Tag Archives: Jim Geovedi

Jim Geovedi Dikabarkan Menjadi CTO OVO

Pengembang aplikasi finansial untuk program loyalitas OVO dikabarkan telah merekrut CTO (Chief Technology Officier) baru. Menurut sumber terpercaya, pakar teknologi informasi dan komunikasi Jim Geovedi yang ditunjuk untuk mengisi posisi tersebut. Pihak OVO juga telah mengonfirmasi seputar penunjukan ini.

Nama Jim Geovedi sendiri akhir-akhir ini banyak dilibatkan ke dalam struktur perusahaan digital atau startup di Indonesia. Terakhir ada Kata.ai (YesBoss), KoinWorks, dan Beritagar yang menjadikannya sebagai advisor atau penasihat teknologi dalam bisnisnya.

Jim sendiri dikenal sebagai seorang ahli dalam keamanan sistem jaringan. Baru-baru ini ia juga berkonsentrasi pada pengembangan dan penelitian teknologi cerdas berbasis NLP dan Machine Learning.

OVO merupakan salah satu unit bisnis di bawah naungan LippoX, yakni perusahaan digital payment milik grup Lippo. Sebagai platform cross-coalition loyalty program, OVO ingin memberikan mengakomodasi loyalitas pengguna dengan cara baru.

Pengguna tidak dibatasi hanya dapat mengumpulkan dan menukarkan di satu merchant rekanan saja. Konsumen dapat mengumpulkan dan menukarkan di semua merchant rekanan OVO.

Pembaruan pada pukul 16.50: Konfirmasi pihak OVO atas perekrutan tersebut.

Application Information Will Show Up Here

Pasca Penghentian Layanan Asisten Pribadi, YesBoss Luncurkan Kata.ai untuk Bisnis

Setelah dikabarkan telah mulai menghentikan layanan dan segera melakukan pivot bisnis, YesBoss Group akhirnya kini mengumumkan layanan barunya. Kali ini tidak disasarkan untuk kalangan konsumen umum, melainkan spesifik untuk brand di Indonesia. Bernama Kata.ai, sebuah conversational platform dikembangkan dengan teknologi Artificial Intelligence (AI) guna menghubungkan brand dengan konsumen secara lebih efektif.

Dalam rilisnya dikatakan bahwa Kata.ai merupakan produk perdana dari banyak produk yang akan segera dirilis mendatang dalam naungan YesBoss Group. Langkah ini diambil demi meraih peluang baru di sektor bisnis dan konsumen. Dalam sambutannya, CEO YesBoss Group Irzan Raditya memperlihatkan semangat dan optimismenya.

“Kami sangat menantikan kesempatan untuk bekerja sama dengan brand berskala nasional untuk mengubah cara berkomunikasi mereka dengan jutaan konsumennya. Sebagai startup teknologi, kami tidak sabar untuk segera mengaplikasikan teknologi Kata.ai di sektor bisnis sekaligus mengembangkan produk-produk lainnya di sektor konsumen yang akan diluncurkan dalam waktu dekat.”

Pada versi awal ini, Kata.ai menawarkan Dialogue Engine dengan Natural Language Processing (NLP). Fitur tersebut memungkinkan pelaku bisnis mewujudkan persona brand melalui chatbot yang dapat melakukan beragam aktivitas. Aktivats yang dapat dikelola meliputi pemasaran produk, transaksi jual-beli, hingga pengumpulan data perilaku konsumen melalui media sosial dan messaging app yang populer digunakan.

Kata.ai akan mulai dipasarkan dalam bentuk Software as a Services (SaaS) pada awal tahun 2017 mendatang. Teknologi ini diyakini akan menjadi pendobrak di pasar, membantu para pelaku bisnis memahami perilaku konsumen secara mendalam dengan meningkatkan kualitas hubungan dengan konsumen. Visinya platform ini akan menjadi teknologi NLP dalam Bahasa Indonesia yang kaya fitur. Perekrutan ilmuwan Jim Geovedi sebagai Tech Advisor telah menunjukkan keseriusan ini.

