Tag Archives: Ivan Tambunan

PT Akselerasi Usaha Indonesia (Akseleran Group) menunda IPO jadi tahun depan lalu PHK (layoff) 60 karyawan hampir semua divisi terdampak

Akseleran Tunda IPO Hingga Tahun Depan, Rumahkan 60 Karyawan

PT Akselerasi Usaha Indonesia (Akseleran Group) menunda pelaksanaan IPO dari rencana semula pada 9 Agustus 2023 menjadi tahun depan. Perusahaan berdalih keputusan dipicu karena belum menemukan investor strategis yang tepat untuk mendukung ke depannya.

“Dikarenakan kondisi pasar saat ini, dibutuhkan waktu yang lebih panjang untuk mendapatkan strategic investor yang tepat yang dapat mendukung perusahaan ke depannya. Oleh karena itu, perusahaan memutuskan untuk menunda IPO untuk sementara waktu,” ujar Group CEO & Co-founder Akseleran Ivan Nikolas Tambunan dalam keterangan resmi.

Secara terpisah, mengutip dari Investor.id, Ivan menjelaskan faktor pemicu lainnya adalah kondisi pasar masih banyak yang ‘wait and see’, terutama bagi investor institusi, yang mana sektor teknologi belum diminati dan tingginya suku bunga di tahun ini. Belum lagi rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) yang dinilai tidak bergairah pada tahun ini dibandingkan 2022.

Tech IPO juga institutional investor juga masih wait and see. Makanya butuh waktu lebih panjang untuk secure strategic investor untuk kami,” tegas dia.

Menyabung dari kabar tersebut, perusahaan melakukan restrukturisasi internal dengan merumahkan (PHK) kurang lebih 60 karyawan. Hampir semua divisi terdampak dari keputusan ini.

Ivan menyampaikan, restrukturisasi ini ditempuh agar grup berada dalam kondisi yang optimal untuk dapat menjalankan operasionalnya dengan lebih efektif dan efisien, agar mampu bertumbuh secara berkelanjutan dalam jangka panjang dan tetap sehat secara finansial.

Ia berdalih, restrukturisasi ini bukan jalan pintas yang diambil perusahaan. Sebelumnya, keputusan serupa sudah ditempuh untuk meningkatkan kinerja keuangan sejak 2020, termasuk meningkatkan pendapatan usaha secara substansial sebesar 105%, 117%, dan 80%, berturut-turut dari 2020-2022, serta mengelola biaya secara efisien pada saat yang sama.

“Ini merupakan restrukturisasi internal pertama yang perusahaan lakukan sejak pertama beroperasi di 2017.”

Karyawan yang terdampak dipastikan akan menerima kompensasi sesuai haknya yang diatur dalam perundang-undangan yang berlaku. Tak hanya itu, perusahaan akan memberikan dukungan finansial, profesional, perpanjangan asuransi kesehatan, memberikan laptop, serta arragement kerja yang fleksibel agar mereka dapat melakukan transisi dan melanjutkan karier ke depannya.

Dampak pasca-tunda IPO

Sebagai dampak penundaan IPO, rencana perusahaan untuk mengakuisisi penuh perusahaan multifinance PT Pratama Interdana Finance (PIF) juga ikut tertunda. Ivan mengaku masih berdiskusi dengan manajemen PIF terkait hal tersebut.

Deal-nya, kami akan melihat kondisi pasar dalam satu tahun ke depan. Jadi mungkin kalau kami lakukan pakai buku kuartal empat itu artinya sampai Juni tahun depan. Makanya kami lihat kondisi pasar sampai tahun depan,” jelasnya.

Kendati begitu, perusahaan akan terus melanjutkan bisnisnya sebagai p2p lending dengan memberikan kemudahan akses penyaluran untuk UKM dan investasi pendanaan yang aman buat masyarakat.

Berdasarkan laporan keuangan perusahaan per 2022, Akseleran masih mencatatkan rugi sebesar Rp22 miliar. Target untuk menghasilkan laba bersih selambat-lambatnya pada kuartal IV 2023 akan dikejar, dengan upaya meningkatkan penyaluran pinjaman sekaligus pendapatan, serta efisiensi pengeluaran operasional.

Dalam periode yang sama, perseroan telah menyalurkan lebih dari Rp6,5 triliun pinjaman kepada ribuan penerima pinjaman, dengan tingkat pertumbuhan majemuk tahunan (CAGR) penyaluran pinjaman mencapai 96% per tahun sejak 2018-2022.

Adapun per Juni 2023, perusahaan telah menyalurkan pinjaman sebesar Rp1,44 triliun, angka ini naik 22% secara year-on-year. Tingkat NPL dapat terjaga dengan stabil sebesar 0.66% dari outstanding pinjaman per Juni 2023. Angka tersebut diklaim salah satu yang terendah di Indonesia untuk perusahaan p2p lending.

Dari sisi pendanaan, Akseleran didukung oleh lebih dari 200 ribu pemberi pinjaman ritel dan berbagai pemberi pinjaman institusional, termasuk dari BCA, BRI, Bank OCBC, Bank Mandiri, dan Bank Jtrust.

Application Information Will Show Up Here
Startup fintech lending Akseleran, melalui induknya PT Akselerasi Usaha Indonesia Tbk, mengumumkan segera melantai (IPO) di BEI

Akseleran Segera IPO, Incar Dana Hingga Rp358 Miliar

Hari ini (28/6) Akseleran, melalui induknya PT Akselerasi Usaha Indonesia Tbk, mengumumkan segera melantai (IPO) di Bursa Efek Indonesia. Perusahaan menargetkan dapat meraup dana segar sampai dengan Rp358 miliar.

Dalam newsletter konsumen yang diterima DailySocial.id, perusahaan menyampaikan public expose akan diselenggarakan pada pekan depan, 3 Juli 2023. Bersamaan dengan itu masa penjatahan (book building) juga dibuka hingga 18 Juli 2023. Bila tidak ada aral melintang, pencatatan di papan BEI akan dilaksanakan pada 9 Agustus 2023.

“Keputusan untuk go public merupakan langkah yang signifikan bagi Grup Akseleran karena ini menunjukkan kepercayaan akan visi, layanan, dan potensi pertumbuhan dari Grup Akseleran. Kami percaya bahwa langkah ini akan membuka peluang-peluang baru dan memperkuat komitmen kami untuk menyediakan pengalaman pengguna yang lebih baik lagi,” ujar perusahaan.

