Tag Archives: Jahja Setiaatmadja

BCA Partners with KlikACC P2P Lending Platform To Distribute SMEs Credit

BCA partners with KlikACC (PT Aman Cermat Cepat) p2p lending platform to fasten the realization of SMEs credit. By this means, BCA will act as a funding source by alocating Rp25 billion to distribute via KlikACC platform as channeling agent.

The contract’s signing is done by BCA’s Commercial Business & SME Executive Vice President Liston Nainggolan and KlikACC’s President Director Rusli Hidayat.

“As a company providing digital funding platform that bridging borrower and lender, KlikACC has prepared a platform to help potential borrowers get some funding.” he explained, quoted by Katadata.

To get the KUR facility, borrower can apply via KlikACC. Furthermore, they need to fill some required documents. KlikACC will perform credit analysis of the data obtained.

The result will be used for recommendation to BCA, whether to accept or reject the applications.

“The recommendation will become BCA’s consideration in accepting application based on prudent banking principle.”

Borrower can apply for credit limit minimum Rp20 million and maximum RP100 million. With maximum three-year tenor. For credit under Rp100 million, KlikACC does not require collateral.

It is currently claimed, KlikACC has distributed loan of Rp30 billion in 2017. Company’s client has reached more than 100 partners in total. This year is targeted to get Rp400 billion distribution by reaching 5000 partners.

KlikACC is one of the investees from BCA’s venture capital subsidiary, Central Capital Ventura (CCV). CCV is claimed to pour initial investment for companies other than KlikACC, it is Garasi.id.

Garasi.id is an automotive marketplace established by Kaskus. It is officially launch in August 17, 2017.

CCV Injection

Quoted from Bisnis, BCA prepares Rp2 trillion allocation funding for subsidiary development. BCA’s President Director Jahja Setiaatmadja has not given the detailed information related to each subsidiaries.

However, he ensures to allocate the funding one of which for CCV’s activity. In CCV establishment last year, BCA has allocated Rp200 million seed funding.

“We did not go into detail due to the difficulty in predicting what subsidiary needs. More importantly, whether there is a necessity (additional funding), should be in RBB,” he said.

BCA is currently had seven subsidiaries in supporting company’s business, such as BCA Finance, BCA Finance Ltd, BCA Syariah, BCA Sekuritas, BCA General Insurance, Central Sentosa Finance and CCV.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

BCA Claims To Have Applied Blockchain Technology

BCA claims to have applied blockchain technology in its operational activities. However, this technology have only been used to fasten payment transaction, reduce complexity, especially in back office. This technology is claimed to reduce operational cost, particularly in building an app.

“We have currently working on blockchain. It must be done to make the preparation for application program faster,” explained Jahja Setiaatmadja, BCA’s President Director quoted from Warta Ekonomi.

Related to a special investment in blockchain, Jahja claims the company does not alocate that kind of investment. He claimed, the cost is not really expensive.

“Blockchain is not pricey. [Blockchain] is going rapid. Like building a complex, should not be per pieces, but [must] be in block. They working on a whole thing.”

Aside from BCA, other banking institutes working on this blockchain technology are Bank Mandiri, BNI, BRI, Bank Danamon and Bank Permata Those five banks are partnered up with IBM technology for the implementation.

Blockchain is an online global data-based system containing groups of transaction data. It will record all users’ transaction data , as a ledger in bank.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

BCA Klaim Sudah Mulai Terapkan Teknologi Blockchain

BCA mengklaim sudah menerapkan teknologi blockchain dalam aktivitas operasionalnya. Namun teknologi ini baru dimanfaatkan untuk mempercepat transaksi pembayaran, mengurangi kompleksitas transaksi, terutama di back office. Diklaim teknologi ini dapat mengurangi biaya operasional perseroan, apalagi saat membangun aplikasi.

“Blockchain sudah kita kerjakan sekarang. Harus kita lakukan karena kalau enggak, persiapan buat program aplikasi bisa lebih cepat,” terang Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja seperti dikutip dari Warta Ekonomi.

