Tag Archives: Jason Lamuda

Grow Commerce Berrybenka

Berrybenka Kini Jadi Grow Commerce, Umumkan Pendanaan Awal 100 Miliar Rupiah

Berrybenka mengumumkan perubahan nama (rebranding) menjadi “Grow Commerce” yang berkonsep rollup e-commerce dari sebelumnya perusahaan e-commerce. Pada saat yang bersamaan, perusahaan yang dipimpin oleh Jason Lamuda ini juga mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal sebesar $7 juta (lebih dari Rp100 miliar) yang dipimpin oleh AC Ventures, dan diikuti oleh East Ventures dan IRONGREY.

Dana segar akan dimanfaatkan untuk mendorong rangkaian akuisisi lebih banyak merek dan menciptakan teknologi yang lebih mutakhir untuk mendukung aspek operasional guna mempercepat pertumbuhan mereka.

Dalam keterangan resmi, Founder & CEO Grow Commerce Jason Lamuda menuturkan Grow Commerce mengambil posisi sebagai House of Brands dengan pengalaman operasional yang kuat dalam membangun dan mendukung pertumbuhan merek lokal. Salah satu contoh keberhasilan ini dapat dilihat dari aspek distribusi penjualan. Ia dan tim telah mengembangkan platform online sendiri, membangun jaringan toko offline, berekspansi dan berjualan di berbagai pasar online.

“Dalam perjalanan tersebut, kami memahami terdapat banyak titik sulit (pain points) dan kebutuhan menyeluruh yang harus dipenuhi dari sisi pemilik brand. Grow Commerce hadir untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut. Kami berharap, kami dapat bermitra dengan lebih banyak merek lokal dan para pengusaha di kawasan ini,” ucap Jason, Selasa (15/2).

Founder dan Managing Partner AC Ventures Adrian Li menambahkan, dengan pengalaman lebih dari 10 tahun di bidang e-commerce, Jason dan tim berada dalam posisi yang tepat untuk memasuki fase berikutnya guna membangun Grow Commerce sebagai agregator merek e-commerce terkemuka.

“Dengan putaran pendanaan saat ini, Grow Commerce telah membuat rencana yang kuat untuk mengakuisisi merek yang berkembang pesat, meningkatkan penjualan lini depan, dan memperluas rantai pasokan yang lebih luas. Grow Commerce berada di posisi yang tepat untuk menjalankan rencana ini guna mencapai tujuan jangka pendek dan jangka panjang, dan AC Ventures akan menjadi bagian dari perjalanan ini,” kata Li.

Telah miliki 4 portofolio merek

Sebagai rollup e-commerce yang menggunakan model bisnis Thrasio-style, Grow Commerce bekerja dengan cara mengakuisisi merek-merek berbasis digital yang tumbuh cepat. Regional ini dianggap sebagai area yang tepat untuk mengoperasikan model bisnis tersebut, lantaran sebagian besar penduduknya merupakan pengguna internet berbasis mobile. Dengan demikian, terdapat campuran antara DTC dan saluran distribusi penjualan online, dan relevansi berkelanjutan dari ritel offline.

Saat ini, Grow Commerce memiliki empat portofolio yang diklaim memiliki pendapatan tahunan sebesar $20 juta secara gabungan. Merek tersebut adalah Berrybenka, Aleza, Kottonville, dan BBS. Keseluruhannya merupakan merek fesyen.

Setelah memimpin dan mengembangkan Berrybenka, merek fesyen berbasis digital pertama, Jason dan tim sangat memahami tantangan dan aspirasi pemilik merek lokal dan apa yang diperlukan untuk mengembangkan bisnis semacam itu secara eksponensial. Dengan keahlian tersebut, Grow Commerce memanfaatkan data analitik dan teknologi eksklusif dalam memilih kategori dan merek potensial untuk diakuisisi.

Mereka menawarkan solusi yang fleksibel dan transparan bagi para pemilik merek untuk bergabung dengan Grow Commerce dan mengembangkan bisnis bersama. Setelah menjadi bagian dari perusahaan, portofolio akan dibekali dengan berbagai strategi pertumbuhan omnichannel canggih dan teruji, seperti Berrybenka dan Aleza yang telah memberikan pertumbuhan penjualan QoQ lebih dari dua kali lipat hingga tiga kali lipat.

Sebagai ahli marketplace, tim Grow Commerce terus mencermati operasi rantai pasokan merek dan pengalaman pelanggan untuk memastikan agar pertumbuhan penjualan mereka dapat berkembang pesat, dan mencegah penurunan tingkat kepercayaan pelanggan. Grow Commerce telah meningkatkan jumlah tim mereka sebanyak lebih dari 150 orang, dan optimistis dapat tumbuh secara signifikan selama enam bulan ke depan, seiring dengan pertumbuhan pendapatan mereka.

Tren rollup e-commerce

Grow Commerce meramaikan pasar rollup e-commerce di Indonesia yang sebelumnya telah diisi oleh Hypefast, OpenLabs, Una Brands, dan Tjufoo. Merebaknya konsep Thrasio-style ini didukung oleh semakin matangnya ekosistem e-commerce. Mereka bertindak sebagai agregator merek era baru, mengakuisisi perusahaan D2C yang menjanjikan untuk memastikan keunggulan operasional dan pertumbuhan yang cepat, sehingga menciptakan nilai bagi investor.

