Tag Archives: Joe hansen

Klien Jangjo meliputi pusat perbelanjaan, perkantoran, hingga perumahan / Jangjo

Jangjo Hadirkan Solusi Pengelolaan Limbah Sektor B2B

Menurut Bank Dunia, Indonesia menghasilkan lebih dari 65 juta ton limbah setiap tahunnya, namun hanya sekitar 10-15% yang dikelola dengan benar. Laporan tersebut juga menegaskan sektor bisnis/industrial berkontribusi secara signifikan pada aliran sampah ini, menghasilkan berbagai bentuk limbah, termasuk bahan kemasan, produk sampingan industri, dan limbah elektronik.

Salah satu platform yang kemudian mencoba menghadirkan solusi kepada sektor B2B dalam pengelolaan limbah adalah Jangjo. Saat ini klien mereka termasuk pengelola pusat perbelanjaan, perkantoran, area rekreasi, hingga perumahan.

Kepada DailySocial.id, CEO Jangjo Joe Hansen, mengungkapkan rencana perusahaan ke depannya.

Fokus kepada sektor B2B

Setelah menerima pendanaan awal dari Darmawan Capital, Jangjo ingin menciptakan solusi pengelolaan sampah berkelanjutan dengan konsep ekonomi sirkular demi menghubungkan para stakeholder. Stakeholder yang dimaksud melingkup penghasil sampah (masyarakat), pengangkut sampah (operator), tempat singgah sampah sementara (hub), dan pengelolaan sampah (industri).

Jangjo juga ingin memodernisasi proses pengelolaan sampah dengan mendorong kolaborasi stakeholder melalui teknologi sehingga memberikan keuntungan secara ekonomi maupun dampak ke lingkungan.

Tercatat saat ini perusahaan yang telah bermitra dengan Jangjo di antaranya adalah Plaza Indonesia, Mall of Indonesia, Grand Hyatt, Ashta, PIK Avenue, dan lainnya.

“Jangjo pada dasarnya ingin menyelesaikan sampah secara menyeluruh. Namun sumber sampah terbanyak ternyata ada pada B2B, yaitu mall, hotel, office, dibanding perumahan. Dengan ini kami melihat impact yang kami berikan bisa lebih besar dan pengukuran pun dapat kami lakukan dengan lebih efektif,” kata Joe.

Mengklaim sebagai platform waste management yang menerapkan proses secara end-to-end, Jangjo hingga kini masih terus melakukan edukasi, penjemputan, sampai strategi pengurangan sampah ke landfill. Jangjo berkomitmen untuk melakukan zero waste, sehingga perusahaan menggunakan strategi pengurangan sampah yang komprehensif, seperti penggunaan maggot untuk sisa makanan, serta melakukan pemilahan hingga 60 jenis material untuk didaur ulang oleh para mitra.

“Ada dua poin penting untuk memperluas layanan kami, yaitu melalui kolaborasi dan inovasi. Hal yang akan kami lakukan yaitu berkolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah dan masyarakat. Karena dengan hal ini kami percaya, permasalahan sampah bisa diselesaikan bersama,” kata Joe.

Hal lain yang juga menjadi fokus dari Jangjo adalah dengan mengedepankan berbagai inovasi, baik dalam mengedukasi masyarakat, mau pun dari sisi teknologi sesuai dengan kebutuhan pengolahan sampah modern.

Strategi monetisasi yang dilancarkan oleh Jangjo saat ini adalah cukup sederhana, yaitu dengan tipping fee dan pemanfaat value dari material yang mereka terima.

Pengelolaan sampah berkelanjutan

Indonesia saat ini sedang menghadapi krisis pengelolaan limbah yang signifikan. Ditandai dengan infrastruktur yang kurang memadai, inisiatif daur ulang yang terbatas, dan pertumbuhan penduduk yang cepat.

Meskipun Indonesia telah menetapkan regulasi terkait pengelolaan limbah, penegakan dan implementasi regulasi ini tetap tidak konsisten. Regulasi yang lebih jelas dan ketat untuk pembuangan limbah, daur ulang, dan tanggung jawab produsen diperlukan untuk mendorong bisnis menuju praktik berkelanjutan.

