Tag Archives: kacamata

Anker Luncurkan Soundcore Frames, Kacamata Pintar dengan Desain Semi-Modular

Soundcore merupakan sub-brand milik Anker yang secara khusus menggeluti bidang audio. Namun produk mereka kini tak hanya mencakup speaker, earphone dan headphone saja, melainkan juga kacamata.

Gambar di atas adalah Soundcore Frames, kacamata pintar sekaligus perangkat wearable pertama dari Anker. Kata pintar di sini mengacu pada kemampuannya memutar audio, bukan untuk menyajikan konten augmented reality seperti Snap Spectacles.

Dalam mengerjakan tugasnya, Soundcore Frames mengandalkan sepasang driver pada masing-masing tangkainya; satu berdiameter 25 mm, satu lagi 8 mm. Anker tidak lupa menyematkan sejumlah mikrofon sehingga perangkat juga bisa dipakai untuk menelepon maupun menangkap perintah suara.

Selain via perintah suara, pengoperasiannya juga bisa dengan menyentuh dan mengusap sisi luar tangkainya. Secara keseluruhan, perangkat ini tahan cipratan air dengan sertifikasi IPX4.

Soundcore Frames bukanlah kacamata audio pertama yang eksis di pasaran. Jauh sebelum ini sudah ada perangkat serupa dari Bose. Bahkan Razer pun juga punya kacamata dengan fungsi yang sama bernama Anzu.

Namun yang membedakan Soundcore Frames adalah fleksibilitasnya. Ketimbang menawarkan beberapa varian dengan desain yang berbeda, Anker justru menerapkan desain semi-modular pada Soundcore Frames; kedua tangkainya dapat dilepas-pasang dengan mudah dari bingkai kacamata.

Jadi ketimbang membeli unit baru secara lengkap hanya sekadar untuk berganti gaya, konsumen cuma perlu membeli bagian bingkainya saja. Jauh lebih hemat, tapi di saat yang sama masih tetap praktis. Agar dapat menjangkau semua pengguna, perangkat tentu juga kompatibel dengan lensa berukuran.

Soal baterai, Soundcore Frames diklaim bisa tahan sampai 5,5 jam sebelum ia perlu diisi ulang. Pengisiannya sendiri mengandalkan charger magnetis khusus. Saat buru-buru, perangkat bisa di-charge selama 10 menit saja, dan itu sudah cukup untuk menenagainya selama 1,5 jam pemakaian.

Untuk pasar Amerika Serikat, Soundcore Frames kabarnya akan dijual dengan harga $200 (sama seperti Razer Anzu), sementara bingkai tambahannya (yang tersedia dalam 10 variasi desain) dihargai $50 per unit.

Sumber: 9to5Toys dan Anker.

Ray-Ban Stories Adalah Kacamata Pintar Generasi Pertama dari Facebook

Setelah lama dirumorkan, Facebook akhirnya secara resmi memperkenalkan kacamata pintar perdananya pada tanggal 9 September kemarin. Dinamai Ray-Ban Stories, perangkat ini memang merupakan hasil kolaborasi langsung Facebook dengan sang produsen kacamata asal Italia tersebut, lebih tepatnya induk perusahaannya, yakni EssilorLuxottica.

Secara fisik, Ray-Ban Stories nyaris identik dengan kacamata tradisional, dan frame-nya pun tergolong tipis untuk ukuran perangkat yang mengemas sederet komponen elektronik. Anda tidak akan menemukan satu pun branding Facebook di tubuhnya, dan satu-satunya bagian yang menunjukkan bahwa ini bukan kacamata biasa hanyalah dua lensa kecil di ujung kiri dan kanan atasnya.

Di balik masing-masing lensa tersebut, tertanam sensor kamera 5 megapiksel. Kenapa harus dua? Supaya foto yang dihasilkan juga bisa diberi efek 3D. Foto tangkapannya sendiri memiliki resolusi 2592 x 1944, sementara videonya memakai format kotak dengan resolusi 1184 x 1184.

