Penjualan produk digital dan voucher game yang dikelola oleh marketplace “itemku”, menjadi salah satu fokus PT Bukalapak.com Tbk (IDX: BUKA) mencapai keuntungan yang ditargetkan dapat terealisasi pada kuartal IV 2023.
Direktur Strategy, Corp. Communication, dan Investor Relation Bukalapak Carl Reading mengungkapkan, pihaknya terus mendorong lini bisnis yang memiliki take rate dan margin yang tinggi. Salah satunya berasal dari produk digital dan game.
“Secara kuartal (QoQ), produk gaming dan phone credit memiliki pertumbuhan kuat. Fokus kami adalah mendorong penjualan produk yang punya high margin dan high take rate,” tuturnya dalam paparan publik yang digelar Jumat (13/10).
Tidak dirincikan realisasi margin atau kontribusi pendapatan itemku. Namun, laporan keuangan kuartal II 2023 mencatat take rate lini Marketplace naik 93 basis poin menjadi 3% dibandingkan periode sama tahun lalu. Pendapatan Marketplace di semester I 2023 mencapai Rp1,2 triliun atau tumbuh 75% (YoY).
Dalam pemberitaan sebelumnya, Presiden Bukalapak Teddy Oetomo sempat mengungkap bahwa strategi specialty vertical yang diambil memungkinkan perusahaan untuk memperoleh take rate lebih tinggi. Strategi ini tercermin lewat bisnis produk gaming dan e-grocery (AlloFresh).
Akuisisi itemku oleh Bukalapak pada Mei 2021 disebut juga sebagai salah satu sumber keuntungan. Itemku adalah bagian dari Five Jack, di mana sempat memperoleh investasi dari 500 Startups dan Bon Angels Venture Partners.
Terkait AlloFresh, Carl juga menambahkan, “proses integrasinya [dengan gerai Transmart] berjalan dengan sangat baik. Belum sepenuhnya, tetapi sudah mencapai lebih dari 65 gerai. Mungkin di 2024, kita bisa lihat impact-nya terhadap [kinerja] Bukalapak.”
Potensi pasar gaming
Potensi pasar gaming di Indonesia sangat besar mengingat Indonesia adalah rumah bagi sekitar 180 juta gamer menurut laporan Niko Partners. Tingginya basis gamer di Tanah Air mendorong permintaan terhadap produk game, seperti aksesoris, topup, atau voucher game.
Google Play termasuk salah satu ekosistem produk game terpopuler, kini terintegrasi juga dengan metode pembayaran digital dalam negeri, seperti OVO dan GoPay. Voucher game Google Play juga dapat dibeli di gerai, seperti Indomaret dan Alfamart.
Sementara, platform lain yang menawarkan jual-beli untuk produk gaming di Indonesia ada Codashop, UniPin, hingga Dunia Games.
Aksi Bukalapak menggenjot bisnis non-marketplace mengundang sejumlah pertanyaan, bahkan memantik pertanyaan apakah Bukalapak meninggalkan bisnis marketplace yang digelutinya sejak awal. Anggapan tersebut langsung dibantah oleh President Bukalapak Teddy Oetomo.
“Kalau ada yang bilang kami ganti haluan dan meninggalkan marketplace itu adalah salah kaprah. Memang banyak yang tanya seperti itu, termasuk para investor,” ujar Teddy pada sesi buka puasa bersama wartawan (20/4).
Menurutnya, Bukalapak masih setia dengan model bisnis marketplace. Itu sebabnya, sejak melantai di BEI, terus memperkuat jumlah pelapak dan Mitra Bukalapak.
Menurut laporan keuangan perseroan per kuartal I 2021, pendapatan disokong oleh lini bisnis Mitra dengan pertumbuhan 284% menjadi Rp764,5 miliar terhadap keseluruhan pendapatan sebesar Rp1,9 triliun. Lini bisnis marketplace tetap menjadi kontributor utama pendapatan sebesar Rp990 miliar, namun pertumbuhannya turun 4% secara yoy.
Model bisnis Bukalapak sangat relevan dengan kondisi negeri yang berpenduduk 173 juta jiwa ini. “Kalau hanya mengandalkan online, tidak mungkin kami bisa menjangkau seluruh penduduk. Untungnya, negara kita sudah punya infrastruktur yang memungkinkan kita [Bukalapak] menjangkau seluruh negeri, yaitu warung.”
Di semester pertama 2022 ini, Bukalapak fokus untuk meningkatkan pendapatan melalui strategi specialty vertical dengan mendorong traffic ke area bisnis yang memiliki margin lebih besar. Makanya, banyak langkah strategis yang dilakukan, termasuk perkuat fokus di bisnis gaming dan meluncurkan bisnis e-gorcery bersama Transmart, Allofresh.
Teddy bilang, strategi tersebut memungkinkan perseroaan untuk memperoleh take rate yang lebih tinggi. “Tahun lalu take rate kami 1,7%. Dengan strategi specialty vertical, take rate-nya bisa high single digit. Paling tidak 4%, ada yang sampai 8%.”
Fokus ke kedua bisnis tersebut dapat memberikan kontribusi pendapatan yang lebih baik, lantaran sudah ada pasar dan tidak perlu bakar duit. Yang mana, kedua area tersebut perseroan bisa langsung monetisasi, dapat memberikan nilai tanpa tanpa perlu diskon-diskonan.
