NaoBun Project, an intellectual property management agency, announced it has received seed funding from Discovery Nusantara Capital (DNC). Funding will be used to collaborate with many creators and develop derivative product lines of their business.
Naobun Project was founded by Bonni Rambatan and Naomi Saddhadhika in May 2016. Its mission is to spread positive messages such as diversity, tolerance and gender equity through pop-culture products. Currently, Naobun Project manages almost forty intellectual property and represents more than twenty creators all around Indonesia and abroad.
“NaoBun Project held a very strong business vision and social mission. We expect this investment will not only create a stronger ecosystem of Indonesia’s creative industry but also help to spread positive messages to the community, especially the younger generation of comic strips, films, music, video games and various other media,” Irene Umar, DNC’s Managing Director, said.
Since the beginning, Naobun Project has collaborated with creators having the same mission. As the manager of the intellectual property, Naobun Project attempt to make a contribution in making Indonesia’s creative industry ecosystem stronger. It’s because of many creative industry players forgot the management aspects. such as legal protection and derivative product planning. In fact, those two ensure the fulfillment of creator’s rights and capable to maintain its products.
Naobun Project, with this funding, has planned collaborations with more creators, acquire new intellectual property, develop derivative products of their business, and explore various creative media such as game and VR (virtual reality). Naobun Project also plans to expand partnership network in academic scope with schools in all over Indonesia.
“We’ll prove the social mission will not limit our work’s appeal. On the contrary, in the current social status, we do believe the positive message we convey is what Indonesia’s people needed right now,” Bonni Rambatan, Naobun Project’s CEO, explained.
– Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian
NaoBun Project, sebuah agensi manajemen kekayaan intelektual, mengumumkan telah menerima pendanaan tahap awal dari Discovery Nusantara Capital (DNC). Pendanaan kali ini akan digunakan untuk menjalin kerja sama dengan banyak kreator dan mengembangkan lini produk turunan dari karya yang mereka kelola.
Naobun Project didirikan oleh Bonni Rambatan dan Naomi Saddhadhika pada Mei 2016. Memiliki misi menyebarkan pesan positif seperti keberagaman, toleransi dan kesetaraan gender melalui produk budaya populer. Saat ini Naobun Project mengelola hampir empat puluh kekayaan intelektual dan mewakili lebih dari dua puluh kreator di seluruh Indonesia maupun mancanegara.
“NaoBun Project memiliki visi bisnis sekaligus misi sosial yang sangat kuat. Kami berharap bahwa dengan investasi ini, kami bukan hanya memperkuat ekosistem industri kreatif Indonesia namun juga membantu menyebarluaskan pesan positif kepada masyarakat, khususnya generasi muda lewak komik, film, musik, video game dan berbagai media lainnya,” terang Managing Director DNC Irene Umar.
Sejak awal Naobun Project sudah menggandeng kreator yang memiliki misi yang sama. Sebagai pengelola kekayaan intelektual Naobun Project mencoba berkontribusi dalam memperkuat ekonomi industri kreatif Indonesia. Hal ini karena masih banyak pelaku industri kreatif yang melupakan aspek-aspek pengelolaan kekayaan intelektual seperti perlindungan hukum dan perencanaan produk turunan. Padahal dua hal tersebut memastikan terpenuhinya hak kreator dan dapat memelihara daya tarik karya.
Dengan pendanaan tahap awal ini, Naobun Project telah merencanakan kerja sama dengan lebih banyak kreator, mengakuisisi kekayaan intelektual baru, mengembangkan produk turunan dari karya yang dikelola dan mengeksplorasi berbagai media kreatif seperti game dan VR (virtual reality). Naobun Project juga berencana memperluas jaringan kerja sama di bidang pendidikan dengan sekolah-sekolah seluruh Indonesia.
“Kami akan membuktikan bahwa misi sosial tidak membuat karya yang kami kelola memiliki daya tarik terbatas. Justru sebaliknya, dalam situasi sosial saat ini kami percaya bahwa pesan positif yangkami sampaikan sedang amat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia,” terang CEO Naobun Project Bonni Rambatan.
