Tag Archives: irla

UKM menjadi pasar penting untuk mendorong pertumbuhan startup-startup legaltech di Indonesia / Depositphotos.com

Proyeksi Pertumbuhan Industri Legaltech di Indonesia

Industri jasa hukum dikenal cukup konvensional dengan kebutuhan akan paperwork dan regulasi yang ketat. Hal itu menyebabkan terjadinya stagnasi atas inovasi di industri tersebut. Kompetisi yang terjadi hanya berkisar pada pertarungan harga dan kualitas, namun minim kreativitas karena sudah nyaman dengan pola kerja tradisional.

Hal ini menciptakan peluang baru bagi inovasi di sektor ini. Produk inovasi teknologi di industri jasa hukum inilah yang  dikenal secara luas dengan sebutan legaltech. Legaltech sendiri berkaitan erat dengan Regtech, smart legal tool yang menggunakan teknologi inovatif untuk membantu masyarakat dan bisnis pada umumnya memahami dan patuh terhadap peraturan yang berlaku.

Pada tahun 2017, para penggiat legaltech dan regtech di Indonesia sudah menginisiasi pembentukan asosiasi yang dinamai Asosiasi Regtech dan Legaltech Indonesia (Indonesian Regtech and Legaltech Association IRLA). Ketika itu IRLA masih beranggotakan 10 startup hukum. Asosiasi ini bertujuan untuk memungkinkan kolaborasi antara setiap institusi yang mengejar inovasi teknologi dalam regulasi dan bisnis legal. Selama dua tahun berdiri, asosiasi ini relatif belum menuai dampak signifikan, disinyalir karena anggota yang masih sedikit dan kesibukan bisnis masing-masing.

Lalu di tahun 2019, asosiasi pertama di Asia Tenggara yang menghubungkan ekosistem legaltech atau startup digital yang bergerak di bidang hukum di seluruh kawasan, ASEAN LegalTech resmi diperkenalkan di Indonesia. Terdapat 88 startup legaltech di seluruh Asia Tenggara, 21 di antaranya berasal dari Indonesia.

Tantangan dan peluang

Berbicara mengenai tantangan, perkara hukum memang belum bisa sepenuhnya dilakukan secara digital. Meskipun sudah banyak startup yang menawarkan layanan digital, namun dalam beberapa aspek masih harus menggunakan cara tradisional. Selain itu, kondisi pasar yang belum siap menerima perkembangan teknologi turut menjadi salah satu beban tersendiri.

Dalam Global Legal Tech Report yang disusun Australian Legal Technology Association dan Alpha Creates, pandemi COVID-19 adalah tantangan teratas bagi perusahaan legaltech di seluruh dunia.

Sumber: ASEAN Legal Tech
Sumber: ASEAN Legal Tech

 

Legaltech untuk UMKM

Hukum itu melekat di setiap fase kehidupan masyarakat maupun entitas, termasuk UKM. Stigma terhadap jasa legal yang mahal serta kurangnya pemahaman terhadap dokumen-dokumen legal menjadi alasan kuat bagi para pelaku UKM untuk mengesampingkan urusan legal. Ini menjadi pasar yang menarik untuk dipecahkan startup legaltech.

Founder Lexar.id Ivan Lalamentik mengatakan, “Menurut kami, hal yang menjadi tantangan terbesar terhadap UKM terkait legal issue adalah membangkitkan kesadaran akan pentingnya legalitas perusahaan yang dimulai sejak awal berdirinya perusahaan. [..] Banyak dari pelaku UKM yang menganggap pendaftaran merek sebagai suatu biaya, padahal merek dagang itu merupakan aset yang tidak berbentuk (intangible asset) dan bilamana merek-merek tersebut belum didaftarkan, maka bisa menimbulkan risiko yang lebih besar.”

Dukungan lain juga disalurkan Justika, bagian Hukumonline yang fokus menggarap segmen UKM, dengan melakukan kerja sama strategis dengan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) untuk Program Konsultasi Hukum Gratis, yang melibatkan 100 advokat dari 40 kantor firma hukum ternama dari berbagai kota dan keahlian.

Masa depan legaltech di Indonesia

Pandemi COVID-19 telah menunjukkan perlunya firma hukum dan tim internal untuk berinovasi lebih jauh dan menemukan metode yang tepat untuk memberikan layanan terbaik.

Ivan, yang juga menjabat sebagai First Deputy Chairman di IRLA mengungkapkan, “Secara umum Legaltech pasti akan berkembang lebih pesat lagi dan menurut saya, UKM akan menjadi salah satu pihak yang paling diuntungkan dengan kemajuan tersebut karena terus mengalami pasang surut  di tengah masa pandemi Covid-19. [..] Terlebih lagi, sejak akhir 2020 kemarin, pemerintah telah menerbitkan UU Cipta Kerja, yang kami rasa akan berdampak positif kepada UKM, sehingga potensi market semakin membesar.”