Dia mencontohkan, langkah akuisisi itemku pada tahun lalu dinilai tepat karena kini menjadi salah satu sumber keuntungan perseroan. Itemku sendiri bermain di ranah marketplace yang memungkinkan pengguna untuk melakukan jual-beli aset permainan digital, serta menjual berbagai voucher untuk akses premium ke sebuah game.
Kebutuhan para gamers untuk melakukan top up item game selalu ada, mau ada atau tidak adanya diskon. Makanya, bisnis game ini dinilai sangat stabil.
Teddy menuturkan, itemku telah beroperasi beberapa tahun sebelum diakuisisi Bukalapak, sudah ada transaksi yang terjadi, hanya saja traffic-nya belum besar. Usai diakuisisi, lalu diintegrasikan dengan traffic Bukalapak, volume transaksi di itemku langsung melonjak hingga dua sampai tiga kali lipat.
“itemku sebagai produk standalone itu sendiri sudah profitable, makanya masuk ke strategi specialty vertical. Jadi bukan berarti Bukalapak pindah sudah enggak jadi marketplace lagi.”
Berikutnya, kemitraan dengan Allofresh yang diharapkan dapat menjadi mesin suplai barang kebutuhan stok warung Mitra Bukalapak. Para Mitra dapat memperoleh barang dalam waktu lebih cepat, sehingga bisa menurunkan biaya inventaris. Barang-barang yang diperoleh dari peritel besar memungkinkan para Mitra dapat membeli barang dengan lebih murah, ketimbang beli dari distributor kecil. Mereka pun dapat memiliki daya saing yang lebih tinggi.
Di ranah e-grocery ini, Teddy menilai bahwa persaingannya tidak begitu terpengaruh dengan efek peningkatan harga komoditas, seperti minyak goreng dan bahan bakar minyak. Segmen ini fokus pada kebutuhan harian, bukan sekunder atau tersier yang kemungkinan besar akan terpengaruh. Itu sebabnya, bagi Mitra Bukalapak diharapkan akan lebih resilient.
“Mungkin konsumennya yang dulu belanja langsung banyak, sekarang belanjanya jadi lebih kecil ukurannya, misalnya sachetan. Sebab, kami ini main di warung yang jualan kebutuhan utama, jadi konsumen harus tetap belanja.”
Karena fokus ke specialty vertical ini, Bukalapak membutuhkan dana untuk berbagai peluncuran produk. Hal tersebut sudah menjadi konsekuensi, makanya Teddy memproyeksikan EBITDA tahun ini akan stagnan, yakni di kisaran minus Rp1,5 triliun sampai Rp1,4 triliun.
Bukalapak confirms to acquire Bolu edtech (PT Belajar Tumbuh Berbagi) at $1 million (over 14.3 billion Rupiah). Bukalapak snags a full 11,340 shares through PT Kolaborasi Kreasi Investa (KKI) and PT Bina Unggul Kencana (BUK), and has completed since January 11th, 2022.
The confirmation was stated in its disclosure on the Indonesian Stock Exchange (IDX), along with the clarification of its nominal at $1 million not $1 billion.
“We intend to clarify that the share sale and purchase transactions made and by the selling shareholders of PT Learning Grow Sharing, PT Kolaborasi Kreasi Investa (KKI), and PT Bina Unggul Kencana (BUK) that occurred on November 4th, 2021 were related to the purchase of 100% The 11,340 shares of PT Belajar Tumbuh Bersama are worth USD 1,000,000 (One Million Dollars) not USD 1,000,000,000 (One Billion Dollars),” Bukalapak’s Corporate Secretary Perdana A. Saputro said.
He further said, “The information on the sale and purchase value of the shares is listed in the Addendum to the Conditional Shares Sale and Purchase Agreement signed by the selling shareholders of PT Learning to Grow Sharing, PT Belajar Tumbuh Bersama, KKI and BUK on January 11, 2022. This information will be uploaded later in the Q4 2021 Financial Report.”
Following this acquisition, Bolu’s operational office is now located not only in the Cengkareng area, West Jakarta, but also in Bukalapak’s head office which is located at the Metropolitan Tower Building, Cilandak.
Bukalapak’s road to edtech
Bolu, which stands for Belajar Online Yuk, is an edtech startup that was founded in 2018 by Sandi Pratama and Deka Adrai. Bolu focuses on being a community and online learning place for home business development. It is expected that online sellers can learn from each other and share experiences, therefore, they can continue to develop and transform digitally.
On our observation, this spirit is in line with Bukalapak’s main focus on building the MSME sector, through Bukalapak Partners, its main business driver. By the end of June 2021, the number of registered Partners reached 8.7 million, rising from 6.9 million at the end of December 2020.
Mitra Bukalapak’s revenue in the second quarter of 2021 grew 292% to Rp145 billion. Meanwhile, revenue in the first semester of 2021 rose 350% to IDR 290 billion. Its contribution to the company’s revenue increased from 12% in the second quarter of 2020 to 33% in the same quarter the following year.
Other startups acquired by Bukalapak
Aside from Bolu, Bukalapak has announced a series of acquisitions. Based on the company’s financial statements, the following is a list of completed acquisitions:
1. PT Onstock Solusi Indonesia
Bukalapak affiliates PT Kolaborasi Kreasi Investa (KKI) and PT Bina Unggul Kencana (BUK) signed a share purchase agreement with PT Onstock Solusi Indonesia (OSI) on September 2nd, 2021. Bukalapak bought 400 thousand shares or the equivalent of 100% ownership of OSI for Rp1 .45 billion. OSI is a SaaS startup that focuses on developing cloud-based stock management systems to help MSMEs do business neatly and automatically.