Industri game masih dianggap menjadi barang asing di mata pemain jasa keuangan, mulai dari perbankan hingga modal ventura. Jangan heran jika jumlah pembiayaan modal kerja bagi industri ini masih minim. Kalaupun ada, jumlahnya masih bisa dihitung dengan jari. Gaming Industry harus mengandalkan modal dari pihak asing untuk terus mengembangkan usahanya.
Bisnis game yang memiliki faktor X (faktor ketidakpastian) dianggap menjadi titik lemah bagi pemain jasa keuangan lokal. Ketidakpastian yang dimaksud adalah meski produk sudah dibuat sesuai riset pasar dan memakai talenta berbakat, masih ada kemungkinan besar untuk gagal.
Keunikan dan ketidakpastian pasar dan keuntungan membuat hanya sedikit pemodal yang berani terjun. Beberapa nama perusahaan modal ventura lokal yang sudah berinvestasi di perusahaan game adalah Ideosource dan Maloekoe Ventures. Untuk modal ventura asing ada Discovery Nusantara Capital (DNC).
Berbeda dengan perbankan, pembiayaan melalui Modal Ventura dilakukan melalui penyertaan saham. Jadi, modal tunai disuntikkan dan ditukar dengan sejumlah saham kepemilikan.
Kisah investasi di startup gaming
Ideosource pernah berinvestasi putaran seri A untuk perusahaan game lokal Touchten dengan nilai yang dirahasiakan di 2011. Investasi tersebut adalah kick off Ideosource sejak pertama kali berdiri. Meski nilai investasi tidak disebutkan, namun kisaran nilai investasi seri A US$1 juta-US$4 juta (Rp13 miliar-Rp52 miliar). Seluruh sumber dana investasi yang digunakan Ideosource berasal dari dana keluarga lokal dengan nama dirahasiakan.
Managing Director Ideosource Andi S Budiman menuturkan pihaknya memilih Touchten sebagai investasi perdana karena pada saat itu baru Touchten satu-satunya yang memiliki mobile game dengan jumlah unduhan lebih dari 1 juta kali. Hal ini melatarbelakangi Ideosource untuk berkeyakinan bahwa Touchten memiliki kemampuan untuk mengembangkan bisnisnya lebih besar.
Founder Touchten punya trik tersendiri untuk membuat perusahaan mampu bertahan. Salah satunya berkolaborasi dengan brand terkenal, dengan menggabungkan variasi game dari digital sampai kartu berbentuk fisik. Lalu dipasarkan dengan penggabungan online dan offline (O2O).
“Dari situ kami berkeputusan bahwa perusahaan ini punya up side bisnis yang tinggi. Benar kejadian tiga tahun kemudian, saat mereka berhasil mendapat investor dengan nilai valuasi 7 kali lipat dari saat kami masuk,” kata Andi.
Touchten terhitung menjadi perusahaan game lokal teraktif yang mendapatkan pendanaan dari investor. Namun seluruhnya berasal dari asing, yakni perusahaan teknologi konglomerat Jepang Cyber Agent Ventures, perusahaan animasi Jepang TMS Entertainment, private equity UOB Venture Management, perusahaan mobile game Jepang Gree, modal ventura Amerika Serikat 500 Startups, dan DNC.
Modal ventura asing yang terhitung menjadi investor teraktif berinvestasi di perusahaan game lokal adalah DNC. Ada tiga perusahaan game lokal yang masuk ke dalam portofolio DNC, yaitu Touchten, Toge Productions, dan Arsanesia.
DNC fokus ke investasi tahap awal (seed stage). Biasanya besaran nilai investasi dalam tahap ini US$50 ribu-US$1 juta (Rp650 juta-Rp13 miliar). DNC adalah perusahaan patungan antara Hangzhou Zhexin IT Co., Ltd. (Zhe Xin IT) dengan Project Discovery Ltd. dan Qomolangma Ltd. yang didirikan September 2016.