Mengadopsi pendekatan ekonomi sirkular juga dapat membantu meminimalkan penghasilan limbah. Bisnis dapat menerapkan cara ideal untuk mengurangi kemasan, mempromosikan penggunaan daur ulang, dan menggabungkan bahan daur ulang ke dalam proses produksi mereka. Ini tidak hanya mengurangi limbah tetapi juga mampu menurunkan biaya dalam jangka panjang.

DailySocial.id juga mencatat penyebab lain pengelolaan limbah masih sulit untuk dilakukan adalah ongkos pengelolaan sampah yang terlalu murah dibandingkan tanggung jawab yang harus diemban. Ongkos yang kelewat murah ini dinikmati warga selama bertahun-tahun sehingga sedikit kenaikannya saja bisa menuai protes.

Ke depannya Jangjo melihat pengelolaan limbah untuk konsumen hingga bisnis masih menghadapi banyak tantangan. Namun kehadiran platform seperti Jangjo, MallSampah, Rekosistem, Waste4Change dan WLabku, diharapkan bisa melancarkan proses pengelolaan limbah dan sampah lebih efektif lagi.

“Sulit tapi diperlukan. Tanpa pengolahan sampah yang baik, pertumbuhan bisnis malah bisa menjadi boomerang untuk kehidupan kita berikutnya. Karena ini Jangjo memiliki visi untuk membangun keseimbangan antara lingkungan dan manusia,” kata Joe.

Startup Waste Management Indonesia Jangjo

Platform Manajemen Sampah “Jangjo” Memperoleh Pendanaan Tahap Awal dari Darmawan Capital

Platform manajemen sampah Jangjo mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal (seed) dari Darmawan Capital dengan nominal yang dirahasiakan. Melalui investasi ini, Jangjo ingin memodernidasi proses pengelolaan sampah dengan mendorong kolaborasi stakeholder melalui teknologi sehingga memberikan keuntungan secara ekonomi maupun dampak ke lingkungan.

Sebagai informasi, Jangjo dipimpin oleh Joe Hansen (Co-founder dan Commisioner), Nyoman Kwanhok (Co-founder dan CEO), Eki Setijadi (COO), dan  Hendra Yubianto (CMO).

Sementara, Darmawan Capital merupakan perusahaan investasi yang berfokus untuk menciptakan sustainable growth di ekosistem digital Indonesia. Beberapa portofolionya antara lain Indodax, Lyfe, DokterSehat, Udana, Kredibel, Nobi, Farmaku, dan Tokenomy.

“Investasi di Jangjo membuktikan bahwa pengelolaan sampah mulai menarik bagi investor, baik dari sisi lingkungan maupun ekonomi,” tambah Co-founder & Commisioner Jangjo Joe Hansen dalam keterangan resminya

Lebih lanjut, Co-founder & CEO Jangjo Nyoman Kwanhok mengungkap permasalahan utama pada pengelolaan sampah di Indonesia adalah tidak terintegrasinya stakeholder di ekosistem ini. Maka itu, Jangjo ingin menciptakan solusi pengelolaan sampah yang berkelanjutan dengan konsep sirkular ekonomi demi menghubungkan para stakeholder.

Stakeholder yang dimaksud melingkup penghasil sampah (masyarakat), pengangkut sampah (operator), tempat singgah sampah sementara (hub), dan pengelolaan sampah (industri). “Kami menargetkan dapat meningkatkan proses daur ulang hingga 20 kali lipat, dan menciptakan ekosistem sirkular ekonomi lewat platform Jangjo,” tutur Nyoman.

Untuk mengatasi masalah di atas, ujarnya, Jangjo mengembangkan solusi utama, yakni edukasi pemilahan dan pengangkutan sampah terpilah untuk wilayah Jakarta. Warga yang teredukasi memilah sampah dapat menggunakan jasa penjemputan sampah untuk didaur ulang oleh industri

Edukasi pemilahan sampah dilakukan secara door-to-door untuk kawasan residensial. Kemudian, Jangjo Rangers akan melakukan pencatatan data sampah pilah lewat aplikasi.

