Tag Archives: Ivan C Permana

Persiapan Tiga Operator Telekomunikasi Indonesia Hadirkan Teknologi 5G

Operator telekomunikasi merupakan pihak yang paling menentukan arah dari pengembangan teknologi 5G di Indonesia. Kecepatan akses data yang tinggi teknologi 5G memungkinkan operator telekomunikasi untuk menciptakan inovasi dan layanan baru. Tak hanya di Indonesia, operator-operator di negara lain juga tengah berbenah untuk mengimplementasikan teknologi 5G.

“Verizon dan T-Mobile saat ini sudah melakukan uji coba teknologi 5G, mulai dari akan men-deploy layanan fixed network di 11 kota di AS hingga membangun jaringan 5G di seluruh kota di AS hingga tahun 2020 nanti,” kata VP Technology & System Telkomsel Ivan C Permana dalam sesi diskusi yang diselenggarakan MASTEL hari ini (15/8) di Jakarta.

Di Indonesia sendiri dukungan pemerintah untuk memperlancar pengembangan teknologi 5G sudah mulai diberikan. Di antaranya adalah uji coba di lokasi strategis untuk melihat kinerja dan potensi jaringan 5G di Indonesia hingga infrastruktur.

“Kerja sama dan dukungan dari pemerintah adalah menyediakan 5G outdoor trial, setelah dicoba bisa terukur potensinya. Dari situ bisa dicari teknologi apa yang bisa sesuai digunakan oleh operator, apakah uplink dan downlink dipisah semua bisa dilihat dari outdoor trial,” kata General Manager Network & IT Planning XL Axiata Hasanudin Farid.

Namun demikian yang perlu dipertimbangkan sebelum pemerintah Indonesia menerapkan teknologi 5G pada tahun 2019, apakah infrastruktur hingga faktor lainnya sudah siap, sehingga teknologi yang ada di 5G tidak akan terbuang percuma manfaatnya.

“Saya melihat 5G akan menawarkan sesuatu hal yang baru dan tentunya menjadi tantangan untuk operator menentukan bisnis model seperti apa yang di antisipasi,” kata Group Head Regulatory dan Government Relations Indosat Ooredoo Fajar Aji Suryawan.

Penambahan spektrum mempercepat pertumbuhan

Meskipun sempat mengalami proses yang cukup lama untuk teknologi 3G mulai diperkenalkan operator, tidak demikian halnya dengan 4G. Masyarakat mengadopsi teknologi 4G dalam waktu relatif cepat. Diperkirakan proses tersebut akan lebih mudah diterima untuk teknologi 5G.

“Saya melihat adopsi 5G lebih cepat sesuai dengan device yang dimiliki. Dari sisi use case, 5G memilik 3 anchor, yaitu extended mobile broadbandfixed wireless access dan industri critical application,” kata Hasanudin.

Tidak mudah bagi operator telekomunikasi untuk bisa menghadirkan konektivitas yang cepat menggunakan teknologi 5G. Untuk itu perluasan spektrum bakal menentukan kesuksesan implementasi teknologi ini di Indonesia.

“Untuk itu pemerintah harus mulai memperhatikan spektrum. Salah satu biaya yang dikeluarkan oleh operator adalah spectrum fee yang terbilang besar jumlahnya,” kata Fajar.

Tidak hanya kebebasan untuk memperluas masing-masing spektrum, ketersediaan juga harus diperhatikan pemerintah dan pihak operator telekomunikasi di Indonesia. Demikian juga dengan izin penempatan antena di berbagai titik strategis di Indonesia. Hal senada juga disampaikan perwakilan XL Axiata.

“Lebih ke arah regulasi izin spektrum dan lisensi mulai disiapkan. Sekarang saya lihat sudah antisipatif terutama dengan adanya forum 5G Indonesia. Agar nantinya engineer di operator bisa mencari tahu lebih banyak teknologi 5G ini,” kata Fajar.

