Tag Archives: joshua agusta

Jajaran manajemen Cakap dan Mandiri Capital Indonesia / Cakap

“Indonesia Impact Fund” Debut, Beri Pendanaan ke Cakap

Setelah menerima pendanaan tahapan seri B tahun 2021 lalu senilai $10 juta (lebih dari Rp140 miliar Rupiah), platform edutech Cakap kembali mengantongi pendanaan tahapan lanjutan dari Indonesia Impact Fund (IIF). IIF resmi mengumumkan penutupan pertama untuk dana kelolaannya yang telah berlangsung di awal kuartal keempat 2021.

Tidak disebutkan lebih lanjut berapa nilai investasi yang diterima oleh Cakap kali ini. Dana segar ini selanjutnya akan dimanfaatkan oleh Cakap untuk memperkuat tujuan ekspansi perusahaan dalam upaya meningkatkan akses terhadap pendidikan berkualitas tinggi di tanah air secara menyeluruh, terutama wilayah di luar kota-kota besar.

“Kami bangga menyambut investasi dan kerja sama baru dengan Indonesia Impact Fund bersama Mandiri Capital Indonesia dan UNDP,” kata Co-founder & CEO Cakap Tomy Yunus.

Dana kelolaan berbasis nilai ESG

Dikelola oleh Mandiri Capital Indonesia, IIF merupakan dana kelolaan social impact swasta pertama di Indonesia yang berbasis pada nilai ESG (Environmental, Social, and Governance) dengan tujuan menciptakan kerja sama antar sektor publik dan swasta di dalam industri modal ventura. Dana kelolaan ini diikuti oleh sejumlah family offices, institusi swasta, serta bekerja sama dengan UNDP (United Nations Development Programme) dalam implementasi dan pengukuran dampak yang tepat dengan portofolio perusahaan.

“Kami percaya dengan inisiatif baru ini, IIF akan berperan sebagai katalisator di industri modal ventura dan pengelola pendanaan di Indonesia terhadap dampak sosial dan investasi berkelanjutan. IIF tidak hanya akan membawa keuntungan finansial namun juga menciptakan dampak pada masyarakat Indonesia secara keseluruhan,” ungkap CEO Mandiri Capital Indonesia Eddi Danusaputro.

Mandiri Capital telah menunjuk Joshua Agusta, Direktur Pendanaan Ventura, untuk menjadi Fund Manager dan Partner di IIF. Pendanaan pertamanya dijalankan bersama Cakap, salah satu platform edukasi teknologi nonformal terbesar di Indonesia.

“Edukasi nonformal merupakan pasar dengan potensi besar yang belum sepenuhnya tergarap di Indonesia. Kami percaya dengan berinvestasi kepada perusahaan seperti Cakap, pendanaan kami akan berkontribusi menjembatani kesenjangan masyarakat Indonesia dalam kemampuan berbahasa asing dan peningkatan kesejahteraan masyarakat secara jangka panjang,” kata Joshua.

Menambah layanan dan fitur

Cakap mengembangkan aplikasi pembelajaran online dengan interaksi dua arah antara siswa dan guru melalui panggilan video dan percakapan teks. Konsep ini memungkinkan interaksi pembelajaran dua arah untuk pembelajaran life skill di seluruh Asia Pasifik. ​

Akhir tahun 2021 lalu Cakap telah meluncurkan Teacher Academy. Layanan tersebut berisi program pelatihan mengajar melalui platform online, dimulai untuk guru bahasa Inggris. Di dalamnya merangkum teknik mengajar komunikatif dan pemanfaatan teknologi. Solusi pembelajaran yang disediakan oleh Cakap memungkinkan personalisasi.

Selain layanan pembelajaran yang sudah ada, Cakap UpSkill juga diklaim mendapatkan respons baik dari masyarakat untuk mengurangi gap of competency di angkatan kerja Indonesia. Tercatat sudah lebih dari 100 ribu alumni dihasilkan dari program pelatihan yang menyasar beragam profesi mulai dari digital marketer, engineers, SMEs owner, sampai tenaga pariwisata.

“Kami masih akan fokus untuk memberikan dampak sosial bagi masyarakat di Indonesia lewat solusi-solusi yang sudah luncurkan sebelumnya, mulai dari pembelajaran bahasa lewat Cakap Language, peningkatan kemampuan di bidang vokasi lewat Cakap UpSkill, maupun program pemberdayaan pengajar lewat Cakap Teacher Academy,” kata Tomy.