Kendati telah mulai dihentikan, layanan YesBoss sebagai asisten virtual pribadi memberikan modal dan pengalaman berharga dalam pengembangan Kata.ai, begitu diungkapkan oleh CTO YesBoss Group Ahmad Rizqi. Dalam keterangannya Rizqi menyampaikan:

“Lewat layanan asisten pribadi YesBoss, kami belajar banyak tentang bagaimana konsumen Indonesia ingin dilayani, terutama saat melakukan percakapan via teks. Kami paham betul kompleksitas Bahasa Indonesia saat bertukar pesan. Pemahaman ini memberikan keuntungan lebih dalam melatih dan mendesain platform AI kami lewat data perilaku dari jutaan percakapan yang meliputi lebih dari 50 ranah komersial.”

Sebelum peluncuran resmi Kata.ai, YesBoss Group telah bekerja sama dengan Microsoft, Infomedia Nusantara (contact center terbesar di Indonesia, anak perusahaan dari Telkom) dan aCommerce dalam rangka memuluskan jalan mereka untuk bekerja sama dengan ratusan brand berskala nasional dan perusahaan di berbagai industri, mulai dari e-commerce, FMCG, hingga layanan finansial seperti perbankan. Kata.ai siap membawa tren conversational commerce di Indonesia lewat teknologi AI berstandar tinggi.

YesBoss Hentikan Layanan Akhir Oktober 2016, Bakal Pivot Ke Mana?

YesBoss, startup Indonesia yang menyediakan layanan asisten pribadi berbasis teks berencana untuk menghentikan sementara layanannya di akhir Oktober 2016 sampai waktu yang belum ditentukan setelah satu tahun beroperasi. Langkah ini akan dimulai dengan diubahnya waktu operasional terhitung 1 Oktober 2016 nanti menjadi Senin-Jumat, 11:00-20:00 WIB. CEO YesBoss Irzan Raditya menyampaikan bahwa langkah ini diambil untuk penyesuaian dalam mempersiapkan proyek baru. Salah satu dampak perubahan ini adalah dirumahkannya sejumlah pegawai.

YesBoss adalah layanan asisten pribadi berbasis teks yang dapat memenuhi berbagai macam permintaan penggunanya, mulai dari pesan-antar makanan, pemesanan tempat di restoran, pemesanan tiket bioskop, hingga pemesanan kamar hotel. Dalam masa operasionalnya selama satu tahun, YesBoss sendiri telah berhasil membukukan pendanaan awal, melakukan ekspansi layanan lewat akuisisi startup serupa di Filipina, hingga berkolaborasi dengan berbagai startup lokal.

Per tanggal 1 Oktober 2016 YesBoss berencana untuk mengubah jam operasional layanan menjadi Senin-Jumat, 11:00-20:00 WIB. Lebih jauh, di akhir Oktober 2016 nanti layanan YesBoss juga rencananya akan diberhentikan sementara sampai batas waktu yang belum ditentukan. Namun, sampai waktu tersebut, layanan YesBoss akan tetap dapat dihubungi dan melayani segala permintaan penggunanya.

Melalui keterangan pers yang kami terima Irzan menyampaikan, “Perubahan waktu operasional ini kami lakukan sebgai penyesuaian. Saat ini kami sedang mempersiapkan sesuatu yang baru. […] Tentunya akan berfokus di teknologi [dan] mudah-mudahan bisa segera dipublikasikan. […] Pada kesempatan ini, saya juga ingin berterima kasih kepada para pengguna atas dukungan dan kesediaan menggunakan YesBoss. Kami akan segera kembali.”

[Baca juga: Jalan Panjang “Bot” dan Kecerdasan Buatan di Indonesia]

Soal proyek baru yang akan dikerjakan, Irzan memang tidak berbicara banyak selain fokusnya yang masih akan tetap di teknologi dan menjanjikan dapat menjadi angin segar bagi ranah komersial.

Co-Founder dan CMO YesBoss Reynir Fauzan mengkonfirmasi ada minor layoff sebagai dampak perubahan arah bisnis perusahaan, meskipun ada pihak yang mengklaim jumlahnya mencapai 50 orang di berbagai lini.

Bisnis baru berhubungan dengan kecerdasan buatan?

