Tag Archives: John Srivorakul

Workmate

Helpster Berganti Nama Jadi Workmate, Umumkan Pendanaan Seri A Senilai 75 Miliar Rupiah

Workmate (sebelumnya Helpster) hari ini (12/11) mengumumkan perolehan pendanaan seri A senilai $5,2 juta atau setara 75 miliar Rupiah. Putaran investasi ini dipimpin oleh Atlas Ventures dengan partisipasi Gobi Partners, Beacon Venture Capital (Kasikorn Bank), dan investor sebelumnya. Jika ditotal, bisnis yang didirikan oleh Mathew Ward dan John Srivorakul sudah mengumpulkan total modal usaha $10 juta.

Dana segar akan difokuskan untuk meningkatkan strategi penjualan, memperbesar tim teknologi, dan memperluas bisnis ke kota-kota baru. Sejak didirikan tahun 2016, perusahaan memiliki misi utama untuk memfasilitasi sektor tenaga kerja informal di Asia Tenggara. Workmate berkantor pusat di Singapura, dengan kantor cabang di Bangkok, Jakarta, dan Bali.

Perubahan nama platform

Persisnya sejak 8 November 2019, Mathew Ward (Co-Founder & CEO) mengumumkan secara resmi perubahan nama dari Helpster menjadi Workmate. Menurutnya nama baru ini lebih mewakili visi dan cakupan platform yang ada saat ini – tidak hanya menjembatani pekerja informal, namun membantu bisnis dengan serangkaian alat terintegrasi.

“Sebagai bagian dari pembaruan ini, kami akan meluncurkan portal pelanggan dan aplikasi pekerja baru dalam beberapa bulan mendatang, yang akan membawa peningkatan signifikan pada platform dan cara kami mendukung bisnis […] Dengan nama baru, logo, dan dana segar yang didapat, kami akan terus berinovasi dan bekerja tanpa lelah untuk memberikan pelanggan dan mitra kami solusi terbaik untuk kepegawaian di pasar.”

Potensi bisnis

Disebutkan di Asia Tenggara sektor tenaga kerja informal menyumbang lebih dari 50% dari total tenaga kerja, dengan perputaran upah mencapai $200 miliar per tahun. Pada tahun 2025, pasar rekrutmen tenaga kerja informal diprediksi meningkat dua kali lipat. Namun, dibalik potensi besar ini, metode pencarian tenaga kerja masih berkutat pada cara tradisional, seperti sosialisasi mulut ke mulut.

“Kami telah mengembangkan sistem otomatis, perusahaan bisa langsung menghubungi calon karyawan tanpa harus melalui jasa agen yang biasa menetapkan tarif perantara hingga 30%,” jelas Mathew. “Jika dilihat, model bisnis ini belum berubah banyak selama 40 tahun terakhir. Karena itu, sektor tenaga kerja informal ini punya potensi besar untuk mendapatkan disrupsi. Model bisnis yang kami tawarkan juga sedang berkembang pesat di pasar internasional – bahkan Uber baru meluncurkan Uber Works sebagai solusi perekrutan tenaga kerja di AS.”

Tidak hanya berperan sebagai job marketplace, platform Workmate juga mengelola kontrak kerja, manajemen kehadiran, time sheet, dan proses pembayaran pekerja. Ke depannya akan turut disinergikan dengan layanan asuransi dan dukungan akses keuangan bagi pekerja.

“Kami bukan hanya situs pencari kerja atau situs penghubung. Lebih dari itu, kami menawarkan solusi tenaga kerja end-to-end yang memberdayakan dan melindungi para pekerja. Di saat yang sama, kami juga membantu perusahaan untuk mendapatkan staf yang mereka butuhkan agar dapat beroperasi secara optimal,” kata Mathew.