Selain didukung perubahan perilaku konsumen, yang menyebabkan disrupsi teknologi lebih cepat terjadi, pandemi Covid-19 juga membawa dampak yang besar bagi perkembangan teknologi khususnya di bidang hukum. Bekerja dari rumah menjadi tantangan tersendiri dalam mengawasi dan memperbarui setiap regulasi yang dikeluarkan Pemerintah selama pandemi.

“Potensi pasar yang masih tersembunyi ini adalah UKM, jadi kami berharap dengan adanya teman-teman di industri legaltech dan oleh Kontrak Hukum khususnya, kami bisa lebih membantu dan mencapai para pelaku ekonomi UKM nasional, menaikkan kelas usaha mereka melalui legalitas dan meningkatkan akses dan kapabilitas mereka di era digital ini,” tutup Founding CEO KontrakHukum Rieke Caroline.

Ivan Lalamentik

Asosiasi Startup Regtech dan Legaltech Terus Berbenah, Setelah Nyaris Mati Suri Dua Tahun

Indonesian Regtech and Legaltech Association (IRLA) merupakan wadah bagi perusahaan berbasis teknologi yang bergerak di bidang hukum. Namun dua tahun sejak berdiri, asosiasi ini relatif belum menuai dampak signifikan. Beranjak dari sana, IRLA berniat melakukan pembenahan untuk mempercepat laju industri di sektor terkait.

Kepada DailySocial, Wakil Ketua IRLA Ivan Lalamentik mengakui, selama hampir dua tahun ini asosiasi cenderung pasif. Kegiatan yang mereka lakukan sejauh ini pun masih sebatas sosialisasi mengenai keberadaan mereka kepada lembaga-lembaga pemerintahan. Menurutnya salah satu sebabnya adalah para anggota yang masih disibukkan dengan bisnis masing-masing.

“Jadi kalau ditanya program yang sudah ada dan impact-nya, saya bisa bilang memang belum [banyak],” ujar Ivan saat ditemui di kantornya.

Menengok kembali visi dan misinya, IRLA mengedepankan pemanfaatan teknologi para anggotanya untuk urusan legal dan regulasi agar meningkatkan kesadaran publik akan kepatuhan hukum. Peran para anggota ini menjadi penting dalam pengembangan inovasi di bidang ini. Semakin banyak pelaku, semakin besar pula kemungkinan inovasi di bidang regtech dan legaltech.

Namun jumlah bukan menjadi perhatian utama dalam iklim bisnis ini. Ivan yang juga Founder & CEO startup legaltech Lexar menilai, jumlah pemain yang terjun di bidang ini belum menghasilkan inovasi yang cukup beragam untuk memecahkan sejumlah masalah di bidang hukum yang dihadapi masyarakat. Ia mencontohkan di Amerika Serikat ada legaltech yang sanggup membantu publik mengurus surat tilang atau menangani kasus perlindungan konsumen.

“Inovasi seperti itu yang sebenarnya banyak banget dari kebutuhan masyarakat tapi belum diakomodasi oleh pemain yang sudah ada,” imbuh Ivan.

Saat ini tercatat ada 10 startup yang sudah bernaung di bawah payung IRLA. Mereka adalah Privy.id, Indexa, Dentons HPRP, eCLIS.id, hukumonline.com, Legal Go, Justika, Kontrak Hukum, Lexar, dan PopLegal. Riset dari ASEAN LegalTech menunjukkan jumlah startup Indonesia yang bergerak di bidang hukum ada di angka 21 unit. Secara garis besar mereka bergerak di koridor legaltech dan regtech dengan fokus di antaranya tanda tangan digital, marketplace konsultasi hukum, pembuatan kontrak hukum, dan banyak lagi.

Kepengurusan baru

Guna mendorong iklim yang lebih matang untuk pelaku startup teknologi di bidang hukum, IRLA mulai berbenah. Mereka membentuk kepengurusan baru dengan perencanaan anyar yang lebih progresif.

Selain melanjutkan sosialisasi ke sejumlah pihak, Ivan menuturkan IRLA berbagai kegiatan lain. Salah satunya adalah menggelar hackathon yang digelar sejak akhir bulan ini hingga pertengahan Desember nanti.

