Tag Archives: Internet Retailing Expo

Visi Teknologi GoToMalls Optimalkan Kecerdasan Buatan dan Perangkat Pintar

Di rangkaian acara Internet Retailing Expo yang diadakan pada 24 dan 25 Januari 2018 lalu, GoToMalls berkesempatan menjadi salah satu pemateri dalam sesi bertajuk “Transforming Indonesia’s Retail Landscape”. Dalam kesempatan tersebut, Bruno Zysman, CEO Dominopos Pte Ltd, perusahaan teknologi berbasis di Singapura yang mengembangkan platform GoToMalls di Indonesia, mengemukakan pentingnya perusahaan ritel saat ini memanfaatkan teknologi pintar, seperti Artificial Intelligence.

Guna memberikan gambaran secara lebih riil, di kesempatan tersebut GoToMalls mendemokan beberapa fitur terbaru, di antaranya targeted profile dan geo-location yang dimanfaatkan untuk mengenali lokasi dan perilaku pengguna secara real-time. Beberapa keluaran dari penerapan teknologi lain turut dipamerkan, di antaranya Chatbot, Augmented Reality, Virtual Reality dan Artificial Intelligence yang kini tengah dipersiapkan untuk menambah pengalaman virtual pengguna yang lebih kaya di GoToMalls.

GoToMalls mencoba menyajikan berbagai informasi dan pembaruan seputar gerai dan acara di pusat perbelanjaan di wilayah sekitar pengguna. Bisnis GoToMalls memfokuskan pada model Online to Offline (O2O), diharapkan dapat membawa gerai ritel yang sudah ada sebelumnya mampu berkompetisi dengan e-commerce.

Teknologi dibutuhkan untuk membuat layanan menjadi lebih personal

Bruno mengungkapkan alasan mengapa teknologi seperti chatbot patut diperhitungkan para pengusaha. Di masa sekarang ini, konsumen cenderung mencari informasi dan komunikasi yang lebih personal, yang akhirnya mendorong pelaku industri ritel untuk tetap bergerak dan beradaptasi guna memberikan informasi yang sesuai dengan preferensi calon konsumen.

Dari beberapa pembaruan yang telah didemokan, layanan chatbot di platform Facebook Messenger menjadi fitur yang akan segera diluncurkan di platform GoToMalls. Fitur tersebut ditujukan untuk memudahkan konsumen dalam mendapatkan ragam informasi di dalam GoToMalls melalui tampilan antar muka yang sederhana dan mudah digunakan karena mampu berkomunikasi dengan bahasa asli pengguna.

Layanan tersebut juga akan dibumbui dengan fitur AI untuk menangkap dan mempelajari pola perilaku konsumen, yang kemudian akan mengolah informasi  dan memberikan penawaran yang sesuai dengan preferensi personal pengguna.

Visi teknologi selanjutnya bersama smart lifestyle device

Mulai maraknya smart lifestyle device (perangkat gaya hidup pintar) yang diterapkan di rumah modern seperti Google Home atau Amazon Echo turut menjadi pembahasan dalam sesi GoToMalls. Visi teknologi mereka membawa fitur Augmented Reality dan Virtual Reality untuk dikombinasikan ke dalam perangkat-perangkat tersebut. Hasil akhir yang diharapkan konsumen dapat dengan mudah menjelajah dan mencari produk melalui penawaran dan promosi produk di GoToMalls, bahkan mencoba memasang secara virtual apakah produk tersebut cocok dengan mereka.

Teknologi Augmented Reality akan menampilkan sederet penawaran dan promosi ketika konsumen menunjuk sebuah gerai di dalam mall. Melalui teknologi ini konsumen diajak untuk menjelajah mall dan gerai-gerai ritel yang ada di dalamnya secara real time-virtual.

“Kami ingin membangun sebuah pengalaman berbelanja offline yang efektif dan efisien. Kami pun sangat optimis bahwa fitur-fitur yang kami persiapkan tersebut akan menarik konsumen untuk berkunjung kembali ke mall dan pusat perbelanjaan. Pedagang ritel akan menikmati keuntungan dengan memanfaatkan teknologi ini, mendorong konsumen untuk berbelanja dengan mengiklankan produk mereka melalui GoToMalls,” lanjut Bruno.