Terkait investasi khusus di blockchain, Jahja mengaku perseroan tidak mengalokasikan investasi khusus. Menurutnya, biaya tersebut tidak terlalu mahal.

“Blockchain biayanya enggak mahal. [Blockchain] itu cepat sekali. Ibarat ngebangun, enggak boleh satu-satu, [harus] langsung blok-blok. Mereka kerjain langsung diganti keseluruhan.”

Selain BCA, perbankan lainnya yang tengah mempersiapkan penerapan teknologi blockchain adalah Bank Mandiri, BNI, BRI, Bank Danamon, dan Bank Permata. Kelima bank tersebut bekerja sama dengan perusahaan teknologi IBM untuk implementasinya.

Blockchain adalah sistem basis data global online yang berisi sekumpulan data yang mencatat semua transaksi para penggunanya, seperti layaknya buku kas induk di bank.

BCA Gandeng Platform P2P Lending KlikACC Salurkan Kredit UMKM

BCA menggandeng platform p2p lending KlikACC (PT Aman Cermat Cepat) untuk mempercepat realisasi penyaluran kredit UMKM. Melalui kerja sama ini, BCA akan bertindak sebagai sumber dana dengan mengalokasikan sebesar Rp25 miliar untuk disalurkan lewat platform KlikACC, yang bertindak sebagai channeling agent.

Penandatanganan nota kesepahaman ini diteken Executive Vice President Bisnis Komersial & SME BCA Liston Nainggolan dan Direktur Utama KlikACC Rusli Hidayat.

“Sebagai sebuah perusahaan yang menyediakan platform pendanaan digital yang mempertemukan peminjam dengan pemberi pinjaman, tentunya KlikACC sudah menyediakan platform yang akan memudahkan para calon debitur untuk bisa mendapatkan pembiayaan,” terang Liston Nainggolan, dikutip dari Katadata.

Untuk mendapatkan fasilitas KUR, calon peminjam bisa mengajukan permohonannya lewat KlikACC. Setelah itu, mereka diharuskan mengisi persyaratan dengan menyediakan dokumen yang diperlukan. Dari data tersebut, KlikACC akan melakukan analisa kredit.

Hasil analisa akan dipakai sebagai rekomendasi kepada BCA untuk menolak atau menerima permohonan kredit yang masuk.

“Tentunya rekomendasi ini yang menjadi pertimbangan BCA dalam menyetujui kredit dengan tetap berazaskan pada prinsip kehati-hatian.”

Calon peminjam dapat mengajukan pinjaman kredit dengan plafon minimal Rp20 juta dan maksimal Rp100 juta. Tenornya maksimal selama tiga tahun. Untuk pinjaman di bawah Rp100 juta, KlikACC tidak mengharuskan debitur menyiapkan jaminan.

Saat ini diklaim, KlikACC telah menyalurkan pinjaman sebesar Rp30 miliar di 2017. Total klien perusahaan lebih dari 1.000 mitra. Pada tahun ini, ditargetkan jumlah penyaluran dapat tembus sampai Rp400 miliar dengan menjangkau 5.000 mitra.

KlikACC merupakan salah satu investee dari anak usaha modal ventura BCA, Central Capital Ventura (CCV). CCV diklaim telah menyuntikkan investasi tahap awal ke dua perusahaan. Selain KlikACC, perusahaan lainnya adalah Garasi.id.

Garasi.id adalah marketplace jual beli otomotif yang didirikan Kaskus. Marketplace ini resmi hadir pada 17 Agustus 2017.

Suntik CCV

Dikutip dari Bisnis, BCA menyiapkan alokasi dana sebesar Rp2 triliun untuk pengembangan anak usaha. Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja tidak merinci alokasi yang akan diberikan untuk masing-masing anak usahanya.

Namun dia memastikan dana tersebut salah satunya untuk keperluan CCV. Tahun lalu pada pendirian CCV, BCA mengalokasikan modal awal senilai Rp200 miliar.

“Kami tidak memerinci karena sulit menebak kebutuhan anak perusahaan. Yang penting kalau ada kebutuhan [tambahan dana], kalau sudah ada dalam RBB,” tutur Jahja.

