Setipis dan seringan apapun sebuah laptop, tentu tidak akan bisa menyamai portabilitas yang ditawarkan sebuah tablet. Kecuali Anda betul-betul sering mengetik, menggunakan tablet selama WFH atau SFH semestinya bakal terasa lebih praktis.
Apalagi jika ternyata Anda lebih suka corat-coret menggunakan tangan, kombinasi tablet dan stylus bakal terdengar lebih masuk akal ketimbang laptop. Kabar baiknya, konsumen kini punya semakin banyak opsi tablet plus stylus di pasaran.
Di artikel ini, saya telah merangkum lima tablet dengan stylus untuk WFH dan SFH yang dapat dibeli di Indonesia. Pada beberapa model, stylus-nya harus dibeli secara terpisah.
1. Samsung Galaxy Tab S7 FE 5G
Bagi yang memiliki modal 9,5 juta rupiah, Anda bisa melirik tablet besutan Samsung yang satu ini. Paket penjualannya sudah mencakup sebuah stylus, dan stylus-nya pun bukan sembarangan, melainkan yang memiliki 4.096 tingkatan sensitivitas tekanan dan latensi kurang dari 30 milidetik. Saat sedang tidak digunakan, stylus-nya dapat ditempelkan secara magnetis ke sisi belakang tablet demi memudahkan penyimpanan.
Tab S7 FE mengemas layar 12,4 inci dengan resolusi 2560 x 1600. Performanya ditunjang oleh chipset Qualcomm Snapdragon 750G, RAM 6 GB, serta penyimpanan internal sebesar 128 GB (plus slot kartu microSD). Di angka 10.090 mAh, kapasitas baterainya tergolong cukup besar. Semuanya dikemas dalam bodi setipis 6,3 mm dan seringan 608 gram.
Baru dirilis pada bulan Agustus kemarin, Huawei MatePad 11 menawarkan keseimbangan yang apik antara harga dan spesifikasi. Dengan banderol hanya Rp7.299.000, ia sudah bisa menawarkan performa sekelas smartphone flagship berkat penggunaan chipset Snapdragon 865, tidak ketinggalan pula layar dengan refresh rate 120 Hz.
Layarnya sendiri merupakan panel IPS 10,95 inci dengan resolusi 2560 x 1600. Melengkapi spesifikasinya adalah RAM 6 GB, storage internal 128 GB (plus slot microSD), serta baterai 7.250 mAh. Fisiknya tercatat memiliki tebal 7,25 mm dan berat cuma 485 gram. Sayang, stylus-nya harus ditebus secara terpisah seharga Rp1.299.000.
Paling gres di antara yang lain, Xiaomi Pad 5 juga merupakan yang paling agresif soal harga (tipikal Xiaomi). Tablet ini akan segera dijual dengan harga cuma Rp4.999.000, tapi spesifikasinya sudah mencakup chipset Snapdragon 860 yang terbukti kencang, plus layar 120 Hz. Untuk panelnya, Xiaomi menggunakan jenis IPS dengan ukuran 11 inci dan resolusi 2560 x 1600.
Xiaomi Pad 5 datang membawa RAM 6 GB, kapasitas penyimpanan internal sebesar 256 GB (tanpa slot microSD), dan baterai 8.720 mAh. Tebal bodinya cuma 6,85 mm, dan bobotnya 511 gram. Sesuai kriteria, Xiaomi Pad 5 juga didampingi sebuah stylus, akan tetapi stylus-nya ini Xiaomi jual secara terpisah, dan sejauh ini belum ada info seputar harganya. Satu hal yang pasti, stylus tersebut dapat ditempelkan secara magnetis ke samping tablet untuk disimpan sekaligus di-charge.
Pembahasan mengenai tablet tidak akan lengkap tanpa menyinggung iPad, dan kebetulan Apple baru saja merilis generasi terbarunya. iPad generasi ke-9 ini memang belum masuk secara resmi ke pasar Indonesia, tapi yang pasti ia nanti bakal jadi opsi termurah dari seluruh lineup iPad yang tersedia. Jadi alangkah bijaknya apabila Anda menunggu sampai versi yang terbaru hadir ketimbang membeli yang lama. Dengan banderol mulai $329, iPad generasi ke-9 semestinya akan dijual di kisaran 5-6 jutaan rupiah.
Seperti generasi sebelumnya, iPad terbaru ini hadir dengan layar IPS 10,2 inci dengan resolusi 2160 x 1620. Yang berbeda, performanya kini lebih gegas berkat chip A13 Bionic, dan varian termurahnya kini hadir dengan penyimpanan 64 GB ketimbang 32 GB. Juga tidak berubah adalah kompatibilitas dengan Apple Pencil, tapi cuma generasi yang pertama yang dihargai Rp1.999.000.
5. Lenovo Yoga Duet 7i
Bagi yang tidak bisa lepas dari ekosistem Windows — mungkin karena aplikasi yang dipakai bekerja cuma tersedia di perangkat desktop — maka Lenovo Yoga Duet 7i bisa jadi pilihan. Perangkat ini merupakan sebuah tablet tulen, sebab ketimbang mengandalkan engsel 360 derajat, layarnya memang bisa dicopot dari keyboard-nya. Panel yang digunakan adalah IPS 13 inci dengan resolusi 2160 x 1350.
Dapur pacunya mencakup prosesor terbaru Intel Core i7-1165G7 dengan 4-core dan 8-thread, serta GPU Intel Iris Xe yang mumpuni. RAM 16 GB melengkapi spesifikasinya, demikian pula SSD NVMe berkapasitas 1 TB. Storage-nya masih bisa ditambah lagi dengan menjejalkan kartu microSD, tapi RAM-nya tidak bisa ditambah.
Di harga Rp21.499.000, perangkat ini jelas tidak murah, tapi ia merupakan opsi ideal bagi pengguna yang mendambakan pengalaman persis laptop dalam wujud tablet, apalagi mengingat paket penjualannya sudah mencakup sebuah stylus. Sebenarnya ada varian yang lebih murah (selisih 3,6 juta rupiah), tapi berhubung RAM-nya disolder dan tidak bisa ditambah, saya lebih menyarankan varian teratasnya ini.
