Tag Archives: interior designer

Salah satu gerai fisik (experience center) yang dimiliki Fabelio di Depok / Fabelio

Isu Tata Kelola Fabelio dan Kompleksitas Rantai Bisnis Furnitur

Fabelio (PT Tiga Elora Nusantara) merupakan startup di bidang furniture marketplace yang sudah berdiri sejak tahun 2015. Selain menjual berbagai perabot, mereka juga melayani jasa desain interior. Diklaim seluruh produk yang dijual merupakan hasil karya pengrajin Indonesia. Sebelumnya mereka menjadi salah satu startup unggulan, karena bisnis yang moncer dan seharusnya memiliki valuasi di atas $100 juta.

Namun beberapa waktu terakhir, Fabelio tengah banyak dibicarakan melalui media sosial dan pers akibat permasalahan yang berdampak pada karyawan, vendor, dan konsumen mereka.

EM, seorang konsumen, mengeluh karena pesanan yang dibuat pada Mei 2021 tak kunjung sampai. Sebelumnya Fabelio telah menjanjikan barang akan diantarkan pada Juli 2021, kemudian dengan alasan tertentu diundur bulan Agustus 2021 sampai akhirnya dibatalkan.

Saat ingin mengklaim pengembalian dana, EM diminta menunggu 30 s/d 45 hari kerja dengan estimasi bakal cair di bulan September 2021. Sayangnya sampai 1 minggu yang lalu, EM tidak kunjung menerima pengembalian dana tersebut. Ia juga sudah menyampaikan komplain lewat email, pesan WhatsApp, hingga media sosial.

EM adalah satu dari puluhan—bahkan mungkin ratusan—konsumen yang mengeluhkan hal tersebut. Hal ini terlihat dari komentar di media sosial Fabelio dan petisi yang dibuat dan ditujukan untuk manajemen Fabelio.

Vendor pun mendapatkan permasalahan pembayaran. Banyak dari mereka mengaku belum menerima transfer dari produk yang berhasil dijual melalui platform Fabelio. Seperti yang dikeluhkan SD selaku salah satu vendor penyuplai barang di Fabelio, sudah 1 tahun lebih mereka belum menerima pembayaran atas barang/jasa yang dikerjakan. Bahkan CA yang juga merupakan salah satu vendor mengatakan, Fabelio memiliki tunggakan pembayaran sampai ratusan juta Rupiah.

Karyawan juga menyerukan keluhan kepada manajemen Fabelio karena perusahaan melakukan penundaan pembayaran gaji. Salah satunya disampaikan melalui petisi di Change.org. Sudah dari bulan September 2021, Fabelio belum membayarkan gaji untuk pegawainya. Beberapa kewajiban perusahaan seperti pembayaran Tunjangan Hari Raya, BPJS Ketenagakerjaan pun juga bermasalah – belum lunas.

Dari komentar-komentar yang disampaikan, tunggakan gaji ini cukup merata di semua level staf. Sumber TFR mengatakan, ada karyawan yang gajinya sudah tertunda sejak akhir 2020, ada juga yang mulai awal 2021, bulan Agustus 2021, atau Oktober 2021. Di beberapa kasus, perusahaan perusahaan membagi pembayaran gaji menjadi 50%, beberapa hanya menerima 75%, 80%, atau 85%.

CEO Fabelio: Kejar pendanaan untuk menutup utang

Kepada sejumlah media, salah satunya Kumparan, Co-founder & CEO Fabelio Marshall Tegar Utoyo mengatakan bahwa saat ini perusahaannya memang tengah mengalami kesulitan finansial. Hal ini diakibatkan bisnis yang terdampak negatif akibat Covid-19. Bahkan ia juga mengatakan, manajemen belum menerima renumerasi sejak 18 bulan yang lalu.

Isu tersebut sudah mengemuka sejak awal 2020, tepatnya saat Covid-19 menjadi permasalahan serius di Indonesia. Perusahaan tidak bisa mengandalkan penjualan, karena mengalami penurunan drastis. Seperti diketahui, model bisnis mereka adalah online-to-offline, sistem operasionalnya memadukan antara kanal online dengan gerai fisik yang saat ini sudah tersebar di 9 lokasi di seputar Jabodetabek, Bandung, dan Surabaya — juga warehouse untuk melayani cakupan pengiriman mereka di Banten, Yogyakarta, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah.

Selama tahun 2020, Fabelio juga dalam survival mode, mengandalkan dana investasi yang didapat dalam putaran Seri C senilai $9 juta atau setara 127 miliar Rupiah.