Pengoperasiannya terkesan sangat simpel. Pada tangkai sebelah kanan, pengguna bisa menemukan sebuah tombol. Klik tombol tersebut, maka perangkat bakal merekam video selama 30 detik. Klik dan tahan tombolnya, maka perangkat bakal menjepret foto. Selagi kameranya bekerja, orang lain bisa melihat indikator LED kecil di sebelah lensanya menyala dalam warna putih.

Untuk melihat hasil tangkapannya, pengguna perlu memakai aplikasi Facebook View di perangkat Android maupun iOS. Lewat aplikasi ini pula pengguna dapat mengunggah konten ke Facebook, Instagram, WhatsApp, Messenger, Twitter, TikTok, Snapchat, dan lain sebagainya.

Seandainya tangan pengguna sedang sibuk, mereka juga bisa mengambil video atau foto dengan memanfaatkan perintah suara. Ya, selain mengusung kamera, kacamata ini rupanya juga mengemas mikrofon sekaligus speaker. Jadi selain untuk mengabadikan momen, perangkat juga dapat difungsikan untuk menelepon atau mendengarkan musik.

Yang tidak bisa dilakukan oleh kacamata ini adalah menampilkan konten augmented reality (AR) di hadapan penggunanya. Tidak seperti prototipe Spectacles generasi keempat, Ray-Ban Stories sama sekali tidak dibekali kapabilitas AR. Maklum, kacamata ini merupakan produk generasi pertama.

Dalam sekali pengisian, Stories diyakini mampu bertahan sampai satu hari penuh. Kacamata ini hadir bersama sebuah wadah yang merangkap sebagai charging case, jadi Anda tidak usah repot-repot mencari colokan tersembunyi di tangkainya. Case ini dapat mengisi ulang Stories sampai sebanyak tiga kali sebelum ia sendiri perlu dicolokkan ke charger.

Sebagai produk yang mempunyai asosiasi langsung dengan Facebook, Ray-Ban Stories tentu memicu pertanyaan-pertanyaan seputar privasi. Namun kalau menurut Facebook sendiri, Stories dirancang dengan berfokus pada aspek privasi. Mereka bahkan telah menyiapkan sebuah microsite yang secara khusus menjelaskan mengenai fitur-fitur privasi milik kacamata ini.

Lalu seandainya pengguna benar-benar butuh privasi ekstra, mereka bisa mematikan semua komponen elektronik yang tertanam di Stories lewat sebuah tuas kecil di belakang engselnya.

Tertarik? Well, sayang sekali untuk sekarang Ray-Ban Stories baru akan tersedia di Amerika Serikat, Australia, Inggris, Irlandia, Italia, dan Kanada. Harganya dipatok $299, dan ia tersedia dalam total 20 variasi desain berdasarkan tiga style khas Ray-Ban — Wayfarer, Round, dan Meteor. Sejauh ini belum ada informasi terkait ketersediaannya di negara-negara selain yang sudah disebutkan.

Sumber: Facebook.

TCL NXTWEAR G Ibarat Bioskop Pribadi yang Bisa Dikantongi

Setelah melalui berbagai iterasi selama sekitar dua tahun, wearable display besutan TCL akhirnya resmi diperkenalkan ke publik. Dinamai TCL NXTWEAR G, perangkat berwujud seperti kacamata ini dirancang untuk menjadi layar eksternal buat perangkat-perangkat seperti smartphone, tablet, ataupun laptop.

Berbekal dua panel Micro OLED yang masing-masing beresolusi 1080p, NXTWEAR G mampu menyuguhkan sensasi seperti menonton di depan layar seluas 140 inci. Jadi ketimbang sebatas menonton menggunakan smartphone, sambungkan saja ke NXTWEAR G untuk menikmati pengalaman serasa sebuah bioskop pribadi.

