juli 2023.
Dalam pernyataan resmi, tertulis bahwa, “langkah ini diambil untuk meningkatkan sinergi di dalam dan di setiap departemen dan unit bisnis untuk memimpin bisnis yang lebih efisien dan berkelanjutan ke depan. Keputusan ini selanjutnya dimotivasi oleh tinjauan komprehensif selama dua tahun terhadap struktur organisasi kami, yang mengidentifikasi area redundansi dan menyoroti kebutuhan untuk penyesuaian strategi.”
Qoala juga mengungkap beberapa inisiatif untuk memberikan dukungan finansial dan profesional dalam memudahkan transisi ini, seperti pembayaran dan pesangon yang sesuai, tambahan kompensasi, perpanjangan asuransi, dukungan repatriasi, surat rekomendasi, dan tambahan pencairan cuti untuk karyawan yang sedang hamil.
Terkait efisiensi bisnis ini, Qoala juga menegaskan posisi keuangannya saat ini masih terpantau kuat, dan margin kontribusi di tingkat grup masih positif. Bisnis ini masih menyediakan runway yang cukup untuk terus berkembang sembari secara signifikan meningkatkan unit ekonomi perusahaan.
Pada bulan Maret lalu, Qoala baru saja menyelesaikan tambahan pendanaan seri B lebih dari Rp112 miliar. Bila ditotal dengan pendanaan seri B di Mei 2022 kemarin sebesar $65 juta, total perolehan Qoala untuk putaran ini sebesar $72,4 juta (lebih dari Rp1,09 triliun).
Saat ini, Qoala berkomitmen pada unit bisnis dan keberadaan pasar di wilayah operasionalnya. “Dengan menegaskan tujuan kami untuk meningkatkan kualitas hidup melalui asuransi yang terjangkau dan mudah diakses, kami menggandakan upaya kami untuk memberikan dampak positif bagi kehidupan pelanggan kami,” tutupnya.
Insurtech di Indonesia
Di sektor insurtech, masa sulit ini bukan hanya dirasakan oleh Qoala. Belum lama ini, salah satu pemain bisnis keagenan insurtech, Futuready, mengumumkan penutupan bisnis operasionalnya di Indonesia. Didirikan pada 2016, Futuready menawarkan layanan broker yang membantu nasabah menentukan produk asuransi secara transparan.
Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), literasi keuangan untuk sektor perasuransian di Indonesia telah meningkat dari 15,8% di 2016 menjadi 19,40% di 2019. Selanjutnya, inklusi keuangan sektor perasuransianmenunjukkan peningkatan yang lebih rendah, yaitu sebesar 1,05% dari 12,1% di 2016 menjadi 13,15% di 2019.
Dikutip dari laman OJK, perkembangan insurtech di Indonesia disebut masih belum terlalu tinggi bila dibandingkan dengan fintech, terutama platform pinjaman online. Menurut data OJK per Maret 2023, hanya ada dua perusahaan yang tercatat pada klaster IKD insurtech, termasuk Qoala dan YukTakaful.
Saat ini, terdapat banyak jenis bisnis insurtech yang berkembang mulai dari manajemen asuransi hingga pemrosesan, penjualan, pengelolaan data, dan lainnya. Di Indonesia, ada beberapa startup insurtech baru yang sudah mulai beroperasi, seperti Bang Jamin. Didirikan pada 2022, perusahaan berhasil mendapatkan pendanaan dari Northstar dan BRI Ventures.
Selain itu, startup insurtech lainnya seperti Rey Assurance juga mengumumkan pendanaan baru senilai lebih dari Rp63 miliar dipimpin oleh Trans-Pacific Technology Fund. Perusahaan juga menambahkan produk proteksi baru, yakni ReyCare, ReyCard, dan ReyFit untuk melengkapi kartu proteksi kesehatan yang sudah diluncurkan sejak awal, meliputi manfaat rawat jalan dan rawat inap.