Menariknya, masing-masing dari startup yang hadir di sini didirikan oleh mantan para petinggi di perusahaan e-commerce. Hypefast didirikan oleh Achmad Alkatiri yang sebelumnya bekerja untuk Lazada Indonesia, OpenLabs oleh Jeffrey Yuwono yang merupakan salah satu pendiri dari Sorabel.

Startup Total perolehan dana Investor
Hypefast $22 juta (debt dan ekuitas) Monk’s Hill Ventures, Jungle Ventures, Strive, Arkblu Capital, dan Amand Ventures
OpenLabs $100 juta Undisclosed
Una Brands $55 juta (debt dan ekuitas) Alpha JWC Ventures, White Star Capital, Global Founders Capital, 500 Startups, dll.
Tjufoo $125 juta Undisclosed
Grow Commerce $7 juta AC Ventures, East Ventures, IRONGREY

Diprediksi merek lokal D2C akan tetap menjadi segmen yang menarik dalam perkembangan industri e-commerce, terlebih penetrasinya terus menunjukkan tren meningkat di Indonesia. Mengacu pada laporan e-Conomy 2021, e-commerce tetap akan menjadi pendorong terbesar ekonomi digital di negara ini. Sektor ini diprediksi akan tumbuh dari $35 miliar pada 2020 menjadi $53 miliar pada 2021. CAGR sektor ini diproyeksikan naik 18% menjadi $104 miliar hingga 2025.

Tidak sekedar untuk "brand awareness", "offline store" telah membantu meningkatkan transaksi bagi platform fashion commerce ini

Memahami Strategi Platform Fashion Commerce Membangun Toko-Toko Ritel

Kehadiran layanan e-commerce yang sempat menjamur sepanjang dua tahun terakhir cukup mengguncang industri ritel (offline). Bisnis brick and mortar, istilah yang banyak digunakan untuk toko offline, dituntut mengubah model bisnis mereka dengan melakukan pendekatan secara online dan memanfaatkan media sosial untuk menjalin hubungan dengan pengunjung.

Besarnya pengeluaran yang harus disisihkan, menurut data Aprindo ritel besar memberikan kontribusi pajak yang signifikan, tidak dibarengi dengan pemasukan yang seimbang.

Laporan keuangan emiten yang dipublikasikan dan diolah Katadata menunjukkan 10 emiten sektor ritel pada 2017 perlambatan pertumbuhan pendapatan dibanding pada 2013. Total penjualan 10 emiten ritel (Matahari Putra Prima, Ramayana, Supra Boga, Midi Utama, Electronic City, Hero, Matahari Department Store, Sumber Alfaria Trijaya, Mitra Adiperkasa, dan Ace Hardware) pada 2017 hanya tumbuh 6,41% dari tahun sebelumnya, padahal pada 2013 mampu mencatat pertumbuhan lebih dari 21% dibanding tahun sebelumnya.

Gaya hidup dan kebiasaan konsumen sudah mengalami pergeseran, seiring dengan makin maraknya penjualan secara online yang sediakan platform e-commerce.

Mulai buka toko offline

Tidak dapat dipungkiri, untuk sejumlah variasi produk tertentu, seperti fesyen, gadget, dan grocery, masyarakat masih menyukai pengalaman berbelanja langsung di toko. Melihat kebutuhan tersebut, sejumlah layanan e-commerce kemudian menerapkan skema online-to-offline dengan mendirikan toko offline di kota-kota besar.

Menurut VP of Corporate Relations GK-Plug and Play Indonesia Mercy Setiawan, O2O akan menjadi suatu konsep yang mencolok karena teknologi merupakan hal yang tidak terelakkan dalam kehidupan sehari-hari. Tingginya kebutuhan untuk kenyamanan merupakan fenomena yang besar di masa mendatang.

“O2O e-commerce adalah bisnis strategi yang dirancang untuk membawa online customer ke lokasi offline store, serta menciptakan pengalaman digital yang seamless baik sebelum transaksi, pada masa pembelian, serta setelah transaksi berakhir.”

DailySocial mencatat setidaknya dua layanan fashion commerce yang cukup rutin mendirikan toko offline di kota-kota besar di Indonesia. Mereka adalah Berrybenka dan Hijup. Keduanya menyasar kalangan perempuan, termasuk busana muslim.

Berrybenka telah mendirikan 25 toko offline di berbagai kota-kota besar di Indonesia. Melalui Hijabenka, Berrybenka juga meresmikan toko offline pertamanya yang menyasar busana muslim di Mall Kota Kasablanka Jakarta.

“Kami mencatat perkembangan Hijabenka yang cukup signifikan, yakni hampir 150% dari tahun ke tahun. Hijabenka, yang sebelumnya mendompleng berjualan di dalam toko offline Berrybenka sejak awal tahun 2016, saat ini dirasa cukup mapan untuk dapat berdiri sendiri di pasar retail,” kata CEO Berrybenka Jason Lamuda.

Jason menambahkan, sejak kuartal keempat 2018, Hijabenka tak lagi menjual pakaian muslim yang berasal dari brand lain. Hijabenka fokus mengembangkan pakaian yang didesain desainer lokal dengan brand Hijabenka.

Melihat animo masyarakat terhadap strategi omni-channel yang telah dijalankan Berrybenka, Jason yakin strategi ini akan sukses diterapkan Hijabenka. Secara online, selain melalui platform-nya sendiri, Berrybenka dan Hijabenka juga sudah hadir di beberapa marketplace besar, seperti Zalora dan Shopee.

