Riset yang dilakukan Frost & Sullivan mengestimasi potensi pasar e-commerce B2B Indonesia mencapai $56,3 miliar pada 2022. Angka tersebut berjumlah dua kali lebih tinggi dari sektor B2C yang diestimasi sebesar $25,8 miliar. Angka tersebut masih jauh lebih kecil dibandingkan rekan-rekan regionalnya, seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand, tetapi lebih besar dibandingkan dengan Vietnam.
Thailand memiliki pasar B2B terbesar pada 2017 senilai $52,0 miliar dan kemungkinan akan tetap demikian selama periode perkiraan. E-commerce B2G merupakan kontributor utama transaksi di Singapura, Malaysia, dan Thailand. Di beberapa negara ini, lebih dari 90% pengadaan pemerintah dilakukan melalui saluran online.
Logistik yang belum berkembang menjadi salah satu masalah terbesar di Indonesia. Ini adalah salah satu alasan utama mengapa semua daerah di Indonesia tidak tumbuh dengan kecepatan yang sama seperti Jakarta.
Dalam memainkan peran tersebut, berbondong-bondong pemain e-commerce, yang tadinya hanya di B2C, tancap gas dengan masuk ke B2B demi meramaikan para pemain e-commerce B2B yang sudah beroperasi. Salah satu pemain yang konsisten menyeriusi segmen B2B sejak awal adalah Ralali, yang didirikan Joseph Aditya sejak 2013.
Kepada DailySocial.id, Joseph menuturkan saat ini perusahaan tidak hanya fokus ke marketplace tapi juga membangun ekosistem B2B agar menjadi solusi utama bagi pelaku bisnis. Terhitung saat ini grup telah didukung lima lini bisnis, yakni situs e-commerce (Ralali.com), healthcare (Neoclinic), brand privat (Primero dan Fitmee), social commerce (Ralali Connect), dan on demand business (Ralali Agent).
“Berdasarkan performa, Ralali.com mencatat pertumbuhan secara organik [dan] telah berhasil meningkatkan transaksi hingga 174% di 2021 dari tahun sebelumnya, serta tercatat lebih dari 1,5 juta masyarakat dan pelaku usaha terhubung dan diperbantukan oleh solusi ekosistem digital dari Ralali Group,” kata Joseph.
Dia melanjutkan, masing-masing lini yang dikembangkan perusahaan saling terkoneksi satu sama lain, sehingga membentuk ekosistem B2B yang mampu menjawab kebutuhan di industri. Misalnya, Ralali Connect bertugas untuk bantu UMKM dengan menyediakan layanan digital storefront, pembuka akses jaringan, dan komunitas bisnis.
Dari situ, timbul kebutuhan yang besar akan tersedianya tenaga lapangan untuk penetrasi pasar, baik itu promosi, survei, atau aktivasi usaha. Lahirlah Ralali Agent, on demand business platform, untuk mencari penghasilan tambahan bagi masyarakat, sehingga membantu bisnis tumbuh dengan memberikan kolaborasi antara teknologi digital dan tenaga kerja dalam melakukan proses O2O.
Di tahun ini Ralali Agent ditargetkan dapat memperluas jaringannya hingga mencapai 1,5 juta agen di seluruh Indonesia untuk menyelesaikan 45 juta jenis pekerjaan. “Platform ini telah membantu ratusan ribu masyarakat dan hadir di 25 kota besar di Indonesia untuk mendapatkan penghasilan tambahan di waktu luangnya dengan cara mengerjakan pekerjaan yang tersedia di dalam platform.”
Berikutnya adalah Ralali Solution Center sebagai wadah bagi para pelaku usaha yang masih berjualan secara offline. Mereka dapat bergabung menjadi seller Ralali.com, sehingga dapat memasarkan produknya secara online. Ralali Solution Center menjembatani penjual dengan korporasi atau klien dari Ralali.com. Klien ataupun pembeli dapat membuat permintaan barang melalui RFQ (Request For Quotation), salah satu fitur unggulan Ralali.com.
Inovasi yang baru dirilis berikutnya adalah Ralali Business Collection untuk membuka kesempatan bagi masyarakat yang sedang berencana memulai bisnis dengan tawaran paket usaha dan harga grosir terbaik. Peluang ini terbuka untuk bisnis kopi, sembako, minuman kekinian, dan otomotif.
Masuk brand privat
Salah satu langkah terobosan yang dilakukan Ralali adalah masuk ke brand privat sebagai langkah pengembangan bisnis di luar e-commerce. Ada tiga brand yang sudah dirilis secara resmi oleh perusahaan, yakni Primero (produk masker), Neoclinic (klinik kesehatan berbasis teknologi), dan Fitmee (mi instan sehat).
Joseph tidak menuturkan lebih rinci hipotesis dibalik peluncuran brand privat tersebut. Ia mengatakan, Primero dan Neoclinic (PT Langkah Infinit Fortuna Era) dirintis karena selama pandemi pihaknya melihat peluang besar di sektor kesehatan. Primero terbuat dari bahan hypoallergenic, aman untuk kulit sensitif karena tidak menimbulkan reaksi alergi. Masker ini telah mengantongi izin dari Kementerian Kesehatan Indonesia dan direkomendasikan oleh BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana).