DNC didirikan khusus berinvestasi di sektor game di Asia Tenggara, dengan fokus utama di Indonesia.
Zhe Xin IT adalah anak usaha dari Zhejiang Jinke Entertainment Culture Co., Ltd. Pada awalnya Zhe Xin IT adalah perusahaan game yang berdiri pada tahun 2010. Seluruh dana investasi DNC berasal dari kombinasi antara Limited Partner dan Angel investor.
Sebagai modal ventura yang paham dengan siklus perusahaan game, Managing Partner DNC Irene Umar menjelaskan alasan DNC terjun ke sektor ini. Ia menjelaskan, selain karena ada hubungan dengan afiliasi perusahaan game, juga karena tidak ada modal ventura yang mau fokus investasi ke industri game. Yang terakhir ini, menurut DNC justru sebuah peluang.
Dia menilai DNC memiliki kemampuan transfer pengetahuan dari jaringan investor yang mereka miliki ke para talenta lokal. Hal ini ditambah bonus demografi dan potensi bisnis yang besar. Oiya, yang juga penting adalah para personil DNC gemar bermain game.
“Ketika kami memutuskan bahwa DNC khusus investasi ke game, banyak yang bilang kami itu gila. Sebab pada saat itu, banyak perusahaan game yang tidak tahu bagaimana cara kerja VC [Venture Capital – Red] dan sebagainya. Kami harus melakukan edukasi bahwa VC adalah elemen penting yang sempat hilang pada tahun lalu dalam ekosistem game. Kami pun bangga dapat masuk mengisi kekosongan gap tersebut,” terang Irene.
Dalam mengukur portofolio perusahaan yang akan diinvestasi, ada beberapa parameter keuangan yang dipakai DNC. Di antaranya pendapatan, operating expenditure (opex), arus kas, dan laba bersih. Semua parameter ini dilihat secara historis maupun proyeksi yang harus sesuai dengan rencana bisnisnya.
Intinya, sambung Irene, arah perusahaan harus didorong oleh visi founder yang kemudian diterjemahkan ke dalam rencana bisnis. Tujuannya untuk menentukan langkah apa yang diambil selanjutnya dan sesuai tujuan mereka. “Semuanya akan berakhir ke keuangan mereka. Kuncinya, ada di founder itu sendiri.”
Menurutnya, perusahaan hanyalah kendaraan dan motor penggeraknya berasal dari orang-orang di dalamnya. Oleh karena itu, DNC cenderung melihat secara dekat karakter founder dan mencoba untuk memahami visi mereka, menilai kemampuannya untuk mengeksekusi, dan tingkat kemampuan yang dapat mereka hadapi dalam kesuksesan.
Jadi ide itu sesuatu yang murah karena yang terpenting adalah eksekusi. Menaiki tangga menuju kesuksesan lebih mudah daripada mempertahankannya.
“DNC bercita-cita ingin mendukung perusahaan portofolio kami ke puncak. Tapi akan terserah mereka apakah bersedia untuk tetap melangkah atau tetap di posisi puncak.”
Industri gaming di kacamata perbankan
Pelaku jasa keuangan di Indonesia, baik perbankan maupun modal ventura lokal, masih enggan mempercayakan uangnya di perusahaan game. Alasannya klasik, karena bank menyalurkan dana masyarakat, sehingga perlu rekam jejak perusahaan dan sudah memiliki cash flow yang lancar sebagai jaminan keberlangsungan usaha. Tak ketinggalan, perlu aset fisik sebagai jaminan utamanya.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengaku belum memberikan kredit untuk perusahaan game. Menurutnya, kredit itu prinsipnya adalah menggunakan dana masyarakat untuk membantu masyarakat yang mau berbisnis. Untuk itu perlu ada prinsip bahwa perusahaan tersebut sudah memiliki pengalaman di bisnis tersebut, ada jaminan cukup, referensi bisnis dari temannya.