Saat ini, Jangjo menyalurkan 55 macam produk untuk didaur ulang, termasuk sterofoam, kaca beling, dan minyak jelantah. Dari setiap proses pengambilan sampah terpilah ini, warga akan mendapatkan berbagai reward, seperti saldo e-wallet atau minyak goreng.

Tantangan pengelolaan sampah

Dalam pemberitaan sebelumnya dengan DailySocial.id, perwakilan Waste4Change Bijaksana Junerosano menyoroti tantangan dalam pengelolaan sampah di Indonesia. Salah satunya adalah ongkos pengelolaan sampah terlalu murah dibandingkan tanggung jawab yang harus diemban. Apabila ada kenaikan biaya, hal ini akan menuai protes dari warga.

Pria yang karib disapa Sano ini mengungkap, jika ingin mendorong ekosistem pengelolaan sampah, aspek pembiayaan harus lebih baik sehingga tidak melulu bergantung pada anggaran pemerintah yang terbatas.

Badan Pusat Statistik DKI Jakarta mencatat sebanyak 337,33% sampah di Ibu Kota berasal dari rumah tangga di 2020. Sumber sampah terbanyak lainnya berasal dari pasar (16,35%), kawasan (16%), perniagaan (7,29%), fasilitas publik (5,25%), dan perkantoran (3,22%). Survei Waste4Change menambahkan bahwa pandemi Covid-19 di 2020 memicu peningkatan jumlah sampah di kategori rumah tangga.

Di tengah-tengah tantangan tersebut, para pelaku startup mulai mengambil inisiatif dan tertarik untuk meningkatkan dampak lingkungan melalui teknologi. Selain Jangjo yang fokusnya mendaur ulang dari sampah pilah, ada juga WLabku yang mendaur ulang limbah tebu sebagai pakan ternah (bagasse). Wlabku juga didukung oleh Gayo Capital.

Kemudian, Duitin mengembangkan layanan digital yang memfasilitasi daur ulang dan memungkinkan masyarakat dapat meminta pengambilan sampah di rumahnya dan mendapatkan reward. Duitin merupakan startup lulusan program akselerator Google pertama di Indonesia.

​​Layanan E-Commerce Produk Kesehatan “Gogobli” Jajaki Investor Baru, Incar Pendanaan Hingga $100 Juta

Gogobli, layanan e-comme​​rce khusus bergerak di produk kecantikan dan kesehatan, mengungkapkan sedang menjajaki investor baru untuk putaran dana seri berikutnya. Diungkapkan perusahaan mengincar tambahan dana segar antara US$50 juta sampai US$100 juta (650 miliar hingga 1,3 triliun Rupiah) untuk kebutuhan ekspansi bisnis.

“Masih proses penjajakan, yang terpenting mereka itu in line dengan misi kita dan bisa bantu leverage bisnis Gogobli,” terang CEO Gogobli Joyce Lim, Senin (29/1).

Pihaknya tidak menargetkan secara khusus kapan proses pencarian investor baru ini akan selesai. Yang pasti, dana segar ini akan jadi senjata Gogobli untuk ekspansi ke daerah baru seiring upaya penetrasi bisnis, termasuk pengembangan teknologi, tim, dan membangun gudang.

Pendanaan segar ini, akan jadi jembatan penghubung perusahaan yang berambisi menyabet status unicorn pada satu hingga dua tahun mendatang dari sekarang. Secara bisnis, Gogobli mengalami pertumbuhan yang cukup fantastis sejak pertama kali diresmikan pada 2016 lalu. Saat ini cakupan bisnis Gogobli baru merambah ke Jawa Barat dan Jawa Tengah.

Gogobli melihat masih ada potensi pertumbuhan yang lebih besar ketika ekspansi ke daerah lainnya di seluruh Indonesia. Di samping itu, pihaknya bakal mengumumkan konsep bisnis baru yang diklaim unik dan bisa mengantarkan perusahaan ke status unicorn. Rencananya konsep ini akan diumumkan pada kuartal III/2018 mendatang.