Melalui ragam inovasi yang dihadirkan di sektor insurtech ini diharapkan akan tercipta sistem dan operasional produk asuransi yang lebih sederhana agar dapat lebih terjangkau oleh masyarakat luas, khususnya kalangan menengah ke bawah.
Startup insurtech Igloo makin menyeriusi bisnis keagenan asuransi dengan menambah beragam fitur terbaru di platform Ignite, bersamaan dengan rebranding logo. Prospek bisnis ini dinilai lebih menjanjikan karena agen memainkan peranan penting dalam inklusi produk asuransi di kawasan Asia Tenggara.
Country Manager Igloo Indonesia Henry Mixson menyampaikan, pihaknya memahami bahwa karakter orang Indonesia yang suka membangun hubungan personal, termasuk dengan agen asuransi mereka. Berdasarkan wawasan tersebut dan pemahamannya tentang pasar dan teknologi terkini, pihaknya meyakini dapat memberdayakan agen untuk menjadi penasihat terpercaya bagi para pelanggan.
“Rebranding Ignite akan memberikan berbagai fitur baru yang dapat meningkatkan pengalaman agen dan produktivitas mereka, serta mengatasi berbagai kendala yang dihadapi pelanggan. Kami yakin versi terbaru Ignite akan menyediakan teknologi yang dibutuhkan para agen untuk mengembangkan kemampuan, berkolaborasi dengan agen lain, serta memastikan mereka memenuhi kebutuhan para pelanggan,” jelas Henry dalam keterangan resmi, Selasa (25/7).
Fitur Ignite
Dalam versi teranyarnya, Ignite menghadirkan 20 fitur terbaru dari sebelumnya tersedia sembilan fitur. Keseluruhan fitur ini membantu agen dalam pekerjaan administratif dan penawaran produk, serta membantu para pelanggan menemukan produk yang tepat. Terlebih, kini Ignite memiliki lebih dari 30 paket asuransi, termasuk asuransi roda dua, perjalanan, kecelakaan diri, dan properti. Adapun fitur-fitur baru ini meliputi:
Tampilan antarmuka baru untuk pengalaman menjelajah yang lebih cepat dan lancar;
Fast quote mempersingkat alur pembelian dengan menghitung premi dan menghasilkan penawaran hanya dalam hitungan detik;
Proses pembayaran yang terjamin membantu pelanggan bertransaksi dengan rasa aman dan nyaman;
Alat manajemen data untuk tim dan penjualan menggunakan teknologi analisis data dan mengurangi waktu pelaporan manual;
Pelacakan dan pelaporan komisi yang langsung disambungkan ke rekening bank agen secara real-time.
“Agen memainkan peran penting dalam inklusi layanan asuransi terutama di kawasan Asia Tenggara, karena sentuhan manusiawi mereka tetap menjadi kekuatan utama dalam penjualan asuransi. Pembaruan platform Ignite menunjukkan komitmen kami terhadap pertumbuhan industri, menjembatani kesenjangan dalam rantai nilai asuransi, dan mewujudkan misi kami yaitu Insurance for All,” tambah Co-founder dan CEO Igloo Raunak Mehta.
Sejak dirilis pada tahun lalu, diklaim Ignite telah merekrut lebih dari 22 ribu agen di Indonesia dan Vietnam, memfasilitasi lebih dari 36 ribu polis. Diterangkan, dengan Ignite, para agen dapat menjangkau konsumen dengan mudah, sehingga pekerjaan mereka tetap relevan di tengah digitalisasi industri asuransi.
Selain mendigitalkan operasi agen asuransi, Ignite juga mendigitalkan proses asuransi untuk lebih dari 10 perusahaan asuransi, termasuk Sinarmas Insurance, Tugu Insurance, dan Asuransi Takaful.
Ditargetkan pada akhir tahun ini, Ignite dapat meluncur di berbagai negara, dengan target menjangkau 50 ribu agen dan menjual polis dengan peningkatan hingga 50 kali lipat (Gross Written Premium) dibandingkan tahun sebelumnya.