Serupa dengan Berrybenka, Hijup aktif menjangkau kota-kota besar di Indonesia dan telah memiliki 12 offline store di Indonesia dan 1 offline store di Malaysia. Menurut CEO Hijup Diajeng Lestari, hadirnya Hijup Store di berbagai kota besar di Indonesia mempengaruhi pertumbuhan bisnis Hijup secara keseluruhan hingga tiga kali lipat.

“Seiring dengan semangat Hijup untuk memberikan berbagai kemudahan bagi muslimah untuk menjadi versi terbaik dari dirinya, Hijup Store ini diharapkan dapat melengkapi hari seseorang sehingga bisa berpenampilan baik, merasa nyaman, dan berkegiatan produktif serta menyebarkan kebaikan.”

Layanan e-commerce lain yang juga mendirikan toko ritel offline adalah Muslimarket. Melalui brand Suqma yang diluncurkan pada tahun 2017 lalu, Suqma hadir sebagai modest fashion brand dengan menyediakan berbagai modest attire hasil karya desainer muslim Indonesia. Saat ini Suqma sudah membuka tiga gerainya di pusat perbelanjaan Indonesia, dua di Jakarta dan satu di Surabaya.

“Jadi offline tersebut masih merupakan satu distribusi channel yang harus kita miliki. Saya pribadi melihat offline masih menjadi kesempatan yang besar di Indonesia, dikarenakan kultur masyarakat yang masih sangat offline walaupun kehadiran online sudah sangat berkembang,” kata CEO Muslimarket Riel Tasmaya.

Antusiasme masyarakat yang tinggi terhadap kehadiran pop-up store dan bazaar menjadi pemicu tambahan dari para pemain online store untuk membuka sedikitnya satu offline flagship store agar para pembeli lebih dapat mengenal brand positioning dan kualitas produk mereka.

“Pada saat ini, seiring berjalannya waktu, perlahan-lahan pasar Indonesia mulai teredukasi. Merasa lebih nyaman serta percaya untuk langsung membeli langsung secara online karena adanya refund, tukar size, hingga COD,” kata Mercy.

Tren masa depan

Menurut Ketua Umum idEA Ignatius Untung, usaha pemain online yang membangun offline store bertujuan menjemput bola konsumen yang belum terjangkau media online. Kalkulasi bisnisnya tidak bisa disamakan dengan acquisition cost melalui channel online.

“Semakin banyak player yang membangun offline channel akan makin memperkuat consumer based dan share of mind mereka di benak konsumen. Kami sebagai asosiasi (idEA) tidak ingin mencampuri terlalu jauh karena ini masuk ke ranah bisnis dan sepanjang tidak menyalahi aturan, sah-sah saja untuk dilakukan,” kata Untung.

Brand umumnya mengambil kesempatan untuk mengkombinasikan antara online dan offline ke dalam suatu pengalaman berbelanja yang seamless dan menyenangkan untuk para pembeli.

Untk mereka yang masih di tahap awal, level of engagement dengan para pembeli mereka lebih personal dan belum terlalu membutuhkan offline store.

“Hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana online brand dapat memastikan bahwa keberadaan offline mereka adalah finalisasi 100% dari pembelian. Offline store juga harus memperhatikan ketersediaan stock yang ada, jangan sampai produk ada di online tapi tidak tersedia di toko offline,” kata Mercy.

Berrybenka telah memiliki 25 offline store di seluruh Indonesia, fokus kampanyekan #TheNewBerrybenka

Berrybenka Kembali Buka “Offline Store” Favorit di Mall Ciputra Jakarta

Setelah melakukan transformasi bisnis pada bulan Mei 2018 lalu dan mengusung kampanye #TheNewBerrybenka, platform fashion commerce Berrybenka kembali melakukan re-opening offline store mereka yang terletak di Mall Ciputra Jakarta.

Memiliki komitmen menghadirkan pengalaman belanja yang mudah, aman, dan nyaman melalui proses yang terintegrasi antara situs online dan offline (Berrybenka Store), saat ini Berrybenka telah memiliki sekitar 25 toko offline di kota-kota besar di Indonesia.

“Sebagai bagian dari kampanye #TheNewBerrybenka, kami mulai memberikan wajah baru kepada Berrybenka Store. Melalui re-opening salah satu store dengan jumlah pengunjung tertinggi, kami ingin memperkenalkan wajah baru Berrybenka Store Mall Ciputra Jakarta yang berlokasi di lantai UG ini. Konsep baru yang dibawa untuk Berrybenka Store ini adalah nuansa elegan, modern, dan up-to-date,” kata CEO Berrybenka Jason Lamuda.

Dengan kampanye rebranding #TheNewBerrybenka, diharapkan perubahan dan tampilan baru Berrybenka bisa menambah jumlah pelanggan yang masih menyukai pengalaman berbelanja secara langsung, namun juga bisa menikmati kemudahan dan layanan jika berbelanja secara online. Kedua hal tersebut yang menjadi fokus Berrybenka selanjutnya.

Konsep omni-channel mulai diperkenalkan Berrybenka sejak tahun 2016 lalu dan perusahaan mengklaim mendapat respon positif dari target pengguna. Berrybenka kini bisa diakses tak hanya di situs dan aplikasi mobile, tetapi juga di chat app seperti WhatsApp dan LINE.

Application Information Will Show Up Here
Berrybenka memanfaatkan Zalora sebagai salah satu kanal penjualan / Berrybenka

Berrybenka Berkolaborasi dengan Zalora, Tambah Kanal Penjualan Produk Buatan Sendiri

Konsisten dengan tujuan awalnya sejak melakukan rebranding bulan Mei 2018 lalu, Berrybenka mengumumkan kolaborasi strategisnya dengan layanan fashion commerce Zalora. Mengusung private label miliknya, Berrybenka hadir di Zalora dengan beragam pilihan.