“Dalam tahun ini akan ada beberapa target, pendanaan baru, dan pengumuman konsep baru untuk ekspansi bisnis yang bisa bikin kita jadi unicorn dalam 1-2 tahun dari sekarang. Jadi bukan dengan investasi [US$50 juta sampai US$100 juta] bisa bikin kita jadi unicorn, tapi lewat strategi bisnis yang didukung dengan investasi baru pada seri berikutnya. Kami optimis [bisa jadi unicorn],” terang COO Gogobli Joe Hansen.

Terakhir Gogobli mendapat investasi Pra Seri A dari perusahaan yang berbasis di Malaysia, OSK Ventures International Bhd dengan nilai investasi yang tidak disebutkan pada April 2017. Dana segar tersebut dipakai untuk bangun jaringan bisnis perusahaan, terutama lini bisnis B2B dan B2C. Diklaim dari pendanaan ini nilai valuasi Gogobli mencapai US$30 juta (sekitar 400 miliar Rupiah).

Pencapaian bisnis

Gogobli memiliki tiga lini bisnis yaitu prinsipal, B2B dan B2C. Untuk prinsipal, kini Gogobli sudah bermitra dengan lebih dari 500 prinsipal dan 20 ribu SKU dari berbagai merek untuk kesehatan dan kecantikan. Prinsipal kini dapat menggunakan platform Gogobli untuk memasarkan produknya.

Lini bisnis berikutnya, yakni B2B, tercatat telah bermitra dengan lebih dari 15 ribu toko tersebar di Jawa Barat dan Jawa Tengah, pertumbuhannya secara persentase mencapai 5.977%. Pertumbuhan revenue dari lini bisnis ini diklaim mencapai 2.530% dan repeat sales secara rata-rata 93,35%. Sayangnya, Gogobli tidak sebutkan secara nominal dari seluruh pencapaiannya tersebut.

Dalam lini B2B, Gogobli menjadi pihak penyambung antara prinsipal (produsen) dengan outlet sebagai konsumennya. Outlet yang dimaksud dalam hal ini adalah toko obat, apotik, kosmetik, dan jamu yang membeli produk lewat platform Gogobli untuk dijual kembali secara offline. Setiap produk dari prinsipal akan dikirimkan ke gudang Gogobli untuk kemudian diteruskan ke para pembeli.

Khusus untuk lini B2B, Gogobli sudah meluncurkan aplikasi Gogobli Outlet Apps khusus untuk pembelian produk secara langsung dari smartphone. Tidak bisa sembarang outlet mengunduh aplikasi tersebut. Ada proses verifikasi terlebih dahulu oleh Gogobli secara online ataupun offline.

“Aplikasi untuk konsumen B2B kami desain sangat simpel dan memiliki kapasitas yang kecil hanya 5 MB. Kami juga menyediakan opsi pembayaran yang variatif, mulai dari transfer bank, hingga pembayaran lewat Alfamart. Ke depannya kami mau hadirkan program cicilan untuk para outlet,” terang Joe.

Sedangkan lini bisnis B2C diklaim situs Gogobli sudah dikunjungi oleh ratusan ribu kali dan melayani ratusan pengiriman paket setiap harinya. Hanya saja, Joe enggan membeberkan angka detilnya.

Tak hanya menyediakan aplikasi untuk konsumen B2B saja, ke depannya Gogobli juga akan segera meluncurkan aplikasi untuk B2C. Konsumen kedua lini ini perkembangannya diharapkan harus linier sehingga tidak bisa condong ke salah satu saja.

“Secara kuantitas, jumlah konsumen B2C lebih banyak dari B2B. Namun secara volume berasal dari sebaliknya. Kami tidak bisa pilih salah satu karena kalau misal hanya fokus ke B2C saja, berat di biaya pemasaran yang lebih besar. Ini harus berjalan beriringan.”

Gogobli akan memperkuat kemitraan dengan BPOM dalam menyajikan produk yang lulus uji dan didatangkan langung dari distributor resminya. Untuk produk jamu dan herbal pun harus sudah mengantongi izin dari Departemen Kesehatan. Seluruh jaminan ini diharapkan dapat menjamin keamanan konsumen saat mengonsumsinya.