Dipaparkan, perusahaan telah bermitra dengan lebih dari 55 perusahaan di tujuh negara, di antaranya Singapura, India, Thailand, Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia, dengan pusat teknologi di Tiongkok dan India. Dari kemitraan tersebut, perusahaan menawarkan lebih dari 15 produk asuransi dengan lebih dari 300 juta polis terfasilitasi dan kenaikan premi bruto sebesar 15 kali lipat sejak 2019.
Tantangan keagenan asuransi
Sebelumnya, Founder & CEO PasarPolis Cleosent Randing merinci ada beberapa permasalahan mendasar yang ada dalam industri asuransi. Misalnya, inovasi yang tidak terlalu kencang, produk yang tidak terjangkau untuk masyarakat luas, hingga proses bisnis banyak yang masih manual. Dari sini, banyak sekali kesempatan digitalisasi yang dapat dilakukan oleh pemain insurtech.
Berangkat dari kondisi tersebut, PasarPolis mengambil pendekatan: membangun “digital engagement”, menautkan asuransi sebagai bagian dari gaya hidup digital masyarakat Indonesia, dengan menghadirkan layanan “embedded insurance”.
“Seperti saat orang membeli barang di marketplace, asuransi berasa seperti udara [sesuatu yang mengiringi, dalam hal ini untuk perlindungan barang]. Jadi tujuannya mendatangkan asuransi ke kehidupan orang, bukan orang yang datang untuk mencari asuransi. Kemitraan ini adalah strategi terbaik untuk mengakses pelanggan,” jelas Cleo.
Co-founder & COO Qoala Tommy Martin menambahkan, tiap kali ada inovasi yang mengubah perilaku masyarakat akan menimbulkan risiko baru. Kesempatan inilah yang bisa digarap perusahaan asuransi, sehingga produknya juga dituntut untuk terus berinovasi. Dunia asuransi itu sendiri dikenal sebagai industri yang kaku dengan proses kerja yang tidak sedinamis layanan insurtech.
“Asuransi harus menjadi lifestyle yang bukan dicari untuk satu tahun, tapi bisa dibeli beberapa kali dalam setahun. Makanya harus dikaitkan dengan lifestyle,” ujarnya.
Kedua perusahaan di atas juga mulai tancap gas memanfaatkan kanal distribusi yang paling banyak dicari konsumer, yakni keagenan. Fuse bahkan hanya memfokuskan diri di model bisnis ini saja.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif AAJI Togar Pasaribu menyampaikan, bagi perusahaan asuransi jiwa, agen itu ibarat darah segar. Bila tidak melakukan rekrutmen, akan membahayakan perusahaan yang mengadopsi strategi agency. Namun catatan ini hanya berlaku bagi perusahaan asuransi jiwa yang menggunakan agency sebagai kanal distribusinya.
Togar juga menegaskan model keagenan tidak bisa dipisahkan dari budaya masyarakat Indonesia hingga seluruh masyarakat memahami pentingnya proteksi asuransi jiwa bagi dia dan keluarganya. Sebab, produk asuransi sampai saat ini masih ‘dijual’, bukan ‘dibeli’.
Bisnis keagenan ini termasuk mahal dan memiliki turnover yang tinggi. Kendati begitu, perusahaan yang mengandalkan kanal ini tetap harus melakukan perekrutan agar tetap tumbuh dalam kondisi apapun. Togar menyebut ada rumusan umum dalam merekrut agen, yakni 10:3:1. Artinya, dari setiap 10 orang yang diundang, hanya tiga orang yang tertarik dan mengikuti pelatihan. Namun pada akhirnya hanya satu orang yang bersedia menjadi agen asuransi jiwa.
“Kalau dianalogikan, mie instan itu tinggal taruh di-display, lalu orang datang membelinya. Produk asuransi jiwa enggak bisa begitu. Dia harus ditawarkan. Nah, inilah yang menyebabkan kenapa peranan tenaga pemasar asuransi jiwa menjadi penting,” katanya.