Kepada DailySocial, CEO Berrybenka Jason Lamuda mengungkapkan, fokus Berrybenka saat ini adalah menjual produk pribadi di berbagai channel. Dengan menjadi fashion brand, Berrybenka melanjutkan rangkaian transformasinya dengan berkomitmen untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan belanja bagi para konsumen.

Salah satunya adalah dengan konsep belanja omni-channel. Konsumen dapat belanja melalui website, mobile application, whatsapp, LINE ,dan Berrybenka Store yang tersebar di seluruh Indonesia.

“Kerjasama Berrybenka dan Zalora saat ini lebih kepada fokus Berrybenka akan konsep belanja omni-channel. Kita tidak ingin memaksa pelanggan untuk berbelanja di website atau Berrybenka store,” kata Jason.

Jason menambahkan, apabila pelanggan ternyata menyukai produk Berrybenka, namun terbiasa berbelanja di Zalora, semua pilihan tersebut bisa dinikmati pelanggan. Melalui kerja sama dengan Zalora, Berrybenka memperkenalkan koleksi terbaru Bon Voyage.

“Kami sangat senang dapat bekerja sama dengan Berrybenka. Berrybenka dikenal sebagai brand yang fashionable dengan kualitas bagus dan relevan dengan konsumen Indonesia, baik dari segi produk maupun harga. Kami percaya dan yakin label Berrybenka akan menjadi salah satu brand unggulan kami di antara brand lokal lainnya. Harapan kami adalah untuk bersama-sama membangun bisnis fashion online dan menjangkau pelanggan yang lebih luas di Indonesia,” kata CEO Zalora Indonesia Anthony Fung.

Belum ada rencana M&A

Pasca rebranding, Berrybenka yang mulai menciptakan brand sendiri dengan memanfaatkan mitra konveksi. Untuk memastikan desain dan kualitas produk fesyennya, Berrybenka melakukan outsourcing tenaga penjahit dan konveksi yang ada di Jabodetabek dan Bandung. Sementara desain dan pembuatan pola semua dilakukan tim Berrybenka sendiri.

Jason menegaskan, saat ini Berrybenka belum memiliki rencana untuk melakukan merger dan akuisisi. Mereka masih fokus ke pengembangan produk sendiri dan menambah kanal penjualan di luar toko online Berrybenka.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here
CEO Berrybenka Jason Lamuda / DailySocial

Berrybenka Lakukan Transformasi Bisnis, Fokus Jual Produk Sendiri

Berrybenka mengumumkan perubahan strategi perusahaan. Kini Berrybenka hanya fokus menjual brand lokal yang diproduksi secara mandiri melalui label independen.

Kepada media, CEO Berrybenka Jason Lamuda mengungkapkan rencana ini sudah disiapkan sejak akhir tahun 2017, berlandaskan tren dan potensi yang ada.

“Sebelumnya kami memiliki banyak produk dari berbagai brand dan merchant, dan akhir tahun 2017, kami memutuskan untuk membuat produksi sendiri dan menghentikan penjualan dari brand dan merchant yang ada. Saat ini Berrybenka sudah bertransformasi menjadi Indonesian Fashion Brand.”

Mulai dari awal tahun 2018 hingga awal bulan Mei 2018 ini, Berrybenka mengklaim pendapatan yang diraih melalui penjualan online dan offline produk buatan sendiri mencapai hingga 70-80%. Berdasarkan hasil tersebut, sisa dari merchant yang ada kemudian dihapuskan dari Berrybenka.

“Hal tersebut penting untuk kami lakukan, demi mengakselerasi program kami selanjutnya,” kata Jason.

Melakukan outsourcing untuk tenaga penjahit dan konveksi

Flagship store pertama Berrybenka
Flagship store pertama Berrybenka

Untuk memastikan desain dan kualitas produk fesyen, aksesoris dan lainnya, Berrybenka memutuskan untuk melakukan outsourcing untuk tenaga penjahit hingga konveksi yang ada di Jabodetabek dan Bandung. Sementara untuk desainer dan pembuatan pola, semua dilakukan oleh tim Berrybenka sendiri.

Disinggung apakah nantinya Berrybenka akan membuka kesempatan lebih banyak dengan penjahit dan konveksi lainnya sebagai mitra, untuk saat ini belum ada rencana tersebut, Berrybenka masih fokus kepada jumlah mitra outsource yang ada.

Perubahan lain yang dilakukan oleh Berrybenka terkait dengan perubahan strategi ini adalah melakukan pembaruan di aplikasi dan situs. Dengan meminimalkan kategori dan pilihan produk fesyen dari merchant sebelumnya.

“Jika sebelumnya tampilan kami tampak penuh dengan beragam produk fesyen dari merchant Berrybenka, kini karena hanya fokus dengan produk buatan sendiri, kami kurangi jumlahnya,” kata Jason.

Meskipun telah menghapus merchant yang ada, Berrybenka masih membuka kerja sama dengan desainer, brand lokal hingga layanan e-commerce dan marketplace untuk melakukan kolaborasi dengan Berrybenka.

“Bisa jadi nantinya layanan e-commerce seperti MatahariMall yang saat ini sudah mulai fokus kepada fesyen, bisa menjadi partner kami dengan menambah koleksi produk fesyen dari Berrybenka, di layanan e-commerce mereka,” kata Jason.