“Jadi memang ketat [persyaratannya]. Kalau industri kreatif tersebut memenuhi persyaratan akan kita berikan. Sayangnya belum banyak,” tutur Jahja.
Meski bukan bergerak di ekonomi kreatif, salah satu perusahaan digital yang pernah ‘lulus’ dan mendapatkan kredit dari BCA adalah Tiket.com. Jahja menuturkan Tiket mendapat kredit sebesar Rp100 miliar dengan mengagunkan laporan keuangan yang diakumulasi selama tiga tahun.
“Tiket.com pakai agunan kok laporan keuangan dan account. Mereka dapat kredit bukan untuk jangka panjang. Mereka itu agak unik karena 80% penjualan mereka melalui channel BCA, untuk kartu kredit, transfer dan lainnya. Fasilitasnya juga lebih banyak sebagai overdraft untuk weekend dan hari libur.”
Bank Mandiri juga berpendapat sama. Perusahaan game dianggap memiliki risiko dan ketidakpastian yang tinggi. Kendati demikian, perseroan terus membuka kemungkinan untuk menjadikan perusahaan game sebagai debitur. Asalkan perusahaan tersebut memiliki kejelasan bisnis, pasar, dan domisili usaha. Malah, perseroan membuka kesempatan kolaborasi B2B untuk para perusahaan game dalam hal sistem pembayaran. Misalnya, co-branding kartu, pembayaran dengan mesin EDC, atau lainnya.
“Bank Mandiri apabila diposisikan sebagai technical aqcuiring, kami bisa bantu. Tidak harus selalu bentuk loan, jadinya ini saling win win,” kata Senior Vice Presiden Bank Mandiri Rahmat Broto Triaji.
Senada dengan Bank Mandiri, Bank Permata berkeyakinan bahwa industri kreatif, terutama digital adalah industri yang mempunyai prospek baik di masa yang akan datang.
“Kami terus mempelajari industri semacam ini dari waktu ke waktu. Bila dipandang layak, maka kemungkinan akan dibiayai,” ucap Direktur Ritel Bank Permata Bianto Surodjo.
Sedikit berbeda dengan BNI. Kendati belum terjun ke perusahaan game untuk memberikan kredit, namun perseroan mengaku akan perlahan-lahan masuk ke sektor industri kreatif. Sejauh ini sektor yang sudah masuk dalam portofolio BNI didominasi oleh kuliner, kerajinan, dan fesyen. Total kredit yang telah disalurkan BNI untuk sektor tersebut sebesar Rp3,5 triliun per Juni 2017 dengan total debitur 5 ribu orang.
“BNI sudah bekerja sama dengan beberapa startup berbasis digital untuk membiayai kegiatan usahanya, antara lain TaniHub dan membiayai penjual yang tergabung dalam [layanan] e-commerce Tokopedia dan Lazada. Skema unik yang akan kami kembangkan ke subsektor lainnya adalah perfilman, desain, dan lainnya,” terang Direktur Perencanaan & Operasional BNI Bob Tyasika Ananta.
Dari data terakhir yang dihimpun Otoritas Jasa Keuangan (OJK), realisasi penyaluran kredit dari perbankan untuk ekonomi kreatif sebesar Rp121 triliun atau 2,87% terhadap total kredit perbankan Rp4.213 triliun sepanjang September 2016.
Bagi modal ventura lokal, industri game belum begitu menarik karena bisnisnya yang unik, cenderung riskan untuk dimasuki karena perlu orang yang benar-benar paham dengan industri tersebut.
Wakil Ketua Asosiasi Modal Ventura dan Startup Indonesia (Amvesindo) Donald Wihardja mengatakan tidak banyak investor lokal yang paham dengan siklus bisnis dari perusahaan game. Hal ini yang mengakibatkan banyak perusahaan game lokal akhirnya melarikan diri ke modal ventura asing untuk mendapatkan bantuan pendanaan.