Melalui model bisnis dan operasional yang efektif, platform insurtech membuat layanan asuransi lebih mudah diakses dan berorientasi pada pelanggan. Meskipun tantangan masih ada, kerja sama antara startup di bidang ini dan perusahaan asuransi yang mulai terbangun, yang didukung oleh lingkungan regulasi yang kondusif.
Salah satu platform insurtech yang telah berdiri sejak tahun 2015, PasarPolis terus mengembangkan inovasi agar bisa menjadi the next gen digital insurance yang selalu mengikuti tren kebutuhan pasar. Untuk memperkuat posisi mereka di industri, baru-baru ini mereka menunjuk Presiden baru yaitu Peter van Zyl untuk turut menavigasi strategi perusahaan.
Peter dikenal sebagai veteran profesional dengan rekam jejak panjang di industri asuransi selama lebih dari 20 tahun. Sebelum bergabung dengan PasarPolis, Peter menjabat sebagai Presiden Direktur & CEO Allianz Indonesia selama 7 tahun dan menduduki posisi manajemen senior di AIG selama lebih dari 15 tahun.
Disampaikan dalam keterangan resmi, untuk jangka pendek Peter akan berfokus memperkuat posisi PasarPolis di pasar dan mengimplementasikan strategi baru guna meningkatkan daya saing perusahaan. Sementara di jangka panjang, visi Peter adalah menjadikan PasarPolis sebagai perusahaan asuransi digital terdepan dengan layanan, produk, dan klaim yang mudah, cepat, dan terjangkau.
“Kami memprioritaskan pengalaman berasuransi yang lebih menyenangkan mulai, dari pemilihan produk hingga klaim yang 10x lebih baik bagi pelanggan kami melalui digitalisasi,” kata Peter.
PasarPolis juga akan memfokuskan kepada peningkatan penetrasi dan literasi asuransi di negara Asia Tenggara lainnya, seperti Vietnam dan Thailand, mengingat potensi yang masih besar, terutama di tengah peningkatan kesadaran masyarakat terhadap perlindungan asuransi pasca pandemi.
Dari sisi pasar, Vietnam dan Indonesia memiliki kriteria pasar asuransi yang serupa, meskipun kesadaran akan asuransi di Vietnam masih relatif rendah daripada Indonesia; serta Thailand merupakan pasar asuransi yang sudah cukup matang, dengan tingkat penetrasi lebih tinggi. Tahun 2019 lalu perusahaan melakukan ekspansi ke Vietnam dan Thaland.
Pertumbuhan positif
Diklaim melalui pendekatan digital, PasarPolis telah mencapai segmen pasar yang sulit dijangkau oleh saluran distribusi tradisional. Produk-produk yang ditawarkan juga dinilai sangat relevan dengan kebutuhan masyarakat masa kini, seperti asuransi perjalanan hingga perlindungan gadget (microinsurance).
Dengan mengedepankan pendekatan omnichannel, PasarPolis juga ingin memberikan akses yang simpel dan mudah terhadap produk asuransi, mulai dari pemilihan polis hingga penyelesaian klaim. PasarPolis terus berupaya meningkatkan distribusi polis asuransi secara lebih tepat sasaran, melalui layanan keagenan yang dimiliki.
Pandemi juga dinilai telah mengubah cara masyarakat dalam memenuhi berbagai kebutuhannya, termasuk dalam berasuransi yang sekarang lebih mudah dilakukan melalui digital. Secara preferensi, inovasi produk asuransi yang melekat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat juga semakin menjadi tren.
Tercatat pada tahun 2022, jumlah polis yang diterbitkan oleh PasarPolis mencapai lebih dari 500 juta. Mereka juga mengklaim berhasil melindungi hampir 30% populasi Indonesia atau lebih dari 80 juta pelanggan.
Dari sisi inovasi customer experience, per Juni 2023, PasarPolis telah berhasil menyelesaikan 98% dari total penyelesaian klaim B2B2C (asuransi nonkredit) dan 95% dari total klaim asuransi perangkat diselesaikan dalam waktu kurang dari 2 jam.