Pasca Raih Pendanaan Pra-Seri A, Gogobli Incar Tambahan Dana Segar Hingga $100 Juta

Kurang dari setahun layanan e-commerce khusus produk kesehatan dan kecantikan Gogobli berdiri di Indonesia, perusahaan mengumumkan perolehan pendanaan pra-Seri A senilai jutaan dolar dipimpin oleh OSK Ventures International Bhd.

Lewat penggalangan dana ini, nilai valuasi perusahaan menjadi sekitar US$30 juta. Sekaligus membuka kesempatan perusahaan untuk melangkah ke tahapan pendanaan berikutnya, yakni seri A dengan kebutuhan dana sekitar US$50 juta-US$100 juta.

Pihak Gogobli menargetkan kebutuhan dana dapat terpenuhi sebelum menjelang akhir tahun ini. Lewat rangkaian pendanaan tersebut, menjadi strategi perusahaan untuk mewujudkan ambisinya sebagai pemain utama yang bergerak khusus di produk kesehatan dan kecantikan nomor satu di Indonesia.

Gogobli merupakan e-commerce niche yang khusus menyediakan produk suplemen, vitamin, ragam jamu, herbal Cina, beserta produk kecantikan lainnya. Saat ini Gogobli telah bermitra dengan lebih dari 200 prinsipal dan distributor resmi untuk menjamin keaslian barang yang dipasarkan.

“Kami percaya Gogobli memiliki perangkat yang tepat untuk memperluas jangkauannya di seluruh Indonesia dalam rangka memenuhi setiap permintaan dan mengisi kesenjangan, memastikan kualitas produkm pengiriman logistik secara efisiensi, serta menjadikannya sebagai platform online terpercaya untuk konsumen Indonesia,” ujar COO OSK Ventures International Sdn Bhd Patrick Yee, Rabu (5/4).

Gogobli akan memakai dana segar yang didapatnya untuk memperkuat dukungan bisnis perusahaan, terutama segmen B2B dan B2C demi menjangkau lebih banyak konsumen di Indonesia.

Pencapaian bisnis Gogobli

Saat ini, Gogobli baru menyediakan layanan yang berbeda untuk masing-masing konsumennya. Untuk segmen B2C, layanan yang tersedia hanyalah situs desktop. Sementara untuk segmen B2B telah tersedia aplikasi khusus yang dapat diunduh pebisnis UKM.

“Kami menghubungkan prinsipal, toko, dan konsumen. Kini produsen besar atau kecil memiliki kesempatan yang sama untuk mendistribusikan barangnya melalui platform Gogobli ke semua outlet. Selain itu UKM yang tidak memiliki SDM dapa melakukan penetrasi produk secara nasional lewat aplikasi Gogobli,” ucap Chairman dan Founder Gogobli Halim H.

Pihak Gogobli, sambung Halim, juga melakukan penyisiran tersendiri untuk setiap listing produk yang tersedia di platform hanyalah yang sudah mengantongi izin dari Kementerian Kesehatan dan BPOM. Hal ini demi memastikan keyakinan konsumen terhadap keaslian produk dan keamanannya saat dikonsumsi.

Adapun kinerja Gogobli sejak pertama kali diresmikan pada Mei 2016 hingga Februari 2017 untuk segmen B2C telah mengumpulkan sekitar 5 ribu pengguna terdaftar. Adapun dari segi volume transaksinya tumbuh 600% dengan pertumbuhan nominal transaksi sebesar 313%.

Untuk pencapaian bisnis dari segmen B2B, Gogobli mengklaim dari segi outlet kini mencapai 11.500 dengan pertumbuhan 695%. Dari segi volume transaksinya tumbuh 900% dan pertumbuhan nilai transaksinya sebesar 657%.

Rencananya sepanjang tahun ini, Gogobli akan meluncurkan aplikasi khusus untuk konsumen loyal. Selain itu untuk menambah cakupan layanan B2B, Gogobli berencana ekspansi ke daerah di luar Pulau Jawa, mulai dari Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, sebelum merambah ke Indonesia bagian timur.

“Kami harus penuhi KPI tertentu sebelum membuat aplikasi untuk konsumen. Sebab, aplikasi itu umumnya akan diunduh oleh konsumen loyal sementara kami belum sampai tahap itu. Rencananya sebelum akhir tahun ini ketika KPI terpenuhi, kami akan luncurkan aplikasinya,” pungkas COO Gogobli Joe Hansen.