Mengutip materi presentasi yang dipublikasi, perusahaan akan melepas 2,98 juta lembar saham atau setara 29% saham disetor ditempatkan setelah IPO. Harga per lembarnya dipasang mulai dari Rp100-Rp120, dengan rasio waran 10:1.

Nantinya dana segar dari aksi korporasi akan digunakan untuk dua hal: sebanyak Rp36,5 miliar digunakan untuk akuisisi perusahaan pembiayaan PT Pratama Interdana Finance untuk kuasai 99,99% kepemilikan saham, dan menyetor tambahan modal sebesar Rp200 miliar untuk amunisinya, sisanya untuk modal kerja perusahaan dalam rangka mendukung bisnis utama dan pengembangan bisnis selanjutnya.

Ada dua underwriter yang ditunjuk dalam IPO ini, yakni BCA Sekuritas dan BRI Danareksa Sekuritas.

Kinerja Akseleran

Startup fintech ini sudah beroperasi sejak 2017 sediakan akses kredit untuk UKM. Berdasarkan laporan keuangannya per 2022, total dana pinjaman yang telah disalurkan sebesar Rp6,5 triliun (kumulatif), bila dilihat secara tahunan angkanya sebesar Rp2,93 triliun dengan rentang penyaluran per bulannya Rp336 miliar.

Dari laporan perusahaan, portofolio penyalurannya sebanyak 90% untuk pinjaman invoice financing, PO financing, dan inventory financing, dengan tenor enam bulan dan pinjaman mulai dari Rp75 juta sampai Rp2 miliar. Adapun dari proporsi pemberi pinjamannya, sebanyak 206 ribu adalah investor ritel, dan delapan dari kalangan institusi. Rasio kredit macetnya (NPL) berhasil dijaga di rasio 0,41%.

Portofolio peminjamnya didominasi oleh sektor migas (17%), disusul konstruksi (12,7%), suplai konstruksi (7,2%), dan material bangunan (7,2%). Lokasinya terbesar di Jakarta (47%), Jawa Barat (17%), dan Jawa Timur (15%).

Melihat lebih jauh dari laporan keuangan perusahaan, Akseleran mencetak pendapatan sebesar Rp71,4 miliar dengan pertumbuhan 80% yoy dan biaya operasional masih membengkak Rp94 miliar, naik 34%. EBITDA perusahaan masih negatif Rp18,9 miliar, tunjukkan tren positif sebesar 33% dibandingkan tahun sebelumnya. Alhasil dari seluruh laporan tersebut, Akseleran cetak rugi bersih Rp22,4 mliar.

Perusahaan memproyeksikan dapat segera cetak laba pada kuartal IV 2023, setelah melakukan berbagai strategi besar, salah satunya mengakuisisi perusahaan multifinance. Diyakini akan menjadi game changer bagi perusahaan karena memungkinkan penyaluran lebih besar antara Rp10 miliar-Rp15 miliar untuk UKM dengan omzet bisnis Rp50 miliar dalam setahun.

“Perusahaan multifinance juga akan membuat Grup Akseleran menjadi lebih efisien; karena biaya, proses, dan waktu untuk melakukan asesmen terhadap pinjaman sebesar Rp10-15 miliar tidak berbeda dengan asesmen pinjaman sebesar Rp2 miliar. Sehingga dengan struktur biaya yang sama, pendapatan dapat bertumbuh secara substansial,” tutup perusahaan.

Application Information Will Show Up Here
Founder Akseleran

Akseleran Kembangkan Produk Pinjaman Baru; Diversifikasi Dana Lewat Lender Institusi

Di awal tahun 2021, perusahaan teknologi p2p lending Akseleran mengumumkan pencapaiannya dalam menyalurkan pinjaman senilai Rp960 miliar sepanjang tahun lalu. Kinerja itu berhasil disalurkan meskipun Indonesia mengalami krisis seiring pandemi Covid-19.

Berdasarkan catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penyaluran pinjaman di tahun 2020 mengalami peningkatan 91,3% year on year (yoy) di angka Rp155,9 triliun dibandingkan tahun 2019 sebanyak Rp81,49 triliun. Sementara itu, jumlah pinjaman yang disalurkan p2p lending tumbuh 16,43% yoy dari Rp13,14 triliun menjadi Rp15,31 triliun di 2020.

Co-Founder & CFO Akseleran Mikhail Tambunan dalam keterangan resmi menyampaikan, “Secara kumulatif, Akseleran sudah menyalurkan total pinjaman usaha sebesar Rp1,9 trililun lebih kepada 2500 peminjam dan juga didukung oleh 150 ribu lebih pemberi pinjaman (lender) ritel atau perorangan yang tersebar merata dari Aceh hingga Papua.”

Ia turut menambahkan, terjadi peningkatan tren penyaluran pinjaman usaha Akseleran tiap bulannya dengan rata-rata mencapai sebesar Rp80-90 miliar. Di bulan Januari 2021, Akseleran berhasil menyalurkan total pinjaman usaha sebesar Rp105 miliar atau berada di atas rata-rata penyaluran pinjaman.

Pengembangan produk

Dalam wawancara terpisah, Ivan Tambunan selaku Co-Founder & CEO Akseleran menyampaikan, pandemi yang terjadi di 2020 telah membuat perusahaan melakukan de-risking, yaitu pengurangan risiko yang menyebabkan perubahan peresentase dua produk andalan mereka, meliputi invoice financing (60%) dan pre-invoice financing (40%). Hal ini disebabkan oleh sifat dasar pre-invoice financing yang cenderung lebih berisiko.

Meskipun demikian, perusahaan mengakui tetap menerapkan penilaian kredit yang prudent dengan fokus kepada cashflow calon borrower sebagai bagian dari mitigasi risiko. Langkah tersebut disinyalir berhasil menurunkan pencapaian total NPL Akseleran secara kumulatif di angka 0,13%.

Selain itu, Ivan juga menyampaikan bahwa perusahaan tengah mengembangkan solusi API-based loan origination system (LOS). Produk ini disebut seamless supply chain financing facilities. Konsepnya sama seperti pembiayaan modal kerja kepada mata rantai bisnis dalam rangka penyediaan pasokan barang/jasa dari pihak supplier, dalam hal ini adalah corporate anchor kepada pihak buyer.