BCA saat ini memiliki tujuh entitas anak usaha yang mendukung layanan bisnis perusahaan, yakni BCA Finance, BCA Finance Ltd, BCA Syariah, BCA Sekuritas, Asuransi Umum BCA, Central Sentosa Finance, dan CCV.

Industri “Gaming”: Digemari Tapi Sulit Dimodali

Industri game masih dianggap menjadi barang asing di mata pemain jasa keuangan, mulai dari perbankan hingga modal ventura. Jangan heran jika jumlah pembiayaan modal kerja bagi industri ini masih minim. Kalaupun ada, jumlahnya masih bisa dihitung dengan jari. Gaming Industry harus mengandalkan modal dari pihak asing untuk terus mengembangkan usahanya.

Bisnis game yang memiliki faktor X (faktor ketidakpastian) dianggap menjadi titik lemah bagi pemain jasa keuangan lokal. Ketidakpastian yang dimaksud adalah meski produk sudah dibuat sesuai riset pasar dan memakai talenta berbakat, masih ada kemungkinan besar untuk gagal.

Keunikan dan ketidakpastian pasar dan keuntungan membuat hanya sedikit pemodal yang berani terjun. Beberapa nama perusahaan modal ventura lokal yang sudah berinvestasi di perusahaan game adalah Ideosource dan Maloekoe Ventures. Untuk modal ventura asing ada Discovery Nusantara Capital (DNC).

Berbeda dengan perbankan, pembiayaan melalui Modal Ventura dilakukan melalui penyertaan saham. Jadi, modal tunai disuntikkan dan ditukar dengan sejumlah saham kepemilikan.

Kisah investasi di startup gaming

Ideosource pernah berinvestasi putaran seri A untuk perusahaan game lokal Touchten dengan nilai yang dirahasiakan di 2011. Investasi tersebut adalah kick off Ideosource sejak pertama kali berdiri. Meski nilai investasi tidak disebutkan, namun kisaran nilai investasi seri A US$1 juta-US$4 juta (Rp13 miliar-Rp52 miliar). Seluruh sumber dana investasi yang digunakan Ideosource berasal dari dana keluarga lokal dengan nama dirahasiakan.

Touchten Games dapatkan pendanaan untuk kembangkan industri

Managing Director Ideosource Andi S Budiman menuturkan pihaknya memilih Touchten sebagai investasi perdana karena pada saat itu baru Touchten satu-satunya yang memiliki mobile game dengan jumlah unduhan lebih dari 1 juta kali. Hal ini melatarbelakangi Ideosource untuk berkeyakinan bahwa Touchten memiliki kemampuan untuk mengembangkan bisnisnya lebih besar.

Founder Touchten punya trik tersendiri untuk membuat perusahaan mampu bertahan. Salah satunya berkolaborasi dengan brand terkenal, dengan menggabungkan variasi game dari digital sampai kartu berbentuk fisik. Lalu dipasarkan dengan penggabungan online dan offline (O2O).

“Dari situ kami berkeputusan bahwa perusahaan ini punya up side bisnis yang tinggi. Benar kejadian tiga tahun kemudian, saat mereka berhasil mendapat investor dengan nilai valuasi 7 kali lipat dari saat kami masuk,” kata Andi.

Touchten terhitung menjadi perusahaan game lokal teraktif yang mendapatkan pendanaan dari investor. Namun seluruhnya berasal dari asing, yakni perusahaan teknologi konglomerat Jepang Cyber Agent Ventures, perusahaan animasi Jepang TMS Entertainment, private equity UOB Venture Management, perusahaan mobile game Jepang Gree, modal ventura Amerika Serikat 500 Startups, dan DNC.

Modal ventura asing yang terhitung menjadi investor teraktif berinvestasi di perusahaan game lokal adalah DNC. Ada tiga perusahaan game lokal yang masuk ke dalam portofolio DNC, yaitu Touchten, Toge Productions, dan Arsanesia.