“Primero dapat menjadi solusi masyarakat di tengah kelangkaan masker pada saat itu dan menjadi top 5 sales brand masker yang dapat ditemukan di modern market di seluruh Indonesia.”
Neoclinic memadukan kesehatan dan teknologi untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat, seperti booking dan appointment, pemberian hasil tes, hingga konsultasi dengan dokter. Klinik ini memiliki layanan kesehatan yang lengkap, mulai dari pemeriksaan kesehatan, tindakan medis ringan, pemeriksaan Swab Test, tes laboratorium, serta vaksinasi Covid-19. Lokasinya tersebar di delapan titik di Jakarta, Tangerang, Surabaya dan akan hadir di lima kota besar lainnya.
“Dengan hadirnya lini bisnis terbaru kami (healthcare) tentunya membuat positioning Ralali semakin kuat di berbagai segmen dan keterkaitan antar platform kami sebagai satu entitas dalam group.”
Berikutnya, Fitmee merupakan hasil akuisisi Ralali dari The Fit Company. Tidak disebutkan nominal dalam transaksi tersebut. Hipotesis perusahaan terhadap prospek bisnis di sektor ini adalah selama pandemi masyarakat mulai peduli terhadap masalah kesehatan. Asupan gizi dan gaya hidup sehat mulai menjadi prioritas utama bagi sebagian besar orang.
Atas dasar tersebut, Ralali melihat babak baru dalam industri porang (shirataki) buatan Indonesia dan memutuskan untuk mengakuisisi Fitmee. Fitmee adalah produk mi instan yang menggunakan umbi porang sebagai bahan dasar yang diolah menjadi mi shirataki. Mi jenis ini bebas kolesterol, rendah gula, dan tinggi akan serat.
Joseph menjelaskan, saat ini pangsa pasar dalam produsen mi instan sehat di Indonesia baru 1%, sehingga banyak peluang yang ditawarkan dalam industri F&B ini. Data lainnya juga menyebutkan pasar makanan organik dunia diperkirakan mencapai $272,18 miliar pada 2027 dengan pertumbuhan 12% per tahun.
“Ralali Group (sebagai ekosistem) tentunya memperluas pasar agar produk ini dapat penuhi kebutuhan bagi para kosumen dalam menjalani gaya hidup sehat. Selain itu, melalui kolaborasi antar dua entitas (Ralali dan The Fit Company) memberikan kontribusi yang signifikan untuk penuhi target laba dalam ekosistem Ralali.”
The Fit Company adalah startup wellness yang didirikan Jeff Budiman dengan beberapa lini bisnis di bawahnya, termasuk Kredoaum, 20Fit, Fitstop, Fit Lokal, Fitmee, Slim Gourmet, Wellnez Indonesia, dan FITCO.
Penggalangan dana berikutnya
Ralali di bulan Februari lalu mengumumkan perolehan pendanaan Seri D batch pertama senilai $10,9 juta (lebih dari 155 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh SBI Group, investor sebelumnya yang memimpin putaran Seri B, dan Bee Accelerate. Putaran ini diikuti jajaran investor lainnya, seperti Beenos Asia, ICMG Partners, dan Arbor Venture.
Dana segar ini akan digunakan memperkuat solusi integrasi e-commerce B2B bagi pelaku usaha, merealisasikan target penerapan open finance system, dan merilis Ralali Big Data yang dapat memberikan acuan maupun rekomendasi dalam bentuk laporan black journal–sebuah sistem informasi keuangan yang dikelola perusahaan untuk membantu pelaku usaha mendapatkan data bisnis yang valid.
Berikutnya Ralali berencana menghadirkan fitur terbaru bernama Ralali Plus, sebuah solusi pengembangan usaha untuk mendapatkan kemudahan pembayaran dalam penuhi kebutuhan berbisnis. “Fasilitas unggulan yang diberikan, mulai dari permodalan usaha, credit scoring, one bill services untuk keperluan utilitas, penggunaan instan untuk transaksi kebutuhan usaha di dalam platform Ralali, dukungan pemasaran hingga edukasi finansial.”
Untuk rangka mewujudkan ambisi tersebut, perusahaan tengah membuka pendanaan Seri D batch kedua. Ralali juga mengundang mitra strategis yang bergerak di industri potensial, seperti perbankan, logistik, API, platform POS untuk dapat berkolaborasi. Jika usaha-usaha ini lancar, target perusahaan yang membidik enam juta pengguna dan ekspansi ke 50 kota dapat segera terealisasi.
“E-commerce B2B memiliki potensi perkembangan yang pesat di Indonesia. Dapat terlihat dari Laporan EigenRe, bahwa market size B2B di Indonesia diprediksi capai $21,3 miliar pada 2023 mendatang. Pandemi Covid-19 membuat para pemain B2B perlu adaptasi kebiasaan baru Covid-19, dan hal ini dapat menjadi menjadi peluang rebound untuk bisnis B2B,” tutupnya.