2. PT Ayo Tech Indonesia
KKI signed a share purchase agreement with PT Ayo Tech Indonesia (ATI) on August 12th, 2021. Bukalapak controls 51% ownership shares or 30,600 shares worth of Rp8.16 billion. ATI is engaged in trading and services business in Indonesia.
3. PT Kokatto Technology Global
KKI and BUK acquired PT Kokatto Teknologi Global (KTG) on November 2nd, 2021 for IDR 90.09 billion. Bukalapak controls 100% of the ownership shares or a total of 1,298 shares. However, the acquisition is held in stages, until no later than October 15, 2023. Kokatto is a provider of automated calling technology that is fast and effective in conveying business messages. This startup is led by Arsyah Rasyid.
4. Five Jack Co. Ltd
Five Jack Co. Ltd (FJ) was acquired by Bukalapak on April 30, 2021 through the issuance of new shares by FJ to FJ shareholders with a total share of 40,909 Series G shares. FJ is a company from South Korea that has a subsidiary in Indonesia, PT Five Jack (itemku). The aim of this acquisition is to expand the e-commerce business not limited to the game sector. As of September 30, 2021, Bukalapak owns 82,815 FJ shares or the equivalent of 100%.
5. PT Cloud Hosting Indonesia
Bukalapak acquired PT Cloud Hosting Indonesia for IDR 49.7 billion through the information technology infrastructure fixed assets transfer worth of IDR 53.3 billion. With this acquisition, Bukalapak obtained 486,531 shares of Cloud Hosting or equivalent to 13.35%.
– Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian
Bukalapak mengonfirmasi akuisisi terhadap startup edtech Bolu (PT Belajar Tumbuh Berbagi) senilai $1 juta (lebih dari 14,3 miliar Rupiah). Bukalapak mengambil sepenuhnya 11.340 saham melalui PT Kolaborasi Kreasi Investa (KKI) dan PT Bina Unggul Kencana (BUK), dan telah rampung sejak 11 Januari 2022.
Konfirmasi tersebut disampaikan dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), sekaligus mengklarifikasi perilah nominal akuisisi bukan $1 miliar melainkan $1 juta.
“Kami bermaksud memberikan klarifikasi bahwa transaksi jual beli saham yang dibuat dan oleh pemegang saham penjual PT Belajar Tumbuh Berbagi, PT Kolaborasi Kreasi Investa (KKI), dan PT Bina Unggul Kencana (BUK) yang terjadi pada tanggal 4 November 2021 terkait dengan pembelian 100% saham-saham PT Belajar Tumbuh Berbagi, sebanyak 11.340 saham adalah senilai USD1,000,000 (Satu Juta Dollar) bukan senilai USD1,000,000,000 (Satu Miliar Dollar),” ucap Corporate Secretary Bukalapak Perdana A. Saputro.
Perdana melanjutkan, “Informasi nilai jual beli saham tersebut tercantum dalam Addendum Atas Perjanjian Jual Beli Saham Bersyarat yang ditandatangani oleh pemegang saham penjual PT Belajar Tumbuh Berbagi, PT Belajar Tumbuh Berbagi, KKI dan BUK pada tanggal 11 Januari 2022. Informasi ini akan di muat lebih lanjut dalam Laporan Keuangan Q4 2021.”
Dampak dari akuisisi ini, kantor operasional Bolu kini tak hanya di kawasan Cengkareng, Jakarta Barat, juga menempati di kantor pusat Bukalapak yang bertempat di Gedung Metropolitan Tower, Cilandak.
Jalan Bukalapak merambah edtech
Bolu yang merupakan kepanjangan dari Belajar Online Yuk, adalah startup edtech yang sudah berdiri sejak 2018 oleh Sandi Pratama dan Deka Adrai. Bolu fokus sebagai komunitas dan tempat belajar online untuk pengembangan bisnis rumahan. Harapannya agar para penjual online dapat belajar dari satu sama lain dan berbagi pengalaman agar mereka dapat terus berkembang dan bertransformasi secara digital.
Bila dilihat, semangat tersebut selaras dengan fokus Bukalapak yang menjadikan sektor UMKM, melalui Mitra Bukalapak, sebagai motor bisnis utamanya. Pada akhir Juni 2021, jumlah Mitra yang telah terdaftar mencapai 8,7 juta, naik dari 6,9 juta pda akhir Desember 2020.
Pendapatan Mitra Bukalapak pada kuartal II 2021 tumbuh 292% menjadi Rp145 miliar. Adapun pendapatan pada semester I 2021 naik 350% menjadi Rp290 miliar. Kontribusi Mitra Bukalapak terhadap pendapatan perseroan meningkat dari 12% pada kuartal II 2020 menjadi 33% pada kuartal yang sama di tahun berikutnya.
Startup lainnya yang diakuisisi Bukalapak
Selain Bolu, Bukalapak telah mengumumkan serangkaian aksi akusisi. Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, berikut daftar akuisisi yang telah rampung:
1. PT Onstock Solusi Indonesia
Entitas afiliasi Bukalapak PT Kolaborasi Kreasi Investa (KKI) dan PT Bina Unggul Kencana (BUK) menandatangani perjanjian jual beli saham dengan PT Onstock Solusi Indonesia (OSI) pada 2 September 2021. Bukalapak membeli 400 ribu lembar saham atau setara 100% kepemilikan OSI senilai Rp1,45 miliar. OSI merupakan startup SaaS yang berfokus pada pengembangan sistem manajemen stok berbasis cloud untuk membantu UMKM berbisnis lebih rapi dan serba otomatis.