DNC fokus ke investasi tahap awal (seed stage). Biasanya besaran nilai investasi dalam tahap ini US$50 ribu-US$1 juta (Rp650 juta-Rp13 miliar). DNC adalah perusahaan patungan antara Hangzhou Zhexin IT Co., Ltd. (Zhe Xin IT) dengan Project Discovery Ltd. dan Qomolangma Ltd. yang didirikan September 2016.

DNC didirikan khusus berinvestasi di sektor game di Asia Tenggara, dengan fokus utama di Indonesia.

Tim DNC / DNC
Tim DNC / DNC

Zhe Xin IT adalah anak usaha dari Zhejiang Jinke Entertainment Culture Co., Ltd. Pada awalnya Zhe Xin IT adalah perusahaan game yang berdiri pada tahun 2010. Seluruh dana investasi DNC berasal dari kombinasi antara Limited Partner dan Angel investor.

Sebagai modal ventura yang paham dengan siklus perusahaan game, Managing Partner DNC Irene Umar menjelaskan alasan DNC terjun ke sektor ini. Ia menjelaskan, selain karena ada hubungan dengan afiliasi perusahaan game, juga karena tidak ada modal ventura yang mau fokus investasi ke industri game. Yang terakhir ini, menurut DNC justru sebuah peluang.

Dia menilai DNC memiliki kemampuan transfer pengetahuan dari jaringan investor yang mereka miliki ke para talenta lokal. Hal ini ditambah bonus demografi dan potensi bisnis yang besar. Oiya, yang juga penting adalah para personil DNC gemar bermain game.

“Ketika kami memutuskan bahwa DNC khusus investasi ke game, banyak yang bilang kami itu gila. Sebab pada saat itu, banyak perusahaan game yang tidak tahu bagaimana cara kerja VC [Venture Capital – Red] dan sebagainya. Kami harus melakukan edukasi bahwa VC adalah elemen penting yang sempat hilang pada tahun lalu dalam ekosistem game. Kami pun bangga dapat masuk mengisi kekosongan gap tersebut,” terang Irene.

Dalam mengukur portofolio perusahaan yang akan diinvestasi, ada beberapa parameter keuangan yang dipakai DNC. Di antaranya pendapatan, operating expenditure (opex), arus kas, dan laba bersih. Semua parameter ini dilihat secara historis maupun proyeksi yang harus sesuai dengan rencana bisnisnya.

Intinya, sambung Irene, arah perusahaan harus didorong oleh visi founder yang kemudian diterjemahkan ke dalam rencana bisnis. Tujuannya untuk menentukan langkah apa yang diambil selanjutnya dan sesuai tujuan mereka. “Semuanya akan berakhir ke keuangan mereka. Kuncinya, ada di founder itu sendiri.”

Menurutnya, perusahaan hanyalah kendaraan dan motor penggeraknya berasal dari orang-orang di dalamnya. Oleh karena itu, DNC cenderung melihat secara dekat karakter founder dan mencoba untuk memahami visi mereka, menilai kemampuannya untuk mengeksekusi, dan tingkat kemampuan yang dapat mereka hadapi dalam kesuksesan.

Jadi ide itu sesuatu yang murah karena yang terpenting adalah eksekusi. Menaiki tangga menuju kesuksesan lebih mudah daripada mempertahankannya.

“DNC bercita-cita ingin mendukung perusahaan portofolio kami ke puncak. Tapi akan terserah mereka apakah bersedia untuk tetap melangkah atau tetap di posisi puncak.”

Industri gaming di kacamata perbankan

Pelaku jasa keuangan di Indonesia, baik perbankan maupun modal ventura lokal, masih enggan mempercayakan uangnya di perusahaan game. Alasannya klasik, karena bank menyalurkan dana masyarakat, sehingga perlu rekam jejak perusahaan dan sudah memiliki cash flow yang lancar sebagai jaminan keberlangsungan usaha. Tak ketinggalan, perlu aset fisik sebagai jaminan utamanya.

Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengaku belum memberikan kredit untuk perusahaan game. Menurutnya, kredit itu prinsipnya adalah menggunakan dana masyarakat untuk membantu masyarakat yang mau berbisnis. Untuk itu perlu ada prinsip bahwa perusahaan tersebut sudah memiliki pengalaman di bisnis tersebut, ada jaminan cukup, referensi bisnis dari temannya.

“Jadi memang ketat [persyaratannya]. Kalau industri kreatif tersebut memenuhi persyaratan akan kita berikan. Sayangnya belum banyak,” tutur Jahja.

SUMBER: BEKRAF
SUMBER: BEKRAF

Meski bukan bergerak di ekonomi kreatif, salah satu perusahaan digital yang pernah ‘lulus’ dan mendapatkan kredit dari BCA adalah Tiket.com. Jahja menuturkan Tiket mendapat kredit sebesar Rp100 miliar dengan mengagunkan laporan keuangan yang diakumulasi selama tiga tahun.

“Tiket.com pakai agunan kok laporan keuangan dan account. Mereka dapat kredit bukan untuk jangka panjang. Mereka itu agak unik karena 80% penjualan mereka melalui channel BCA, untuk kartu kredit, transfer dan lainnya. Fasilitasnya juga lebih banyak sebagai overdraft untuk weekend dan hari libur.”

Bank Mandiri juga berpendapat sama. Perusahaan game dianggap memiliki risiko dan ketidakpastian yang tinggi. Kendati demikian, perseroan terus membuka kemungkinan untuk menjadikan perusahaan game sebagai debitur. Asalkan perusahaan tersebut memiliki kejelasan bisnis, pasar, dan domisili usaha. Malah, perseroan membuka kesempatan kolaborasi B2B untuk para perusahaan game dalam hal sistem pembayaran. Misalnya, co-branding kartu, pembayaran dengan mesin EDC, atau lainnya.

“Bank Mandiri apabila diposisikan sebagai technical aqcuiring, kami bisa bantu. Tidak harus selalu bentuk loan, jadinya ini saling win win,” kata Senior Vice Presiden Bank Mandiri Rahmat Broto Triaji.

Senada dengan Bank Mandiri, Bank Permata berkeyakinan bahwa industri kreatif, terutama digital adalah industri yang mempunyai prospek baik di masa yang akan datang.

“Kami terus mempelajari industri semacam ini dari waktu ke waktu. Bila dipandang layak, maka kemungkinan akan dibiayai,” ucap Direktur Ritel Bank Permata Bianto Surodjo.

Usaha Kuliner, Salah Satu Subsektor Ekonomi Kreatif yang Sudah Mendapat Fasilitas Kredit dari Bank / Shutterstock
Usaha Kuliner, Salah Satu Subsektor Ekonomi Kreatif yang Sudah Mendapat Fasilitas Kredit dari Bank / Shutterstock

Sedikit berbeda dengan BNI. Kendati belum terjun ke perusahaan game untuk memberikan kredit, namun perseroan mengaku akan perlahan-lahan masuk ke sektor industri kreatif. Sejauh ini sektor yang sudah masuk dalam portofolio BNI didominasi oleh kuliner, kerajinan, dan fesyen. Total kredit yang telah disalurkan BNI untuk sektor tersebut sebesar Rp3,5 triliun per Juni 2017 dengan total debitur 5 ribu orang.

“BNI sudah bekerja sama dengan beberapa startup berbasis digital untuk membiayai kegiatan usahanya, antara lain TaniHub dan membiayai penjual yang tergabung dalam [layanan] e-commerce Tokopedia dan Lazada. Skema unik yang akan kami kembangkan ke subsektor lainnya adalah perfilman, desain, dan lainnya,” terang Direktur Perencanaan & Operasional BNI Bob Tyasika Ananta.

Dari data terakhir yang dihimpun Otoritas Jasa Keuangan (OJK), realisasi penyaluran kredit dari perbankan untuk ekonomi kreatif sebesar Rp121 triliun atau 2,87% terhadap total kredit perbankan Rp4.213 triliun sepanjang September 2016.

SUMBER: BEKRAF
SUMBER: BEKRAF

Bagi modal ventura lokal, industri game belum begitu menarik karena bisnisnya yang unik, cenderung riskan untuk dimasuki karena perlu orang yang benar-benar paham dengan industri tersebut.