Merujuk pada data terbaru yang disampaikan, saat ini GoToMalls telah merangkum informasi dari 410 mall dan pusat perbelanjaan, lebih dari 7400 merek dan lebih 28000 gerai di seluruh kota besar di Indonesia.

Miskonsepsi tentang Omnichannel

Dalam diskusi panel yang diadakan pada hari kedua Internet Retailing Expo (IRX) Indonesia 2017 beberapa hari yang lalu, ada pernyataan yang menarik yang disampaikan oleh CEO aCommerce Hadi Kuncoro dalam diskusi bertemakan kesiapan Indonesia dalam menyambut omnichannel di masa depan.

Hadi mengungkapkan industri e-commerce di Indonesia masih jauh dari layanan omnichannel, meski sudah ada beberapa pemain e-commerce yang menyatakan bahwa mereka fokus ke model bisnis omnichannel.

Menurut dia, model bisnis yang mereka jalani justru termasuk ke dalam pengertian multichannel. Menurut pemahaman Hadi, omnichannel memiliki basis utama kepuasan konsumen sebagai tolak ukurnya.

Dia menitikberatkan perbedaan kepuasan pelanggan saat belanja online tetapi harus mengambil barang secara offline dengan mendatangi toko ritel dari e-commerce bersangkutan. Kemudian membandingkan lagi dengan konsumen yang masuk ke toko ritel untuk berbelanja secara konvensional, setelah transaksi selesai konsumen keluar dari toko dengan menenteng barang belanjaan.

“Misal orang mau beli sepatu di toko, tapi tidak ada stoknya. Lalu, ketika dicek di toko online ada. Ngapain dia ke toko? Ini kan jadinya toko online sebagai alternatif. Baru bisa disebut omnichannel kalau konsumen datang ke toko dan online dapat experience yang sama. Ada miskonsepsi di sini yang harus diperbaiki” terang Hadi.

Hadi melanjutkan, seharusnya omnichannel itu bila diibaratkan ketika konsumen berbelanja di berbagai platform, tingkat kepuasannya harus sama. Baik dari sisi diskon, pengalaman, pembayaran, hingga pengiriman. Menurut dia, perjalanan menuju omnichannel itu berawal dari multichannel.

Pun demikian, Hadi juga tidak bisa memprediksi kapan Indonesia sudah siap memasuki omnichannel. Pasalnya, konsep multichannel saja baru-baru ini masuk Indonesia.

“Menurut saya belum ada [pemain e-commerce yang benar-benar implementasi omnichannel dengan baik di Indonesia]. Secara ekosistemnya saja masih jauh, Indonesia baru masuk tahap multichannel. Tapi apakah dari tahap ini bisa mengarah ke omnichannel? Bisa, tetapi setelah kepuasan pelanggan puas di manapun belanjanya.”

Hadi lebih menyukai untuk menyebut konsep yang saat ini dibilang omnichannel sebagai multichannel. aCommerce pun menyesuaikan diri dengan beberapa perusahaan e-commerce yang menyatakan diri sebagai pemain omnichannel, di mana kebetulan adalah klien perusahaan.

Program loyalitas adalah contoh omnichannel

Menurut pandangan Hadi, saat ini di Indonesia yang baru bisa disebut sebagai omnichannel adalah barang tak beraset. Salah satu contoh terdekatnya adalah program loyalitas.

Konsepnya konsumen belanja dari platform manapun, baik itu online dan offline, mereka akan tetap mendapat keuntungan yang sama saat menukarkan poinnya dalam bentuk online atau offline.

“Non aset itu bisa jadi lebih duluan disebut omnichannel karena kan yang aset itu ada inventory, jadinya lebih susah. Program loyalitas itu tools-nya sama, experience-nya sama, sehingga bisa disebut sebagai omnichannel. Tapi kan yang namanya omnichannel itu experience-nya dalam cakupan yang luas.”