Yang mungkin terkesan agak aneh adalah cara menyambungkannya, sebab perangkat ini bukanlah perangkat wireless. Sebagai gantinya, NXTWEAR G mengandalkan kabel USB-C, dan perangkat yang hendak disambungkan harus mendukung output DisplayPort via colokan USB-C. TCL mengklaim ada lebih dari seratus perangkat yang kompatibel dengan NXTWEAR G, mulai dari smartphone Samsung Galaxy S21 sampai iPad Pro dan MacBook.

Ini berarti semua pemrosesan berlangsung di perangkat yang terhubung, dan NXTWEAR G benar-benar cuma bertugas untuk menampilkan konten tanpa perlu dijembatani oleh aplikasi khusus. NXTWEAR G tidak memiliki tracking camera maupun kontrol sentuh. Fungsinya murni sebagai display eksternal ketimbang kacamata AR maupun VR. Ia juga tidak dibekali modul baterai. Alhasil, fisiknya bisa dibuat seringkas mungkin oleh TCL. Bobotnya berada di kisaran 100 gram, atau 130 gram bersama kabelnya.

Kegunaan utamanya tentu adalah untuk kebutuhan hiburan. Anda bahkan bisa memutar konten 4K 3D jika perlu, dan perangkat juga telah dibekali speaker stereonya sendiri seandainya pengguna kelupaan membawa headphone atau TWS. Guna meningkatkan kenyamanan, TCL turut menyertakan tiga penumpu hidung dalam ukuran yang berbeda pada paket penjualannya. Juga tersedia adalah semacam adaptor agar perangkat dapat dikenakan oleh pengguna berkacamata.

Selain untuk keperluan hiburan, NXTWEAR G tentu juga cocok menjadi alat penunjang produktivitas. Buat para pengguna smartphone TCL, mereka bahkan bisa menyambungkan NXTWEAR G dan menikmati tampilan ala perangkat desktop. Dalam mode tersebut, ponselnya dapat dialihfungsikan menjadi trackpad.

Rencananya, TCL NXTWEAR G akan segera dipasarkan di Australia mulai bulan Juli mendatang, sebelum akhirnya menyusul ke kawasan-kawasan lain. Sayang sejauh ini belum ada informasi soal harga jual resminya.

Sumber: Engadget dan New Atlas.

Apple Kabarnya Sedang Mengembangkan Headset VR Gaming

Minggu lalu, sebuah kabar menyatakan bahwa Apple telah menggandeng Valve dalam rangka pengembangan headset augmented reality. Langkah ini boleh jadi merupakan kelanjutan dari agenda penggarapan HMD AR yang sudah terdengar sejak dua tahun silam. Teknologi AR biasanya diarahkan ke ranah profesional, tapi Apple sepertinya tetap tertarik untuk menyuguhkan konten hiburan lewat VR.

Kali ini, Bloomberg menginformasikan upaya sang raksasa teknologi asal Cupertino itu menggarap ‘perangkat-perangkat virtual dan augmented reality yang dibekali sistem sensor 3D baru’, berdasarkan laporan sejumlah narasumber. Berdasarkan keterangan tersebut, itu berarti Apple berencana mengembangkan lebih dari satu head-mounted display. Namun sebagai langkah awalnya, perusahaan mencoba mengabungkan VR serta AR lalu memfokuskannya buat kebutuhan gaming.

Salah satu narasumber bilang, Apple berniat untuk mulai mendistribusikan kacamata AR mereka secepat-cepatnya di tahun 2023. Di artikel sebelumnya, saya sempat membahas bagaimana Apple ingin agar teknologi augmented reality mereka matang di 2019 kemudian melepas dalam bentuk produk di tahun 2020. Produsen tampaknya memutuskan buat mengundur agenda mereka. Menurut dugaan Eurogamer, Apple ingin memberi ruang lebih lapan pada peluncuran iPad Pro tahun depan.

CEO Apple Tim Cook sudah lama berbicara serta menunjukkan ketertarikannya pada AR. Segmen ini menjadi fokus Apple setelah sebelumnya mereka mencurahkan perhatian pada iPhone, iPad dan Apple Watch. Tulang punggung dari teknologi ini adalah sistem sensor 3D mutakhir yang tengah digarap selama beberapa tahun. Pada Bloomberg sang narasumber mengaku, sistem ini jauh lebih canggih dari sensor Face ID yang ada di perangkat-perangkat Apple terbaru.