Dalam keterangannya, Marshall mengungkapkan, perusahaan segera melunasi kewajiban-kewajibannya, baik ke karyawan, vendor, maupun pelanggan. Mereka akan mengandalkan dana investasi di putaran selanjutnya yang ditargetkan rampung beberapa pekan mendatang. Soal fundraising Seri D ini sudah disampaikan Marshall sejak Juni 2021 lalu.

Selain Marshall, Co-Founder perushaaan adalah Christian Sutardi, Krishnan Menon, dan Srinivas Sista. Kini hanya Marshall dan Christian yang masih aktif di Fabelio. Krishnan sekarang fokus mengembangkan BukuKas dan Tokko – layanan SaaS untuk membantu UMKM di Indonesia. Sementara Srinivas fokus berkarier dengan perusahaan di luar negeri.

Kompleksitas bisnis furnitur

Guna mendalami tentang alur bisnis produk furnitur dan jasa desain interior, kami mewawancarai salah satu pemain industri di bidang ini. Menurutnya, revenue yang berpotensi dihasilkan dari setiap produk furnitur sebenarnya cukup tinggi, bisa mencapai 45%. Namun untuk memenangkan pasar dibutuhkan volume dan skalabilitas yang kuat.

Kendati potensi laba dan pangsa pasar besar, para pemain baru seperti Fabelio harus bersaing dengan bisnis legacy yang sudah memiliki banyak cabang di Indonesia. Keberadaan cabang ini penting, karena produk furnitur membutuhkan penanganan khusus dalam hal pemenuhan dan pengantaran ke konsumen.

Narasumber yang kami wawancara tersebut mengatakan, Grup Kawan Lama saat ini menjadi salah satu pemain paling signifikan di industri ini dengan dua merek ternama: ACE Hardware dan Informa. Bersumber dari keterbukaan di BEI, ACE Hardware saat ini telah memiliki 215 gerai di berbagai kota di Indonesia. Pada paruh pertama 2021, mereka telah membukukan hasil penjualan hingga 3,3 triliun Rupiah.

Untuk menghasilkan volume produk dan penjualan yang besar, tentu modal besar perlu dimiliki oleh pemain di bidang furnitur. Ini tentang bagaimana mereka memastikan stok barang lengkap dengan supply yang baik dari sisi pengembang produk/vendor.

Untuk itu, para pemain di lanskap industri ini memang membutuhkan sokongan modal ekuitas besar dari investor, salah satunya untuk memperkuat di sisi volume.

Sayangnya, tidak berhenti di sana, skalabilitas bisnis juga diperlukan untuk mencapai titik ideal dalam pemenuhan produk ke konsumen. Dari praktik yang ada, penjual furnitur online tidak bisa mengandalkan jasa logistik yang saat ini banyak diandalkan oleh e-commerce dengan produk konsumer lain seperti pakaian, gawai, atau makanan – dari sisi bentuk furnitur memiliki ukuran yang besar dan berat, beberapa bahkan rawan rusak jika dalam proses pengemasan dan pengantaran tidak sesuai standar.

Jika dipaksakan [meminta vendor yang melakukan pengiriman], biasanya  konsumen yang akan dikorbankan dengan keterlambatan hingga barang cacat. Sementara saat perusahaan memilih untuk menggunakan mode pengiriman yang lebih memadai [dengan memberikan insentif ke vendor/konsumen], maka pertaruhannya pada persentase margin yang lebih kecil. Strategi online to offline digencarkan oleh para pemilik marketplace, tak terkecuali Fabelio.

Ketika sudah masuk ke strategi O2O, ternyata permasalahannya tidak berhenti di sini saja. Perusahaan harus memiliki tempat untuk menempatkan stok barang yang luas, biasanya membutuhkan warehouse dengan ukuran yang besar – lagi-lagi ini akan berdampak pada biaya operasional di perusahaan yang akan besar. Namun demikian, keberadaan warehouse ini krusial untuk mendukung sistem supply chain produk.

Saat sudah mengoperasikan warehouse pun perusahaan harus secara ekstra melakukan pengawasan terhadap sistem manajemen di dalamnya – salah satu yang paling krusial adalah pengontrolan kualitas terhadap produk. Tanpa kontrol ini, akan banyak potensi kerugian yang dapat didera perusahaan, termasuk di sisi pemenuhan, pembaruan stok produk, sampai dalam hal urusan finansial ke vendor.