Pada Apple Event tahun ini, Apple memperkenalkan iPhone 13, iPhone 13 Pro, iPad 9 dan iPad mini baru, serta Apple Watch Series 7. Tentu saja iPhone 13 menjadi sorotan utama, namun kejutan terbesar di acara tersebut ialah iPad mini yang benar-benar baru.
Sudah sekitar dua setengah tahun sejak Apple merilis iPad mini 5 (2019), akhirnya iPad mini membawa desain baru ‘all‑screen‘ seperti iPad Air dan iPad Pro. Selamat tinggal bezel layar tebal dan tombol home ikonik yang menghiasi bagian bawah layar, iPad mini terbaru memiliki bezel sekeliling layar yang tipis dengan sudut membulat.
Berkat desain all-screen, Apple dapat menjejalkan layar Liquid Retina lebih besar 8,3 inci sambil mempertahankan dimensi bodi ultra-portable yang sama. Layarnya menggunakan panel IPS beresolusi 2266×1488 piksel yang menghasilkan kerapatan 326 ppi dengan reflektifitas rendah. Dilengkapi teknologi True Tone, tingkat kecerahan 500 nit, dan mendukung P3 wide color gamut.
Lokasi sensor Touch ID dipindahkan ke sisi atas sebelah kanan, bersama tombol volume di sisi atas sebelah kiri. Tablet ini juga memiliki dua mikrofon, speaker stereo di sisi atas dan bawah, port USB type-C, dan magnetic connector untuk mengisi daya Apple Pencil generasi ke-2.
Fitur baru Center Stage juga hadir di iPad mini baru bersama kamera depan baru 12MP ultra-wide. Singkatnya lewat fitur ini memungkinkan pengguna tetap berada di posisi tengah saat panggilan video, kamera akan secara otomatis bergerak agar pengguna tetap berada di dalam frame.
Pembaruan penting lainnya ialah chip A15 Bionic baru. Dengan CPU 6-core yang menghadirkan lompatan performa 40 persen lebih cepat, GPU 5-core dengan peningkatan performa grafis 80 persen, dan Neural Engine 16-core yang dapat mengolah tugas machine learning 2x lebih cepat daripada generasi sebelumnya.
iPad 10.2 (2021)
Model paling dasar dari iPad ini masih datang dengan desain dan ukuran layar yang sama seperti pendahulunya. Artinya ia tetap kompatibel dengan berbagai aksesori yang sudah tersedia untuk iPad 10.2 generasi sebelumnya termasuk dukungan Apple Pencil generasi pertama.
Pembaruan kali ini, tablet entry-level Apple generasi ke-9 kebagian fitur True Tone yang dapat menyesuaikan warna dan intensitas layar secara otomatis agar sesuai dengan pencahayaan di sekitar sehingga lebih nyaman saat digunakan. Kamera depan juga ditingkatkan menjadi 12MP Ultra Wide dilengkapi dengan fitur Center Stage sama seperti iPad mini baru.
Selain itu, iPad 10.2 (2021) kini ditenagai chip A13 Bionic dengan Neural Engine yang menghadirkan peningkatan performa 20 persen dari generasi sebelumnya. Apple juga akhirnya meningkatkan kapasitas penyimpanan internal dasar menjadi 64GB.
Harga iPad 10.2 (2021) dimulai dari US$329 (Rp4,6 jutaan) untuk model WiFi only dan mulai dari US$459 (Rp6,5 jutaan) untuk versi seluler. Sementara, untuk iPad mini baru dibanderol mulai dari US$499 (Rp7,1 jutaan) untuk model WiFi only dan mulai dari US$649 (Rp9,2 jutaan) untuk versi 5G.
Apple Watch Series 7
Smartwatch terbaru Apple ini menampilkan retina display 20% lebih besar dalam ukuran yang tak jauh berbeda dan punya mode always-on screen kini 70% lebih terang. Apple meningkatkan rasio layar dengan bezel lebih tipis yakni 1,7mm, border tersebut 40% lebih ramping daripada Apple Watch Series 6.
Apple menyempurnakan desain Watch Series 7 dengan sudut yang lebih lembut dan lebih membulat. Serta, menggunakan cover dari kaca yang lebih tahan terhadap retak. Bodinya mengantongi sertifikasi IP6X sehingga mampu bertahan di lingkungan yang berdebu dan ketahanan air WR50.
Layar yang lebih besar juga dioptimalkan dengan user interface baru, yang menawarkan keterbacaan dan kemudahan pengoperasian yang lebih baik. Notifikasi dapat menampilkan lebih banyak teks dan kini dilengkapi keyboard QWERTY untuk menjawab pesan.
Selain perubahan desain, Watch Series 7 dan Series 6 masih berbagi spesifikasi yang identik, termasuk dari sensor dan prosesor. Jam tangan pintar ini juga menawarkan daya tahan baterai hingga 18 jam, dengan pengisian daya melalui USB tipe-C yang 33 persen lebih cepat. Harga Apple Watch Series 7 akan dibanderol mulai US$399 (Rp5,6 jutaan).
Your next computer is not a computer, begitulah Apple mendeskripsikan iPad pada video iklan terbarunya di YouTube. Ya, seperti yang kita ketahui iPad semakin powerful dengan chip M1 yang menghadirkan lompatan performa yang benar-benar signifikan.
Saat dipadukan dengan aksesori Magic Keyboard dan Apple Pencil, saya setuju dengan Apple dan sangat tertarik bekerja dengan iPad selayaknya komputer tetapi bagi saya jelas bukan komputer utama atau satu-satunya. Apple jelas menahan diri dalam mengembangkan iPadOS dan masih mempertahankan keterbatasan iPad untuk melindungi MacOS atau sistem operasi komputer yang sebenarnya dari Apple. Lalu, bagaimana pangsa pasar iPad saat ini?
Menurut laporan terbaru dari Counterpoint memperlihatkan bahwa pangsa pasar tablet secara global iPad telah tumbuh sebesar 53% dari tahun ke tahun di Q1 2021 dengan total pangsa pasar 37%. Pada kuartal yang sama tahun sebelumnya iPad menguasai 30% dari pangsa pasar.