Saat ini, tim teknisi iPhone dan iPad telah mulai berkerja menyambungkan aplikasi-aplikasi serta fitur-fitur di software ke sistem operasi baru (secara internal disebut ‘rOS’). Dengan begini, perangkat-perangkat yang sudah ada sekarang dapat bekerja serta kompatibel dengan headset VR, kacamata AR atau head-mounted display cross reality sejenis yang akan dirilis di masa depan.

Apple kabarnya mengerahkan sekitar 1.000 teknisi demi mengerjakan prakarasa AR dan VR. Proyek besar ini dinahkodai oleh vice president Mike Rockwell. Tim ini terdiri atas pakar dari berbagai macam bidang, dan kepemimpinannya dibagi lagi pada sejumlah eksekutif yang pernah mengerjakan software gaming Apple, hardware iPhone, serta pembuatan software dan manufaktur. Tim juga diperkuat oleh mantan insinyur NASA, mantan developer game, dan pakar grafis.

Sejauh ini memang belum jelas seberapa banyak headset VR dan kacamata AR yang tengah Apple siapkan. Saya juga penasaran bagaimana pada cara perusaahaan memanfaatkan AR/VR di segmen gaming, kemudian akan sejauh apa partisipasi Valve di sana?

Kacamata IRL Bisa Memblokir Hal-Hal yang Tak Perlu Anda Lihat

Dengan segala macam informasi penting yang disajikan olehnya, layar perangkat elektronik merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat modern. Ia memegang peranan penting saat kita bekerja, berkomunikasi, bahkan menjadi elemen krusial penunjang penyajian konten hiburan. Tapi interaksi dengan layar secara konstan tentu punya dampak negatif bagi kesehatan dan keselamatan.

Kita sering kali tergoda untuk melihat layar di situasi yang sebetulnya menuntut kesadaran penuh, misalnya ketika berjalan di tempat umum atau saat berkendara. Jika bagi Anda godaan untuk melihat layar – baik smartphone ataupun iklan digital di pinggir jalan – terlalu berat untuk dilawan, desainer Ivan Cash tengah menggarp solusinya. Lewat situs Kickstarter, inventor asal Oakland itu memperkenalkan IRL Glasses, yaitu kacamata yang bisa memblokir gangguan.

IRL Glasses mempunyai penampilan seperti kacamata hitam biasa, memiliki lebar 140mm dan panjang tangkai 145mm, dengan bingkai trapesium serta lensa berwarna gelap. Namun ada hal istimewa terjadi jika Anda mengenakannya: IRL mampu memblokir konten layar televisi, dan semoga suatu saat nanti, perangkat bergerak. Aksesori ini bekerja tanpa elemen elektronik, namun tetap berbasis sains.

Pembuatan IRL Glasses terinspirasi dari kacamata di film cult classic They Live yang bisa melindungi penggunannya dari iklan. IRL Glasses sendiri mampu memblokir konten layar LCD dan LED berbekal lensa horizontal polarized. Ketika lensa terpolarisasi itu diratakan dan diputar 90 derajat, ia dapat menahan cahaya yang dihasilkan layar agar tidak masuk ke mata kita. Efeknya, dari perspektif pengguna, display terlihat tidak aktif.

Pengembangan IRL Glasses masih terus dilakukan, dan saat ini, produk berada di masa pengujian. Versi ‘beta‘ tersebut mampu menangkal cahaya dari televisi LED serta sejumlah monitor LCD, tapi masih belum bisa memblokir konten smartphone maupun layar yang menggunakan panel OLED. Tentu saja produk ini tak sekadar menawarkan gimmick unik semata. IRL Glasses dibekali lapisan polarisasi TAC 1.1, Cat 3 dan UV 400. Artinya, ia dapat melindungi penglihatan layaknya kacamata hitam.