2. PT Ayo Tech Indonesia
KKI menandatangani perjanjian jual beli saham dengan PT Ayo Tech Indonesia (ATI) pada 12 Agustus 2021. Bukalapak menguasai 51% saham kepemilikan atau 30.600 saham senilai Rp8,16 miliar. ATI bergerak dalam bidang usaha perdagangan dan jasa di Indonesia.
3. PT Kokatto Teknologi Global
KKI dan BUK mengakuisisi PT Kokatto Teknologi Global (KTG) pada 2 November 2021 senilai Rp90,09 miliar. Bukalapak menguasai 100% saham kepemilikan atau sejumlah 1.298 lembar saham. Namun, proses akuisisi dilakukan secara bertahap, sampai selambat-lambatnya 15 Oktober 2023. Kokatto adalah perusahaan penyedia teknologi panggilan otomatis yang cepat dan efektif dalam menyampaikan pesan bisnis. Startup ini dipimpin oleh Arsyah Rasyid.
4. Five Jack Co. Ltd
Five Jack Co. Ltd (FJ) diakuisisi oleh Bukalapak pada 30 April 2021 lewat penerbitan saham baru oleh FJ kepada pemegang saham FJ dengan total saham 40.909 lembar saham Seri G. FJ merupakan perusahaan asal Korea Selatan yang memiliki anak usaha di Indonesia, PT Five Jack (itemku). Tujuan dari akuisisi ini adalah untuk memperluas bisnis e-commerce tidak terbatas pada sektor gim. Pada 30 September 2021, Bukalapak memiliki 82.815 lembar saham FJ atau setara 100%.
5. PT Cloud Hosting Indonesia
Bukalapak mengakuisisi PT Cloud Hosting Indonesia senilai Rp49,7 miliar melalui pengalihan aset tetap infrastruktur teknologi informasi senilai Rp53,3 miliar. Atas akuisisi ini, Bukalapak mendapatkan hak kepemilikan saham Cloud Hosting sebanyak 486.531 saham atau setara 13.35%.
Bukalapak is acquiring itemku, an online platform marketplace for game-related digital products. This news was first confirmed by Khailee Ng, Managing Partner of 500 Startups, through uploads on his personal LinkedIn – it is known that 500 Startups are investing in both Bukalapak and itemku. Not long afterm, itemku team has also confirmed directly.
Previously, on May 11, 2021, Bukalapak also announced its strategic partnership with itemku, with a mission to facilitate access to the video game industry in Indonesia. Bukalapak’s COO, Willix Halim said, “I realize that the need for home entertainment has increased during the pandemic, and itemku are doing a great job of understanding those needs. I hope that with our shared strength, we can help catalyze the need for digital gaming in Indonesia.”
Meanwhile, itemku’s Founder & CEO Denis Kim said, “Millions of Indonesians have used itemku for years. However, we want to go beyond just making digital entertainment inclusive. I fully agree with Bukalapak’s vision to build an economy that is fair for all, and that’s why we decided to collaborate with them. We want to have a big impact on hundreds of millions of Indonesians, just as they have done. Along with the social impact, I hope this collaboration can bring rapid development in this industry.”
In this partnership, both itemku and Bukalapak will have a strong strategic collaboration commitment, including:
Synergize the team: Bukalapak and itemku work together as a team.
Reach more users throughout Indonesia: itemku products are widely distributed through the Bukalapak network including in rural areas.
Doing new project development together: many types of new projects will be developed together.
itemku representative said, for now and in the future itemku will still stand as a separate entity. There is no plan to merge with the Bukalapak’s marketplace. In a general note, itemku provides a marketplace service that allows users to buy and sell digital game assets. They also sell various vouchers for premium access to a game.
itemku is part of Five Jack, founded in 2014. In addition to 500 Startups, they also received funding from Bon Angels Venture Partners.
In our previous interview, itemku’s CPO, Virdienash Haqmal said, the company’s GMV per month had increased by 15-20%, as well as revenue during 2020. Customer growth also increased by 60% from January to June 2020. Meanwhile, for marketing activities, the company reduced its budget by 80%.
Game industry market landscape
According to a report from Verizon, mobile game usage rose 75% during the first phase of lockdown in 2020, compared to the pre-pandemic period, and there were more than 2.3 billion mobile game downloads between March 5 and April 5, up 60% at the same time the previous year. Based on data presented by Nielsen, spending on video games increased by 11% in March 2020.
IDC analysts predict that there will be a 20% increase in global video game revenue in 2020 to $179.7 billion, higher than the film sector. The data shows that a large number of people were acquainted with and tried video games for the first time during the pandemic and that many of them will continue to play games in the future. This prediction is reinforced by a survey conducted by Google and Savanta in May 2020 of 7,611 people, the fact is that 40% of new players will tend to continue playing when this pandemic situation is over, and as many as 65% say they will play the game longer each session than previous.
Another study released in November 2020, conducted by NPD, found that people between the ages of 45 and 54 saw a 59% increase in spending their time playing games over the past year, while the amount of money they spent on or playing games games increased by 76%. For those between the ages of 55 and 64, the time spent playing games increased by 48%, while the amount of money they spent playing games increased by 73%.