Bersama solusi API ini, akan hadir juga produk baru yang disebut instant B2B digital commerce financing. Akseleran menargetkan kerja sama dengan platform digital B2B commerce , payment gateway, atau saluran pembayaran lainnya untuk mempermudah transaksi menggunakan fasilitas yang disediakan Akseleran. Sistemnya seperti paylater, namun spesifik untuk B2B.

Diversifikasi sumber dana

Pada hari ini (11/2) Akseleran baru saja mengumumkan PT Bank Jago Tbk sebagi salah satu institutional lenders dalam platformnya. Melalui kolaborasi sinergis ini, Bank Jago berkomitmen untuk menyalurkan pembiayaan produktif kepada para pelaku UMKM (borrower) melalui platform Akseleran sebesar Rp50 miliar yang akan dimulai pada Februari 2021.

Sebelumnya, sudah ada beberapa nama yang lebih dulu menjadi partner institui di Akseleran. Dari industri perbankan sudah ada Bank Mandiri, BCA, JTRUST, dan bank regional BPR SUPRA. Selain itu, ada juga Pegadaian, Mandiri Tunas Finance, KreditPlus, Ciptadana,dan beberapa multifinance yang ikut menjadi institutional lender.

Sampai saat ini, presentase jumlah penyaluran dana di Akseleran masih didominasi oleh ritel (70%); sisanya insititutional lender (30%). Bekerja sama dengan lebih dari 10 institutional lender, perusahaan berhasil menyalurkan dana sekitar $70m atau Rp979 miliar.

Pihaknya melihat kedepannya ada kemungkinan untuk komposisi ini bisa berubah menjadi 50:50 antara ritel dan institusi. Melihat pasar di luar, misalnya di Amerika Serikat atau Tiongkok, pada akhirnya yang mendominasi adalah institutional funding. Namun, menurut Ivan, pasar Indonesia sedikit berbeda. Investasi retail di luar sudah sangat banyak, sementara di Indonesia belum. Platform ini sendiri bertujuan untuk membuka akses bagi masyarakat bisa mengembangkan dananya. Hal ini yang dirasa Ivan menjadi unique market.

“Menurut saya, retail market akan tetap ada, mungkin ke depannya bisa lebih sedikit tetapi kita akan tetap maintain marketplace konsep kita. Ketika pandemi melanda, institutional lender mulai menarik diri, apa jadinya kalau tidak ada retail? Hal ini menunjukkan pentingnya diversifikasi sumber dana,” jelas Ivan.

Saat ini Akseleran disebut sedang terlibat penggalangan dana putaran seri B yang ditargetkan bisa selesai di Q1 2021. Tidak disebutkan siapa saja yang terlibat, namun pihaknya menyatakan dukungan dari investor sebelumnya tetap kuat.

“Targetnya, kita ingin bisa scale-up 10x lipat dari volume kita saat ini dalam waktu 2-3 tahun. Harapannya, di akhir tahun 2021, kita sudah bisa sustainable dengan cashflow positif,” tutup Ivan.

Application Information Will Show Up Here
Belajar dari pengalaman eFishery, Akseleran, Lemonilo, dan Kiddo tentang tips berkolaborasi dengan sesama startup atau pihak lain secara menguntungkan

Tips Bagaimana Startup Menjalin Kolaborasi

Kolaborasi menjadi langkah strategis untuk memperkuat bisnis, baik dengan sesama startup, UKM, korporasi, maupun lembaga pemerintah. Sebelum startup memutuskan untuk melakukan kolaborasi, ada beberapa langkah yang baiknya diperhatikan, agar kolaborasi tidak mandek dan malah merugikan untuk kedua belah pihak.

DailySocial mencoba merangkum pengalaman beberapa startup saat memutuskan berkolaborasi. CEO eFishery Gibran Hufaizah, CEO Akseleran Ivan Tambunan, Co-Founder Lemonilo Shinta Nurfauzia, dan CEO Kiddo Analia Tan menceritakan pengalamannya.

Memperluas kapabilitas perusahaan

Alasan utama sebagian besar kolaborasi adalah untuk memperluas kapabilitas dari bisnis perusahaan. Untuk startup yang masih belia usianya, langkah ini bisa menjadi cara efektif memperkuat postioning perusahaan dan meningkatkan awareness ke target pengguna.

Bagi eFishery yang cukup aktif melancarkan kolaborasi, langkah ini harus dilakukan dengan cerdas. Artinya partner yang menawarkan kolaborasi cukup relevan dengan kebutuhan startup saat ini.

Di sisi lain, sebagai startup dengan model bisnis tergolong niche, Gibran Hufaizah melihat upaya eFishery berkolaborasi sepenuhnya untuk meng-cater kebutuhan petani ikan dan udang di tanah air.

“Kami selalu mendengarkan keperluan para petani sebelum melakukan kolaborasi. Apakah dalam bentuk finansial, pemasaran hingga teknologi. Jika masih bisa dibantu secara internal kita bantu. Namun jika sifatnya sudah diluar dari bisnis kami, kolaborasi merupakan cara terbaik untuk dilakukan,” kata Gibran.

Sementara menurut Ivan Tambunan, kolaborasi perlu dilakukan karena setiap pelaku usaha memiliki keunggulannya masing-masing. Dengan berkolaborasi, pelaku usaha bisa menciptakan sinergi. Sebagai layanan fintech, Akseleran menjadi salah satu platform yang memiliki peluang besar berkolaborasi dengan startup di sektor yang berbeda.

“Faktor yang menentukan kolaborasi [..] haruslah sama-sama bersinergi dan saling memberikan keuntungan satu sama lain,” kata Ivan.

Hal senada diungkapkan Shinta Nurfauzia. Pada akhirnya harus jelas benar apakah kolaborasi tersebut bisa membuahkan hasil yang positif kepada masing-masing startup. Pastikan end result bisa menjadi win win solution.

“Lemonilo selama ini sudah sering melakukan kolaborasi antar startup. Salah satunya adalah dengan brand fashion. Alasan utama kami melakukan kolaborasi dengan sektor yang berbeda tersebut adalah, memperkenalkan produk kami kepada pasar dari mereka dan juga sebaliknya,” kata Shinta.

Seiring berkembangnya bisnis, Lemonilo mulai masuk ke segmen mass market. Target pasarnya semakin lebar. Hal ini turut dipicu kehadiran mi instan Lemonilo sebagai produk yang dianggap cocok untuk gaya hidup sehat masyarakat Indonesia.