Bila melihat bergabungnya Jim Geovedi sebagai Tech Advisor di YesBoss, proyek yang akan dikembangkan seharusnya tidak jauh dari ranah Kecerdasan Buatan atau AI (Artificial Intelligence) dan Machine Learning. Jim sendiri adalah salah satu praktisi terbaik Indonesia yang menekuni bidang pengolahan bahasa alami (Natural Language Processing) yang merupakan salah satu cabang teknologi Kecerdasan Buatan.

Layanan berbasis AI yang berdiri sendiri dan langsung membidik ranah konsumer di Indonesia memang belum bisa mendapat tempat khusus layaknya e-commerce atau sektor lainnya. Selain membutuhkan data yang besar, pemahaman terhadap konsistensi pola penggunaan bahasa juga menjadi tantangan bagi pelakunya. Apalagi di Indonesia yang memiliki budaya beragam.

Paling dekat, layanan berbasis AI yang terlihat potensinya adalah platform chatbot. Potensi implementasi dan bisnisnya terlihat jelas, terutama yang berhubungan dengan pelayanan pelanggan (customer service) dan kemampuan menjadi asisten digital yang berfungsi sebagai pemberi rekomendasi produk. Salah satu layanan serupa yang telah mengimplementasikan sistem chatbot adalah Bang Joni.

Jalan Panjang “Bot” dan Kecerdasan Buatan di Indonesia

Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan tengah menjadi perbincangan hangat dalam beberapa tahun belakangan ini dan Indonesia menjadi salah satu negara yang mulai ikut meliriknya. Saya mendapat kesempatan berbincang dengan Adrian Li (Convergence Venture), Irzan Raditya (YesBoss), dan Jim Geovedi (computer scientist praktisi machine learning) untuk membahas lebih jauh seperti apa perkembangan AI nantinya di Indonesia, terutama teknologi bot (kependekan dari robot) yang saat ini tengah naik daun lewat layanan chatbots.

Kecerdasan buatan, bot, dan hal yang mampu dilakukannya

Merujuk pada Oxford Dictionaries, AI adalah teori dan pengembangan sistem komputer yang mampu melakukan sejumlah tugas yang biasanya membutuhkan kecerdasan manusia seperti persepsi visual, pengenalan suara, pengambilan keputusan dan terjemahan antar bahasa.

Jim menjelaskan bahwa AI sendiri identik dengan kata robot (sering disingkat dengan bots) yang saat ini biasa digunakan untuk merujuk pada mahluk mekanik atau program komputer (software agent) virtual. Lebih jauh, istilah bot ini juga sering dikombinasikan dengan kata lainnya untuk membentuk istilah baru (portmanteau) seperti chatbots dan botnet.

Adrian Li mengatakan, “Pada dasarnya, AI dan bot ini menggunakan komputasi canggih untuk menggantikan tanggapan manusia dan tugas-tugas sederhana. Contohnya ditunjukkan melalui game strategi seperti Catur, Go, dan simulasi interaksi. AI yang sesungguhnya mampu belajar melalui interaksi dan mengembangkan kesadaran diri. Namun, dalam arti praktis saat ini AI digunakan untuk mengotomatisasi tugas-tugas dasar seperti penjadwalan pertemuan atau pengolahan Natural Language Processing [NLP] melalui chatting bot.”

Sementara itu Irzan mengatakan, “AI ini yang sedang banyak dikembangkan oleh banyak orang lebih ke arah NLP tapi cakupannya sebenarnya luas. […] Sedangkan chatbots itu adalah produk, tidak harus merupakan AI. […] AI itu ada sebagai otak yang membuat conversation­-nya seperti sedang berbicara dengan manusia.”

Meski dalam 50 tahun belakangan ini AI telah mengalami peningkatan yang drastis, AI juga sempat mengalami penurunan kepercayaan untuk pengembangannya di tahun 1970-an. Jim mengungkapkan, kondisi ini disebut “AI Winter” di kalangan pengembang. Butuh satu dekade untuk bisa bangkit kembali setelah sejumlah inisiatif komersil muncul dengan target-target yang realistis dan tidak seambisius sebelumnya.