Di marketplace seperti Fabelio, orang juga bisa memesan jasa desainer interior. Bahkan ada beberapa paket all-in-one, dari perencanaan sampai implementasi. Sistem manajemen proyek di perusahaan akan diuji ketahanannya. Karena dalam sebuah proyek, banyak pihak yang dilibatkan, mulai dari desainer, kontraktor, vendor, juga konsumen. Terlebih lagi biasanya ada sub-bagian yang membuat prosesnya menjadi lebih panjang – misalnya saat kontraktor memiliki sub-kontraktor dalam menangani bagian tertentu.

Sistem manajemen proyek ini adalah alat yang digunakan untuk memastikan realisasi proyek sesuai dengan perencanaan. Di dalamnya termasuk modul-modul untuk mengontrol kualitas produk, kegiatan jasa, hingga berbagai perubahan-perubahan yang mungkin terjadi. Beberapa perusahaan serupa [digital] berinvestasi besar dalam pembuatan perangkat lunak ini – bahkan memiliki tim R&D khusus.

Kemungkinan salah tata kelola Fabelio

Jika disimpulkan ada beberapa masalah yang banyak dikeluhkan terhadap Fabelio, yakni pemenuhan barang, keterlambatan pembayaran, dan proyek yang tidak sesuai dengan ekspektasi. Maka, benar adanya soal kompleksitas yang dibahas di atas. Memang dibutuhkan modal besar dan strategi yang tepat untuk melancarkan bisnis ini. Dan disiplin manajemen terhadap tata kelola proses bisnis yang tepat juga menjadi kunci penting untuk bisa survive dan growth.

Menurut laporan, ukuran pasar produk furnitur secara global telah mencapai $64,08 miliar pada tahun 2021 dan diproyeksikan tumbuh sampai 81,45 miliar pada 2025 mendatang dengan CAGR 9.09%. Studi di Amerika Serikat, 40% pertumbuhan telah disumbangkan dari segmen online. Potensinya tentu terbuka lebar untuk semua negara, termasuk Indonesia.

Pertumbuhan tersebut juga dialami beberapa pemain bisnis di Indonesia. Selain pemain legacy yang sudah disebutkan di awal, Dekoruma [salah satu pemain industri di Indonesia] saat mengumumkan pendanaan seri C1 beberapa bulan lalu juga mengklaim selama 18 bulan terakhir pendapatan telah meningkat 3x lipat. Pandemi jadi berkah tersendiri, karena semakin banyak konsumen yang membutuhkan produk furnitur untuk menunjang kebutuhan WFH.

Dimas Harry Priawan

Rencana dan Target Dekoruma Perluas Lini Bisnis di Tahun 2020

Memasuki akhir tahun 2019, platform jasa desain interior dan konstruksi Dekoruma menyampaikan sejumlah pencapaiannya. Kepada media, Co-Founder & CEO Dekoruma Dimas Harry Priawan menyebutkan, saat ini platformnya telah memiliki sekitar satu juta pengguna aktif dan 500 merchant ritel. Mereka juga telah memiliki Experience Center dan rencananya tahun depan jumlahnya akan ditambah di area Jabodetabek.

Meskipun saat ini fokusnya 70% masih kepada B2C, namun Dekoruma juga terus membuka kemitraan dengan pengembangan rumah atau perusahaan properti di Indonesia.

“Salah satu kerja sama yang telah kami lancarkan adalah dengan Ciputra yang bisa diakses di kanal properti. Meskipun telah memberikan kontribusi yang besar, namun fokus kami masih kepada B2C,” kata Dimas.

Untuk pembayaran paling banyak dipilih oleh pelanggan Dekoruma adalah kartu kredit kemudian transfer bank. Sementara pilihan gratis ongkos kirim masih jadi fitur favorit penarik minat dan akan terus disuguhkan kepada pelanggan.

Dari demografi pengguna yang dimiliki, mereka mengklaim sebanyak 60-70% pengguna berasal dari kalangan perempuan. Hal ini turut disesuaikan pada visi Experience Center, didesain untuk meng-cater target pelanggan dengan gaya khas Dekoruma.

“Jika ditanya apa gaya atau pilihan dari selera dekorasi dan desain rumah, banyak pelanggan yang tidak bisa menjawab. Namun dengan melihat situs dan mengunjungi Experience Center kami biasanya mereka akan mendapatkan inspirasi seperti apa gaya yang sesuai untuk mereka,” kata Dimas.