Sementara bagi platform edtech untuk anak Kiddo, kolaborasi yang dilakukan harus didukung target atau pencapaian. Selama ini Kiddo melakukan beberapa kolaborasi dengan beberapa platform. Salah satunya dengan GogoKids dari Malaysia.

“Kolaborasi yang kami lakukan harus punya target yang secara langsung maupun tidak langsung [untuk] mendukung obyektif perusahaan. Caranya (how) bisa bervariasi, tapi alasannya (why) harus jelas dari awal.” kata Analia.

Memperkuat positioning perusahaan

Tentang kapan waktu yang tepat melakukan kolaborasi, para penggiat startup mengungkapkan tidak bisa ditentukan secara pasti. Yang perlu diperhatikan adalah pondasi bisnis startup harus kuat dan memiliki penawaran yang lebih, sehingga dilirik mitra yang dibutuhkan.

Untuk eFishery sendiri, kolaborasi strategis yang telah dilancarkan adalah bersama dengan Gojek. usai menerima pendanaan dari Go Ventures dan Northstar beberapa waktu yang lalu. Gibran menyebutkan bakal terjadi integrasi yang masif antara ekosistem Gojek yang raksasa dengan ekosistem eFishery sendiri.

“Perbincangan investasi dan kolaborasi strategis antara eFishery dan Gojek sudah kami bicarakan dalam waktu yang cukup lama. Masing-masing pihak melihat, jika kolaborasi dilakukan bisa membantu masing-masing ekosistem untuk tumbuh dan berkembang lebih luas dan lebih cepat lagi,” kata Gibran.

Sementara menurut Ivan, kolaborasi dapat dilakukan sejak awal. Dalam hal ini startup dapat lebih pintar dan bijak dalam melihat peluang, baik itu terkait kondisi internal maupun eksternal. Bagaimanapun juga, jika kolaborasi berhasil dilakukan dengan baik, efeknya akan berdampak baik bagi perusahaan, konsumen, dan para mitra.

“Kiddo sendiri merupakan platform yang sudah melakukan kolaborasi sejak hari pertama: kolaborasi dengan para penyedia aktivitas anak [merchant]. Selain dengan merchant, kami juga cukup sering melakukan kolaborasi dengan perusahaan lain seperti perbankan, startup retail, brand yang menyasar anak dan keluarga, komunitas ibu, dan banyak lagi. Kami percaya kolaborasi yang pas akan menguntungkan kedua belah pihak,” kata Analia.

Pada akhirnya, kolaborasi yang dilakukan harus berimbas kepada kebutuhan. Jangan sampai tidak memberikan impact dan nilai yang positif untuk masa depan startup.

“jika startup sudah cukup percaya diri, didukung dengan base yang kuat, dan [memiliki] positioning yang menjanjikan, kolaborasi dengan startup yang telah memiliki nama besar dan penawaran lebih baik bisa langsung dilakukan,” kata Shinta.

Berbisnis bersama keluarga, termasuk startup, memerlukan dukungan moral, kombinasi "expertise" yang berbeda, dan visi dan misi yang selaras

Bagaimana Keluarga Bersama Membangun Startup

Industri startup yang dinamis menarik berbagai talenta untuk andil di dalamnya. Tak terkecuali mereka yang memiliki pertalian darah, alias kakak-adik atau bahkan saudara kembar. DailySocial mencatat beberapa startup yang didirikan keluarga ini mampu bertahan dan tetap relevan di kancah persaingan industri.

Startup-startup ini bergerak di industri media, foodtech, gaming, dan fintech. Berikut ini beberapa pembahasan tentang pengalaman dan dukungan keluarga ketika membangun startup.

Anton dan Roki: hobi dan minat yang sama

Anton dan Roki Soeharyo
Anton dan Roki Soeharyo

Saat mendirikan Touchten, kakak beradik Anton dan Roki Soeharyo memiliki hobi yang sama, yaitu game, yang diturunkan langsung oleh ayah mereka. Melihat peluang yang ada, ketika dewasa, Anton dan Roki memutuskan mendirikan perusahaan gaming di Indonesia.

“Awalnya hanya berpikiran jika bisa main game dan ‘digaji’. Setelah kami dewasa kami mulai ‘evolve‘ dan memutuskan untuk menciptakan game sendiri. Akhirnya kami berpikir bagaimana startup kami dapat mengangkat industri game Indonesia,” kata Anton.

Touchten sendiri berdiri sejak tahun 2009. Meskipun didirikan bersama sang adik, kini Anton fokus mengembangkan platform PlayGame dan MainGame. Roki kini menjabat sebagai CEO, menggantikan posisi Anton.

Blood is thicker than water. Walau beda perusahaan, pastilah selalu adik saya ada di hati. Kalau ada yang bisa saya bantu dari dukungan moral atau dukungan apapun pastinya akan dibantu. Sebagai entrepreneur pastinya kita perlu dukungan moral atau sekedar temen curhat,” kata Anton.

Untuk mereka yang ingin mendirikan startup bersama keluarga, Anton membagikan tips menarik berdasarkan pengalaman dirinya membangun bisnis bersama sang adik.

“Yang pasti sulitnya adalah maintain clear distance antara keluarga dan bisnis. Be professional, harus tegas antara keluarga dan kolega. Saat di rumah boleh menjadi kakak dan adik, tapi ketika menginjak kaki di kantor harus profesional biar bisa maju,” kata Anton.

Mario, Marbio, dan Marius Suntanu: Work-life balance

Marius, Mario dan Marbio Suntanu
Marius, Mario, dan Marbio Suntanu

Yummy Corp berawal dari visi Mario Suntanu yang melihat perkembangan industri food delivery yang semakin pesat di mana-mana, termasuk di Indonesia. Mario menggaet adik-adiknya, Ismaya Group, dan Co-Founder lainnya (Juan Chene dan Daisy Harjanto) untuk membangun perusahaan bersama.

Tahap pertama startup dipimpin Marbio Suntanu sebagai Managing Director untuk membangun bisnis yang memberikan makan siang yang sehat, lezat, membantu produktivitas, namun tetap terjangkau. Di tahun 2018, Mario bergabung secara full-time di Yummy Corp sebagai CEO. Di tahun yang sama, Marius Suntanu bergabung sebagai Food Development Director dan bertanggung jawab atas semua variasi makanan Yummy Corp. Dalam satu tahun, tim yang dipimpinnya berhasil menghadirkan sekitar 11.350 variasi menu berbeda.