Laporan tersebut menyebutkan bahwa Apple dan Samsung sama-sama diuntungkan pada tahun 2020 dari penurunan persaingan pasar tablet. Keduanya secara agresif merilis dan mempromosikan model-model baru, sementara produsen lain tidak lagi merilis tablet baru. Tablet Samsung yakni Galaxy Tab S7 dan S7+ juga menjadi lawan tangguh bagi iPad Pro.
Apple menjual 33% lebih banyak unit iPad di seluruh dunia pada tahun 2020 dibandingkan tahun 2019 dan terus memimpin pasar, memperluas pangsanya menjadi 37% pada Q1 2021. Apple tumbuh di semua wilayah utama, terutama di Jepang, di mana penjualannya terus mencapai titik tertinggi sepanjang masa.
Bagan di atas menunjukkan bahwa pangsa pasar Samsung, Lenovo, dan Samsung semuanya tumbuh dari Q1 2020. Pangsa Huawei turun dari 11% di Q1 2020 menjadi hanya 5% di Q1 2021. Merek lainnya pangsa pasar gabungan turun 10%.
Meskipun model dasar iPad merupakan sebagian besar penjualan tablet Apple, Analis Senior Counterpoint Liz Lee menjelaskan bahwa semua model di seluruh jajaran iPad berkinerja baik. Model dasar iPad terdiri 56% dari seluruh penjualan iPad di Q1 2021, sementara iPad Air 4 dan model Pro masing-masing terdiri dari 19% dan 18%. Hasilnya iPad 8 menjadi model terlaris sedangkan iPad Air 4 peringkat kedua.
Saat ini semua tablet baru Apple sudah tersedia di Indonesia secara lengkap, termasuk yang paling fresh yakni iPad Air 4 dan iPad 8. Buat yang berencana membeli iPad untuk meningkatkan produktivitas selama bekerja dari rumah, apa saja pertimbangan yang perlu diperhatikan?
1. Jenis iPad
Total ada empat keluarga utama di iPad, model paling dasar dan terjangkau ialah iPad original yang telah sampai pada generasi ke-8. Di iBox, iPad 8 dengan penyimpanan 32GB WiFi dibanderol Rp6.299.000, harganya tidak murah-murah amat tetapi sangat pantas.
Kemudian ada keluarga iPad mini yang ada di generasi ke-5, terus terang ini tablet incaran saya karena ukurannya ringkas. Namun saya masih mempertimbangkan desain lamanya, terlihat lawas dengan bezel atas dan bawah sangat tebal. Di iBox, iPad mini 5 64GB WiFi dijual Rp7.699.000 dan saya memilih untuk menantikan penerusnya, rumornya generasi berikutnya bakal hadir dengan desain baru.
Selanjutnya iPad Air yang kini berada di generasi ke-4, tablet semi profesional yang mendekati kemampuan iPad Pro. Dibanderol mulai dari Rp11.099.000 untuk versi 64GB WiFi, tablet ini sangat ideal untuk bekerja karena sudah didukung Magic Keyboard dan Apple Pencil generasi ke-2.
Posisi puncak, tablet paling canggih dari Apple ialah iPad Pro dan yang terbaru generasi ke-4 dibanderol mulai dari Rp14.999.000 untuk versi 11 inci 128GB WiFi. Menurut saya tablet ini adalah laptop replapcement, chipset Apple A12Z Bionic di dalamnya sangat powerful bahkan untuk tugas-tugas kreatif seperti mengedit foto dan video beresolusi 4K.
2. Port & Aksesori
Selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah jenis port dan dukungan aksesorinya. Untuk iPad 8 dan iPad mini 5 masih menggunakan port lightning serta mendukung Apple Pencil generasi ke-1. Khusus iPad 8 memiliki magnetic connector dan mendukung Smart Keyboard.
Sementara, port yang digunakan oleh iPad Air 4 dan iPad Pro 4 sudah berjenis USB Type-C dan memiliki magnetic connector. Keduanya juga sudah mendukung Apple Pencil generasi ke-2 dengan pengisian daya nirkabel dan menempel secara magnetis, serta mendukung Smart Keyboard Folio dan Magic Keyboard yang turut dilengkapi touchpad.
3. Desain & Layar
iPad 8 dan iPad mini 5 masih terjebak pada desain lama, dengan dagu dan dahi terbilang tebal. Keduanya juga masih punya tombol home di depan yang terintegrasi dengan Touch ID.
Sementara iPad Air 4 dan iPad Pro 4 sudah mengemas desain baru yang lebih kekinian dengan bezel tipis. Untuk sistem keamanan biometriknya, iPad Air masih mengandalkan Touch ID tetapi letaknya di atas. Sedangkan, iPad Pro 4 menggunakan Face ID.
Untuk ukuran layar, iPad mini 5 yang paling kecil yakni 7,9 inci. Kemudian iPad 8 berukuran 10,2 inci dan 10,9 inci untuk iPad Air 4. Sedangkan, iPad Pro 4 tersedia dalam dua ukuran yaitu 11 inci dan 12,9 inci.
4. Kapasitas Penyimpanan
Apple masih membekali iPad 8 dengan penyimpanan dasar 32GB, idealnya lebih baik pilih kapasitas 128GB, meskipun selisih harganya lumayan. Kalau terpaksa harus pilih model 32GB, apakah cukup untuk tahun 2021 nanti? Yang pasti dapat membatasi kemampuannya dan skenario penggunaan, meski sangat pas-pasan tetapi mungkin juga akan baik-baik saja.
Asalkan kita harus rajin bersih-bersih file dan bijak dalam menginstal aplikasi. Simpan semua file di cloud storage, menikmati musik dan video dengan streaming, alokasikan semua penyimpanan untuk aplikasi.
Lalu untuk konektivitas, dengan mengandalkan fitur mobile hotspot di smartphone harusnya model WiFi sudah cukup. Kecuali bila Anda berniat menggantikan smartphone dengan iPad saja.
5. iPad vs Laptop
iPad semakin nyaman digunakan untuk bekerja, ukurannya lebih portabel, dan sangat menyenangkan saat digunakan. Namun untuk bekerja, menurut saya iPad masih merupakan perangkat sekunder dan belum dapat menggantikan laptop.