Tahun 2020 mendatang, perusahaan memastikan untuk melakukan ekspansi di luar Jabodetabek. Kota-kota besar yang disasar di antaranya adalah Surabaya, Medan, Makassar, dan Bali. Rencana ekspansi ini adalah salah satu realisasi perusahaan pasca menerima pendanaan seri B dari Global Digital Niaga (Blibli) dan AddVentures tahun lalu.

Pihaknya juga memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana tahun 2020 mendatang, kendati tidak disebutkan detail waktu dan target perolehannya.

“Memang ada rencana tapi kami belum mulai melakukan penggalangan dana. Namun penjajakan dan pertemuan dengan investor terkait masih terus kita lakukan,” kata Dimas

Teknologi untuk mitra desainer interior

Salah satu lini bisnis yang tengah dijajaki adalah jasa desain interior ruangan yang menyasar kalangan premium. Karena makin besarnya minat dibarengi peningkatan kemampuan finansial dari segmen tersebut untuk membayar jasa desain interior. Saat ini perusahaan tengah mempersiapkan teknologi yang relevan yang bisa dimanfaatkan oleh mereka.

Melalui teknologi ini diharapkan bisa menjembatani kebutuhan pelanggan dengan produk yang tersedia di Dekoruma dan para desainer interior yang tersebar di Jabodetabek.

“Saat ini teknologi tersebut sudah kami terapkan kepada desainer yang bergabung dengan Dekoruma. Rencananya tahun depan teknologi tersebut akan kami luncurkan untuk publik,” kata Dimas.

Application Information Will Show Up Here

Marketplace Pekerja Konstruksi Arsitag Peroleh Pendanaan Awal dari East Ventures

Setiap pekerjaan nampaknya kini perlu marketplace-nya sendiri. Seiring dengan mulai berkembangnya marketplace layanan on-demand, Arsitag mencoba mengakomodasi pasar niche arsitek dan desainer interior dengan layanan yang rencananya bakal diluncurkan akhir bulan ini. Untuk mendanai realisasi ide ini, Arsitag telah mengamankan pendanaan awal dari East Ventures.

Didirikan oleh tiga orang yang pernah tinggal di kawasan San Francisco, Edward Harjanto, Steven Gomedi, dan Michael Gani, Arsitag melihat adanya kesenjangan ketika masyarakat di Indonesia ketika membangun rumah langsung berhubungan dengan kontraktor dan tidak menggunakan jasa arsitek. Diperkirakan hanya 10-15% proyek konstruksi yang menggunakan jasa arsitek. Pun jika menggunakan jasa arsitek biasanya berbasis referensi, karena ternyata menjangkau arsitek, yang cocok dengan selera, tidak mudah.

Disebutkan pada tahun 2014 biaya konstruksi di Indonesia mencapai $100 miliar, atau hampir 10% GDP Indonesia. Para ahli memperkirakan pertumbuhan di sektor ini 50% lebih cepat ketimbang pertumbuhan nilai GDP.

Sasaran utama marketplace ini adalah 15 ribu arsitek dan 3000 desainer interior di Indonesia.

CTO Michael Gani, yang pernah bekerja sebagai Engineer Apple, berkomentar, “Industri konstruksi sangat tradisional – kondisinya tidak teorganisir dan kurang transparan. Sulit dibayangkan, di masa digital ini, referensi menjadi hal paling umum, jika tidak menjadi satu-satunya cara untuk menjangkau profesional di bidang konstruksi. Bahkan dengan begitu, kualitas pekerjaannya tidak terjamin. Aristag ini mengubah ini dan menginginkan pengguna menjelajahi direktori kami dan menemukan profesioanal yang cocok dengan kebutuhannya. Pencarian pintar kami memudahkan pengguna untuk mempersempit pencarian melalui filter praktis, seperti lokasi, gaya, dan lain sebagainya.”

“Arsitag adalah platform jaringan tempat profesional menunjukkan gambar pekerjaan mereka, berkoneksi dan menginspirasi satu dengan yang lain. Di masa mendatang, Arsitag akan memperkenalkan fitur analitik data yang bisa membantu profesional mengefisienkan usaha penjualan dan pemasaran. Kami berharap bisa membantu mereka fokus ke hal yang berarti – desain [itu sendiri],” tambah COO Steven Gomedi.

Managing Partner East Ventures Willson Cuaca, tentang pendanaan ini, menyebutkan, “Kita membangun 400 ribu unit rumah setiap tahun dan Jakarta saat ini memiliki hampir 1000 menara [perkantoran dan apartemen]. Jelas saja ini merupakan kategori besar lain yang perlu ‘diganggu’.”