Salah satu kunci keberhasilan Yummy Corp adalah hubungan positif antar saudara. Serupa dengan dengan hubungan rekan kerja lainnya, masing-masing harus bisa saling support di berbagai situasi. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah saling menghargai pendapat dengan expertise di bidang masing-masing agar saling melengkapi.

“Kelebihan menjadi satu keluarga, diskusi dan brainstorm di luar office hour sangat mungkin dilakukan saat kumpul keluarga. Namun diperlukan batasan sampai mana diskusi itu berlanjut agar work-life-balance tetap terjaga dan hubungan keluarga saat di luar kantor tetap hangat,” kata Mario.

Kombinasi expertise Ivan Tambunan, Mikhail Tambunan, dan Christopher Gultom

Mikhail Tambunan, Christopher Gultom, Ivan Tambunan
Mikhail Tambunan, Christopher Gultom, dan Ivan Tambunan

Keunggulan yang diklaim dimiliki CEO Ivan Tambunan, CFO Mikhail Tambunan, dan Chief Credit Officer Christopher Gultom adalah expertise masing-masing. Hal tersebut mendukung Ivan semakin percaya diri menetapkan strategi dan memimpin pengembangan produk Akseleran. Masing-masing bertanggung jawab berdasarkan skill dan pengalaman kerja dalam menjalankan perusahaan.

“Didukung dengan background masing-masing yang berhubungan di bidang keuangan, kita mempunyai visi yang sama yaitu mengurangi financing gap yang ada di Indonesia, dan yang paling besar itu dialami oleh UKM,” kata Christopher.

Menurut Mikhail, hal yang paling berat adalah bagaimana tetap menjaga hubungan saudara di tengah hubungan profesional di perusahaan. Jika visi misi serta tugas dan wewenang tidak jelas, maka hal parah bisa terjadi adalah keretakan di hubungan persaudaraan.

Bagi Ivan, meskipun memiliki risiko konflik yang bisa merusak hubungan, banyak keuntungan yang bisa diperoleh jika mendirikan startup bersama keluarga, terutama pada aspek dukungan moral dan kepercayaan satu sama lain.

“Yang terpenting, startup harus dijalankan dengan merit based. Jadi membangun bersama keluarga bukan hanya karena hubungan kekeluargaan [nepotisme] melainkan karena memang expertise dari masing-masing pihak. Selain itu dari awal sudah harus kompak dan memutuskan untuk transparan dan fair terhadap satu sama lain,” kata Ivan.

Winston dan William Utomo: bisnis media

William dan Winston Utomo
William dan Winston Utomo

Sebagai CEO IDN Media, Winston Utomo mengawali bisnis berbentuk situs bernama IDN Times bersama sang adik William sejak tahun 2014 lalu. Kini IDN Times menjadi platform media berbagai generasi, khususnya generasi muda, walaupun keduanya tidak memiliki pengalaman di bidang jurnalistik.

Sayangnya Winston dan William Utomo tidak menanggapi permintaan wawancara yang dilayangkan DailySocial terkait pengalamannya memulai dan menjalankan bisnis bersama saudara ini.

Dukungan moral Reynold dan Ronald Wijaya

Ronald dan Reynold Wijaya
Ronald dan Reynold Wijaya

Berbeda dengan kakak-adik pendiri startup lainnya, Reynold dan Ronald Wijaya memiliki startup di industri yang berbeda. Reynold Wijaya CEO Modalku yang menyasar industri fintech, sementara saudara kembarnya Ronald Wijaya membangun bisnis healthy food product bernama Lemonilo.

Meskpun berbeda, saat mulai membangun bisnis masing-masing saling memberikan dukungan moral. Hal tersebut dirasakan benar oleh Ronald yang sempat mengalami kesulitan saat membangun startup pertamanya, yaitu Konsula.

“Di saat-saat kelam itu, justru saya mendapatkan banyak dukungan moral dari Reynold, dan of course dari istri dan keluarga lainnya. Karena sifat nature dari bisnis kita yang sangat berbeda, maka saya lebih banyak mendapatkan dukungan moral. Tetapi menurut saya, dukungan moral sebenarnya jauh lebih penting daripada hal lainnya. Banyak saat-saat dimana kita mau menyerah, tapi akhirnya bangkit kembali karena dukungan moral tersebut,” kata Ronald.

Sebagai saudara, hubungan Reynold dan Ronald sangat dekat. Keduanya bisa saling mengandalkan dan terbuka satu sama lainnya. Sebagai saudara kembar, mereka dari lahir sampai universitas selalu di sekolah yang sama.

“Tentunya kami saling mendukung satu sama lain dan dalam menjalankan bisnis mencoba yang terbaik untuk memberikan masukan terhadap perkembangan bisnis, memecahkan masalah, atau menumbuhkan perusahaan dengan baik,” kata Reynold.

Untuk mereka yang ingin membangun startup bersama adik atau kakak, ada tips menarik yang dibagikan Ronald dan Reynold. Meskipun mereka memutuskan untuk tidak mendirikan bisnis bersama, namun ada pelajaran penting yang menjadi fokus keduanya.

“Hal terbaik bila tetap ingin membuat usaha bersama adalah boleh kok untuk dari awal membagi saham kepada keluarga lainnya, asal jelas. Tetapi dari hal manajemen, jangan ada dua suara. Harus menentukan siapa kapten kapalnya sehingga bisa membedakan dengan jelas antara manajemen dengan kepemilikan,” kata Ronald.

Keterbatasan "ticket size" dan belum banyak pengalaman di sektor digital menjadi kendala investor lokal untuk berpartisipasi di pendanaan tahap lanjut

Menyiasati Terbatasnya Investor Lokal di Pendanaan Tahap Lanjut

Meskipun makin banyak memberikan pendanaan di tahap awal (seed), jumlah investor lokal yang berpartisipasi di pendanaan tahap lanjut masih cukup terbatas.

Di Indonesia, mereka yang terlibat di pendanaan Seri B ke atas biasanya adalah Corporate Venture Capital (CVC) atau yang didukung keluarga konglomerat ternama.

Persoalan keterbatasan “ticket size”

Tentunya banyak alasan mengapa belum banyak investor lokal bermain di tahapan lanjutan. Salah satunya masih belum besarnya ticket size atau jumlah investasi yang bisa mereka gelontorkan untuk setiap startup. Biasanya perusahaan modal ventura lokal telah memiliki nominal yang sudah ditentukan.