Menelaah omnichannel vs multichannel

Menurut pandangan saya, apa yang dikatakan Hadi mungkin ada benarnya tapi juga mungkin ada tidaknya. Mengacu pada pengertian omnichannel yang disebut TechTarget, adalah pendekatan multichannel yang berusaha menyediakan berbagai layanan kepada pelanggan dengan mengutamakan kepuasan berbelanja, entah mereka berbelanja lewat desktop, perangkat mobile, telepon, atau datang ke toko offline.

Yang membedakan antara kepuasan konsumen omnichannel dengan multichannel adalah ada integrasi yang nyata dari front end sampai back end demi menciptakan kepuasan yang sama.

(Sumber: Kana)
(Sumber: Kana)

Apa yang dituliskan TechTarget, senada dengan pernyataan yang saya temukan dari HubSpot. Mereka bilang, pada intinya omnichannel itu adalah defisini dari pendekatan penjualan multichannel yang menyediakan pengalaman belanja yang terintegrasi.

Konsumen dapat berbelanja online dari desktop, perangkat mobile, telepon, atau toko dengan proses yang mulus. Menurut HubSpot, yang membedakan antara pengalaman omnichannel dengan multichannel terletak di kedalaman integrasi.

Semua pengalaman omnichannel akan menggunakan multiple channel, tapi tidak semua multichannel tergolong omnichannel. Jika Anda memiliki strategi pemasaran mobile yang baik, terlibat kampanye media sosial, dan situs web yang dirancang dengan baik. Namun tidak dapat bekerja sama satu sama lainnya, itu bukan omnichannel.

HubSpot menyampaikan, banyak perusahaan yang sangat terfokus pada peningkatan pengalaman multichannel dengan berinvestasi di situs, blog, atau media sosial. Mereka menggunakan platform tersebut untuk berhubungan dengan pelanggan. Tapi banyak kasus menunjukkan bahwa konsumen masih mengalami pengalaman yang kurang seamless dan konsisten.

Padahal, pendekatan secara omnichannel ini menjadi jalan untuk berinteraksi antara perusahaan dengan konsumen. Semangat yang ingin disampaikan dari omnichannel adalah memberikan pengalaman yang terintegrasi.

Menurut HubSpot, ada beberapa perusahaan yang menghadirkan konsep omnichannel dengan tepat. Misalnya Disney, Virgin Atlantic, Bank of America, Oasis, REI, Starbucks, dan Chipotle.

Dalam praktiknya, Starbucks memberikan kartu reward gratis setiap kali konsumen berbelanja di sana. Bedanya dengan program loyalitas konvensional lainnya, Starbucks memberikan akses kepada konsumen untuk mengakses kartu reward tersebut via handphone, situs, toko, dan dalam aplikasi.

Setiap ada transaksi dengan kartu tersebut, Anda secara otomatis akan mendapat notifikasi secara real time dari berbagai channel.

Ketua Umum Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) Aulia E Marinto menyampaikan pihaknya tidak dalam hal menyanggah apa yang disampaikan oleh Hadi. Sejatinya konsep omnichannel itu adalah hal yang baru di Indonesia sehingga tingkat kesuksesannya belum bisa dibuktikan.

Menurut dia, omnichannel itu adalah kombinasi dari praktik model bisnis online to offline (O2O). Dari yang ada sekarang, sambungnya, praktik omnichannel biasanya dilakukan oleh peritel offline yang sudah memiliki banyak gerai.

“Sah sah saja [berpendapat kontra] karena memang pada kenyataannya praktik omnichannel belum semasif channel biasa. Ini kan bagian dari inovasi yang akan terjadi di masa depan, bagaimana shopping journey bisa lebih seamless dengan menggabungkan pengalaman belanja online dan offline jadi satu, itu tantangannya. Karena muncul tantangan, jadinya timbul inovasi,” ucap Aulia.