Jadi, bila Anda mempertimbangkan iPad untuk menunjang pekerjaan – maka pastikan Anda sudah memiliki laptop yang sudah memenuhi kebutuhan. Karena harga iPad 8 yang merupakan model paling terjangkau pun harganya tidak bisa dikatakan murah, dengan kisaran harga yang sama Anda bisa mendapatkan laptop entry-level dengan prosesor AMD Ryzen 3 atau Intel i3.
Bagi sebagian orang, bekerja akan terasa jauh lebih mudah ketika ada dua layar di hadapannya. Setup komputer dengan dua monitor memang sudah sangat umum di lingkungan perkantoran, tapi saat sebagian besar dari kita harus bekerja dari kediaman masing-masing seperti sekarang, semestinya ada solusi yang lebih praktis dari itu.
Di rumah, Anda mungkin tidak punya dua monitor, melainkan hanya sebuah laptop dan iPad. Kabar baiknya, kedua perangkat itu bisa disulap menjadi setup dual-monitor dengan mudah. Selain opsi berbasis software, ada juga yang berbasis hardware seperti perangkat bernama Luna Display berikut ini.
Namanya memang agak menipu, sebab Luna Display sebenarnya merupakan sebuah dongle USB-C. Cara menggunakannya sangatlah mudah: cukup tancapkan Luna ke laptop, lalu buka aplikasi pendampingnya di iPad. Asalkan laptop dan iPad terhubung ke jaringan Wi-Fi yang sama, seketika itu juga iPad langsung beralih fungsi menjadi layar kedua buat laptop-nya. Syarat lainnya: pastikan laptop Anda menjalankan sistem operasi Windows 10 64-bit, bukan lainnya.
Selama menjadi layar kedua, iPad masih bisa dioperasikan dengan sentuhan seperti biasa. Kalau perlu, pengguna bahkan tetap bisa memakai Apple Pencil, dan fitur pressure sensitivity-nya tetap bisa bekerja secara normal.
Pengguna juga tidak perlu khawatir koneksi nirkabel bakal berpengaruh terhadap performa atau kualitas visual yang disajikan iPad sebagai layar kedua, sebab Luna memakai teknologi kompresi video yang dikembangkan sendiri. Alhasil, latency-nya bisa ditekan sampai serendah 16 milidetik, memastikan kinerja keseluruhan yang lebih responsif.
Seandainya tidak ada Wi-Fi, Luna tetap bisa digunakan dengan bantuan kabel USB; pasangkan Luna ke laptop seperti biasa, tapi kemudian jangan lupa juga untuk menyambungkan iPad ke laptop via kabel. Alternatifnya, Luna Display juga tersedia dalam varian HDMI buat yang laptop-nya belum dilengkapi USB-C.
Saat ini Luna Display sedang dipasarkan melalui situs crowdfunding Kickstarter. Harga retail-nya dipatok $80, tapi selama masa early bird, konsumen bisa mendapatkannya seharga $49 saja (plus $9 sebagai ongkos kirim ke Indonesia).
Oh iya, Anda juga tak perlu khawatir produk ini bakal tidak ada juntrungannya seperti ‘penyakit’ produk crowdfunded pada umumnya, sebab rekam jejak pengembangnya cukup terjamin. Pada kenyataannya, tiga tahun lalu pengembangnya sempat meluncurkan kampanye crowdfunding untuk produk bernama sama tapi yang ditujukan untuk pengguna MacBook, dan yang masih mereka produksi sampai sekarang.
Sekitar 1,5 tahun yang lalu, Apple memutuskan untuk menghidupkan kembali iPad Air setelah sempat memensiunkannya sejenak. Tahun ini, iPad Air malah sudah di-upgrade lebih jauh lagi, dan seperti yang bisa kita lihat, desainnya bahkan sudah mengikuti seri iPad Pro yang tidak dilengkapi tombol Home.
Absennya tombol Home pada iPad Air generasi keempat ini memungkinkan layarnya untuk lebih melar lagi. Jadi meskipun dimensinya sama seperti yang dirilis 1,5 tahun lalu, ukuran layarnya lebih besar di angka 10,9 inci. Tebalnya sama persis di angka 6,1 mm, dan bobotnya pun cukup identik di kisaran 460 gram.
Layarnya sendiri merupakan panel IPS dengan resolusi 2360 x 1640 pixel. Satu hal yang perlu diingat adalah, refresh rate-nya cuma 60 Hz, bukan 120 Hz seperti yang iPad Pro tawarkan. Kabar baiknya, iPad Air anyar ini kompatibel dengan Apple Pencil generasi kedua, dan ini penting mengingat iPadOS 14 memperkenalkan sejumlah pembaruan yang signifikan terkait fungsi stylus berharga mahal tersebut.
Satu perbedaan lain yang tidak kalah drastis adalah, iPad Air tidak dilengkapi teknologi Face ID. Kamera depannya adalah kamera 7 megapixel biasa tanpa dampingan sensor-sensor canggih. Sebagai gantinya, iPad Air tetap mengandalkan Touch ID, akan tetapi yang sudah berpindah posisinya ke tombol power di sisi atas.
Namun kalau ditanya apa bagian yang paling menarik dari iPad Air generasi keempat, saya mungkin bakal menjawab chipset-nya. iPad Air ditenagai oleh A14 Bionic, chipset pertama Apple yang dibuat dengan proses pabrikasi 5 nanometer. Biasanya, Apple memperkenalkan chipset dengan arsitektur baru bersama iPhone baru, tapi ternyata tahun ini tidak demikian.
Dibandingkan generasi sebelumnya yang mengandalkan chipset A12 Bionic, A14 diklaim memiliki performa CPU 40 persen lebih cepat, serta performa GPU 30 persen lebih baik. Tidak kalah menarik adalah kemampuan mengolah fungsi-fungsi berbasis machine learning hingga 10x lebih kencang dari sebelumnya.
Secara teknis, A14 mengemas prosesor 6-core dan GPU 4-core. Sebagai perbandingan, chipset A12Z milik iPad Pro terbaru yang dirilis Maret lalu mengemas prosesor 8-core dan GPU 8-core. Kemungkinan performa iPad Pro masih lebih superior, akan tetapi iPad Air semestinya lebih unggul perihal efisiensi daya berkat chipset yang dibuat dengan proses pabrikasi yang lebih kecil lagi.