IRL 3

Walaupun status pengembangannya masih belum rampung, Ivan Cash dan tim IRL Labs siap menerima pemesanan versi beta IRL Glasses via platform crowdfuding Kickstarter. Di sana, produk dijajakan seharga mulai dari US$ 50, lebih murah US$ 30 dari harga retail-nya.

Kampanye penggalangan dana yang dilaksanakan developer berjalan lebih baik dari dugaan. Mereka berhasil mengumpulkan modal dua kali lipat dari target awal. Dengan begitu, IRL Glasses kabarnya siap didistribusikan pada bulan April tahun depan.

IRL 2

Kacamata Sekaligus Activity Tracker Level Akhirnya Siap Dipasarkan

Agustus 2016 lalu, VSP selaku salah satu penyedia layanan kesehatan mata terbesar di Amerika Serikat memamerkan sebuah kacamata pintar bernama Level. Level bisa dianggap sebagai Fitbit untuk wajah, sebab terlepas dari wujudnya yang menyerupai kacamata biasa, ia mampu memonitor aktivitas fisik penggunanya.

Sejak diumumkan, Level sudah diuji oleh ratusan relawan lewat program kerja sama antara VSP dan University of Southern California. Tujuan dari pengujian tersebut adalah memastikan Level bisa memiliki peran yang lebih besar ketimbang activity tracker berbentuk gelang atau jam tangan pada umumnya.

Hasil tesnya terbukti positif. Dari 284 partisipan, 221 terus menggunakan Level dari awal sampai akhir program berdurasi 15 minggu tersebut. Sisanya berhenti menggunakan di tengah jalan, dan ada beberapa yang memutuskan untuk tidak berpartisipasi sama sekali.

Kesimpulan yang bisa ditarik dari pengujian Level adalah, konsumen lebih suka dengan activity tracker yang menjadi satu dengan kacamatanya ketimbang yang berwujud perangkat wearable terpisah. Ini senada dengan pemikiran VSP: kalau seseorang memiliki gangguan penglihatan, ia tak akan lupa mengenakan kacamatanya, dan kalau kacamata yang digunakan adalah Level, berarti orang tersebut bisa terus memonitor aktivitas fisiknya.

Level Smart Glasses

Berangkat dari hasil pengujian yang positif itu, VSP pun akhirnya memutuskan untuk mulai memasarkan Level. Versi retail-nya ini nyaris tidak berbeda dibanding yang diumumkan sebelumnya, dengan desain yang stylish dan tidak menyerupai gadget – meski menurut saya masih kalah stylish dari Intel Vaunt yang baru-baru ini diungkap.

Semua komponen esensialnya – accelerometer, gyroscope dan magnetometer – disematkan dengan rapi di tangkai sebelah kiri. Level murni merupakan sebuah activity tracker, ia siap memonitor jumlah langkah kaki, kalori yang terbakar dan durasi aktivitas fisik, tapi tidak untuk meneruskan notifikasi.

Semua data yang dikumpulkan akan diteruskan ke aplikasi smartphone via Bluetooth. Level dilengkapi baterai rechargeable yang diperkirakan bisa tahan sampai sekitar lima hari, sebelum perlu di-charge kembali via micro USB, dengan port yang tersembunyi di engsel sebelah kiri.

Level Smart Glasses

Sebagai pemanis, VSP turut menambatkan fitur-fitur seperti “Find My Glasses”, serta “Eyes of Hope”, di mana target harian masing-masing pengguna bakal diterjemahkan menjadi poin terakumulasi. Ketika poinnya sudah mencapai 50, VSP akan menyediakan tes mata sekaligus kacamata kepada yang membutuhkan secara cuma-cuma – bisa anak-anak, lansia, tuna wisma atau veteran perang, tergantung pilihan masing-masing pengguna.

Soal desain, frame Level terbuat dari bahan selulosa asetat yang biasanya digunakan untuk film fotografi, lalu diimbuhi aksen stainless steel. Warna yang tersedia ada empat: hitam, abu-abu, classic tortoise dan grey tortoise.