Disclosure: DailySocial adalah media partner Internet Retailing Expo Indonesia 2017

Internet Retailing Expo Indonesia Suguhkan Pagelaran Akbar Bagi Pebisnis Ritel

Internet Retailing Expo (IRX) Indonesia merupakan sebuah pagelaran akbar bagi bisnis marketplace, multi-channel retailer dan online retailer untuk saling bertemu dengan supplier dan belajar melalui berbagai sesi berbagi pengetahuan dan praktik terbaik dari para pelaku dan pakar industri terkait. IRX Indonesia ajak diselenggarakan pada 18-19 Januari 2017 di Pullman Jakarta Central Park. Setidaknya akan menghadirkan 80 pembicara terbaik di masing-masing bidang, 1500 retailer dan diikuti oleh lebih dari 2000 peserta.

Para pemateri akan berbagi sesi konferensi, workshop dan klinik yang diselenggarakan, dengan beberapa tema besar di antaranya Connected Store of the Future, Payments & Security, Insight & Experience, Digital Sales & Marketing, Digital Merchandising, dan Multichannel Operations & Fulfilment. Di luar sesi konferensi, Expo akan dimeriahkan dengan pameran yang akan diikuti oleh penyedia solusi terkemuka di bidang infrastruktur dan inovator digital, penyedia layanan digital payment dan masih banyak lagi.

Secara garis besar kegiatan konferensi dibagi menjadi 6 track, berikut daftarnya:

  • The Connected Store of the Future; sesi ini akan menyoroti teknologi, terobosan dan strategi dalam mendorong transformasi penjualan/toko digital. Sesi bagi retailer yang ingin mendapatkan berbagai wawasan tentang cara pembeli terhubung ke sebuah platform online dan perilakunya dalam platform tersebut. CEO Go-Jek, Business Director L’Oreal Paris Indonesia dan beberapa lainnya akan mengisi sesi ini.
  • Payments & Security; membahas tentang kemampuan dan efektivitas dari sistem pembayaran modern, dan peluang apa saja yang dapat diraih oleh retailer untuk menumbuhkan skala dan profitabilitasnya. Beberapa pakar dari Telkom dan praktisi lainnya akan mengisi sesi ini.
  • Insght and Experience; sesi ini akan mengeksplorasi praktik terbaik untuk menjembatani kesenjangan antara dunia fisik dan digital untuk pengalaman pelanggan yang mengesankan. Pemateri dari Damn! I Love Indonesia dan beberapa pelaku e-commerce lainnya akan mengisi sesi ini.
  • Multichannel Operations and Fulfilment; Cari tahu bagaimana retailer dapat mengelola tantangan operasional untuk memastikan pengiriman secara cepat dan efisien. Pemateri dari Ralali, PT MAP Active akan meramaikan sesi ini.
  • Digital Sales & Marketing; bagaimana membangun budaya customer-centric dan memberikan pengalaman pelanggan yang lebih menarik dengan pemasaran digital.
  • Digital Merchandising; membuka strategi dalam memenangkan bisnis baru dengan memfokuskan pada konversi pelanggan dan meningkatkan penjualan online. Pemateri dari Blibli, Bobobobo dan beberapa lainnya akan mengisi panggung di sesi ini.

Bagi para pelaku startup dan pelajar juga akan ada beberapa sesi yang bisa diikuti, mulai dari Small Medium Business Seminar, CEO Panel Discussion, E-Commerce Clinic, E-Comemrce University hingga sesi Startup Innovation.

Dan jika Anda ingin mengetahui tentang tren multi-channel terkini dan praktik terbaik dalam memaksimalkan peluang digital di Indonesia, maka acara ini menjadi pilihan terbaik. Selain itu di beberapa sesi (termasuk pameran) akan memperlihatkan pemanfaatan teknologi terkini seperti Virtual Reality, inovasi startup di bidang fintech dan optimasi layanan cloud.

Info lebih lanjut dan registrasi acara Internet Retailing Expo Indonesia bisa mengunjungi http://www.internetretailingexpo-asia.com.


Disclosure: DailySocial adalah media partner acara Internet Retailing Expo  Indonesia 2017.