“Karena untuk investasi ke sektor manapun butuh ahli yang paham, sehingga tidak banyak perusahaan game yang menerima funding dari ventura lokal. Buat game itu sama seperti artis yang produksi film, jadi lebih unsur gambling-nya kalau enggak ngerti,” ujar Donald.
Dia menambahkan, di Indonesia itu lebih banyak perusahaan game yang bertindak sebagai publisher, membawa game dari luar untuk dipasarkan di Indonesia. Bagi investor itu bukan sesuatu yang bernilai tinggi karena posisinya mereka hanya menjadi penyokong dana untuk kegiatan pemasaran.
Amvesindo melihat tren modal ventura saat ini lebih banyak yang fokus pendanaan untuk sektor financial technology (fintech) dan layanan e-commerce.
Langkah Bekraf
Untuk menstimulasi industri kreatif, sejak pertengahan tahun ini Bekraf mendapat persetujuan dari pemerintah untuk memberikan dana hibah bersumber dari kantong Bekraf sendiri lewat program Bantuan Insentif Pemerintah (BIP). Bekraf mengalokasikan dana hibah senilai Rp10,8 miliar untuk pelaku usaha yang bergerak di bidang kuliner, aplikasi dan developer game (AGD).
BIP adalah skema bantuan modal nonperbankan berupa penambahan modal kerja dan/atau investasi aktiva tetap yang difasilitasi Bekraf. Besaran dana hibah yang diberikan berkisar antara Rp90 juta sampai Rp200 juta tergantung hasil penilaian.
Dari total applicant yang masuk, Bekraf menyaringnya dan memutuskan ada 34 perusahaan yang menerima dana hibah. Rinciannya terdiri dari 19 perusahaan dari kuliner dan 15 perusahaan dari aplikasi dan developer game. Rata-rata berlokasi di Pulau Jawa, Makassar, dan Balikpapan. Beberapa nama perusahaan game yang mendapat BIP adalah Ekuator Games (kreator game PC Celestian Tales), Digital Semantika Indonesia (kreator game PC DreadOut).
“Kita bayarkan 40% dari nilai assesment, lalu dievaluasi untuk kemudian ditentukan pencairan berikutnya. Evaluasi itu dilakukan pada November 2017,” ujar Deputi Infrastruktur Bekraf Hari Sungkari.
Tak berhenti di sini, Bekraf akan melanjutkan program ini pada tahun depan. Hanya saja Hari enggan menyebutkan nominal dana hibah yang diajukan ke pemerintah. Lewat inisiasi nyata lewat BIP ini diharapkan bisa menimbulkan efek domino di industri jasa keuangan dan membuka mata tentang nyatanya potensi industri game di Indonesia. Kita tunggu kabar-kabar baik ke depannya.
Industri virtual reality (VR) dan augmented reality (AR) di Indonesia memang masih relatif baru, kendati demikian bagi Discovery Nusantara Capital (DNC) menilai hal tersebut justru menjadi potensi yang bakal meledak di kemudian hari.
Menurut Managing Director DNC Irene Umar, perlahan-lahan pergerakan VR dan AR mulai menyalip aspek kehidupan. Terlihat dari nampaknya beberapa zona mini VR bermunculan di pusat keramaian. Perusahaan raksasa seperti Google, Facebook, Apple, hingga Microsoft mulai berinvestasi ke industri tersebut karena mereka telah melihat potensinya.
Atas pertimbangan tersebut pihaknya memutuskan untuk berinvestasi tahap awal ke OmniVR, perusahaan khusus yang bergerak di teknologi VR, khususnya game, simulasi virtual, dan arcade, dengan nilai yang tidak disebutkan.
Di Indonesia sendiri, ada beberapa pemain VR/AR lainnya yang beredar seperti Mind Stores, Digital Happiness, Slingshot, Octagon Studio, Shinta VR, dan sebagainya.