Ivan berharap dampak yang dapat IRLA berikan dapat signifikan di dalam industri. Ia memandang Asosiasi Fintech Indonesia sebagai contoh tepat sebagai patokan pertumbuhan IRLA di masa depan. Dengan masalah-masalah hukum yang masih bertebaran dan ruang inovasi teknologi yang beragam, Ivan yakin masa depan bisnis legaltech dan regtech di Indonesia masih cerah.

“Kalau bisa anggotanya bertambah karena pentingnya asosiasi di early stage ini kan bukan cuma government relations tapi juga nurturing orang-orang yang mau masuk di industri ini biar tahu business opportunity yang bisa dikembangkan seperti apa,” pungkas Ivan.

Perusahaan Teknologi Bidang Hukum Inisiasi Pendirian Asosiasi “Regtech” dan “Legaltech” Indonesia

Sejumlah perusahaan teknologi bidang hukum menginisiasikan pendirian asosiasi khusus industri hukum dinamai Asosiasi Regtech dan Legaltech Indonesia (Indonesian Regtech and Legaltech Association IRLA). Pendirian asosiasi ini menjadi upaya untuk mendorong masyarakat Indonesia yang melek hukum dan mendorong terciptanya inovasi baru.

Perusahaan yang bergerak sebagai inisiator pendirian asosiasi ini, di antaranya Lawble, Privy.id, LegalGo, PopLegal, Startup Legal Clinic, dan eClis.id.

Regtech adalah smart legal tool yang menggunakan teknologi inovatif untuk membantu masyarakat dan bisnis pada umumnya memahami dan patuh terhadap peraturan yang berlaku. Sementara legaltech itu mencakup segala jenis produk dan jasa yang berkaitan pada layanan inovatif berbasis teknologi untuk meningkatkan pelayanan dalam hal legalitas.

Asosiasi ini menjadi wadah untuk berbagai perusahaan yang bergerak di sektor hukum dengan satu tujuan, yaitu peningkatan literasi dan edukasi tentang hukum. Juga, sebagai mitra masyarakat untuk berhubungan dengan regulator dan pemerintah.

Masyarakat dapat berhubungan langsung dengan asosiasi untuk pemahaman hukum, sehingga diharapkan tidak ada lagi multiinterpretasi pada suatu legalitas atau regulasi.

Dalam prakteknya, asosiasi akan banyak berurusan dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Kemenkumham) dan kementerian lainnya, semisal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

“Pemahaman hukum sangat penting bagi negara yang sedang berkembang. Fokus utama kami adalah edukasi masyarakat, bukan pelayanan bisnis kepada para pebisnis, praktisi hukum, dan sebagainya. Apabila kita memakai baju asosiasi, kita akan melepas seluruh atribut bisnis kita karena itulah tujuan dari IRLA dibentuk,” terang Ketua Umum IRLA dan CEO Lawble Indonesia Charya Rabindra, Senin (18/9).

Kesadaran regulasi dan hukum masih minim

Menurut Charya, hukum merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Namun sayangnya, tingkat pemahaman masyarakat masih sangat rendah. Tercermin dari kurangnya kesadaran membayar pajak.

Regtech dan legaltech memang merupakan industri yang masih asing di telinga orang Indonesia, tetapi industri ini mencakup hampir segala sektor yang berkaitan dengan hukum dalam masyarakat. Terlebih, sejak hadirnya teknologi digital yang telah menjangkau berbagai sektor mulai dari finansial, transportasi, imigrasi, jasa, dan sebagainya.

Menurutnya, dengan adanya bantuan teknologi yang mumpuni, hukum bukan lagi menjadi sesuatu yang kompleks dan bisa dihindari. Melainkan menjadi sesuatu yang ingin dipahami dan dicari tahu oleh masyarakat.

Melihat fenomena tentang perspektif hukum yang komplek, memunculkan timbulnya urgensi untuk membentuk asosiasi khusus membidangi industri hukum. Dia berharap, lewat asosiasi akan menyatukan segala usaha dari berbagai pihak untuk modernisasi sektor hukum di Indonesia.

Program kerja asosiasi

Dalam program kerja, IRLA mendorong inovasi, memfasilitasi integrasi dan kolaborasi di seluruh ekosistem regtech dan legaltech dalam skala global. Salah bentuknya adalah mengadakan komunikasi rutin dan advokasi intensif dengan regulator di tingkat nasional maupun internasional.

Anggota dapat memperluas jaringan dan membuka peluang kolaborasi antara sesama dalam meningkatkan pertumbuhan regtech dan legaltech di Indonesia. Selain itu, anggota dapat mengakses data dari lembaga nasional maupun internasional yang bekerja sama dengan asosiasi. Asosiasi juga akan menggaet beberapa universitas untuk meningkatkan literasi mengenai bidang ini.