Di Indonesia, startup yang menghadirkan platform terkait ketenagakerjaan cukup banyak dan berkembang. Masing-masing menawarkan nilai unik, sebut saja Glints, mereka mengaplikasikan teknologi automasi untuk pemilahan kandidat pekerja. Ada juga Kalibrr yang mengedepankan keabsahan kompetensi calon pekerja melalui serangkaian pra-pengujian sebelum lamaran disubmisi ke perusahaan. Ada juga Ekrut, Urbanhire, hingga Karir.com yang mencoba menawarkan solusi serupa.

Application Information Will Show Up Here

Helpster Bukukan Pendanaan Pra-Seri A Senilai 33,8 Miliar Rupiah, Tetap Fokus di Pasar Indonesia dan Thailand

Hari ini (12/12) pengembang platform penyedia tenaga kerja temporer asal Thailand Helpster mengumumkan penutupan putaran pendanaan pra-seri A sebesar 33,8 miliar yang dipimpin oleh Mojo Partners dan Wavemaker. Investor sebelumnya, termasuk Convergence Ventures, turut berpartisipasi dalam pendanaan tersebut. Dengan pendanaan ini, Helpster berhasil mengumpulkan total pendanaan senilai 67,7 miliar rupiah.

Seperti diketahui sebelumnya, Helpster melakukan ekspansi pertamanya ke Indonesia pasca pendanaan awal yang diterima pada akhir 2016 lalu. Mencoba menguasai dua pangsa pasar tersebut, Indonesia dan Thailand, saat ini Helpster memiliki anggota tim sebanyak 60 orang. Helpster didirikan oleh Mathew Ward dan John Srivorakul, yang sebelumnya mendirikan Admax Network, Ardent Capital, Ensogo, dan aCommerce.

“Helpster berbeda dari aplikasi lain karena kami beroperasi seperti agen tenaga kerja resmi. Kami mengelola proses kepegawaian end-to-end. Mulai dari screening, wawancara, hingga pembayaran gaji, semua termasuk ke dalam deskripsi kerja kami. Pada akhirnya, kami ingin menciptakan kembali model agen tenaga kerja baru di wilayah ini,” sambut Ward.

Di Bangkok dan Jakarta, Helpster mengaku telah berhasil memfasilitasi ribuan pekerja untuk mendapatkan pekerjaan temporer setiap bulannya. Bisnis ini memiliki tingkat pertumbuhan month-to-month sebanyak 100 persen dalam hal jumlah hari kerja yang dilakukan oleh penggunanya. Beberapa pelanggan awal platform Helpster di Indonesia termasuk Ismaya Group, Lazada, dan Union Group.

Helpster cukup percaya diri dengan debutnya, karena ditaksirkan pasar tenaga kerja temporer di wilayah Asia Tenggara dapat menghasilkan hingga 94,8 triliun setiap tahunnya. Di lain sisi sebanyak 35 persen pelaku bisnis di wilayah tersebut menginginkan solusi tenaga kerja yang lebih efektif. Dari sisi pengguna (pekerja), Helpster membantu dengan memberikan notifikasi mengenai lowongan kerja dalam aplikasi, serta membebaskan mereka untuk memilih pekerjaan yang ingin mereka lakukan.

Ward menambahkan bahwa penggunaan platform digital sangat penting di Asia Tenggara.

“Ada 100 juta pekerja di Asia Tenggara yang bekerja di bidang jasa. Sebanyak 40 persen dari mereka terikat kontrak atau mengambil kesempatan kerja seadanya dan  menemukan pekerjaan melalui saluran offline, namun mayoritas dari mereka kini lebih memilih untuk menggunakan smartphone. Teknologi kini dapat membantu para pelaku bisnis dan pekerja untuk saling menemukan dan terhubung satu sama lain.”