Also, another fact shows that out of 5,000 people surveyed, 79% said they had played video games in the previous six months, up 6% from the previous year. These studies and research show that video games are not only attractive to children and adolescents, but for those who are older, video games are a solution for them in distracting boredom during the Covid-19 pandemic.
– Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian
Bukalapak mengakuisisi itemku, sebuah platform online marketplace produk digital terkait game. Kabar ini pertama kali disampaikan Managing Partner 500 Startups Khailee Ng melalui unggahan di LinkedIn pribadinya –diketahui 500 Startups berinvestasi baik di Bukalapak maupun itemku. Kemudian juga dikonfirmasi langsung oleh pihak itemku.
Sebelumnya pada 11 Mei 2021 lalu, Bukalapak juga mengumumkan kerja sama strategisnya dengan itemku, dengan misi untuk mempermudah akses industri video game di Indonesia. COO Bukalapak Willix Halim menyampaikan, “Saya menyadari bahwa kebutuhan akan home entertainment semakin meningkat selama pandemi, dan itemku sedang melakukan pekerjaan yang luar biasa dalam memahami kebutuhan tersebut. Saya berharap dengan kekuatan bersama, kita dapat membantu mengkatalisasi kebutuhan akan digital gaming di Indonesia.”
Sementara itu Founder & CEO Denis Kim itemku mengatakan, “Jutaan orang Indonesia telah menggunakan itemku selama bertahun-tahun. Namun, kami ingin lebih dari sekadar menjadikan hiburan digital inklusif. Saya setuju sepenuhnya dengan visi Bukalapak yakni untuk membangun ekonomi yang adil bagi semua, dan itulah mengapa kami memutuskan untuk berkolaborasi bersama mereka. Kami ingin memberikan dampak yang besar bagi ratusan juta rakyat Indonesia, seperti yang telah mereka lakukan. Seiring dengan dampak sosial, saya berharap kolaborasi ini dapat membawa perkembangan pesat di industri ini.”
Dengan komitmen kemitraan ini, baik itemku maupun Bukalapak akan memiliki komitmen kolaborasi strategis yang kuat, antara lain:
Melakukan sinergi tim: Bukalapak dan itemku bekerja sama sebagai satu tim.
Menjangkau akses ke lebih banyak pengguna di seluruh Indonesia: produk itemku didistribusikan secara luas melalui jaringan Bukalapak termasuk di pedesaan.
Melakukan pengembangan proyek baru bersama: banyak jenis proyek baru yang akan dikembangkan bersama.
Tim itemku mengatakan, untuk saat ini dan di waktu mendatang itemku masih akan tetap berdiri sebagai entitas terpisah. Belum ada rencana dilebur dengan marketplace Bukalapak. Seperti diketahui, itemku menyediakan layanan marketplace yang memungkinkan pengguna untuk melakukan jual-beli aset permainan digital. Mereka juga menjual berbagai voucher untuk akses premium ke sebuah game.
itemku merupakan bagian dari Five Jack, didirikan pada tahun 2014. Selain 500 Startups, mereka juga mendapatkan dukungan pendanaan dari Bon Angels Venture Partners.
Dalam wawancara kami sebelumnya, CPO itemku Virdienash Haqmal menyebutkan, selama tahun 2020, GMV per bulan perusahaan mengalami kenaikan hingga 15-20%, demikian juga dengan revenue. Pertumbuhan pelanggan juga mengalami peningkatan sebanyak 60% sejak Januari hingga Juni 2020. Sementara untuk pengeluaran kegiatan pemasaran, perusahaan menurunkan budget hingga 80%.
Gambaran pasar industri game
Menurut laporan dari Verizon, penggunaan game seluler naik 75% selama lockdown fase pertama di tahun 2020, dibandingkan dengan masa sebelum pandemi, dan ada lebih dari 2,3 miliar unduhan game seluler antara 5 Maret dan 5 April, naik 60% pada waktu yang sama periode tahun sebelumnya. Data lain yang disampaikan Nielsen, pengeluaran untuk video game naik 11% pada Maret 2020 saja.
Analis IDC memperkirakan bahwa akan terdapat peningkatan sebesar 20% dari pendapatan video game global pada tahun 2020 menjadi $179,7 miliar, hal ini lebih tinggi dari sektor film. Data tersebut menunjukkan bahwa sejumlah besar orang mengenal dan mencoba video game untuk pertama kalinya pada saat pandemi berlangsung dan akan banyak dari mereka ke depannya akan tetap bermain game. Prediksi tersebut diperkuat dengan survei yang dilakukan Google dan Savanta pada bulan Mei 2020 terhadap 7.611 orang, bahwa faktanya terdapat 40% pemain baru akan cenderung terus bermain ketika situasi pandemi ini telah selesai, dan sebanyak 65% mengatakan mereka akan bermain game lebih lama setiap sesinya daripada sebelumnya.
Studi lain yang dirilis pada November 2020, yang dilakukan oleh NPD, menemukan bahwa orang yang berusia antara 45 dan 54 tahun, terdapat peningkatan dalam menghabiskan waktu mereka untuk bermain game sebesar 59% selama tahun lalu, sementara jumlah uang yang mereka habiskan untuk atau dalam bermain game meningkat sebesar 76%. Bagi mereka yang berusia antara 55 dan 64 tahun, waktu yang dihabiskan untuk bermain game meningkat sebesar 48%, sementara jumlah uang yang mereka habiskan untuk bermain game meningkat sebesar 73%.