Seperti halnya iPad Pro, iPad Air generasi terbaru juga mengemas port USB-C ketimbang Lightning. Kamera belakang 12 megapixel-nya juga sama persis seperti yang terdapat pada iPad Pro, meski tentu saja Anda tak bisa menemukan kamera ultra-wide maupun sensor LiDAR di sini.
Apple berencana memasarkan iPad Air generasi keempat ini mulai bulan Oktober. Harganya dipatok mulai $599, dan varian kapasitas penyimpanan yang tersedia cuma dua: 64 GB atau 256 GB. Pilihan warnanya sendiri bertambah banyak dengan adanya model berwarna biru, hijau, dan rose gold.
iPad generasi ke-8
Bersamaan dengan iPad Air, Apple turut memperkenalkan iPad generasi ke-8 dengan penyegaran spesifikasi. Wujud perangkatnya masih sama persis seperti sebelumnya, akan tetapi jeroannya sudah diperbarui dan kini mengandalkan chipset A12 Bionic. Selain berarti performanya meningkat pesat, kehadiran A12 juga berarti iPad terbaru ini bisa lebih cekatan mengolah fungsi-fungsi berbasis AI berkat adanya Neural Engine.
Selebihnya, tidak ada perubahan yang menarik buat iPad standar. Ukuran layarnya masih sama persis di angka 10,2 inci, demikian pula resolusinya di angka 2160 x 1620 pixel. Tombol Home masih di tempat biasanya, begitu juga port-nya yang masih Lightning.
Beruntung harga jualnya juga masih sama: mulai $329 untuk varian Wi-Fi only dengan kapasitas cuma 32 GB. Apple juga menawarkan varian berkapasitas 128 GB, serta yang dibekali konektivitas seluler.
Dengan harga serendah itu, tentu saja iPad generasi ke-8 ini paling cocok buat konsumen yang hendak membeli tablet pertamanya. Satu hal yang perlu dicatat adalah, jangan sampai salah membeli Apple Pencil buat dipakai dengan perangkat ini, sebab yang kompatibel cuma Apple Pencil generasi pertama.
Gelaran Apple Worldwide Developers Conference (WWDC) tahun ini agak sedikit berbeda. Selama sepekan ke depan, serangkaian acaranya bakal diadakan secara online, dan pada pukul 12 dini hari kemarin, sesi keynote-nya disiarkan ke YouTube.
Meski terhambat oleh pandemi, Apple rupanya tetap sangat produktif dalam memperbarui berbagai sistem operasi bikinannya. Hal itu bisa dilihat dari segudang pembaruan yang dihadirkan melalui iOS 14, iPadOS 14, watchOS 7, tvOS 14, dan yang paling substansial menurut saya, macOS Big Sur.
Tanpa perlu berkepanjangan, mari kita bahas satu per satu.
iOS 14
Di saat Android 11 terkesan iteratif karena tidak membawa perubahan yang betul-betul besar, iOS 14 justru sebaliknya. Untuk pertama kalinya di sepanjang sejarah iOS, pengguna dapat menempatkan berbagai macam widget langsung pada home screen.
Android sudah menawarkan fitur ini selama bertahun-tahun, dan cukup melegakan melihat Apple akhirnya ikut menghadirkan fitur yang serupa. Meski demikian, Apple mengaku inspirasinya berasal dari complication pada watchOS. Tidak penting. Yang lebih penting adalah, widget pada iOS 14 juga datang dalam berbagai ukuran yang berbeda, yang berarti satu aplikasi bisa menawarkan hingga tiga ukuran widget (kecil, sedang, besar).
Juga baru adalah fitur bernama App Library, yang pada dasarnya akan mengorganisasikan seabrek aplikasi pada perangkat secara otomatis. App Library dapat diakses dengan menggeser ke kanan pada halaman terakhir home screen. Bagaimana seandainya ada begitu banyak halaman home screen? Well, pada iOS 14, ada opsi untuk menyembunyikan halaman-halaman aplikasi yang dirasa kurang perlu, dan yang pada akhirnya dapat digantikan oleh App Library.
Masih seputar aplikasi, fitur iOS 14 yang paling menarik menurut saya adalah App Clip. App Clip pada dasarnya merupakan versi mini dari aplikasi yang bisa diakses lewat bermacam sumber; bisa dengan mengklik tautan di Safari atau Messages, atau bisa juga dengan memindai kode QR maupun tag NFC.
Apple bahkan telah mendesain format baru macam kode QR yang dikhususkan untuk App Clip. Fungsi App Clip sendiri adalah untuk menyediakan akses ke aplikasi langsung di saat dibutuhkan, misalnya ketika hendak melakukan pembayaran elektronik; cukup scan kode QR atau tag NFC-nya, maka App Clip dari aplikasi pembayaran yang bersangkutan akan muncul, dan pengguna dapat menyelesaikan pembayaran tanpa harus mengunduh aplikasinya terlebih dulu.
iOS 14 turut memperkenalkan fitur picture-in-picture, yang berarti video dapat tetap diputar pada jendela kecil (termasuk sesi video call) meski pengguna meninggalkan aplikasinya. Ukuran jendela videonya itu bisa dibesar-kecilkan, dan yang paling menarik, videonya juga dapat disembunyikan di samping kiri atau kanan layar selagi audionya tetap diputar.
Siri pun turut menerima pembaruan kosmetik pada iOS 14. Saat dipanggil, Siri tak lagi memenuhi layar seperti biasanya. Tampilan barunya hanya berupa icon di bagian bawah layar. Andai pengguna meminta Siri untuk membuatkan reminder, jendela konfirmasinya juga tak lagi memenuhi layar, melainkan hanya menutupi sebagian kecil di atas layar.
Juga ikut menciut ukurannya adalah notifikasi untuk panggilan telepon maupun video. iOS 14 turut memperkenalkan aplikasi baru bernama Translate, yang sejauh ini sudah bisa menerjemahkan 11 bahasa secara offline.
Beralih ke Messages, ada fitur pinned conversation untuk memudahkan pengguna mengakses percakapan dengan orang-orang yang dirasa penting. Group messaging juga kebagian fitur reply dan mention, sehingga ‘kekacauan’ dalam suatu percakapan grup jadi lebih tertata dan bisa diikuti semua anggotanya dengan baik.