Application Information Will Show Up Here
Healthtech di Indonesia

Edukasi Pengguna Masih Jadi Tantangan Mendasar Bagi Pelaku Startup Healthtech

Salah satu industri yang mengalami peningkatan dari sisi inovasi dan permintaan dari pengguna saat ini adalah layanan healthtech dan healthcare. Bukan hanya memudahkan masyarakat mengakses pembelian obat, layanan yang ada juga telah memberikan alternatif layanan dan konsultasi kesehatan secara online.

Salah satu yang mencoba peruntungan tersebut adalah Nalagenetics. Startup yang didirikan oleh Jianjun Liu, Astrid Irwanto, Alexander Lezhava, dan Levana Sani ini hadir menyediakan layanan tes genetik berbiaya murah disesuaikan pasar Asia. Penetrasi bisnisnya dimulai di pasar Singapura dan Indonesia.

Dalam sesi webinar yang menghadirkan Levana Sani dari Nalagenetics dan Joshua Agusta dari Mandiri Capital Indonesia, dibahas potensi dan peluang layanan helathcare di Indonesia.

Edukasi dan pengenalan

Salah satu kendala mengapa startup seperti Nalagenetics kesulitan untuk memperkenalkan produknya kepada target pasar adalah, kurangnya pengetahuan terkait dengan tes genetik. Proses yang bisa membantu orang banyak untuk beradaptasi dengan obat-obatan yang mereka konsumsi, sudah cukup familiar oleh pasar di Amerika Serikat dan Singapura. Namun untuk Indonesia belum banyak yang memahami lebih jauh.

“Karena hal tersebut terkadang menyulitkan kami untuk melakukan pendekatan kepada pihak rumah sakit hingga pemerintah. Meskipun para dokter kebanyakan sudah mengetahui layanan yang kami sediakan tapi sebagian besar pihak terkait belum mengenal lebih jauh,” kata Levana.

Dari sisi investor Joshua melihat akan lebih baik bagi startup jika memiliki penasihat atau rekanan yang cukup menguasai layanan atau produk kesehatan yang dihadirkan. Dengan demikian ketika pada akhirnya produk ditawarkan ke pasar atau regulator, mereka memiliki pemahaman yang baik.

“Bagi kami penting bagi startup telah melalui product market fit dan menemukan pelanggan yang tepat. Sebelum bertemu dengan investor, ada baiknya untuk mengetahui latar belakang mereka dan apakah mereka tertarik dengan model bisnis yang startup Anda tawarkan,” kata Joshua.

Potensi healthcare di Indonesia

Kultur masyarakat Indonesia yang menerima dengan baik kehadiran layanan dan berbagai produk yang ditawarkan oleh startup, ternyata menjadi salah satu kelebihan tersendiri yang kemudian banyak dimanfaatkan oleh startup. Bagi Levana yang saat ini masih terus memperluas bisnis dan membina kolaborasi dengan pihak terkait, model bisnis yang mereka tawarkan memiliki potensi yang baik untuk berkembang, bukan hanya di Indonesia namun di negara lainnya.

“Pada akhirnya misi dari kami adalah agar perusahaan bisa melakukan ekspansi ke negara lain. Bukan hanya niche di pasar lokal namun juga di pasar secara global,” kata Levana.

Yang menjadi menarik untuk diperhatikan ke depannya adalah, apakah akan ada layanan yang dihadirkan oleh startup yang menyasar healthtech dan healthcare untuk memberikan layanan digital rekam medis pasien.

Meskipun masih terkendala dengan aturan yang berlaku dan sebagian besar negara lainnya juga belum banyak yang memberikan pilihan tersebut, namun digitize medical information, menjadi peluang yang menarik untuk diikuti baik oleh komunitas startup hingga para investor.

Digitizing medical information masih menjadi wide space bukan hanya di Indonesia tapi juga secara global, bisa menjadi kesempatan yang baik untuk startup saat ini dan ke depannya,” kata Joshua.

Empat Startup Inkubasi Indigo Batch Pertama 2016 Peroleh Pendanaan Awal

Di awal tahun 2016, Indigo, program akselerasi dan inkubasi startup milik Telkom mengumumkan sembilan startup yang berhak mengikuti batch pertama mereka. Dari sembilan startup tersebut, kini empat di antaranya diumumkan telah berhasil mendapatkan pendanaan awal dari sejumlah VC, Angel Investor, dan Private Equity firm sebelum program inkubasi selesai. Mereka adalah Sonar, Minutes, Kartoo, dan Trax.