Dan fakta lain menunjukkan bahwa dari 5.000 orang yang disurvei, 79% mengatakan mereka telah memainkan video game dalam enam bulan sebelumnya, hal tersebut naik 6% dari tahun sebelumnya. Studi dan riset tersebut menunjukkan bahwa video game tidak hanya menarik bagi kalangan anak dan remaja, namun bagi mereka yang berumur, video game merupakan suatu solusi untuk mereka dalam menghilangkan kejenuhan selama pandemi Covid-19 berlangsung.
In addition to the e-commerce services that experienced business growth during the Covid-19 pandemic, the gaming industry also experienced a significant increase. In mid-March 2020 the largest digital game market platform in the world, Steam, reported the largest user growth increase in history. They claim to raise more than 20 million active users on Steam within 24 hours, both for playing games or practically online.
As a marketplace platform that serves digital product sales, especially game demand such as goods, accounts and vouchers; The company claims to have experienced rapid growth. Recorded since March 2020, their monthly active users increased by 78%, with the number of new registrations experiencing a sharp increase of up to 97%. In addition, the ratio of users who visit Itemku for the first time has also increased, from 70% to 76%.
Founded in 2015, Itemku run by Five Jack has helped gamers sell and buy virtual products in their favorite games.
Itemku’s Chief Product Officer, Virdienash Haqmal told DailySocial, during 2020, the company’s GMV per month has increased to 15-20%, as well as revenue. Customer growth also increased by 60% from January to June 2020. While for marketing activities, the company reduced its budget by 80%.
“The company currently focuses on affiliate marketing (Itemku Creators Guild) which has a low cost-high impact and has a snowball effect on the number of registrants and new buyers.”
Similar products can also be purchased at several other popular marketplaces. For example through Tokopedia, the platform allows players to buy virtual assets using credit. Another convenience is also presented by the GoPay platform, which has been connected with payment services on Google Play.
Fundraising plan
Previously, the company has launched an application available on the Play Store. The use of applications has also increased during the pandemic. The company noted the number of downloads increased from an average of 2800 to 5100 per week or about 77%.
In terms of users, both buyers and sellers are mostly fond of the simple features fast delivery process. In Itemku, there is an “Instant Delivery” feature that allows the system to send the seller’s product automatically after it is paid for. This feature is only available for voucher products. For top-up products and other virtual items, a 10 Minute Delivery Guarantee is available which is only available for sellers with good sales records.
“In terms of business, the company is conducting research to reach the physical product market in order to become a hobby marketplace. As for the target that is still to be achieved this year, Itemku wants to improve services for sellers and become a marketplace for hobbies. Currently, the company is in the process of fundraising,” Virdienash said.
In 2017, Itemku has secured fresh funding worth of $1.2 million (around 16 billion Rupiah) from 500 Startups and several unnamed South Korean venture capitals. Funding is channeled to dominate the Indonesian virtual item market while expanding into the Southeast Asian market.
– Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian
Selain layanan e-commerce yang mengalami pertumbuhan bisnis saat pandemi Covid-19 berlangsung, industri game juga mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Pada pertengahan bulan Maret 2020 platform pasar game digital terbesar di dunia, Steam, melaporkan peningkatan jumlah pengguna terbesar dalam sejarahnya. Mereka mengklaim bahwa dalam rentang 24 jam, ada lebih dari 20 juta pengguna aktif di Steam, baik untuk bermain game atau sekadar online.
Sebagai platform marketplace yang melayani pembelian dan penjualan produk digital, terutama kebutuhan game seperti barang, akun, dan voucher; itemku mengklaim telah mengalami pertumbuhan yang cepat. Tercatat sejak bulan Maret 2020, pengguna aktif bulanan mereka meningkat hingga 78%, dengan jumlah pendaftaran baru yang mengalami kenaikan tajam hingga 97%. Selain itu, rasio pengguna yang mengunjungi itemku untuk pertama kalinya juga meningkat, dari 70% menjadi 76%.
Didirikan pada tahun 2014 lalu, itemku, yang dijalankan oleh Five Jack, membantu para gamer untuk menjual dan membeli produk-produk virtual di permainan favoritnya.
Kepada DailySocial Chief Product Officer itemku Virdienash Haqmal menyebutkan, selama tahun 2020, GMV per bulan perusahaan mengalami kenaikan hingga 15-20%, demikian juga dengan revenue. Pertumbuhan pelanggan juga mengalami peningkatan sebanyak 60% sejak Januari hingga Juni 2020. Sementara untuk pengeluaran kegiatan pemasaran, perusahaan menurunkan budget hingga 80%.
“Saat ini perusahaan berfokus pada affiliate marketing (itemku Creators Guild) yang low cost-high impact dan memiliki snowball effect ke jumlah pendaftar dan pembeli baru.”
Porduk serupa sebenarnya juga bisa dibeli di beberapa marketplace populer lain. Misalnya melalui Tokopedia, platformnya memungkinkan pemain beli aset virtual menggunakan pulsa. Kemudahan lain juga disajikan platform GoPay, yang telah terhubung dengan layanan pembayaran di Google Play.
Rencana penggalangan dana
Sebelumnya perusahaan telah meluncurkan aplikasi yang bisa diunduh di Play Store. Penggunaan aplikasi juga mengalami kenaikan selama pandemi berlangsung. Perusahaan mencatat jumlah unduhan meningkat dari rata-rata 2800 menjadi 5100 per minggu, atau sekitar 77%.