Berkolaborasi dengan perusahaan asuransi umum Tap Insure, PasarPolis kini telah menjadi ekosistem asuransi digital full-stack yang mampu melakukan underwrite produk secara mandiri. Sebagai perusahaan insurtech terkemuka di Indonesia, PasarPolis kini memiliki lebih dari 7.500 Mitra aktif dan bekerja sama dengan lebih dari 40 partner ekosistem untuk memenuhi kebutuhan asuransi yang melekat di dalam keseharian masyarakat dari berbagai daerah di Indonesia.
Dinamika industri insurtech
Di pasar asuransi digital, PasarPolis berhadapan langsung dengan sejumlah pemain kunci seperti Qoala dan Fuse. Namun demikian industri ini baru mendapatkan kabar kurang sedap dengan tutupnya layanan Futuready — diketahui mereka memiliki fokus utama menyediakan produk asuransi mikro. Sementara para rivalnya bermain di banyak model bisnis, termasuk yang menjadi adalan adalah layanan keagenan.
Pemain lainnya, yakni Aigis, awal tahun ini memilih pivot dari penyedia layanan insurtech B2B menjadi SaaS manajemen keuangan industri kreatif. Startup yang didukung Init6, Goodwater Capital, dan Y Combinator ini juga melakukan rebranding menjadi Finnix.
Terkait pendanaan, tiga startup telah membukukan investasi baru di semester pertama 2023 ini. Pertama Igloo yang membukukan nilai investasi 716 miliar Rupiah pada pendanaan seri B mereka dan berkomitmen memperdalam penetrasinya di pasar Indonesia. Kemudian Qoala juga mendapatkan tambahan 113 miliar Rupiah pada putaran seri B mereka. Lalu terakhir ada Bang Jamin yang baru mendapatkan pendanaan segar dari Northstar Group dan BRI Ventures.
Startup insurtech Futuready mengumumkan tutup operasional di Indonesia.
“Mohon maaf kami, PT Futuready Insurace Broker (FIB), sudah tidak beroperasi lagi,” dikutip dari situs resmi Futuready, diakses pada hari ini (4/7).
Perusahaan melanjutkan, “dari kami semua di FIB, terima kasih banyak telah memercayai kami selama ini. Adalah hal yang menyenangkan telah menyediakan produk asuransi bagi Anda secara online sejak 2016.”
Tidak disebutkan penyebab keputusan tersebut diambil.
Sebelumnya, induk Futuready, Aegon Group, menjual bisnisnya di Thailand pada November 2022 kepada perusahaan ekuitas swasta berbasis di Singapura, The Huntington Group. Di Thailand, sebelumnya menjalankan bisnis sebagai telemarketing sejak 2007, kemudian rebrand jadi Futuready Thailand yang menawarkan solusi asuransi yang berfokus pada konsumen melalui saluran afinitas dan mitra.
Di Indonesia, Aegon, mengempit 80% kepemilikan saham di Futuready. Aegon merupakan perusahaan asuransi jiwa dan manager aset yang berbasis di Den Haag, Belanda.
Saat pertama kali beroperasi di Indonesia pada 2016, Futuready memanfaatkan lisensi sebagai broker asuransi yang diperoleh dari OJK. Petinggi saat itu, Sendy, menyampaikan broker memiliki posisi yang unik karena dapat membantu nasabah dalam berasuransi. Broker melaksanakan tugasnya membantu nasabah menentukan pilihan produk asuransi terbaik dengan objektif dan transparan.
Tidak hanya konsultasi, perusahaan juga dapat memberikan jasa keperantaraan dalam penutupan asuransi serta penanganan penyelesaian klaimnya dengan bertindak atas nama dan demi kepentingan nasabah, bukan kepentingan perusahaan asuransi.
Setelah Sendy, posisi tertinggi Futuready Indonesia diisi oleh Keet Peng Onn sejak Agustus 2019. Onn sebelumnya menduduki beberapa posisi penting di Aegon Group.