Kekurangan Level menurut saya ada dua. Yang pertama, harganya cukup mahal di angka $270. Kedua, bahkan di AS sendiri perangkat ini bakal sulit didapatkan, mengingat VSP baru akan memasarkannya di segelintir kota besar saja mulai April mendatang.

Sumber: Engadget dan VSP.

Prototipe Kacamata Pintar Intel Sama Sekali Tidak Kelihatan Seperti Gadget

Intel membuat gebrakan dengan menyingkap prototipe kacamata pintar bernama Vaunt. Dipamerkan secara eksklusif kepada The Verge, Vaunt cukup istimewa karena penampilannya benar-benar menyerupai kacamata biasa dan sama sekali tidak kelihatan seperti gadget.

Tidak ada layar yang tertanam pada kedua lensanya. Yang ada hanyalah perpaduan semacam proyektor laser dan reflektor hologram pada lensa sebelah kanan. Perpaduan tersebut menghasilkan konten dalam tampilan monokrom berwarna merah, dengan resolusi sekitar 400 x 150 pixel.

Yang kedengaran begitu canggih, konten tersebut diproyeksikan langsung ke retina, sehingga semuanya akan selalu kelihatan fokus. Bukankah laser berbahaya bagi mata? Dalam kasus ini tidak, sebab laser yang diproyeksikan termasuk kategori Class 1 yang tidak berbahaya dan tidak memerlukan sertifikasi khusus.

Hasil proyeksinya tidak serta-merta muncul tepat di tengah pandangan pengguna, melainkan agak sedikit ke bawah. Menariknya, ketika pengguna sedang tidak melirik ke sana, hasil proyeksinya bakal sirna. Lirik kembali, maka informasi yang ditampilkan bakal kembali kelihatan.

Intel Vaunt smart glasses

Orang-orang di sekitar juga tidak akan menyadari bahwa sedang ada informasi yang diproyeksikan ke retina kanan pengguna Vaunt, terkecuali mereka benar-benar memperhatikan dan menemukan ada bintik kecil merah yang tampak di lensa sebelah kanan. Aspek inilah yang semakin membuat Intel Vaunt tidak terkesan seperti gadget.

Hal ini jelas berbeda dari Google Glass atau Snap Spectacles. Vaunt bahkan tidak dilengkapi kamera. Fungsinya murni untuk menampilkan informasi seperti notifikasi, panduan navigasi, resep masakan, dan lain sebagainya.

Seluruh komponen elektroniknya, termasuk halnya accelerometer dan kompas untuk mendeteksi gerakan kepala, disimpan di sebagian kecil tangkai sebelah kiri dan kanan (di dekat bingkai), sehingga pengguna tak akan merasa berat sebelah. Bobot Vaunt sendiri pun diklaim tidak lebih dari 50 gram, meski di dalamnya tersimpan baterai yang bisa bertahan selama sekitar 18 jam dalam satu kali charge – kalau habis, tentu saja Vaunt masih bisa dipakai sebagai kacamata biasa.

Intel Vaunt smart glasses

Vaunt juga tidak dilengkapi panel sentuh yang bisa membaca gesture jari. Ke depannya, Intel berencana menambahkan mikrofon agar Vaunt dapat menerima perintah suara dan digunakan bersama asisten virtual macam Alexa. Selebihnya, Intel akan mengandalkan AI untuk menyajikan informasi yang sesuai konteks tanpa harus menunggu input dari pengguna.

Contoh pemanfaatan AI ini adalah ketika pengguna sedang berjalan kaki di suatu area yang banyak dihuni rumah makan. Selagi menoleh ke suatu restoran, Vaunt akan menampilkan review konsumen dari Yelp secara otomatis, berdasarkan ke mana arah pandangan pengguna dan data lokasi dari smartphone (Vaunt menyambung via Bluetooth).