“Indonesia sedang bersiap untuk tren tersebut meski industri ini masih dalam masa pertumbuhan. Kami mencatat pembentukan dua komunitas VR di Indonesia dan salah satunya dipimpin oleh OmniVR. Beberapa pop up “mini VR’ yang bisa dilihat secara tidak langsung didukung oleh OmniVR di Mal Neo Soho dan La Piazza dalam waktu dekat akan dibuka,” kata Irene kepada DailySocial.
Tak hanya berinvestasi, sebagai perusahaan modal ventura yang berinvestasi di ekosistem game end-to-end, DNC akan mendorong kolaborasi antar perusahaan portofolionya satu sama lain. Salah satu kolaborasi yang dilakukan adalah bersama Promogo, startup periklanan digital dalam bentuk fisik, di pameran Indocomtech 2017.
Dia memprediksi bakal ada lebih banyak kolaborasi semacam itu yang terjadi dalam ekosistem DNC di masa depan.
Pasalnya, praktik pemanfaatan VR dan AR itu lintas industri. Sudah dimanfaatkan oleh perumahan, pendidikan, dan otomotif. Ini memperlihatkan bahwa masyarakat cukup reseptif terhadap implementasi VR dalam kehidupan sehari-hari.
“Dengan berkembangnya industri beserta penggunannya, Indonesia memiliki peluang karena ada kombinasi antara keduanya,” pungkas Irene.
Hasil riset DailySocial
Berdasarkan hasil riset DailySocial yang membahas pemahaman kegiatan VR dan AR di Indonesia dan diikuti 1013 responden dari seluruh Indonesia, ada beberapa temuan yang bisa ditarik kesimpulan:
(1) Penggunaan VR dan AR belum meluas di Indonesia. Ini bisa dikaitkan dengan berbagai alasan, antara lain harga, biaya, ketersediaan, ragu mencoba teknologi baru, dan lainnya;
(2) Kendati demikian, responden menunjukkan antusiasme terhadap kemungkinan VR/AR saat diminta tanggapan tentang peng-aplikasiannya di bidang pendidikan, periklanan, dan pekerjaan profesional;
(3) Bisnis VR/AR memiliki jalan yang panjang karena belum banyak dimanfaatkan konsumen Indonesia. Bukan berarti pemain VR/AR harus menyerah, tapi lebih ke arah dibutuhkannya banyak landasan sebelum bisa lepas landas.
Setelah menjalankan bisnisnya selama 7 tahun dengan cara bootsrapping, awal tahun 2017 ini indie game developer lokal, Toge Productions akhirnya membuka pintu untuk investor berinvestasi. Kepada DailySocial, CEO Kris Antoni mengungkapkan investasi ini merupakan yang pertama kalinya diperoleh oleh Toge Productions, setelah menjalankan bisnis dengan menggunakan profit dari hasil penjualan games selama 7 tahun terakhir.
Dikenal enggan untuk menerima investasi dari investor lokal hingga asing, kini Toge Productions mendapatkan dana segar early stage funding (undisclosed amount) dari Discovery Nusantara Capital (DNC), dana ventura yang pada bulan Desember 2016 lalu juga memberikan funding kepada studio game lokal lainnya, Touchten.
“Kami di Toge Productions sebenarnya selama ini cukup mampu untuk bertahan dan menjalankan bisnis yang ada dengan perputaran profit yang kami dapatkan. Kami melihat funding saat ini bisa membantu kami untuk melakukan scale up sekaligus apply kemampuan kami,” kata Kris.
Sebelumnya Toge Productions yang sudah menelurkan karya seperti Infectonator, Relic of War, Days 2 Die, dan Necronator kerap dilirik oleh investor lokal hingga asing. Perbedaan visi dan misi serta kesulitan untuk menyamakan rencana yang ada membuat Toge Production memutuskan untuk tidak menerima investasi hingga menemukan investor yang tepat.
“Kami cukup terkejut dengan kesediaan DNC yang ternyata menerima dengan baik keputusan dari kami untuk tetap memfokuskan pasar games premium,” kata Kris.