Putar otak pasarkan asuransi
Di Indonesia, penetrasi masyarakat terhadap produk asuransi terbilang rendah. Data OJK menunjukkan, tingkat penetrasi asuransi di Indonesia pada 2021 mencapai 3,18% persen, yang terdiri dari penetrasi asuransi sosial (1,45%), asuransi jiwa (1,19%), asuransi umum (0,47%), dan sisanya asuransi wajib.
Sementara itu, kontribusi aset industri asuransi baru mencapai 5,8% terhadap PDB dengan penetrasi di bawah 4%. Padahal, untuk menjadi negara maju, kontribusi asuransi harus mencapai 20% dari PDB.
Founder & CEO PasarPolis Cleosent Randing merinci ada beberapa permasalahan mendasar yang ada dalam industri asuransi. Misalnya, inovasi yang tidak terlalu kencang, produk yang tidak terjangkau untuk masyarakat luas, hingga proses bisnis banyak yang masih manual. Dari sini, banyak sekali kesempatan digitalisasi yang dapat dilakukan oleh pemain insurtech.
Dengan kondisi tersebut, pendekatan PasarPolis adalah membangun digital engagement, menautkan asuransi sebagai bagian dari gaya hidup digital masyarakat Indonesia, dengan menghadirkan layanan embedded insurance.
“Seperti saat orang membeli barang di marketplace, asuransi berasa seperti udara [sesuatu yang mengiringi, dalam hal ini untuk perlindungan barang]. Jadi tujuannya mendatangkan asuransi ke kehidupan orang, bukan orang yang datang untuk mencari asuransi. Kemitraan ini adalah strategi terbaik untuk mengakses pelanggan,” jelas Cleo.
Co-Founder & COO Qoala Tommy Martin menambahkan, tiap kali ada inovasi yang mengubah perilaku masyarakat akan menimbulkan risiko baru. Kesempatan inilah yang bisa digarap perusahaan asuransi, sehingga produknya juga dituntut untuk terus berinovasi. Dunia asuransi itu sendiri dikenal sebagai industri yang kaku dengan proses kerja yang tidak sedinamis layanan insurtech.
“Asuransi harus menjadi lifestyle yang bukan dicari untuk satu tahun, tapi bisa dibeli beberapa kali dalam setahun. Makanya harus dikaitkan dengan lifestyle,” ujarnya.
Kedua perusahaan di atas juga mulai tancap gas memanfaatkan kanal distribusi yang paling banyak dicari konsumer, yakni keagenan. Fuse bahkan hanya memfokuskan diri di model bisnis ini saja.
Bisnis keagenan
Sebelumnya, Direktur Eksekutif AAJI Togar Pasaribu menyampaikan, bagi perusahaan asuransi jiwa, agen itu ibarat darah segar. Bila tidak melakukan rekrutmen, akan membahayakan perusahaan yang mengadopsi strategi agency. Namun, catatan ini hanya berlaku bagi perusahaan asuransi jiwa yang menggunakan agency sebagai kanal distribusinya.
Togar juga menegaskan model keagenan tidak bisa dipisahkan dari budaya masyarakat Indonesia hingga seluruh masyarakat memahami pentingnya proteksi asuransi jiwa bagi dia dan keluarganya. Sebab, produk asuransi sampai saat ini masih ‘dijual’, bukan ‘dibeli’.
Bisnis keagenan ini termasuk mahal dan memiliki turnover yang tinggi. Kendati begitu, perusahaan yang mengandalkan kanal ini tetap harus melakukan perekrutan agar tetap tumbuh dalam kondisi apapun. Togar menyebut ada rumusan umum dalam merekrut agen, yakni 10:3:1. Artinya, dari setiap 10 orang yang diundang, hanya tiga orang yang tertarik dan mengikuti pelatihan. Namun pada akhirnya hanya satu orang yang bersedia menjadi agen asuransi jiwa.
“Kalau dianalogikan, mie instan itu tinggal taruh di display, lalu orang datang membelinya. Produk asuransi jiwa enggak bisa begitu. Dia harus ditawarkan. Nah, inilah yang menyebabkan kenapa peranan tenaga pemasar asuransi jiwa menjadi penting,” katanya.