Saat ini produk lokal Berrybenka sudah berjumlah lebih dari 6 ribu produk, yang terdiri dari pakaian, aksesoris, sepatu dan tas.

Fitur bayar dan pengembalian di toko

Berrybenka telah memiliki flagship store pertama di Jakarta yang terletak di mal Central Park. Diresmikannya flagship store ini, diharapkan bisa menargetkan kalangan perempuan usia 25-35 untuk mengunjungi toko Berrybenka. Untuk toko offline sendiri, Berrybenka sudah hadir di Jabodetabek, Medan, Semarang, Cirebon, Surabaya, Solo, Bali dan Lombok.

“Masih fokus dengan konsep O2O (online-to-offline) kami akan terus menambah jumlah toko offline di luar Jakarta. Tentunya menyesuaikan lokasi dan demand dari pelanggan Berrybenka,” kata Jason.

Selain menawarkan harga yang terjangkau, mulai dari Rp.149 ribu hingga Rp. 349 ribu, Berrybenka juga meluncurkan fitur “Bayar di Toko” dan “Retur di Toko” yaitu memberikan kesempatan untuk pelanggan melakukan pemesanan secara online di Berrybenka namun pembayaran di toko offline. Berrybenka juga menyediakan pengiriman langsung ke rumah pelanggan, untuk kemudian mengembalikan barang tersebut langsung ke toko atau melalui kurir.

“Saat ini kita belum melakukan proses pengiriman melalui kurir saat itu juga ketika produk sudah dicoba oleh pelanggan seperti yang sudah dilakukan oleh pemain lainnya. Namun bila performa baik dan ada peluang untuk layanan tersebut, bisa jadi kami akan menyediakan juga nantinya,” kata Jason.

Dengan kampanye rebranding #TheNewBerrybenka, diharapkan perubahan dan tampilan baru Berrybenka, bisa menambah jumlah pelanggan yang masih menyukai pengalaman berbelanja secara langsung, namun juga bisa menikmati kemudahan dan layanan lebih jika berbelanja secara online. Kedua hal tersebut yang menjadi fokus dari Berrybenka selanjutnya.

Application Information Will Show Up Here
Rencana dan fokus Lazada Indonesia untuk produk asal Tiongkok, Taobao / Lazada

Rencana Lazada Indonesia untuk Kanal Khusus Produk dari Marketplace Taobao

Sebagai layanan e-commerce yang sudah menjadi bagian dari Alibaba Group, pertengahan bulan September 2017 lalu Lazada Indonesia menghadirkan kanal khusus yang menjual produk murah dan beragam dari marketplace asal Tiongkok, Taobao. Selain di Lazada Indonesia, layanan khusus ini juga sudah hadir di Lazada Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand.

Kepada DailySocial CMO Lazada Indonesia Achmad Alkatiri mengungkapkan, layanan ini sengaja dihadirkan untuk merangkul lebih banyak lagi konsumen di Lazada Indonesia. Untuk koleksi sendiri cukup beragam, mulai dari fesyen, elektronik hingga aksesoris.

“50% assortment dari Koleksi Taobao adalah produk fesyen, diikuti produk elektronik dan aksesoris, peralatan olahraga, anak dan bayi kemudian produk home and living,” kata Alkatiri.

Pengiriman langsung dan bebas ongkos kirim

Untuk memastikan produk yang dipesan bisa segera tiba di rumah pembeli, proses pengantaran produk koleksi Taobao memakan waktu maksimal 14 hari, sejak konfirmasi transaksi diterima. Semua produk Koleksi Taobao langsung dikirimkan dari para penjual di Tiongkok ke salah satu hub Lazada Indonesia sebelum dikirimkan ke masing-masing konsumen dalam satu paket sekaligus.

“Dengan proses ini memberikan kemudahan bagi konsumen yang membeli berbagai macam barang dalam 1 transaksi. Karena konsumen cukup menerima satu paket berisikan berbagai macam barang tersebut, tidak perlu menunggu datangnya barang berkali-kali,” kata Alkatiri.

Hal tersebut diklaim Lazada Indonesia membedakan proses pengantaran saat ini yang dilakukan jika pembelian dalam jumlah banyak di penjual yang berbeda. Untuk pembayaran, Lazada Indonesia juga menyediakan pilihan COD (cash on delivery) di seluruh Indonesia.

Selain harga yang terjangkau dan pilihan terbilang besar jumlahnya, Lazada Indonesia memberikan layanan lebih berupa bebas ongkos kirim kepada pembeli, dengan berbelanja minimal Rp. 150,000.

“Target kita adalah untuk terus menjadi situs destinasi belanja online terlengkap dan terkemuka di Asia Tenggara dan Indonesia, dengan menghadirkan berbagai pilihan produk terbaik dengan harga yang terjangkau untuk menjawab keperluan masyarakat kita yang majemuk,” kata Alkatiri.

Tantangan baru untuk layanan e-commerce lokal

Sebelumnya DailySocial sempat menanyakan pendapat investor hingga pimpinan startup layanan e-commerce terkait dengan kehadiran Taobao di Lazada Indonesia. Semua pendapat tersebut mengerucut kepada tantangan hingga gangguan yang bakal di hadapi layanan e-commerce lokal di Indonesia.

Dengan harga yang murah, pilihan produk beragam dalam jumlah yang besar hingga pengiriman yang cepat, hingga bebas ongkos kirim, tentunya menjadi penawaran yang lebih kepada konsumen.

Seperti yang diungkapkan oleh Co-Founder dan Managing Partner Ideosource Edward Chamdani.