Intel membayangkan bakal ada desain yang bervariasi ketika Vaunt diluncurkan sebagai produk final nantinya. Namun rencana terdekat mereka adalah merilis produk ini ke tangan para developer terlebih dulu agar mereka bisa bereksperimen dengan fungsionalitasnya.

Sumber: The Verge.

Kacamata Ini Siap Rekam dan Siarkan Video Secara Langsung ke Media Sosial

Masih ingat dengan Spectacles, kacamata besutan Snapchat yang dirancang untuk mengabadikan momen dari sudut pandang orang pertama? Konsepnya memang menarik, tapi semuanya percuma kalau Anda tidak menggunakan Snapchat, mengingat hasil rekamannya hanya bisa diunggah ke platform andalan para muda-mudi tersebut.

Alternatifnya, Anda bisa melirik perangkat bernama Ace Eyewear berikut ini. Dikembangkan oleh produsen skateboard elektrik bernama Acton, salah satu keunggulan Ace dibanding Spectacles adalah kompatibilitasnya dengan banyak platform populer sekaligus, baik Facebook, Instagram ataupun YouTube.

Ace Eyewear

Cukup klik satu kali tombol di bagian atas tangkainya, maka Ace siap merekam video HD ke dalam memory internalnya yang berkapasitas 4 GB. Hasil rekamannya bahkan bisa disiarkan secara langsung ke tiga platform di atas. Kinerjanya ditopang oleh sensor kamera 8 megapixel, lensa bersudut pandang 120 derajat, dan prosesor dual-core MIPS 1,2 GHz yang irit daya.

Seirit apa? Well, baterai yang tertanam di rangka Ace hanyalah berkapasitas 260 mAh, tapi waktu standby-nya diperkirakan bisa mencapai 80 jam. Selagi merekam, perangkat bisa digunakan selama 90 menit nonstop, atau 40 menit jika disambi live streaming.

Ace Eyewear

Konektivitas Wi-Fi dan Bluetooth tentu tersedia, dan semua ini dikemas dalam rangka berbobot tak lebih dari 50 gram. Tidak cuma itu, perangkat rupanya telah mengantongi sertifikasi ketahanan air dan debu IP55.

Singkat cerita, Ace Eyewear boleh dianggap sebagai Spectacles yang lebih fleksibel, plus yang berpenampilan lebih elegan. Acton berencana memasarkannya mulai musim panas tahun ini seharga $199. Namun bagi yang tertarik melakukan pre-order, mereka bakal mendapat potongan harga sebesar $100.

Sumber: Digital Trends.

Visa Pamerkan Teknologi Contactless Payment dalam Wujud Kacamata Hitam

Berkat layanan seperti Apple Pay dan Android Pay, konsumen kini dapat melakukan pembayaran menggunakan smartphone atau smartwatch-nya. Channel YouTube ternama Unbox Therapy beberapa bulan lalu sempat mendemonstrasikan bahwa seseorang bisa menghabiskan waktunya seharian di New York tanpa perlu mengeluarkan dompet dan hanya menggunakan Android Pay saja.

Pertanyaannya, apakah smartphone dan smartwatch adalah alat bantu yang paling tepat? Menurut Visa, alternatif lainnya bisa berupa kacamata hitam. Baru-baru ini, mereka mengumumkan rencananya untuk menguji kacamata hitam berteknologi contactless payment ini.

Kalau melihat gambarnya di atas, kacamata ini tampak seperti kacamata hitam biasa. Pada kenyataannya memang demikian, hanya saja di dalam tangkainya telah tertanam chip NFC. Penggunaannya sama persis seperti smartphone atau smartwatch, cukup lepas kacamata lalu dekatkan ke mesin EDC (electronic data capture) dan transaksi pun langsung berhasil.

Visa memilih event Quiksilver dan Roxy Pro Gold Coast 2017 yang diselenggarakan World Surf League sebagai ajang percobaan teknologi ini. Kompetisi surfing sejatinya merupakan pilihan yang tepat, sebab mayoritas pengunjung yang berada di lokasi – yang pastinya di pantai – biasanya enggan membawa dompet.