Pendanaan yang diperoleh empat startup yang mengikuti program inkubasi dari Indigo ini bukanlah yang pertama kali terjadi. Sebelumnya, di kuartal empat 2015, tiga startup hasil inkubasi yang dibina oleh Indigo juga berhasil mendapatkan pendaan awal sebelum program inkubasi selesai. Mereka adalah Goers, Apaja, dan PowerCube. Goers bahkan berhasil mendapatkan pendanaan seri A dalam waktu kurang dari satu tahun.

CEO MDI Venture Nicko Widjaja mengatakan, “Goers mungkin salah satu perusahaan paling sukses yang kami miliki dalam satu tahun belakangan, dan banyak dari batch [satu angkatan dengan Goers] yang mengikuti [kesuksesan yang sama].”

Sejak pertengahan 2015, program inkubasi Indigo telah dikelola oleh MDI Ventures (Telkom’s corporate venture arm) dan melalui kerja sama ini ada banyak perubahan yang terjadi dalam program Indigo. Mulai dari peningkatan kurikulum baru, membangun hubungan dengan mentor dan investor Sillicon Valley, membangun jaringan untuk tindak lanjut ke investor, dan menciptakan sinergi mendalam dengan perusahaan dalam grup Telkom.

Hasilnya, meski bekerja dalam stealth mode selama kurang lebih lima bulan, kesuksean yang sama seperti di tahun sebelumnya kembali terulang. Empat dari sembilan startup yang dibina oleh Indigo dalam batch pertama 2016, diumumkan berhasil membukukan putaran seed funding dari sejumlah Venture Capital (VC), Angel Investor, dan Private Equity firm. Mereka adalah:

Kartoo: Sebuah aplikasi aggregator promosi berbasis lokasi yang dapat mengkategorikan promosi berdasarkan pada hal-hal yang Anda sukai.

Sonar: Platform pemasaran digital yang dirancang untuk membantu perusahaan dalam memperoleh data dari media sosial untuk menemukan pasar & audience yang tepat, hingga melacak KPI kampanye.

Minute: Platform antrian yang bertujuan untuk menghilangkan antrian tradisional yang tidak produktif dan membuat bisnis kehilangan pendapatan.

Trax: Perangkat lunak pelacakan mobil pintar yang berkerja dengan perangkat GPS yang dijual di pasaran saat ini yang juga memungkinkan pengguna untuk dapat secara nirkabel mengganti sistem keamanan yang tertanan langsung dari aplikasi mobile.

Good deals sulit ditemukan hari ini. Para VC dan Angel ‘keluar’ untuk mencari penawaran yang lebih baik di awal, [tetapi] VC dan investor veteran selalu mendapatkan yang lebih baik karena mereka punya jaringan [yang lebih luas]. Inilah sebabnya mengapa [program] inkubator menjadi menarik lagi, baik itu untuk startup ataupun investor,” kata Nicko.

Nicko juga menambahkan bahwa putaran pendanaan ini baik untuk menarik good founder agar mau bergabung di batch berikutnya. Rata-rata follow-on funding juga disebutkan meningkat mencapai enam kali lipat bila dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya empat kali lipat.

Sementara itu Head of Accelerator Program MDI Ventures Joshua Agusta mengungkapkan bahwa para alumni dari batch sebelumnya akan bergabung sebagai mentor untuk berbagi pengetahuan dan juga pengalaman mereka.

Joshua juga menambahkan bahwa pihaknya akan segera mengumumkan peserta yang berhak untuk mengikuti batch kedua program inkubasi dan akselerasi Indigo. Sebagai informasi, pada 12 Oktober 2016, Indigo mengumumkan ada 19 peserta yang berhasil masuk final pitching Creative Nation Batch II 2016.

Indigo Creative Nation merupakan program inkubasi dan akselerasi startup digital Telkom yang dikelola bersama dengan MDI. Startup peserta program ini akan menerima enam bulan dukungan inkubasi dan membuka akses ke pasar, bisnis, dan konsultan teknis.

Validasi Ide Untuk Dominasi Pasar Yang Lebih Tepat Sasaran

Ekosistem startup di Indonesia diakui MDI Ventures sebagai salah satu industri terpanas di Asia Tenggara saat ini. MDI yang merupakan pemodal ventura perpanjangan tangan Telkom ini memang dikenal cukup aktif di tengah ekosistem startup lokal. Ditemui tadi malam (29/10) dalam acara meetup yang diselenggarakan di co-working space Kolega, tim MDI Ventures berbagi pengalaman untuk para penggiat startup untuk memvalidasi ide bisnis sebelum terjun ke pasar.

Continue reading Validasi Ide Untuk Dominasi Pasar Yang Lebih Tepat Sasaran