“Saya melihat untuk melakukan pendanaan dengan nominal yang besar, misalnya $20 juta ke atas, agak sulit untuk venture capital lokal. Pada akhirnya yang bisa membantu adalah Corporate Venture Capital (CVC) atau Private Equity,” kata CEO PrivyID Marshall Pribadi.

Hal senada diungkapkan CEO Akseleran Ivan Tambunan. Menurutnya, untuk tahapan Seri B ke atas, belum banyak venture capital lokal yang bisa memberikan nominal lebih besar.

Untuk ticket size pendanaan tahap awal rata-rata VC memberikan mulai dari $500 ribu hingga $1 juta. Jika startup mulai masuk ke tahapan lanjutan, jumlahnya bisa beragam sesuai kebutuhan dan perjanjian.

To be honest, aku selalu lihat values sih, bukan hanya besaran uang. Contoh jika ada investor asing mau invest $10 juta lalu ada investor lokal mau investasi $3 juta ditambah akses ke pemerintahan, akses ke media, akses ke grupnya dia yang merupakan potential client/partner bisnis kita. Kita akan ambil yang mana?,” kata CEO Telunjuk Hanindia Narendrata (Drata).

Nilai tambah, termasuk dalam bentuk jaringan dan akses, menjadi faktor penting di luar nominal uang yang ditawarkan.

Venture capital lokal maupun asing bisa dipertimbangkan selama relevan dengan strategi dan visi-misi perusahaan. Perusahaan lokal akan dapat memberikan value add yang kuat dalam business development, organization building, dan business network untuk menguasai pangsa nasional. Jika menargetkan go international ataupun regional, perusahaan asing tentunya dapat memberikan value add tersendiri,” kata Principal Investment Alpha JWC Ventures Melina Subastian.

Menentukan pilihan

Pada akhirnya, ketika berbicara soal penggalangan dana, semua kembali lagi ke visi dan misi startup. Pendiri startup dan jajaran manajemen bisa menentukan pilihan sesuai dengan roadmap yang bakal diterapkan selanjutnya.

Jika startup lebih banyak terlibat dengan jaringan perusahaan lokal dan pemerintahan, ada baiknya untuk memilih investor lokal dan meminimalisir keterlibatan investor asing. Sebaliknya, jika berupaya melakukan ekspansi global, mulailah mencari tahu dan membuka jaringan lebih luas dengan investor asing.

“Mungkin yang harus diperhatikan ketika startup memilih investor asing untuk pendanaan adalah apakah pada akhirnya investor akan menempatkan talenta asing, seperti engineer dan posisi lainnya, ke dalam tim startup. Hal tersebut yang perlu diperhatikan jika startup melakukan penggalangan dana memanfaatkan investor asing,” kata CEO Nodeflux Meidy Fitranto.

Meidy menambahkan, ke depannya persaingan secara global tidak hanya terkait segmentasi pasar dan peluang bisnis, namun juga bagamana inovasi masing-masing negara bisa menjadi yang terdepan. Akan lebih ideal jika produk lokal diciptakan talenta lokal pula.

Menurut Drata, secara umum belum banyak investor lokal yang memiliki pengalaman di dunia digital ini. D sisi lain, investor di Jepang, Tiongkok, Amerika Serikat, dan negara-negara Eropa sudah memiliki pengalaman lebih baik.

“Saya percaya dan tren sudah membuktikan, makin ke sini jumlah investor lokal tahap lanjutan makin banyak. Sejarah membuktikan, dulu investor lokal tahap awal saja jarang sekali jumlahnya, sekarang sudah menjamur. Jadi para investor lokal juga butuh success stories sebelum memutuskan ‘nyemplung’ lebih jauh.”

Startup yang berencana menggalang dana tahapan lanjutan sebaiknya mengenali profil VC/CVC yang dibidik, dalam bentuk tesis, portofolio, tim, dan value added yang bisa diberikan.

Pastikan mereka adalah mitra yang tepat dan dapat bekerja sama dalam membangun bisnis ke depannya.

“Melihat hal ini, kami [Alpha JWC] berusaha untuk menjadi venture capital berbasis Indonesia yang dapat memberikan pendanaan tahap lanjut hingga $10 juta, sekaligus untuk dapat membantu pembangunan startup di Indonesia yang telah mencapai tahap lanjut,” kata Melina.

Ivan Tambunan

Akseleran Konfirmasi Keterlibatan Central Capital Ventura dalam Putaran Pendanaan Seri A

Startup p2p lending Akseleran mengonfirmasi CVC dari BCA, Central Capital Ventura (CCV), masuk ke dalam putaran pendanaan Seri A. Pengumuman resmi awalnya dijadwalkan pada bulan lalu, sampai akhirnya mundur jadi Januari 2020.

Kendati demikian, Co-Founder & CEO Akseleran Ivan Tambunan belum bersedia untuk menyebut lebih detail terkait ini, pun siapa yang menjadi lead investor. Dia hanya mengatakan pendanaan ini sudah ditutup tinggal tunggu waktu pengumuman saja. Tidak hanya CCV dan Access Ventures, ada beberapa investor lainnya yang terlibat.

“CCV adalah salah satu investor, selain mereka ada beberapa investor yang lain. Funding ini sudah di-closed,” kata Ivan kepada DailySocial, Kamis (19/12).

Sebelumnya, Ivan mengonfirmasi bahwa nominal pendanaan yang diterima perusahaan adalah $8,5 juta atau setara 119 miliar Rupiah, sesuai dengan rumor awal yang beredar.

Pada Februari 2019, perusahaan baru mengumumkan pendanaan sebesar $2,5 miliar (sekitar 35 miliar Rupiah) sebagai bagian dari putaran seri A ini.

Hingga pertengahan Desember 2019, Akseleran telah menyalurkan total pinjaman lebih dari Rp900 miliar secara kumulatif. Per bulannya perusahaan menyalurkan sekitar Rp80 miliar pinjaman usaha. Ditargetkan tahun depan angkanya meningkat jadi Rp2 triliun untuk total pinjaman kepada UKM berbasis invoice financing dan pre invoice financing.

Strategi yang akan dilakukan adalah menambah jumlah lender baik ritel maupun institusi, serta jumlah borrower melalui direct sales maupun skema partnership. Terkait partnership, akan dilakukan dengan platform digital dengan skema partnership supply chain financing.

Dalam meningkatkan kepercayaan dari lender, perusahaan memfasilitasi asuransi kredit yang menjamin pengembalian pokok pinjaman hingga 85% jika terjadi keterlambatan pembayaran dari borrower lebih dari 90 hari.