Untuk pengguna itemku, baik pembeli maupun penjual kebanyakan menyukai fitur yang mempermudah dan mempercepat proses pengiriman. Di itemku, terdapat fitur “Pengiriman Instan” yang memungkinkan sistem untuk mengirim produk penjual secara otomatis setelah dibayar. Fitur ini hanya tersedia untuk produk voucher. Untuk produk top-up dan item virtual lainnya, tersedia Garansi Pengiriman 10 Menit yang hanya tersedia untuk penjual-penjual dengan catatan penjualan yang baik.
“Dari sisi bisnis, perusahaan sedang melakukan riset untuk menjangkau pasar produk fisik agar bisa menjadi marketplace hobi. Sementara untuk target yang masih ingin dicapai tahun ini, itemku ingin meningkatkan pelayanan untuk penjual dan menjadi marketplace untuk hobi. Saat ini perusahaan juga sedang dalam proses penggalangan dana,” kata Virdienash.
Pada tahun 2017 itemku telah mengantongi dana segar senilai $1,2 juta (sekitar 16 miliar Rupiah) dari 500 Startups dan beberapa venture capital Korea Selatan yang tidak disebutkan namanya. Perolehan pendanaan digunakan untuk menguasai pasar virtual item Indonesia sambil berekspansi ke pasar Asia Tenggara.
Pernah memainkan game online macam Ragnarok, RF Online, Dragon Nest atau Point Blank? Kalau iya, Anda pastinya tidak asing dengan istilah jual-beli akun maupun berdagang item serta mata uang dalam game. Ya, benda-benda virtual ini merupakan komoditas yang tidak asing di kalangan gamer.
Selama ini, proses jual-beli tersebut banyak mengandalkan forum-forum seperti Kaskus atau malah kontak langsung antara pembeli dan konsumen via pesan instan. Absennya pihak yang memonitor transaksi membuka celah untuk berbagai macam kasus penipuan. Yang namanya penipuan, pembeli maupun penjual sama-sama bisa menjadi korban.
Penipuan dalam jual-beli benda-benda virtual (virtual item trading) ini kian diperparah karena kebanyakan transaksi berlangsung 100% secara online, dan lagi barangnya bisa dibilang tidak berwujud. Alhasil, penjual merasa sulit mendapat kepercayaan, dan konsumen sendiri takut uangnya dibawa kabur tanpa mendapat apa-apa.
Masalah-masalah seperti ini dilihat oleh perusahaan asal Korea Selatan, Five Jack, sebagai peluang untuk membuka bisnis online marketplace yang berfokus pada virtual item trading. Di tahun 2015, berdirilah itemku. Anda boleh menganggapnya sebagai Tokopedia-nya benda-benda virtual, tapi berdasarkan percakapan via email saya dengan Virdienash Haqmal selaku Chief Product Officer itemku, mereka punya visi yang lebih besar dari itu.
Memberikan layanan terbaik untuk para gamer merupakan salah satu visi itemku. Istilah kerennya, “we make gamer’s heaven” kalau kata beliau. Indonesia memang merupakan target pasar utama itemku saat ini, akan tetapi Five Jack rupanya sudah punya rencana ekspansi ke negara-negara lain yang akan mereka eksekusi mulai tahun ini juga.
Peluang ekspansi itemku memang terbilang lebih besar jika dibandingkan dengan online marketplace lain. Salah satu alasannya adalah karena mereka sama sekali tidak memerlukan uluran tangan dari penyedia jasa logistik layaknya marketplace yang berkutat dengan produk-produk fisik. Ingat, barang-barangnya bisa dikatakan tidak berwujud, dan hanya bisa dinikmati jika Anda memainkan game yang bersangkutan.
Game–game yang saya sebut di awal hanya sebagian kecil dari yang ada di itemku. Sampai artikel ini ditulis, total ada 36 game yang berbeda yang barang-barangnya diperdagangkan di platform itemku. Tidak melulu game desktop, game mobile seperti Clash of Clans, Growtopia maupun Mobile Legends juga ada di itemku.
Game–game mobile ini lebih mendominasi di kategori jual-beli akun, sedangkan game desktop memiliki porsi yang lebih besar di kategori jual-beli mata uang maupun item dalam game. Untuk semua jenis transaksi, peran itemku tetap sama, yakni memastikan semuanya berlangsung aman tanpa ada elemen tipu-tipu, baik untuk penjual maupun pembeli.
Peluang bisnis virtual item trading
Saya yakin banyak pembaca yang bertanya, memangnya semenjanjikan apa peluang berdagang item dalam game? Virdie mencoba memberikan contoh pengalaman seorang penjual dengan nickname GTsellers, yang lapaknya dihuni oleh berbagai item dari game Growtopia.
Setiap bulannya, GTsellers yang dioperasikan oleh pemuda yang belum lama lulus SMA ini bisa meraup omzet di atas Rp 280 juta. Angka ini akan terdengar semakin fantastis setelah mengetahui bahwa dua barang yang paling laku harganya tidak lebih dari Rp 600 dan Rp 60.000 per bijinya. Dengan angka penjualan sebesar itu, GTsellers pastinya berhasil menjual setidaknya ribuan barang setiap bulannya.
Pertanyaan selanjutnya, berapa laba bersihnya? Untuk itu, Virdie memberikan contoh pengalaman pedagang lain, yaitu Veiksme Store yang berdagang item untuk game Dota 2. Dengan nilai transaksi bulanan sebesar Rp 10 juta, sang pelapak rupanya bisa meraup untung bersih sampai Rp 4 juta.