Jim mengatakan, “Sampai saat ini kecerdasan buatan yang sesungguhnya memang belum tersedia. Namun, jawaban terhadap pertanyaan ‘Apa yang mereka bisa lakukan dalam kehidupan kita?’ bisa diperlihatkan oleh implementasi AI […] seperti program SIRI yang dikembangkan Apple,[…] mekanisme rekomendasi teman atau post di Facebook, layanan ‘OK, Google’, […] atau autonomous cars yang dikembangkan oleh Tesla, Google, atau Baidu.”

Naiknya popularitas AI dan chatbots di Indonesia

Menurut Jim, sejumlah kolega ilmuan dan pengembang AI menyebutkan bahwa momentum kebangkitan kembali penelitian di bidang ini dimulai ketika sebuah lokakarya bertemakan “Deep Learning for Speech Recognition and Related Applications” bersamaan dengan konfrensi tahunan NIPS pada tahun 2009 digelar. Di samping itu, majunya penelitian di bidang perangkat lunak, perkembangan perangkat keras, dan biaya pengolahan big data yang makin terjangkau juga turut memberikan kontribusi terhadap kebangkitan AI.

Di Indonesia sendiri chatbots yang identik dengan AI kini tengah naik daun dan dinilai memiliki potensi pengembangan bisnis yang bagus. Adrian menjelaskan bahwa salah satu alasan chatbot mulai dilirik yaitu karena chat adalah UI (User Interaction) yang paling mudah dan sederhana untuk digunakan oleh pengguna awal internet atau e-commerce untuk berinteraksi. Perusahaan seperti YesBoss yang telah mengembangkan NLP dan memungkinkan orang untuk secara mudah meminta layanan apapun melalui chatting adalah salah satu bukti yang sangat populer.

Lebih jauh, Adrian mengatakan, “Meski chatting adalah UI yang kuat untuk meningkatkan konversi dan interaksi secara tradisional, ini sangat unscalable. Anda memerlukan operator manusia di sisi lain. Namun, kemajuan dalam NLP dan dasar AI memungkinkan kita untuk mengotomatisasi interaksi chatting yang kemudian membuat UI chatting terukur dan bisa dikomersilkan.”

Sementara itu Jim menyampaikan jawaban yang diperolehnya dari Yohanes Nugroho terkait dengan popularitas bot yang mulai naik.

“Ada faktor kejenuhan pengguna pada apa yang ditawarkan ‘apps’ pada umumnya, selain itu kebanyakan UI/UX dari ‘apps’ tersebut dinilai kurang baik sehingga membuat repot pengguna dalam menemukan apa yang mereka cari.”

Faktor lain yang membuat popularitas teknologi chatbots naik yang disampaikan oleh Irzan adalah pesatnya perkembangan media sosial dan karakter orang Indonesia yang gemar mengobrol lewat aplikasi.

Pendekatan mengembangkan bisnisnya di tahap awal

Kecerdasan buatan dan bot butuh masukan data yang memadai dan kolaborasi berbagai pihak / Flickr - Sean Davis
Kecerdasan buatan dan bot butuh masukan data yang memadai dan kolaborasi berbagai pihak / Flickr – Sean Davis

Sebagai salah satu pemain di industri, Irzan sendiri optimis dengan arah perkembangan AI di Indonesia ke depannya. Ada banyak ranah yang bisa dijamah oleh AI, mulai dari e-commerce, institusi finansial, hingga pemerintahan. Singapura pun kini tengah dalam perbincangan mengembangkan chatbots dan Irzan percaya bahwa Indonesia juga bisa melakukan hal yang sama ke depannya meski waktu yang dibutuhkan akan jauh lebih lama mengingat keragaman bahasa yang dimiliki.

Jim mengatakan, “Untuk konteks chatbots, saya melihat potensi implementasi yang berhubungan dengan pelayanan pelanggan [customer service] dan layanan asisten digital yang bisa berfungsi sebagai pemberi rekomendasi produk. Pendapat saya tersebut didasarkan atas obvervasi personal saya terhadap pola interaksi pengguna dengan pembuat produk maupun penyedia layanan. Misalnya […] cukup banyaknya akun resmi jenama [merek] di Twitter atau Facebook Pages mulai menanggapi keluhan layanan yang disampaikan.”