Saat ini perusahaan telah mengantongi izin usaha resmi dari OJK sebagai perusahaan p2p lending.

Application Information Will Show Up Here
Pendanaan Akseleran

Akseleran Dikabarkan Galang Pendanaan Seri A Hampir 120 Miliar Rupiah

Startup p2p lending Akseleran dikabarkan menggalang pendanaan sebesar $8,5 juta (hampir 120 miliar Rupiah) dari sejumlah investor, salah satunya adalah Access Ventures.

Kabar ini pertama kali diberitakan oleh DealStreetAsia (23/9) dan dikonfirmasi langsung oleh Co-Founder & CEO Akseleran Ivan Tambunan saat ditemui di sela-sela Indonesia Fintech Summit & Expo 2019 di Jakarta di hari yang sama.

Ivan belum mau berkomentar banyak terkait informasi ini, dia malah berencana untuk membuat kabar resmi pada November 2019 mendatang. Dia beralasan pihaknya masih menunggu persetujuan dari OJK. Namun Ivan mengonfirmasi nominalnya memang benar $8,5 juta.

“Kita decline [beri] komentar, November baru bisa kasih komentar. Dari jumlah [investasi] itu benar, tapi kita belum bisa kasih komentar karena harus menunggu persetujuan dari OJK, itu adalah syarat yang harus kita penuhi,” ujar Ivan.

Kabar ini sebelumnya sudah lama digaungkan oleh Akseleran, bahkan sejak tahun lalu. Ivan menyebut perusahaan sedang mencari pendanaan seri A sebesar $7,5 juta (sekitar 105 miliar Rupiah).

Pada Februari 2019, perusahaan baru mengumumkan pendanaan sebesar $2,5 miliar (sekitar 35 miliar Rupiah) sebagai bagian dari putaran seri A ini. Konfirmasi dari Ivan secara langsung menguatkan bahwa terjadi oversubscribed dalam putaran ini.

Kinerja Akseleran

Ivan menerangkan saat ini perusahaan telah menyalurkan pembiayaan sebesar Rp690 miliar secara akumulatif dari pencapaian di tahun lalu. Secara target, perusahaan bidik total penyaluran tembus di angka Rp1,1 triliun. Per bulannya, Ivan menyebut Akseleran telah menyalurkan sekitar Rp70 miliar.

“Kalau tahun ini saja, kita targetkan penyaluran Rp900 miliar, tahun lalu itu Rp260 miliar. Jadi bila ditotal secara akumulatif, kita ingin tembus Rp1,1 triliun.”

Bila dijabarkan lebih dalam, produk yang paling banyak dimanfaatkan oleh borrower adalah invoice dan pre-invoice. Komposisi keduanya adalah 90% dari nominal penyaluran. Namun yang ingin didorong Akseleran pada akhir tahun ini adalah supply chain financing yang ditargetkan kontribusinya tembus 10%-15%.

Dia menjelaskan produk ini punya sisi positif semua pihak. Akseleran bisa mengamankan jaminan pembayaran jadi jauh lebih terjamin. Dari segi proses penilaian juga jauh lebih cepat, pasalnya perusahaan tidak perlu menilai risiko dari borrower saja, tapi cukup dari pembayar saja. Alhasil, besaran bunga yang dibebankan pun jauh lebih murah.

“Proses jauh lebih cepat karena kita cukup assess payer-nya saja, borrower enggak perlu lagi. Tapi Akseleran harus kerja sama dengan payer-nya dulu. Jadinya lebih efisien buat akuisisi borrower karena kita bisa partner-an sama satu partner tapi bisa dapat banyak borrower dari vendor supplier-nya.”

Para lender yang tergabung di Akseleran saat ini masih didominasi oleh perorangan (90%), mayoritas berlokasi di Jabodetabek, sisanya tersebar di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, bahkan Nusa Tenggara Timur.

Ivan berencana untuk menambah porsi peminjam dari institusi, target porsinya 20%-30%. Beberapa nama yang sudah bekerja sama adalah perusahaan multifinance, seperti Mandiri Tunas Finance dan Ciptadana Multifinance.

“Ada beberapa tambahan dari leasing, nanti mau juga ada dari bank besar. Sebenarnya sudah ada MoU dengan BPR, tapi baru MoU. Kita terbuka dengan semua pihak,” pungkas Ivan.

Application Information Will Show Up Here
Bincang dengan CEO Akseleran Ivan Tambunan tentang membangun perusahaan bersama keluarga

DScussion #99: Cerita Pivot Model Bisnis Akseleran

Berangkat dari latar belakang pendidikan di Fakultas Hukum dan pekerjaan sebagai pengacara, Ivan Tambunan memahami dunia perbankan, litigasi, peer-to-peer lending, dan equity crowdfunding.

Salah satu hal yang menarik dalam pendirian Akseleran adalah pivotnya fokus perusahaan dari crowdfunding ke p2p lending setelah melihat penerimaan masyarakat (product market fit).

Simak wawancara DailySocial dengan CEO Akseleran Ivan Tambunan tentang bagaimana awal pendirian Akseleran, menciptakan hubungan kerja yang profesional dengan keluarga, dan bagaimana bermitra dengan regulator di segmen fintech.

Belajar dari CEO Akseleran, Sribulancer, Sirclo, dan Telunjuk tentang kapan waktu yang tepat untuk menggalang dana

Memahami Urgensi Penggalangan Dana

Di artikel sebelumnya, DailySocial memberikan tips melakukan penggalangan dana untuk startup pemula. Penggalangan dana adalah hal yang krusial dalam proses pengembangan bisnis startup, meskipun bukan menjadi satu-satunya cara agar bisnis terus berjalan.

Salah satu cara konvensional yang bisa digunakan adalah memanfaatkan profit perusahaan untuk menutup biaya operasional dan biaya lain yang diperlukan. Hal ini tidak mudah, mengingat biasanya fokus startup adalah mengembangkan produk dan bisnis. Namun demikian kebanyakan startup memutuskan untuk melakukan penggalangan dana dengan tujuan yang beragam.

Satu hal yang pasti, fundraising bisa membantu startup bergerak lebih cepat, apapun model bisnis atau segmen yang disasar startup tersebut.

CEO Sribulancer Ryan Gondokusumo berpendapat:

“Akan menjadi sulit bagi startup untuk tidak melakukan penggalangan dana karena adanya kebutuhan capital itu sendiri untuk mempercepat pertumbuhan startup. Untuk itu pastikan fokus awal startup terlebih dahulu sejak awal, apakah mengejar growth atau sustainability.”