Lalu ketika mereka hendak membeli sesuatu, entah itu makanan atau merchandise, mereka cukup melepas kacamata dan menggunakannya layaknya sebuah kartu debit. Meski kedengarannya praktis, hal lain yang perlu diperhatikan adalah bagaimana jadinya ketika kacamata itu hilang atau diambil orang?

Visa sendiri bermaksud melakukan pengujian ini untuk meninjau apakah ada demand dari konsumen, serta apakah brand atau bank tertentu mau menjadi sponsor dari kacamata contacless payment ini.

Sumber: The Verge dan CNBC.

Kacamata Eko Glasses Lindungi Mata dan Privasi Anda dari Sistem Pengenal Wajah

Seiring dengan semakin canggih dan terkoneksinya perangkat elektronik, ancaman keamanan turut meningkat. Itu sebabnya beberapa tokoh penting seperti Mark Zuckerberg sampai direktur FBI menutup web cam untuk melindungi privasi mereka dari peretas. Sayangnya saat berada di luar, kita tak pernah tahu siapa saja yang mencoba mendokumentasikan gerak-gerik kita.

Umumnya kita memang tidak suka jika orang lain mengambil foto tanpa seizin dan sepengetahuan kita. Tapi tentu saja hal itu tidak bisa dihindari, apalagi tiap smartphone kini mempunyai kemampuan fotografi, ditambah lagi kehadiran kamera-kamera CCTV di sana-sini. Kabar gembiranya, seorang inventor bernama Vadim A. punya solusi sederhana atas masalah ini. Ia memperkenalkan Eko Glasses (ditulis ekō Glasses), yaitu kacamata yang bisa memproteksi mata sekaligus identitas Anda.

Kemampuan unik Eko Glasses tercapai dengan memanfaatkan metode yang sebenarnya cukup umum, memperlihatkan kejeniusan sang desainernya. Eko Glasses memiliki penampilan seperti kacamata hitam normal, efektif melindungi mata dari teriknya matahari, lalu rancangannya juga stylish. Aksesori ini cocok digunakan saat Anda bersepeda, mengendarai mobil, atau ketika berjalan-jalan di pusat perbelanjaan.

14af93e29bdf02eb3780d3ec31680db3_original

Lalu ketika kamera mencoba merekam atau mengambil foto Anda, yang mereka dapatkan hanyalah cahaya pantulan terang dari frame bagian atas dan tangkai kacamata, sehingga detail wajah Anda tidak terekspos. Rahasia kapabilitas ini terdapat pada lapisan retroreflective di sana – biasa digunakan di jaket-jaket polisi lalu lintas dan cone jalanan. Bahan tersebut tidak membutuhkan pasokan tenaga agar bisa bekerja dan juga tidak mengganggu pengelihatan penggunanya.

Lensanya sendiri menyajikan perlindungan dari radiasi ultraviolet – bersertivikasi UV 400. Dan Anda bisa memilih warna lensa sesuai keinginan. Tim developer menyiapkan empat pilihan: putih kelabu, hitam, biru langit, dan ‘tropical sunset‘. Frame-nya tak lupa dirancang agar ringan dan nyaman, berdimensi 14×13,4×4,8-sentimeter dengan gap antar lensa seluas 1,9cm dan bobot hanya 30-gram. Lalu karena kemampuan retroreflective hanya diterapkan pada frame, maka Anda bisa mengganti lensa anti-UV dengan lensa resep.

3b7398e3a3813443405a6f6bc3a31643_original

Saat ini Vadim dan tim pengembang sedang melangsungkan kampanye crowdfunding di Kickstarter, menargetkan angka US$ 7.000 agar Eko Glasses bisa masuk ke tahap produksi. Selama kampanye berlangsung, kacamata spesialis privasi ini bisa Anda miliki cukup dengan mengeluarkan uang sebesar US$ 45-50 saja. Jika prosesnya berjalan sesuai rencana, Eko Glasses akan didistribusikan mulai bulan Mei 2017.