Jika nantinya pengembangan dan proses adopsi mulai diimplementasikan operator, teknologi 5G dipercaya bakal meningkatkan inovasi Artificial intelligence, pengolahan big data analytics, Augmented reality (AR), Virtual Reality (VR), dan Internet of Things (IoT).

Telkomsel Bantu Bekasi Wujudkan Konsep Smart City

Smart city saat ini menjadi sebuah konsep yang seolah menjadi mimpi semua kota di Indonesia. Pemerintah dan pihak swasta berlomba-lomba mengeluarkan inovasinya demi untuk mewujudkan smart city di kota masing-masing. Terbaru adalah kerja sama Telkomsel dengan LAPI (Lembaga Afiliasi Penelitian dan Industri) ITB dalam mengembangkan konsep smart city di Bekasi, Jawa Barat.

Dalam rilisnya pihak Telkomsel menyatakan bahwa proses kajian, pengembangan, dan implementasi ini dilakukan dalam rangka mendorong terwujudnya konsep ideal smart city di kota-kota di Indonesia. Permasalahan kota yang semakin kompleks mendorong adanya kebutuhan akan solusi yang tepat dan memudahkan pemerintah. Alternatifnya adalah menggunakan teknologi, dalam hal ini penerapan konsep smart city.

Ivan C Permana Vice President Technology & System Telkomsel menjelaskan bahwa Telkomsel memiliki tanggung jawab untuk memberikan layanan dan solusi mobile digital yang melebihi ekspektasi pelanggan, memberikan nilai tampah kepada para stakeholder, dan mendukung pertumbuhan perekonomian bangsa.

“Implementasi smart city di Indonesia merupakan dukungan kami terhadap pemerintah kota dalam meningkatkan kinerja sehingga dapat memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat,” terang Ivan.

Sebuah kota dikatakan atau dikategorikan sebagai “smart” jika sudah bisa mampu mengetahui (sensing) keadaan kota di dalamnya, memahami (understanding) keadaan tersebut lebih jauh, dan melakukan aksi (acting) terhadap permasalahan tersebut sehingga akan terjadi integrasi informasi berbasis teknologi aplikasi secara langsung antara pemerintah kota dan masyarakat kota, demikian juga sebaliknya.

Telkomsel bersama dengan LAPI ITB dan tentunya pemerintah kota Bekasi sejauh ini telah melakukan proses kajian, pengembangan, dan implementasi smart city dalam bentuk platform smart city, patriot operation center, instalasi perangkat lunak dan perangkat keras (sensor pencemaran udara, sensor pencemaran sungai, CCTV, GPS tracking, dan lain-lain), dan juga aplikasi Sorot, sebuah aplikasi untuk menangani pelaporan warga.

“Platform smart city dibangun untuk membentuk suatu sistem terintegrasi yang dapat menciptakan interaksi yang cepat dan tepat sasaran antara pemerintah sebagai penentu kebijakan dan masyarakat sebagai komunitas yang perlu mendapatkan pelayanan dan kualitas hidup yang baik. Dengan adanya kerja sama Telkomsel dengan LAPI ITB, diharapkan platform smart city dapat diimplementasikan melalui pengembangan bisnis digital, penerapan teknologi machine to machine, dan supporting system untuk big data solution,” jelas Ivan.

Bekasi menjadi kota Kedua setelah Bogor, Jawa Barat yang mendapatkan implementasi smart city dari Telkomsel dan LAPI ITB. Setelah ini bukan tidak mungkin kota-kota selanjutnya juga akan mendapatkan dukungan yang sama dari Telkomsel dan LAPI ITB dalam penerapan teknologi-teknologi untuk memajukan kota.

“Di samping kesiapan pemerintah dan masyarakat, alasan lain dipilihnya Bogor dan Bekasi sebagai pilot project smart city adalah kota-kota ini merupakan penyangga utama Jakarta yang merupakan ibukota negara. Kami percaya permasalahan di ibukota dapat tersolusi secara komprehensif apabila kota-kota penyangga di sekitarnya juga mampu mengatasi persoalan perkotaan secara smart,” papar Ivan.