Pun demikian, ada beberapa tantangan yang akan dihadapi oleh para pelaku pengembang AI di Indonesia. Irzan dan Adrian senada menyebutkan bahwa mengumpulkan data adalah salah tantangan terbesar dalam mengembangkan AI. Konsistensi penggunaan bahasa Indonesia oleh penuturnya baik secara lisan maupun tulisan juga akan menjadi salah satu tantangan lainnya.

Adrian mengatakan, “Salah satu tantangan utama dengan mengembangkan NLP yang diandalkan untuk chatting AI adalah input data yang cukup. Pengembangannya tidak hanya menciptakan kode yang dapat memahami permintaan manusia, tetapi input data yang besar dari permintaan juga dibutuhkan dalam rangka menciptakan pengenalan pola dan memahami semua jenis variasi dalam membuat permintaan. Oleh karena itu dalam rangka untuk mengembangkan mesin NLP diandalkan perusahaan akan perlu memiliki volume besar [1M +] permintaan untuk belajar dari itu.”

Adrian dan Irzan juga menyampaikan nada yang sama bahwa di fase awal ini layanan gratis akan diperlukan dalam rangka mengembangkan bot. Namun, ke depannya chatting sebagai sebuah layanan on demand berbasis AI akan menjadi bisnis yang handal dan bisa ditawarkan kepada UKM atau pedang untuk pemasaran produk yang lebih baik.

“Ini tentang mengedukasi pasarnya untuk memenangkan market share-nya” ujar Irzan.

Harapan untuk masa depan AI dan bot di Indonesia

Meluncurkan teknologi atau layanan AI tidak sesederhana meluncurkan layanan e-commrce. Di samping memerlukan masukkan data yang memadai untuk membuat sebuah engine yang bisa mengolah bahasa Indonesia dengan segala akronim yang ada, keterbukaan penelitian untuk berkolaborasi dan saling berkontribusi juga diperlukan.

Irzan mengatakan, “Kita [Indonesia] butuh lebih banyak kolaborasi antar penyedia jasa, penyedia API di sini [Indonesia], dan butuh banyak developer lokal belajar ke arah AI. Karena tanpa tenaga manusianya itu sendiri teknologi ini tidak akan terwujud.”

Sementara itu Jim menyampaikan bahwa dirinya berharap pengembangan teknologi-teknologi tersebut bisa dilakukan secara terbuka dengan kontribusi aktif ke komunitas karena pengembangan di area tersebut tidak mungkin dilakukan seseorang atau perusahaan berskala kecil sendirian. Untuk jangka panjang, Jim juga mengharapkan ada keterlibatan aktif dunia akademia pada bidang tersebut.  Jika kontribusi secara teknologi maupun investasi dirasa sulit dilakukan, sebuah entitas bisa merilis dataset untuk keperluan training.

“Saya sangat sadar bahwa teknologi kecerdasan buatan sangatlah seksi buat banyak orang, namun perlu disadari bahwa perjalanan untuk mengembangkannya masih sangat jauh terlepas dari apa yang sudah dicapai saat ini. Penyesuaian ekspektasi dan strategi implementasi yang baik juga perlu dilakukan sehingga ‘AI Winter’ kedua tidak perlu terjadi,” tandas Jim.

Jim Geovedi and the Implementation of Machine Learning

Machine Learning isn’t a new thing in computer science field. This concept gets more popular nowadays as more and more parties become more aware of digital data management and system optimation. DailySocial discussed with Jim Geovedi, one of experts in the field, about this tech, especially on its relations with the development approach in startup scene. Continue reading Jim Geovedi and the Implementation of Machine Learning

Mengenal Lebih Dekat Teknologi Machine Learning Bersama Jim Geovedi

Implementasi Machine Learning untuk produk startup bisa

Machine Learning bukanlah hal baru dalam lanskap ilmu komputer. Bagian dari konsep Artificial Intelligence ini makin populer dewasa ini seiring dengan meningkatnya awareness banyak pihak atas pengelolaan data digital dan otomatisasi sistem guna menggantikan peran manual oleh manusia. Untuk mengulas tentang teknologi ini, terutama kaitannya dengan development approach di startup, DailySocial berbincang dengan Jim Geovedi sebagai salah satu praktisi terbaik dalam teknologi ini.

Continue reading Mengenal Lebih Dekat Teknologi Machine Learning Bersama Jim Geovedi