Gogobli Layanan E-Commerce Khusus Produk Kecantikan dan Kesehatan

Layanan e-commerce yang menawarkan produk khusus atau “niche” saat ini semakin marak, mulai dari Heritage.id yang menghadirkan kerajinan tangan asli Indonesia hingga yang terbaru adalah Gogobli, layanan e-commerce lokal yang menyediakan produk kesehatan hingga kecantikan. Berdiri pada bulan Mei 2016 ini Gogobli mencoba untuk memberikan solusi kepada pelaku UKM yang menjual produk kesehatan seperti jamu, vitamin, suplemen hingga Chinese herbal dengan mengadopsi teknologi.

Gogobli akan menjadi solusi bagi UKM di bidang kesehatan dan kecantikan untuk mengembangkan market mereka, di mana tantangan dan biaya untuk berkembang di offline sangat besar. Hal ini tidak lepas dari market kesehatan dan kecantikan yang juga besar,” kata COO Gogobli Joe Hansen kepada DailySocial.

Selama ini produk yang dicoba ditawarkan oleh Gogobli sudah banyak beredar di layanan online marketplace seperti Tokopedia, Bukalapak hingga elevenia, namun masih kalah jauh popularitasnya dibandingkan dengan produk favorit seperti busana, gadget hingga kebutuhan rumah tangga. Karena alasan itulah pada akhirnya Gogobli diluncurkan. Berdasarkan riset pada tahun 2015 lalu penjualan produk kesehatan dan kecantikan tercatat mencapai 4,3 miliar dolar AS.

“Gogobli ingin menjadi solusi kemudahan mendapatkan barang kesehatan dan kecantikan yang terpercaya, karena di Gogobli barang diambil langsung dari pabrik atau distributor resmi baik itu untuk suplemen dan vitamin, jamu, Chinese herbal, maupun produk-produk kecantikan,” kata Joe.

Saat ini layanan e-commerce Gogobli telah memiliki lebih dari 200 principals ternama, dengan lebih dari 10 ribu produk. Sementara jumlah pengguna telah mencapai sampai di atas 2 ribu pengguna dan terus bertambah setiap harinya.

Kemitraan dengan penyedia jasa logistik dan pilihan pembayaran

Saat ini Gogobli masih belum menyediakan aplikasi di Android dan iOS, masih sepenuhnya mengandalkan situs web, namun sudah mobile-friendly. Untuk memudahkan proses logistik, Gogobli mengklaim telah memiliki tim internal sendiri, dibantu dengan pihak ketiga untuk mempercepat proses pengantaran. Sementara untuk pilihan pembayaran Gogobli masih memanfaatkan pilihan transfer bank dan kartu kredit.

“Saat ini kami menggunakan transfer dan kartu kredit yang mana paling sering digunakan oleh konsumen saat ini. Dalam beberapa bulan ke depan kami akan menambahkan channel pembayaran,” kata Joe.

Sebagai layanan e-commerce yang menghadirkan produk yang “niche“, Gogobli menerapkan metode yang berbeda untuk strategi pemasaran hingga penjualan. Hal tersebut terutama dilakukan untuk menjangkau lebih banyak pengguna untuk mengunjungi situs Gogobli.

“Cara menjangkau pelanggan yang kami lakukan berbeda, sehingga strategi yang digunakan tidak bisa terlalu umum dan pasaran,” kata Joe.

Saat ini Gogobli telah memiliki investor yang tertarik untuk berinvestasi di Gogobli, namun Joe masih enggan untuk mengungkapkan siapa investor tersebut. Jika sudah final akan diumumkan kepada publik tahun 2017 mendatang.

Menjelang akhir tahun tentunya banyak rencana dan target yang ingin diwujudkan. Mulai dari akuisisi pelanggan, menambah jumlah produk dan lainnya.

“Diharapkan Gogobli bisa menjadi platform terbaik dan terbesar untuk semua pelaku kesehatan dan kecantikan di Indonesia, baik konsumen maupun produsen yang besar sampai pelaku UKM,” kata Joe.