Terakhir, bagi para pengguna CarPlay, iOS 14 siap mengubah iPhone Anda menjadi sebuah kunci mobil digital. Fitur ini memanfaatkan NFC, dan sejauh ini baru kompatibel dengan BMW 5 Series generasi terbaru.
iPadOS 14
Lanjut ke iPadOS 14, sebagian besar pembaruannya sebenarnya sama seperti iOS 14, termasuk halnya fitur customizable widget itu tadi. Meski begitu, pastinya ada pembaruan spesifik yang diterapkan, dan salah satunya adalah collapsible sidebar pada aplikasi-aplikasi seperti Photos, Notes, Files, atau Music.
Sidebar tak hanya memudahkan navigasi konten yang berjumlah besar, tapi juga manajemen konten lewat dukungan mekanisme drag-and-drop. Juga sangat menarik adalah kehadiran fitur Spotlight ala macOS, yang pada iPadOS 14 juga berperan sebagai universal search.
Bagi para pengguna Apple Pencil, iPadOS 14 menyajikan fitur Scribble. Fitur ini memungkinkan pengguna untuk menulis menggunakan tangan di atas kotak teks manapun, entah itu di kotak URL Safari ataupun di Reminder. Idenya adalah supaya pengguna bisa terus memakai Pencil meski sudah tidak berada dalam aplikasi yang membutuhkannya.
Tulisan tangan itu otomatis diubah menjadi ketikan. Namun yang lebih istimewa lagi adalah, iPadOS 14 mampu melakukan seleksi teks pada tulisan tangan, dan dari situ pengguna dapat menyalin lalu menempatkannya di aplikasi lain dalam bentuk ketikan.
AirPods software
Sebelum membahas watchOS, Apple sempat menyinggung sedikit soal pembaruan yang mereka terapkan pada software AirPods. Yang pertama adalah fitur auto switching, di mana AirPods mampu mengenali di perangkat mana (iPhone, iPad, Mac) Anda memutar konten beraudio, lalu secara otomatis menyambung ke perangkat tersebut. Tentu saja syaratnya adalah AirPods harus di-pair dengan masing-masing perangkat lebih dulu sebelumnya.
Khusus AirPods Pro, perangkat tersebut bakal kedatangan fitur spatial audio. Apple bilang bahwa mereka memanfaatkan data dari gyroscope dan accelerometer milik AirPods Pro untuk mendeteksi gerakan-gerakan kepala dan memastikan speaker virtual-nya tetap berada di posisi semula demi memberikan kesan seolah-olah sedang berada di dalam bioskop.
watchOS 7
Seperti yang saya bilang, Apple mengaku mendapat inspirasi widget iOS 14 dari fitur complication di watchOS, dan sudah seharusnya watchOS 7 menghadirkan opsi kustomisasi complication yang lebih komplet lagi.
Namun yang mungkin lebih menarik untuk sebagian besar konsumen Apple Watch adalah fitur watch face sharing. Ya, saat watchOS 7 tiba nanti, kita bisa berbagi watch face satu sama lain, dan kita juga dapat menemukan beraneka ragam watch face baru di jagat internet maupun media sosial.
Bagi mereka yang rajin bersepeda, watchOS 7 kini mendukung fitur cycling directions. Fitur yang sama sebenarnya juga tersedia di aplikasi Maps bawaan iOS 14, tapi berhubung database-nya baru lengkap di beberapa kota saja di Amerika Serikat dan Tiongkok, saya jadi kurang semangat untuk membahasnya.
Yang lebih menarik justru adalah sejumlah tipe latihan baru yang dapat dikenali, salah satunya dancing. Berkat watchOS 7, Apple Watch nantinya bisa menerjemahkan tarian demi tarian pengguna menjadi metrik kesehatan yang mudah dipantau. Di samping itu, sleep tracking juga menjadi salah satu fitur baru yang diunggulkan watchOS 7.
Lalu berkaitan dengan pandemi, watchOS 7 juga akan menghadirkan fitur deteksi otomatis untuk kegiatan mencuci tangan. Jadi sesaat setelah terdeteksi, perangkat akan langsung memulai hitungan mundur demi memastikan pengguna benar-benar mencuci tangannya dengan bersih.
tvOS 14
Apple tidak berbicara banyak soal tvOS, tapi yang pasti versi terbarunya bakal menghadirkan dukungan multi-user mode, dan fitur ini tentunya sangat cocok disandingkan dengan layanan Apple Arcade, sebab masing-masing pengguna jadi bisa memiliki profil yang berbeda, sehingga mereka bisa melanjutkan progres permainannya masing-masing dengan mudah.
Supaya sesi gaming lebih maksimal, tvOS 14 turut menghadirkan dukungan controller eksternal yang lebih lengkap, spesifiknya yang meliputi Xbox Elite Wireless Controller 2 maupun Xbox Adaptive Controller yang dikhususkan untuk kalangan difabel. Terakhir, Apple sempat menyinggung bahwa layanan streaming filmnya, Apple TV+, bakal bisa diakses lewat TV lain (Sony dan Vizio di AS).
macOS Big Sur
Beralih ke macOS, versi terbarunya yang bernama Big Sur ini bisa dibilang merupakan macOS yang paling mirip dengan iOS. Bukan dari segi tampilan saja, tapi memang beberapa fitur ia pinjam langsung dari iOS, Control Center contohnya. Notifikasi dan widget kini juga dijadikan satu, tidak lagi berbeda halaman seperti sebelumnya.
Sejumlah pembaruan yang hadir pada aplikasi-aplikasi bawaan iOS, seperti Messages atau Maps, turut tersedia pada versi macOS-nya melalui Big Sur. Meski begitu, Safari di Big Sur jauh lebih powerful ketimbang di iOS, sebab kini ada dukungan terhadap fitur extension.
Ya, Safari di macOS Big Sur dapat dikustomisasi menggunakan berbagai macam extension layaknya Chrome. Apple bahkan sudah menyediakan tool agar developer bisa mengonversikan extension Chrome ke Safari dengan mudah.
Safari juga dilengkapi fitur terjemahan terintegrasi, dan laman awalnya (start page) kini dapat dikustomisasi sesuai kebutuhan masing-masing pengguna.