Active network sharing disiapkan untuk mempercepat proyek pita lebar / Shutterstock

Menkominfo Persiapkan Regulasi untuk Active Network Sharing

Menkominfo Rudiantara mengungkapkan pihaknya akan segera menyiapkan Peraturan Menteri terkait rencana active network sharing. Mekanisme tersebut coba diambil dalam rangka efisiensi, keberlajutan investasi industri, dan keterjangkauan layanan telekomunikasi di seluruh wilayah Indonesia.

Dalam keterangannya Menkominfo Rudiantara mengatakan:

“Selain menyiapkan PM (Peraturan Menteri) tentang active network sharing, pada Desember 2015, saya sudah kirim surat ke Setneg untuk revisi Peraturan Pemerintah (PP) No 53/2000. Intinya, agar tidak terulang lagi kasus IM2 (Indosat Mega Media).”

Active network sharing merupakan sebuah mekanisme penggunaan infrastruktur aktif telekomunikasi antar operator di suatu negara. Saat ini ada lima model network sharing, yakni CME Sharing, Multi Operator Radio Access Network (MORAN), Multi Operator Core Network (MOCN), Roaming, dan Mobile Virtual Network Operator (MVNO).

Disampaikan Rudiantara dalam sebuah Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Percepatan Pitalebar Indonesia yang Efisien Melalui Kebijakan Network Sharing” dibahas mengenai network sharing ini dari berbagai macam aspek, mulai dari aspek bisnis, teknologi, vendor, regulasi, persaingan usaha dan dampaknya terhadap masyarakat luas.

Ia lebih jauh juga menjelaskan bahwa para pembicara dalam FGD telah berhasil menunjukan bahwa dari segi bisnis mekanisme network sharing ini bisa membawa manfaat. Ia juga percaya bahwa network sharing bisa mendorong efisiensi industri telekomunikasi di Indonesia.

“Bagi saya yang penting adalah bagaimana membuat industri telekomunikasi makin efisien, terjangkau (affordable) dan bisa terus berinvestasi (sustainable),” ujar Rudiantara.

Meski demikian, nantinya aturan tentang network sharing itu tidak akan bersifat wajib bagi seluruh operator telekomunikasi. Aturan yang akan dikeluarkan pun nantinya bersifat membolehkan.

“Dalam penerapannya nanti, network sharing itu tidak dipaksakan atau wajib, tapi tetap B2B (Business to Business),” terang Rudiantara.

Sementara itu Telkomsel yang juga turut hadir dalam FGD tersebut, diwakili oleh Vice President Technology and System Group Telkomsel Ivan C. Permana memaparkan:

Active network sharing hanya bisa mempercepat pencapaian pitalebar jika tidak ditujukan untuk efisiensi biaya operator dan penghematan devisa, namun harus ditujukan untuk percepatan pembangunan BTS di seluruh pelosok dalam bentuk komitmen pembangunan.”

Ivan dalam kesempatan tersebut juga membeberkan data mengenai dominasi Telkomsel dalam hal pembangunan infrastruktur. Sehingga active network sharing akan dirasa tidak fair bagi Telkomsel.

“Perlu juga penyempurnaan sistem reward and punishment sehingga operator yang melebihi komitmen mendapatkan insentif lebih,” kata Ivan.

Implementasi active network sharing menurutnya tidak memberikan manfaat lebih bagi pelanggan dan operator. Yang ia khawatirkan semakin banyak ketersediaan layanan dibagi, maka berkurang kontrol terhadap kapasitas layanan yang nantinya bisa mengakibatkan penurunan kualitas layanan.

“Efisiensi yang didapatkan dari active network sharing belum tentu memberikan manfaat dalam percepatan broadband jika tidak disertai komitmen pembangunan percepatan broadband yang lebih besar. Dan implementasi ini dampaknya hanya 0,13% – 0,27% dari total impor Indonesia,” ujarnya.

Ia juga menambahkan bahwa saat ini masih membutuhkan pembangunan BTS yang banyak untuk bisa menyamai layanan broadband di negara maju. Hal ini karena di Indonesia pembangunan broadband masih belum merata dan seimbang.