Testimoni-testimoni seperti ini sejatinya sudah bisa membuktikan kalau virtual item trading layak dijadikan bisnis sebenarnya walaupun konteksnya yang berbasis game kerap disepelekan banyak orang. Bermain game selagi mendapatkan uang dari hasil dagangan, saya kira konsep ini tidak kalah menarik dari menggeluti kancah esport – sekaligus lebih mudah dilakukan.
itemku sebagai platform
Sebagai perusahaan, itemku sendiri pastinya juga ingin mencari untung, apalagi mengingat dari awal mereka tidak pernah sekalipun mengatakan kalau platform-nya gratisan. Terkait bentuk monetisasinya, itemku menerima komisi dari setiap transaksi yang berlangsung, dan mereka juga menawarkan fitur premium buat pembeli sewaktu melakukan pemesanan dengan benefit tertentu.
Semakin banyak jumlah game yang didukung, semakin banyak pelapak dan semakin besar pula keuntungan yang bisa didapat itemku. Akan tetapi mereka tidak serta-merta menambahkan game baru tanpa melakukan riset terlebih dulu.
Riset yang dilakukan oleh tim internal khusus itu mencakup faktor-faktor seperti cara bertransaksi, market size, perilaku pengguna dalam bertransaksi dan lain sejenisnya. Setelahnya, itemku akan melihat apakah suatu game bisa dicantumkan dalam kategori jual-beli akun game, mata uang dan item dalam game, voucher game, dan lainnya untuk menentukan apakah game tersebut bisa masuk di platform itemku.
Jual-beli akun game ini memunculkan pertanyaan tersendiri di benak saya: apakah ini tidak menyalahi aturan yang dikeluarkan sang penerbit game? Pada kenyataannya, itemku terus melancarkan komunikasi baik-baik dengan sejumlah publisher, khususnya di Indonesia, dan sebagai bonus, kerja sama antara keduanya pun mungkin sekali dijalankan.
itemku juga dengan keras menolak kehadiran hacker maupun gamer yang kerap memanfaatkan bot demi meraup untung sebesar-besarnya, yang pada akhirnya dapat merusak kondisi ekonomi dalam game. Ini penting karena setiap bulannya ada kurang lebih 500 ribu user aktif yang mengakses itemku.
Hal lain yang menarik di mata saya dari itemku adalah bagaimana mereka secara tidak langsung menjadi sarana mudah bagi konsumen yang tak memiliki kartu kredit untuk membeli game orisinil dari platform macam Steam atau Origin, meski hal ini tentunya sangat bergantung terhadap stok yang dimiliki pelapak.
Dengan memanfaatkan metode-metode pembayaran seperti virtual account bank transfer, pembayaran via mini market, transfer saldo Go-Pay maupun potong pulsa, konsumen bisa membeli game dari Steam atau Origin tanpa menggunakan kartu kredit – tapi sekali lagi asalkan ada pelapak yang mempunyai barangnya. Tentu saja metode-metode ini juga berlaku untuk segala jenis transaksi dalam itemku.
–
Sebagai penutup, saya pribadi sangat senang melihat inovasi yang ditawarkan itemku karena pada dasarnya semua pihak sama-sama diuntungkan. Pembeli sekarang tidak perlu lagi khawatir menjadi korban penipuan seperti zaman saya masih menggeluti perdagangan Zeny kala bermain RO dulu, sedangkan mereka yang tertarik menjadikan game sebagai lahan berbisnis pun sekarang punya wadah yang lebih ideal ketimbang mengandalkan forum lokal.
Virtual item marketplace Itemku, yang dijalankan oleh Five Jack, mengumumkan perolehan dana segar senilai $1,2 juta (sekitar 16 miliar Rupiah) dari 500 Startups dan beberapa VC Korea Selatan yang tidak disebutkan namanya. Perolehan pendanaan ini akan digunakan untuk menguasai pasar virtual item Indonesia sambil berekspansi ke pasar Asia Tenggara.
Pendanaan ini adalah kali ketiga diterima Five Jack. Secara total, mereka telah mendapatkan investasi senilai $1,7 juta (lebih dari 22 miliar Rupiah). 500 Startups telah dua kali memasukkan dana ke Itemku, sementara investasi awal berasal dari BonAngels, sebuah perusahaan modal ventura Korea Selatan.
Berbeda dengan marketplace pada umumnya, Itemku menjual barang-barang virtual yang biasanya tidak diakomodasi pemilik platform gaming. Itemku membantu para gamer untuk menjual dan membeli produk-produk virtual di permainan favoritnya. Sebut saja Clash of Clans, CSGO, atau Point Blank. Konsumen produk seperti ini bisa membeli Town Hall, karakter, atau senjata baru dalam mata uang Rupiah.
Selain Itemku, Five Jack kini juga tengah mengembangkan media Gokil yang khusus membahas game dan dinamika jual beli produk virtual di Indonesia. Disebutkan layanan ini ditujukan untuk mewadahi komunitas gaming di Indonesia, yang sebelumnya hanya berinteraksi sebagai penjual dan pembeli di itemku.
Dalam rilisnya, CEO Five Jack Denis Kim menyebutkan, “Tim kami punya pengalaman yang luas dalam industri game market, baik Indonesia maupun Asia Tenggara. Menurut saya, industri ini memiliki potensi pertumbuhan yang besar di masa depan.”
Five Jack didirikan tahun 2013 dan mengklaim kini telah memperoleh pertumbuhan bisnis 30% setiap bulannya.