Wakil Ketua Asosiasi Modal Ventura dan Startup Indonesia (Amvesindo) Donald Wihardja mengatakan tidak banyak investor lokal yang paham dengan siklus bisnis dari perusahaan game. Hal ini yang mengakibatkan banyak perusahaan game lokal akhirnya melarikan diri ke modal ventura asing untuk mendapatkan bantuan pendanaan.

“Karena untuk investasi ke sektor manapun butuh ahli yang paham, sehingga tidak banyak perusahaan game yang menerima funding dari ventura lokal. Buat game itu sama seperti artis yang produksi film, jadi lebih unsur gambling-nya kalau enggak ngerti,” ujar Donald.

Dia menambahkan, di Indonesia itu lebih banyak perusahaan game yang bertindak sebagai publisher, membawa game dari luar untuk dipasarkan di Indonesia. Bagi investor itu bukan sesuatu yang bernilai tinggi karena posisinya mereka hanya menjadi penyokong dana untuk kegiatan pemasaran.

Amvesindo melihat tren modal ventura saat ini lebih banyak yang fokus pendanaan untuk sektor financial technology (fintech) dan layanan e-commerce.

Langkah Bekraf

Untuk menstimulasi industri kreatif, sejak pertengahan tahun ini Bekraf mendapat persetujuan dari pemerintah untuk memberikan dana hibah bersumber dari kantong Bekraf sendiri lewat program Bantuan Insentif Pemerintah (BIP). Bekraf mengalokasikan dana hibah senilai Rp10,8 miliar untuk pelaku usaha yang bergerak di bidang kuliner, aplikasi dan developer game (AGD).

Dreadout Cover
Dreadout Cover

BIP adalah skema bantuan modal nonperbankan berupa penambahan modal kerja dan/atau investasi aktiva tetap yang difasilitasi Bekraf. Besaran dana hibah yang diberikan berkisar antara Rp90 juta sampai Rp200 juta tergantung hasil penilaian.

Dari total applicant yang masuk, Bekraf menyaringnya dan memutuskan ada 34 perusahaan yang menerima dana hibah. Rinciannya terdiri dari 19 perusahaan dari kuliner dan 15 perusahaan dari aplikasi dan developer game. Rata-rata berlokasi di Pulau Jawa, Makassar, dan Balikpapan. Beberapa nama perusahaan game yang mendapat BIP adalah Ekuator Games (kreator game PC Celestian Tales), Digital Semantika Indonesia (kreator game PC DreadOut).

“Kita bayarkan 40% dari nilai assesment, lalu dievaluasi untuk kemudian ditentukan pencairan berikutnya. Evaluasi itu dilakukan pada November 2017,” ujar Deputi Infrastruktur Bekraf Hari Sungkari.

Tak berhenti di sini, Bekraf akan melanjutkan program ini pada tahun depan. Hanya saja Hari enggan menyebutkan nominal dana hibah yang diajukan ke pemerintah. Lewat inisiasi nyata lewat BIP ini diharapkan bisa menimbulkan efek domino di industri jasa keuangan dan membuka mata tentang nyatanya potensi industri game di Indonesia. Kita tunggu kabar-kabar baik ke depannya.

Indonesia Knowledge Forum VI Digelar BCA, Bahas Pembentukan Ekosistem Ekonomi Digital

Bank Central Asia (BCA) pada 3-4 Oktober 2017 lalu kembali menggelar Indonesia Knowledge Forum (IKF) VI. Mengambil tema “Elevating Creativity & Innovation Through Digital Collaboration”, IKF VI 2017 menghadirkan 23 pembicara yang kompeten di bidangnya, baik dari dalam maupun luar negeri, untuk berbagi ilmu, pengalaman serta inspirasi dalam mengembangkan dunia bisnis berbasis digital.