Mac versi ARM
Lalu sampailah kita pada pengumuman yang menurut saya paling menarik, yaitu macOS untuk platform ARM. Ya, Apple berniat untuk meluncurkan perangkat Mac yang ditenagai chipset A-Series buatannya sendiri (bukan prosesor Intel seperti biasanya) menjelang akhir tahun ini juga, dan Big Sur sendiri mereka rancang demi memuluskan proses transisi dari platform Intel ke ARM.
Langkahnya tentu tidak semudah mencabut prosesor Intel, lalu menyematkan chipset A-Series begitu saja, sebab harus ada perombakan besar yang diterapkan dari sisi software pula. Kabar baiknya, Apple sudah meracik ulang semua aplikasi bawaan macOS Big Sur agar dapat berjalan secara native di platform ARM.
Apple yakin developer hanya perlu waktu beberapa hari untuk mengonversikan aplikasinya ke platform baru ini, tapi kalaupun tidak sempat, macOS Big Sur bakal melangsungkan proses konversinya secara otomatis menggunakan tool bernama Rosetta 2 (versi anyar dari tool yang sama yang Apple gunakan ketika mentransisikan Mac dari platform PowerPC ke Intel 15 tahun silam).
Apple sempat mendemonstrasikan konversi otomatis ini dengan menjalankan game Shadow of the Tomb Raider. Cukup mengejutkan melihat game tersebut berjalan mulus dengan kualitas grafik yang cukup apik di perangkat development kit yang memakai chipset A12Z Bionic milik iPad Pro.
Untuk aplikasi yang sudah dikonversi secara proper oleh masing-masing developer, performanya malah dipastikan lebih mulus lagi. Apple sempat mendemonstrasikan bagaimana sebuah file gambar berukuran 5 GB bisa diedit secara lancar dan murni tanpa lag di Adobe Photoshop. Bahkan aplikasi 3D animation yang berat seperti Autodesk Maya pun bisa berjalan tanpa kesulitan sedikit pun.
Berhubung chipset yang digunakan pada dasarnya sama persis seperti iPhone dan iPad, Mac versi ARM ini bisa menjalankan semua aplikasi iPhone dan iPad secara native, termasuk halnya game, yang semuanya dapat diunduh langsung lewat Mac App Store. Seperti halnya iPhone dan iPad, Mac versi ARM juga dipastikan lebih efisien perihal konsumsi daya ketimbang Mac yang ada sekarang.
Keuntungan lain dari transisi Mac ke platform ARM adalah, perangkat jadi bisa mengakses komponen Neural Engine yang terdapat pada chipset A-Series, sehingga pada akhirnya fitur-fitur berbasis AI pun dapat diterapkan, contohnya fitur auto crop pada aplikasi edit video Final Cut Pro.
Lalu yang mungkin jadi pertanyaan adalah, apakah Apple bakal betul-betul memensiunkan hardware Mac yang dibekali prosesor Intel? Bisa ya bisa tidak, tapi yang pasti tidak sekarang. Apple bilang masa transisinya bakal berjalan selama sekitar dua tahun, dan dalam kurun waktu tersebut, mereka masih akan merilis Mac baru yang ditenagai prosesor Intel.
Kita juga tidak tahu Mac versi ARM ini nanti wujudnya bakal seperti apa. Development kit-nya sendiri merupakan Mac Mini, namun Apple masih bungkam soal perangkat final yang akan dipasarkan ke konsumen nanti. Terlepas dari itu, bagi yang hendak membeli MacBook baru, ada baiknya Anda menunggu sampai setidaknya akhir tahun ini, sebab ada kemungkinan Mac versi ARM ini nantinya berwujud laptop.
Tanpa mengadakan event seperti biasanya, Apple meluncurkan iPad Pro generasi terbaru. Sepintas fisiknya tampak identik seperti iPad Pro generasi ketiga yang dirilis di tahun 2018, akan tetapi Apple tentu sudah menerapkan cukup banyak penyempurnaan yang tidak kelihatan secara kasat mata.
Kita mulai dari performanya. iPad Pro generasi keempat ditenagai oleh chipset A12Z Bionic yang terdiri dari prosesor 8-core dan GPU 8-core. Dibandingkan dengan generasi sebelumnya (A12X), A12Z unggul perihal performa grafis berkat jumlah inti GPU yang lebih banyak serta arsitektur thermal yang lebih baik.
Seperti sebelumnya, iPad Pro edisi 2020 hadir dalam dua ukuran layar yang berbeda: 11 inci dan 12,9 inci. Keduanya sama-sama dibekali layar IPS beresolusi tinggi dengan kepadatan pixel 264 ppi dan refresh rate 120 Hz. Layarnya tetap tidak dilengkapi sensor sidik jari, dan mekanisme biometriknya tetap mengandalkan sistem face unlock.
Perubahan lain yang tidak terlihat – tapi bakal terdengar – adalah lima buah mikrofon yang tertanam. Apple yakin konfigurasi seperti ini mampu menangkap audio yang jernih dan mendetail, dan alhasil iPad Pro generasi keempat dapat difungsikan sebagai ‘studio berjalan’ untuk para podcaster, videografer maupun kreator konten lainnya.
Namun perubahan terbesar yang dihadirkan mungkin adalah di sektor kamera. Seperti yang bisa kita lihat, iPad Pro generasi keempat mengemas dua kamera belakang: standar 12 megapixel, ultra-wide 10 megapixel. Kenapa tidak tiga sekalian? Karena ruang untuk kamera ketiganya telah dihuni oleh sensor LiDAR.
Ya, LiDAR seperti yang banyak digunakan di mobil kemudi otomatis. Kegunaannya di sini adalah untuk mendongkrak kinerja augmented reality (AR) dari iPad Pro secara dramatis. Kehadiran LiDAR diyakini bakal merealisasikan kalkulasi yang lebih cepat sekaligus lebih akurat pada aplikasi-aplikasi AR di iPad Pro.
Urusan aksesori, iPad Pro generasi keempat datang bersama keyboard cover yang dilengkapi trackpad, persis seperti yang dirumorkan belum lama ini. Itu berarti versi anyar iPadOS sudah mendukung trackpad secara default, dan uniknya pointer mouse di iPadOS tidak berbentuk anak panah seperti yang kita kenal, melainkan lingkaran kecil yang hanya akan muncul ketika diperlukan.