“Pasti akan berpengaruh karena akses seluruh merchant Taobao akan bisa di akses oleh konsumen Lazada. Jadi tergantung seberapa kuat Lazada bisa menaikkan online traffic dan reach-nya tentu akan berpengaruh terhadap layanan e-commerce lainnya. Apalagi kalau logistik (time to delivery) sudah makin cepat.”

Dengan strategi yang tepat dan lebih fokus kepada kualitas produk, menurut CEO Berrybenka Jason Lamuda bisa menjadi cara tepat untuk bisa bersaing dengan produk asal Tiongkok tersebut.

“Seperti kita ketahui, produk dari Tiongkok terkenal dengan murahnya karena mereka memproduksi barang dalam jumlah besar. Hal baiknya untuk Berrybenka, produk yang kita jual adalah pakaian yang sifatnya preferensi, bukan barang komoditas,” kata Jason.

Application Information Will Show Up Here

Strategi Layanan E-commerce Lokal Menghadapi “Serangan” Produk Asal Tiongkok

Beberapa waktu yang lalu layanan e-commerce yang saat ini telah dimiliki  Alibaba, Lazada, meluncurkan kanal khusus Taobao untuk produk fesyen, elektronik hingga keperluan anak di situs dan aplikasi Lazada. Masuknya Taobao ke Indonesia melalui Lazada, telah membuka kesempatan merchant asal negara Tiongkok tersebut untuk menjual semua produknya dengan harga murah.

Taobao sendiri merupakan situs berbelanja yang didirikan Alibaba Group pada bulan Mei tahun 2003. Sebuah situs yang saat ini sudah menjadi salah satu main player untuk pasar elektronik komersial Tiongkok. Pada tahun 2011, Taobao telah dibagi menjadi 3 perusahaan berbeda, yaitu eTao, Taobao Mall, dan Taobao Marketplace.

Kehadiran Taobao di situs Lazada tentunya bukan menjadi hal yang mengejutkan. Masuknya Alibaba sebagai pemilik memungkinkan produk asal Tiongkok lebih mudah masuk ke Indonesia melalui Lazada. Dari pantauan DailySocial, produk yang masuk kebanyakan produk yang diminati penggemar belanja online di tanah air yang mencari harga murah dengan produk beragam asal negara Tiongkok.

DailySocial  mencoba melakukan konfirmasi ke Lazada Indonesia tentang rencana terhadap kanal Taobao ini ke depannya, namun belum mendapat balasan.

Bakal mengganggu layanan e-commerce lokal

Dengan lebih dari 760 juta produk yang terdaftar pada tahun 2013, Taobao marketplace menjadi yang paling banyak dikunjungi di Tiongkok.

Kehadiran layanan marketplace popular asal Tiongkok ini ternyata dipandang bakal memberikan efek yang cukup negatif kepada layanan e-commerce dan marketplace lokal, mengingat popularitas produk asal Tiongkok yang dikenal murah harganya dan memiliki pilihan yang sangat beragam.

Menurut CEO Berrybenka Jason Lamuda, untuk membedakan dan nantinya bisa tampil lebih unggul terhadap produk asal Tiongkok, diperlukan strategi yang cukup kuat, mulai dari kualitas hingga eksklusivitas. Agar nantinya secara organik, pembeli yang benar-benar mencari produk dengan kualitas terbaik, bisa memilih Berrybenka dengan berbagai produk yang dimiliki.

“Hadirnya produk asal Tiongkok dalam brand Taobao tentunya memberikan impact cukup besar bagi para pemain lokal atau UMKM secara keseluruhan. Seperti kita ketahui, produk dari Tiongkok terkenal dengan murahnya karena mereka memproduksi barang dalam jumlah besar. Hal baiknya untuk Berrybenka, produk yang kita jual adalah pakaian yang sifatnya preferensi, bukan barang komoditas,” kata Jason.

Berrybenka sendiri saat ini lebih mengarah kepada curated fashion. Produk yang dijual pun secara desain lebih eksklusif dan mengutamakan penjualan di channel  Berrybenka baik online maupun offline.

Mengambil pelajaran dari Amazon vs Flipkart di India

Dari sisi investor, apa yang telah dilakukan Lazada dengan menghadirkan merek popular asal Tiongkok Taobao bakal mengganggu industri e-commerce lokal nantinya.

Menurut Co-Founder dan Managing Partner Ideosource Edward Chamdani kepada DailySocial:

“Pasti akan berpengaruh karena akses seluruh merchant Taobao akan bisa di akses oleh konsumen Lazada. Jadi tergantung seberapa kuat Lazada bisa menaikkan online traffic dan reach-nya tentu akan berpengaruh terhadap layanan e-commerce lainnya. Apalagi kalau logistik (time to delivery) sudah makin cepat.”

Ditambahkan Chamdani, agar layanan e-commerce lokal bisa bersaing dan tampil lebih unggul dengan kehadiran brand asal Tiongkok ke Indonesia, bisa mengambil contoh apa yang sudah dilakukan Amazon India melawan Flipkart dan Snapdeal.

“Amazon fokus ke NPS (net promoter score) di mana layanan ke konsumen dibuat sebaik mungkin sehingga menjadi viral dengan sendirinya. Hal tersebut bisa menjadi salah satu strategi,” kata Chamdani.

Sudah menjadi hal yang “biasa”

Berbeda dengan Jason Lamuda dan Edward Chamdani, menurut Founder dan Managing Partner Convergence Ventures Adrian Li, hadirnya produk asal Tiongkok Taobao melalui Lazada tidak akan berpengaruh kepada layanan e-commerce lokal dan UMKM di Indonesia. Selama ini sudah banyak layanan e-commerce dan marketplace yang menjual secara langsung produk asal Tiongkok tersebut melalui platform masing-masing.