Fokus ke tujuan awal

Meskipun saat ini makin sulit menarik perhatian venture capital (VC) untuk berinvestasi di startup baru, hal ini tidak menyurutkan kegiatan penggalangan dana oleh berbagai startup.

Banyak startup yang mendapatkan pendanaan dengan jumlah yang besar. Meskipun demikian, perolehan funding bukan berarti otomatis startup tersebut akan mampu bertahan lama. Padahal aspek ini menjadi kunci utama agar startup bisa terus menjalankan bisnis.

Sangat penting bahwa founder tidak membiarkan proses penggalangan dana mengalihkan perhatian perusahaan menemukan product market fit yang diperlukan untuk menciptakan bisnis yang nyata.

“Menurut saya sebenarnya pada akhirnya orang membangun startup agar bisa menghasilkan uang. Jadi pasti memang harusnya profit dan sustain untuk bisnis yang baik. Pada akhirnya ada dua pilihan: apakah startup ingin bergerak secara organik atau kemudian mulai fokus kepada pertumbuhan bisnis dengan memanfaatkan fundraising,” kata CEO Sirclo Brian Marshal.

Brian menambahkan, agar bisa terus eksis dan relevan ke pengguna, stakeholder, dan investor, proses penggalangan dana memang sebaiknya dilakukan. Meskipun tidak terlalu sering, paling tidak bisa menjadi benchmark untuk startup itu sendiri.

Selain VC, Ryan melihat penggalangan dana dengan melakukan pendekatan kepada perusahaan bisa menjadi alternatif yang ideal. Selain mendapatkan modal, startup juga bisa menjalin kerja sama strategis dengan perusahaan itu sendiri.

“Pada akhirnya startup dibangun agar bisa menjadi bisnis yang menguntungkan. Jika tidak menguntungkan tentunya akan menjadi percuma. Untuk itu fundraising perlu dilakukan, menyesuaikan dengan prioritas dan target dari startup yang ingin dicapai,” ujar Ryan.

Profit dan skalabilitas

Mulai banyak startup yang kembali fokus memperoleh pendapatan demi menjalankan bisnis, terutama yang menyasar segmen bisnis atau B2B. Sifat B2B yang tergolong lebih rasional dibandingkan B2C atau C2C (yang biasanya lebih emosional), menjadikan segmen B2B makin banyak dilirik startup, seperti misalnya Sirclo, Ralali, Akseleran, atau Telunjuk untuk menjalankan bisnis.

“Kami memilih untuk tidak melakukan fundraising saat ini dan hanya fokus memanfaatkan profit dari perusahaan. Meskipun tidak terlalu besar namun paling tidak kami tidak tergantung dengan investasi dan ekuitas yang kerap diminta oleh venture capital,” kata CEO Telunjuk Hanindia Narendrata.

Penggalangan dana terakhir yang didapatkan Telunjuk adalah pada pertengahan tahun 2015 lalu. Telunjuk memperoleh pendanaan Seri A dari Venturra (sebelumnya Lippo Digital Ventures).

Untuk meraih profit, ada beberapa langkah yang wajib dilalui. Salah satunya adalah mengelola dan menekan biaya pengeluaran perusahaan. Perusahaan juga harus bisa mendapatkan repeat order dan memperoleh klien baru secara rutin.

Hal tersebut yang juga dilakukan Sribulancer, Mereka mencoba menggunakan funding dengan cara yang paling tepat dan menekan pengeluaran yang tidak diperlukan setelah tahu siapa target pasar yang ingin dicapai.

“Untuk startup yang menyasar bisnis B2B seperti Akseleran tentunya lebih menguntungkan karena kita berhubungan dengan pasar yang sudah mature. Namun tidak bisa dipungkiri penggalangan dana tetap kita butuhkan meskipun waktunya tidak harus terlalu sering,” kata Ivan.

Saham dan kontrol pendiri

Banyak alasan mengapa startup memutuskan untuk melakukan penggalangan dana, mulai dari mengakuisisi pengguna, melancarkan kegiatan pemasaran, hingga menambah jumlah tim.

Sabagai “imbalan” terhadap penggalangan dana, investor mendapatkan saham perusahaan. Menurut Hanindia, pembagian saham yang ideal tergantung dari kebutuhan masing-masing startup itu sendiri. Jumlah dan persentase saham bisa dinegosiasikan antara VC dan pendiri startup.

“Tergantung seberapa besar ekspektasi founder terhadap calon investor. Tergantung juga bagaimana ekspektasi investor terhadap founder. Apapun yang diinginkan founder dan investor, pastikan disepakati bersama secara tertulis dalam akta perusahaan.”

Hal senada disampaikan CEO Akseleran Ivan Tambunan. Ivan menambahkan, valuasi startup juga menjadi faktor pertimbangan.

“Kalau menurut saya, biasanya angel investor sampai 15%, kemudian tahapan seed dan Seri A investor masing-masing [mendapat] sekitar 20%-25%. Semakin advance pendanaan, dilusi biasanya juga makin besar.”

Setelah jumlah saham ditentukan antara founder dan VC, langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah memastikan startup memiliki kontrol usai penggalangan dana dilakukan. Yang Ryan lakukan di Sribulancer adalah membuat cap table dan simulasi. Jika ada investor baru yang ingin masuk dengan memberikan sekitar X%, maka startup bisa mendapatkan sisanya–apakah kurang dari 51%.

“Jika pada akhirnya jumlah tersebut kurang dari 51% yang kemudian sisanya didapatkan oleh startup, bisa jadi startup sudah tidak lagi mendapatkan kontrol pada startup mereka,” kata Ryan.

Sementara menurut Ivan, ada dua cara yang bisa dilakukan agar startup masih bisa memiliki kontrol usai penggalangan dana dilakukan. Cara pertama adalah memastikan founders memegang tidak kurang dari 50,1% saham. Cara lainnya, dalam shareholders agreement diatur bahwa manajemen (direksi) diisi oleh orang-orang yang didominasi oleh founders sekalipun saham founders tidak sampai 50,1%.

Founders perlu berdiskusi dengan lawyer yang biasa memegang transaksi fundraising startup atau Mergers dan Acquisitions (M&A), agar tidak salah langkah dan mendapat perlindungan yang tepat,” kata Ivan.