Application Information Will Show Up Here

Dapatkan Pendanaan Rp 28,2 Miliar, Layanan Pencari “Pekerja Kasar” Helpster Ekspansi ke Indonesia

Startup asal Thailand penyedia layanan pencari kerja yang spesifik ditargetkan untuk blue collar worker (tipe pekerja kasar, seperti buruh pabrik, office boy, penjaga gudang dll) bernama Helpster baru-baru ini mengumumkan perolehan pendanaan sebesar $2,1 juta (atau senilai Rp 28,2 miliar) yang dipimpin oleh Convergence Ventures dengan partisipasi Wavemaker Partners dan beberapa investor strategis lainnya. Pendanaan ini akan difokuskan Helpster untuk mengembangkan produk guna melakukan ekspansi ke Indonesia.

Helpster sendiri saat ini belum genap berumur satu tahun, didirikan pada Januari 2016 oleh Mathew Ward dan John Srivorakul, layanan ini ingin menghubungkan bisnis di kategori industri F&B, Hospitality, Events, dan Logistics kepada jaringan pekerja, baik untuk diperkerjakan secara tetap ataupun temporer. Layanan ini juga didesain untuk menyiasati kebutuhan perusahaan untuk pemenuhan tugas jangka pendek yang mendesak, misalnya untuk membantu menyukseskan sebuah pagelaran dan sebagainya.

Dari riset yang dilakukan Helpster, setidaknya ada sekitar 100 juta orang dengan perputaran uang mencapai $200 miliar untuk sektor tersebut di Asia Tenggara. Pertumbuhan pengguna internet dan smartphone yang signifikan dinilai menjadi kesempatan untuk menyusun kembali cara baru dalam memenuhi kebutuhan pencarian “pekerja kasar” tersebut.

Tantangan ekspansi ke Indonesia –edukasi pengguna untuk menjangkau blue collar worker

Kendati persentase pengguna internet di Indonesia sudah melebihi 125 juta, namun dapat diprediksikan secara kasat mata bahwa umumnya internet digunakan untuk kebutuhan hiburan dan komunikasi informal, seperti mengakses media sosial atau mobile messenger. Beberapa layanan khusus di internet dinilai baru menjangkau segmentasi pengguna tertentu, umumnya well-educated users.

Ketika berbicara mengenai membawa layanan untuk blue collar worker, maka tantangannya justru pada cara untuk menjangkau kalangan tersebut secara menyeluruh. Namun yang dilakukan Helpster juga unik, karena mereka mencoba melakukan pendekatan dari kedua sisi, dari pekerja dan dari perusahaan yang membutuhkan jasa tersebut.

Situs Helpster kini telah tersaji dalam Bahasa Indonesia
Situs Helpster kini telah tersaji dalam Bahasa Indonesia

“Kami memulai Helpster setelah berbicara panjang-lebar dengan beragam bisnis yang masih menjadikan proses perekrutan sebagai tantangan dalam proses bisnis. Mereka mencari solusi yang memungkinkan untuk mendapatkan pasokan tenaga kerja yang besar dengan cepat dan biaya efisien. Metode tradisional seperti informasi di selebaran atau melalui lembaga penyalur tenaga kerja dinilai kurang memuaskan dari sisi kualitas tenaga kerja yang diperolah. Misi Helpster adalah mengubah cara tersebut,” ujar Co-Founder Helpster Mathew Ward.

Tak mudah memang mengubah cara manual ke arah yang lebih digital. Dari situ Helpster mulai melakukan berbagai strategi serius untuk percepatan adopsi pengguna. Setelah resmi meluncur di Thailand pada April lalu, saat ini sudah terdapat 35 staf di Bangkok dan Jakarta. Perekrutan Pear Moskwa (sebelumnya sebagai Head of GrabTaxi Thailand) sebagai CEO juga didorong untuk menjadi gebrakan yang dapat mencerahkan.

Menurut Adrial Li selaku Managing Partner Convergence Ventures, dengan pertumbuhan bisnis F&B dan Hospitality di Indonesia memberikan kesempatan besar kepada aplikasi Helpster untuk berkembang di wilayah ini.

Helpster sendiri saat ini sudah menyajikan situs berbahasa Indonesia. Pengguna disajikan dalam dua jenis akses, melalui portal web dan aplikasi (Android dan iOS).

Application Information Will Show Up Here