“Sudah banyak barang asal Tiongkok masuk ke berbagai negara. Buat saya hal tersebut tidak memberikan pengaruh kepada layanan e-commerce dan marketplace seperti Lazada hingga Tokopedia yang menjual produk tersebut.”

Adrian Li bersama Convergence Ventures selama ini cukup aktif membawa investor asal Tiongkok masuk ke Indonesia untuk menjadi investor. Hadirnya Taobao melalui Lazada justru dipandang positif olehnya.

“Saya lihat bukan hanya layanan e-commerce dan marketplace besar saja di Indonesia yang memasok produk asal Tiongkok tersebut, bisnis UMKM juga banyak yang menjual produk tersebut,” kata Adrian.

Dukungan pemerintah dan kemudahan investor berinvestasi

Pada akhirnya kesuksesan layanan e-commerce lokal bakal terwujud dengan adanya dukungan pemerintah. Tidak hanya memberikan kejelasan soal aturan dan regulasi, namun juga dalam hal ekosistem permodalan yang harus ditingkatkan lagi.

“Peran pemerintah tentu tidak bisa dihilangkan karena same level playing field dibutuhkan juga. Dengan free import duty/custom untuk produk di bawah $100 ini saja sudah berpengaruh dari traffic pengiriman yang langsung meningkat,” kata Chamdani.

Ditambahkan Chamdani, saat ini banyak investor lokal tertarik untuk investasi ke layanan e-commerce maupun perusahaan digital di Indonesia, namun belum ada instrumen yang baku dan mudah bagi mereka untuk masuk.

Keleluasan untuk melakukan initial public offering (IPO) bagi startup lokal yang saat ini dinilai sudah mampu, menurut Chamdani, juga bisa mempengaruhi posisi layanan e-commerce lokal tampil lebih unggul dibandingkan dengan pemain asing. Meskipun sudah banyak startup lokal yang mengalami pertumbuhan secara cepat dan positif, namun belum banyak yang bisa go public.

Salah satu alasannya adalah peraturan yang mengharuskan perusahaan skala kecil dan menengah wajib memiliki aset minimal Rp100 miliar sebelum masuk bursa dan maksimal pendanaan yang dapat diperolehnya hanya Rp40 miliar. OJK akan membuka pintu bagi perusahaan atau startup dengan aset di bawah Rp50 miliar untuk melakukan penawaran saham perdananya.

“Saya melihat ada 2 startup lokal yang akan IPO tahun ini namun masih melalui jalur biasa. Banyak startup lainnya belum bisa masuk ke dalam kriteria bisa IPO seperti 2 startup tersebut. Tentu akan sulit memenuhi kriteria yang cukup berat dari sisi biaya, kesanggupan untuk profitable dalam waktu 1 tahun dan syarat lainnya,” kata Chamdani.

Pada akhirnya, untuk bisa bertahan menghadapi kompetisi yang makin sengit, layanan e-commerce lokal sudah harus bisa memberikan produk dengan kualitas yang lebih baik dan tentunya membina hubungan baik dengan konsumen.

Jakarta Great Online Sale 2017 Kembali Digelar, Emban Misi Kuatkan Penetrasi Produk UMKM

Jakarta Great Online Sale (JGOS) 2017 akan segera digelar, diikuti oleh 150 perusahaan e-commerce dan online marketplace di Indonesia. Rangkaian acaranya sendiri dimulai dari 15 hingga 22 Juni 2017. Ragam promo menarik akan disajikan secara serentak untuk penawaran berbagai produk yang dijual di kanal online.

JGOS merupakan festival belanja online tahunan yang menghimpun pelaku e-commerce dan marketplace di Indonesia, khususnya yang berbasis di Jakarta, guna mendukung program Festival Jakarta Great Sale (FGJS) sebagai bagian rangkaian dari perayaan HUT DKI Jakarta lewat promosi wisata belanja dan layanan berbasis online.

JGOS pertama kali diadakan pada tahun 2013, diinisiasi oleh dua pemain e-commerce BerryBenka dan Orami. Pada awalnya JGOS diselenggarakan untuk memajukan industri digital di bidang perdagangan online. Juga untuk mendukung penumbuhan ekonomi digital yang digadang-gadang menjadi tombak kemajuan ekonomi Indonesia.

“Melalui kegiatan JGOS ini diharapkan dapat membangun kepercayaan masyarakat terkait belanja online. Pada kesempatan yang sama, kami ingin mempromosikan UMKM agar produknya dapat dipasarkan melalui situs online sehingga dapat lebih dikenal oleh masyarakat luas,” ujar CEO Berrybenka Jason Lamuda dalam pembukaan JGOS 2017 di Jakarta.

Memilik misi untuk pengembangan UMKM lokal dalam memaksimalkan kanal online, JGOS 2017 turut didukung oleh Kementerian Perdagangan RI. Menurut pihak kementerian, perluasan pasar UMKM melalui platform e-commerce dan marketplace dianggap akan menjadi terobosan penting di era digital seperti saat ini. Sehingga pasar lebih mudah menjangkau produk UMKM, di sini UMKM juga tidak perlu modal besar untuk pemasaran produk.