Sayangnya aksesori bernama Magic Keyboard ini luar biasa mahal: $299 untuk model 11 inci, atau $349 untuk model 12,9 inci, seharga sebuah iPad 10,2 inci. Kabar baiknya, iPad 10,2 inci juga akan kedatangan iPadOS versi baru dengan dukungan trackpad yang sama, dan untuk memanfaatkannya kita bisa menggunakan keyboard cover serupa dari Logitech yang dihargai cuma separuhnya.
Apple saat ini telah memasarkan iPad Pro generasi keempat dengan harga mulai $799 untuk model 11 inci, atau $999 untuk model 12,9 inci. Selain varian Wi-Fi only, iPad Pro juga tersedia dalam varian yang mendukung jaringan LTE. Pilihan kapasitas storage-nya sendiri mencakup 128 GB, 256 GB, 512 GB, dan 1 TB.
Kalau Anda sudah lama menggunakan iPhone seperti saya, besar kemungkinan Anda pernah frustasi karena tidak bisa menetapkan aplikasi pihak ketiga, semisal Gmail, sebagai default. Perkara ini sudah sejak lama menjadi salah satu kelemahan terbesar iOS, terutama jika dibandingkan dengan Android.
Lebih mengesalkan lagi, aplikasi email bawaan iOS tidak mendukung push notification untuk akun Gmail. Singkat cerita, masih banyak aplikasi email yang lebih bagus daripada bawaan iOS – Outlook salah satunya – dan saya berharap suatu saat saya dapat menjadikannya sebagai opsi default untuk semua tautan email di iPhone.
Andai yang dilaporkan Bloomberg baru-baru ini benar, sepertinya harapan saya itu bisa terkabulkan. Dijelaskan bahwa Apple tengah mempertimbangkan fitur baru iOS yang memungkinkan pengguna untuk menetapkan browser atau aplikasi email pihak ketiga sebagai default. Lebih lanjut, fitur ini bisa hadir di iOS 14 yang akan dirilis tahun ini seandainya disetujui.
Ya, ternyata bukan cuma email, dan Anda yang sehari-harinya menggunakan browser Chrome, Firefox, atau Opera di iPhone atau iPad tentunya juga akan ikut tersenyum mendengar kabar ini. Tautan yang Anda klik tidak harus dibuka di Safari, tapi juga bisa di browser pilihan masing-masing.
Juga ikut dipertimbangkan adalah integrasi layanan streaming musik pihak ketiga, semisal Spotify, pada smart speaker Apple HomePod. Perangkat itu memang bisa memutar musik dari Spotify, tapi harus dengan iPhone atau iPad sebagai perantaranya. Sebaliknya, hampir semua smart speaker lain dapat mengakses Spotify secara langsung, dan ini pada dasarnya menjelaskan mengapa HomePod kurang begitu diminati meski kualitas suaranya terbukti bagus.
Sempat di-tease di E3 2018, Microsoft baru mengumumkan Project xCloud secara resmi di bulan Oktober 2018. Lima bulan setelahnya, perusahaan mendemonstrasikan kemampuan layanan cloud gaming mereka itu dengan menjalankan Forza Horizon 4 di smartphone Android sembari memanfaatkan controller Xbox One. Tahap uji coba publik dimulai tak lama sesudahnya – sebelum Stadia meluncur.
Dan di pertengahan minggu ini, raksasa teknologi asal Redmond itu akhirnya mengekspansi akses xCloud ke perangkat Apple. Versi beta xCloud dirilis melalui TestFlight, memperkenankan pengguna untuk menjajalnya dari iPhone ataupun iPad. Hal ini sangat menarik karena xCloud menjadi salah satu layanan cloud gaming pihak ketiga pertama yang tersedia di iOS, mendahului Stadia dan GeForce Now. Dahulu OnLive sempat dijadwalkan buat meluncur di iOS, tapi sayang Apple tak pernah menyetujuinya.
Pendaratan xCloud di iDevice merupakan kabar gembira bagi pengguna, namun peraturan Apple mengakibatkan adanya cukup banyak restriksi. Contohnya, program preview saat ini hanya bisa diikuti oleh user di kawasan Amerika Serikat, Inggris Raya dan Kanada saja. Lalu, cuma ada satu game yang dapat dijajal, yaitu Halo: The Master Chief Collection dan fitur Xbox Console Streaming belum bisa digunakan. Selanjutnya, Microsoft membatasi jumlah tester sebanyak maksimal 10.000 orang.
Director of programming Larry ‘Major Nelson’ Hryb menjelaskan bahwa karena Microsoft berusaha mematuhi kebijakan Apple, tampilan dan pengalaman penggunaan xCloud di iOS berbeda dari Android. Gerbang pendaftaran sudah dibuka, tapi pembagian tiket ke program ini sepenuhnya merupakan keputusan Microsoft, bergantung dari apakah masih ada slot tersedia. Jika developer menyetujuinya, pengguna iDevice akan diberi tahu lewat email.
Untuk berpartisipasi, ada sejumlah kebutuhan teknis yang mesti terpenuhi. Anda harus punya gamertag Xbox, unit controller wireless Xbox One, dukungan internet via Wi-Fi atau data seluler berkecepatan minimal 10Mbps. Jika menggunakan Wi-Fi, Anda disarankan untuk memakai frekuensi 5GHz. Dan terakhir, pastikan perangkat iOS Anda berjalan di iOS versi 13.0 atau yang lebih baru serta menunjang koneksi Bluetooth 4.0.
Walaupun cloud gaming merupakan hal yang cukup baru di iOS, Apple sebetulnya sudah memperkenankan sejumlah layanan game stream third-party dirilis di platform-nya, misalnya aplikasi Steam Link, Remotr dan Rainway. Namun game stream tak sama seperti cloud gaming tulen, karena layanan ini tetap membutuhkan sistem gaming utama (seperti PC di rumah) buat menjalankan permainan.
Cara kerja Microsoft Project xCloud lebih menyerupai Shadow – yang juga telah tersaji di iOS. Tetapi seperti GeForce Now, Shadow mewajibkan kita buat mempunyai game-nya terlebih dulu, sedangkan xCloud menyuguhkan katalog permainan Xbox dan rencananya akan terintegrasi ke console next-gen Microsoft.