Di hari pertama, seminar bertajuk “Peta Perekonomian di Era Digital” digelar dengan menghadirkan pengamat ekonomi nasional Faisal Basri. Dilanjutkan sesi seminar yang diisi oleh beberapa pemateri, termasuk Partner dan Presiden Direktur McKinsey Indonesia Phillia Wibowo, Celebrity Investor Ashraf Sinclair, dan Founder & Managing Kejora Group Sebastian Togelang.

IKF VI 2017 juga disemarakkan dengan serangkaian expo dan pameran yang diikuti oleh 35  startup dan penyedia pengetahuan teknologi terpilih yang diharapkan dapat menjadi inspirasi dan pengetahuan baru bagi perkembangan dunia usaha masyarakat Indonesia.

“Kami mencermati perkembangan startup belakangan ini sangat pesat, dan melalui gelaran IKF VI 2017 ini kami ingin memfasilitasi pertukaran ide, inovasi, dan kreativitas dalam memanfaatkan perkembangan teknologi saat ini untuk menjadi entrepreneur. Gelaran ini juga adalah bagian upaya kami melalui BCA Learning Service untuk memberikan nilai tambah bagi pengembangan kualitas sumber daya manusia melalui pembelajaran yang memadai dari narasumber-narasumber yang mumpuni dari sisi pengetahuan dan pengalaman,” ujar Cyrillus Harinowo selaku Komisaris BCA.

Memasuki hari kedua IKF VI menghadirkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Ignasius Jonan. Dalam pemaparan yang disampaikan, Jonan mengatakan pentingnya teknologi informasi dalam mendorong efisiensi pengelolaan sumber daya energi.

“Misalnya, dengan tersedianya aplikasi ESDM One Map Indonesia, semua data terkait sektor ESDM kini terintegrasi, tak ada lagi perbedaan data antar ditjen, mudah untuk menjadikannya sebagai acuan pengambilan kebijakan. Masyarakat juga bebas mengaksesnya untuk berbagai kepentingan,” ungkap Jonan.

Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja dalam closing remarks-nya menyampaikan pentingnya kolaborasi seluruh pemangku kepentingan dalam memajukan ekonomi digital yang inklusif di Indonesia. “Indonesia memiliki potensi besar menciptakan kesejahteraan melalui ekonomi digital. Kolaborasi di antara seluruh pemangku kepentingan di antaranya pemerintah, perbankan, dan pelaku startup sangat diperlukan sebagai fasilitator terwujudnya inklusi keuangan dan ekonomi digital di Indonesia.”


Disclosure: DailySocial merupakan media partner Indonesia Knowledge Forum (IKF) VI.

Inilah 3 Aplikasi Pemenang Finhacks 2016 #HackByTheBeach

Setelah dilaksanakan selama dua hari pada tanggal 23-24 April 2016 di Segarra Ancol, Finhacks (Financial Hackathon) 2016 #HackByTheBeach telah menemukan tiga pemenang yang berhasil menyuguhkan inovasi terbaiknya. Fariz Tadjoedin berhasil memenangkan juara pertama mendapatkan hadiah uang tunai 59 juta + Oculus Rift, tim Ambisnis.com berhasil mendapatkan juara kedua mendapatkan hadiah uang tunai 35,9 juta + DJI Panthom 3, dan tim ATOM berhasil mendapatkan juara ketiga mendapatkan hadiah uang tunai 15,9 juta + GoPro Hero 4.

Sebagai pemenang pertama, Fariz menghadirkan sebuah inovasi unik. Ia memandang bahwa saat ini penggunaan aplikasi chatting sangat akrab di masyarakat, untuk itu ia menghadirkan sebuah solusi untuk membuat sistem yang memungkinkan masyarakat melakukan transaksi keuangan melalui aplikasi chatting tersebut. Konsepnya mirip dengan SMS Banking. Solusi tersebut diberi nama “ChatBanking”, memungkinkan pengguna Line, WeChat, KakaoTalk, SnapChat, Telegram, bahkan Facebook untuk berkirim uang atau transaksi lainnya.

Ke depan Fariz akan mengupayakan sistem ini terintegrasi dengan berbagai layanan. Misal dengan PLN, jadi akan memberikan reminder secara otomatis kepada pengguna melalui aplikasi chatting yang dipilih tagihan yang harus dibayarkan, dan saat itu pula pengguna dapat langsung dengan mudah membayar dengan mengetikkan kode tertentu di aplikasi.