“Kementerian Perdagangan menyambut baik rangkaian acara serta inisiatif JGOS 2017 sebagai sarana yang tepat untuk memfasilitasi serta mengedukasi para UMKM supaya lebih siap memasuki dunia digital. Melalui ajang ini kamis sekaligus bisa mensosialisasikan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (RPP TPMSE) kepada pelaku usaha industri digital,” sambut Fetnayeti selaku Direktur Bina Usaha dan Pelaku Distribusi Kementerian Perdagangan RI.


Disclosure: DailySocial merupakan media partner Jakarta Great Online Sale 2017

Danu Wicaksana Tinggalkan Posisi Eksekutif di Berrybenka, Pindah ke Telkomsel

Salah satu pentolan layanan fashion commerce lokal Berrybenka, Danu Wicaksana meninggalkan posisi lamanya di Berrybenka sebagai Managing Director. Di laman Linkedin-nya disebutkan Danu saat ini telah pindah bekerja sebagai TCash CEO, SVP Mobile Financial Service Telkomsel, mulai awal bulan Juni 2017.

Kepada DailySocial Danu mengungkapkan, tidak ada alasan khusus mengapa Danu melepaskan posisi strategisnya di Berrybenka, fashion commerce pertama yang dibangun Jason Lamuda. Posisi Danu sendiri saat ini di Berrybenka masih sebagai penasihat dan minority passive shareholder.

“Intinya adalah saya ingin mencoba sesuatu yang baru dan bermanfaat untuk orang banyak, menurut saya posisi baru ini adalah peluang yang terbaik untuk saya,” kata Danu.

Selama ini Danu Wicaksana dan Jason Lamuda terbilang sukses menjalankan bisnis Berrybenka yang saat ini makin diramaikan oleh kehadiran kompetitor lokal hingga asing.

“Hingga kini Berrybenka masih berjalan dengan baik, saya dan Jason bersyukur telah membangun tim dan sistem yang sudah siap,” kata Danu.

Kita tunggu kiprah Danu berikutnya mengembangkan layanan e-money Telkomsel.

Fashion Commerce Berrybenka Resmikan Toko Permanen Pertama

Konsep online-to-offline (O2O) menjadi strategi andalan terbaru fashion commerce Berrybenka. Setelah membuka 16 gerai Pop Up Store di beberapa kota besar di Indonesia, awal Maret 2017 Berrybenka meresmikan gerai permanen pertamanya di Mal Ciputra Cibubur. Koleksi yang dihadirkan di antaranya Berrybenka Label, Berrybenka Men, dan produk-produk Hijabenka.

Pembukaan pop-up store sebelumnya di Cibubur Junction merupakan salah satu pendorong pembukaan toko permanen di Mal Ciputra Cibubur. Terjadi peningkatan transaksi yang sangat signifikan setelah pembukaan pop-up store tersebut.

“Selama kami membuka pop-up store di Mal Cibubur Junction, kami melihat animo yang sangat tinggi dari warga Cibubur. Selain itu, kami juga mendapatkan peningkatan penjualan online di area Cibubur yang cukup signifikan yaitu sekitar 100-120% dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini mendorong kita untuk membuka gerai permanen kami di Mal Ciputra Cibubur ini,” kata Managing Director Berrybenka Danu Wicaksana.

Sebelumnya CEO Berrybenka Jason Lamuda mengungkapkan pendanaan Seri C dari sejumlah investor lokal hingga asing senilai lebih dari $10 juta bakal digunakan untuk membuka lebih banyak pop up store sekaligus mendirikan toko permanen. Di tahun 2017 ini pop-up store Berrybenka juga akan semakin banyak dengan target 20 pop-up store baru, termasuk untuk kota-kota di luar pulau Jawa.

“Berrybenka ingin menjangkau pelanggan yang memang sudah nyaman untuk berbelanja secara offline lebih banyak lagi. Faktanya sebagian pelanggan Berrybenka yang berbelanja di gerai offline, setelah ditanya ternyata mereka tahu tentang Berrybenka tapi memang mereka lebih nyaman untuk datang ke toko untuk berbelanja,” kata Danu.

Fitur pilihan di toko permanen Berrybenka

Pop-up store Berrybenka diklaim mampu meningkatkan pertumbuhan pelanggan dan transaksi hingga 3-4 kali lipat. Dengan alasan tersebut Berrybenka kini lebih fokus dengan konsep O2O di kategori fesyen.

Pop-up store Berrybenka sendiri pertama kali dihadirkan pada bulan Februari 2016. Kita baru mulai gerilya membuka pop-up store mulai bulan Agustus 2016,” kata Danu.

Dalam mendukung usahanya, Berrybenka menerapkan beberapa fitur guna memberikan pengalaman belanja yang nyaman, mudah, dan terpercaya di toko permanen mereka. Fitur tersebut antara lain “Retur di Toko”, sebuah layanan yang memudahkan pelanggan mengembalikan barang yang telah dibeli secara online ke pop-up store.

Layanan lain yang juga tersedia adalah cara pembayaran “COD di Toko” yang memungkinkan pelanggan memilih produk yang diinginkan melalui situs Berrybenka dan mengirimkannya ke Pop Up Store tanpa harus membayar terlebih dahulu. Setelah pesanan sampai, pelanggan dapat mencobanya langsung sebelum membelinya.

“Sebagaimana disampaikan di awal tahun 2017, toko permanen ini merupakan salah satu strategi bisnis kita di tahun 2017. Saat ini kami masih fokus untuk menguatkan pop-up store dan toko permanen ini. Strategi lainnya mengembangkan layanan personal shopper ‘Stella’,” kata Danu.

Application Information Will Show Up Here