Fokus terhadap target dan komitmen sejak awal
Di awal perjalanan bisnis Toge Productions telah membuat permainan untuk berbagai platform. Salah satu yang cukup menguntungkan adalah Free Online Games, permainan populer di media sosial seperti Facebook. Meskipun Toge Productions telah menghentikan pembuatan game tersebut sejak tahun 2012, namun untuk awal karier mereka permainan tersebut cukup membantu Toge Productions menjalankan bisnis.
“Saat ini kami ingin fokus membuat permainan yang bukan hanya menyenangkan dan adiktif namun juga permainan yang memiliki arti mendalam,” kata Kris.
Toge Productions selama ini dikenal sebagai studio yang menghasilkan permainan di berbagai platform, mulai dari web games hingga mobile dan desktop (PC dan Mac) games.
Sepanjang tahun 2016 lalu diklaim sebagai tahun terbaik untuk Toge Production. Berbeda dengan kebanyakan startup yang mengalami kesulitan selama 2 tahun terakhir, Toge Poductions justru awal tahun ini memberikan investasi kepada Mojiken Studio asal Surabaya.
“Investasi tersebut merupakan rencana yang telah kami miliki sebelumnya. Dengan adanya funding ini diharapkan bisa mempercepat dan melancarkan proses tersebut,” kata COO Toge Productions Jonathan Manuel Gunawan.
Kesuksesan Toge Production dengan game Infectonator 2 dan game lainnya menjadikan salah satu studio indie game Indonesia ini mampu menjalankan bisnisnya dengan profit yang ada. Salah satu rencana Toge Productions memanfaatkan funding yang baru adalah meningkatkan produksi secara internal dengan membuat produk lebih banyak lagi.
“Bagi kami investasi dari DNC bukan hanya dalam bentuk uang, namun juga aspek strategis lainnya terutama memperluas jaringan internasional,” kata Kris.
Konsistensi Toge Productions untuk tetap pada jalur permainan premium disambut baik DNC selaku investor. DNC memiliki rencana untuk mendukung industri game di Indonesia dan Asia Tenggara.
“Para pendiri Toge Productions, yaitu Kris Antoni selaku CEO dan Jonathan Manuel Gunawan selaku COO, memiliki semangat dan kecintaan yang cukup besar serta kemampuan untuk menjalankan dan mempertahankan bisnis dengan kualitas terbaik,” kata Managing Partner DNC Irene Umar.
Ingin membawa game buatan Indonesia popular secara global
Selain menambah jumlah produk secara internal, investasi yang didapatkan kali ini nantinya akan digunakan untuk mempercepat pertumbuhan dan pengembangan agar dapat menciptakan game lokal yang berkualitas.
Toge Productions juga ingin mendorong pertumbuhan developer game lokal dengan menginisiasi Koalisi Kemakmuran, berupa kegiatan yang bertujuan untuk menjadi platform para artis dan programmer yang saling membutuhkan. Fungsi Toge Productions adalah mempertemukan pihak yang kebanyakan adalah indie developer tersebut berupa jaringan hingga pendanaan.
“Saat ini banyak developer indie game Indonesia yang memiliki talenta namun masih kesulitan untuk mengembangkan produk hingga menemukan tim yang ada. Dengan adanya Koalisi Kemakmuran ini kami harap bisa mempermudah jalan mereka untuk membuat produk games yang berkualitas,” kata Jonathan.
Sukses di tanah air ternyata belum cukup bagi Toge Productions untuk mengembangkan produk yang ada. Tahun 2017 ini berbekal dana segar dari DNC, harapan Kris dan tim bisa membawa nama Indonesia lebih popular secara global.
“Kami ingin mengubah adanya anggapan yang menyebutkan Indonesia hanya sebagai pasar, bukan negara yang mampu menciptakan produk berkualitas. Dalam hal ini kami dari Toge Productions akan membuktikan bahwa kami mampu menciptakan permainan sekelas dunia,” kata Kris.