Sedangkan pemenang kedua, yakni tim AMBISNIS, mengembangkan sebuah aplikasi bernama “GueBayar”. Aplikasi ini terinspirasi dari sebuah masalah yang sangat sering dijumpai oleh anak-anak muda, terutama mahasiswa dan pegawai kantoran. Masalah tersebut tidak lain adalah masalah pembayaran bill ketika melakukan pemesanan secara bersama-sama, misalnya saat ada acara makan bersama, minum kopi bareng dan sebagainya. Kadang kala koordinator (orang yang mengkoordinir pemesanan) menjadi tumbal karena harus mengumpulkan uang satu persatu dari pemesan, harus mencari kembalian, harus memeriksa apakah masih ada yang belum bayar, dan siksaan-siksaan lainnya yang tiada berakhir.

Dari sini tim AMBISNIS melakukan survei kecil-kecilan di lingkungan sekitar ITB (Institut Teknologi Bandung) dan mendapati 498 responden dari 516 responden setuju akan permasalahan ini. Finhacks 2016 menjadi momentum yang tepat bagi AMBISNIS untuk memecahkan isu ini dengan menghadirkan “GueBayar”. Cara kerjanya cukup sederhana. Untuk membagi tagihan, pertama pengguna masuk ke aplikasi dan memilih menu tambah tagihan. Selanjutnya pengguna mengambil foto struk yang akan dibagi-bagi tagihannya. Setelah itu, aplikasi akan mendeteksi setiap tagihan dan pengguna dapat men-tag tagihan tersebut ke rekannya (seperti proses tag foto di Facebook). Selanjutnya, notifikasi akan diberikan ke setiap pengguna yang di-tag untuk kemudian diproses lebih lanjut.

Sedangkan pemenang ketiga tim ATOM mengembangkan aplikasi bernama InstaPay. Tim ATOM memiliki visi untuk membuat hidup kita lebih baik dengan memberi kemudahan bagi siapa saja (individu maupun pelaku usaha) untuk mengirim atau membayar tagihan secara online, tanpa uang tunai, tanpa bon kertas, melalui aplikasi yang terintegrasi dengan e-wallet BCA.

Ketiga pemenang ditentukan oleh penilaian juri termasuk di dalamnya Andrew Darwis (Founder Kaskus), Axel Grosse (Axway API Lead), Edward Chamdani (Managing Partner Ideosource), Anton Seoharyo (CEO & Founder of TouchTen), Razi Thalib (CEO & Founder Setipe), Batista Harahap (CEO Coral), Rama Mamuaya (CEO & Founder DailySocial) dan Tommy Dian (CTO DailySocial).

Turut hadir dalam puncak acara (Finhacks) 2016 #HackbyTheBeach Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja. Dalam sambutannya saat acara Jahja menyampaikan:

“Pada hari, kita patut bersyukur dan berbangga karena rangkaian Finhacks 2016 telah sampai di puncaknya. Seluruh rangkaian acara berjalan lancar mulai dari diskusi dan pertemuan dengan komunitas IT hingga semifinal. Finhacks 2016 juga telah menemukan 3 aplikasi terbaik. Kami yakin para pemenang yang terpilih pada ajang kompetisi ini menghasilkan berbagai aplikasi terapan solusi keuangan yang akan memberikan sumbangsih pada kemajuan teknologi eWallet yang bermanfaat bagi nasabah. Inovasi para peserta ini akan semakin memudahkan masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan transaksi secara nyaman dan aman.”

Rangkaian acara Finhacks 2016 sendiri mengajak seluruh inovator dan pengembang perangkat lunak lokal berkreasi mengembangkan solusi pembayaran digital. Menggunakan API Data yang dirilis BCA, diharapkan keluaran inovasi yang dikembangkan mampu memiliki daya guna tinggi di tengah era ekonomi digital dan pertumbuhan e-commerce di Indonesia.