Tag Archives: kamera mirrorless full-frame

5 Kamera Terbaik Canon dari Berbagai Kategori yang Bisa Dibeli Saat Ini

Popularitas Canon di industri kamera tentu sudah tidak perlu diragukan lagi. Sejarah mencatatnya sebagai pabrikan asal Jepang pertama yang memproduksi kamera 35 mm di tahun 1934, dan produk-produknya hingga kini dipercaya dari kalangan fotografer dan videografer amatir sampai profesional.

Sebagai produsen kamera yang sudah eksis sejak lama, wajar kalau portofolio produk Canon kini mencakup banyak kategori sekaligus. Artikel ini bermaksud untuk menyoroti lima kamera terbaik Canon yang bisa konsumen beli saat ini, dari kategori kamera point-and-shoot hingga kamera untuk kebutuhan profesional.

Kamera point-and-shoot Canon terbaik: Canon PowerShot G7 X Mark III

Canon memang sudah lama tidak merilis kamera baru di kategori ini, akan tetapi G7 X Mark III masih tergolong sangat kapabel hingga sekarang. Sensor 1 inci bertipe stacked-nya tak hanya mampu menghasilkan foto 20 megapiksel yang menawan, tapi juga mendongkrak kinerjanya secara drastis. Andai diperlukan, kamera ini siap ‘memberondong’ tanpa henti dengan kecepatan 30 fps.

G7 X Mark III juga sangat kapabel untuk video dengan kemampuan merekam di resolusi 4K 30 fps dan bitrate 120 fps. Kamera ini kerap menjadi pilihan vlogger berkat layarnya yang bisa dihadapkan ke depan, tidak ketinggalan pula mode khusus untuk live streaming langsung ke YouTube.

Banderol Rp9.499.000 memang tidak bisa dibilang murah, tapi kalau Anda menginginkan yang terbaik di kategori point-and-shoot, G7 X Mark III adalah salah satu kandidat yang tepat.

Link pembelian: Canon PowerShot G7 X Mark III

Kamera mirrorless entry-level Canon terbaik: Canon EOS M200

Dengan banderol cuma Rp6.499.000 (sudah termasuk lensa 15-45mm f/3.5-6.3 IS STM), Canon EOS M200 merupakan pilihan bijak bagi yang baru memulai hobi fotografi dan ingin membeli kamera mirrorless pertamanya. Perangkat dibekali sensor APS-C 24 megapiksel, lengkap beserta sistem Dual Pixel autofocus yang amat cekatan.

Kemampuan videonya pun cukup mumpuni, tapi sayangnya ia memiliki crop factor yang cukup besar saat dipakai merekam dalam resolusi 4K. Terlepas dari itu, bodinya yang sangat ringkas membuat kamera ini bisa diandalkan kapan saja dan di mana saja. Ditandemkan dengan lensa pancake, kamera ini dapat disimpan di dalam saku celana.

Link pembelian: Canon EOS M200 (body only)

Kamera mirrorless APS-C Canon terbaik: Canon EOS M6 Mark II

Bagi yang belum tertarik lompat ke segmen full-frame, Canon EOS M6 Mark II bisa jadi alternatif yang menarik. Entah untuk keperluan fotografi maupun videografi, M6 Mark II siap menjalankan tugasnya dengan baik, dan ia merupakan lawan yang sepadan buat Sony A6400 maupun Fujifilm X-T30.

Dibanderol Rp12.999.000 (body only), M6 Mark II mengandalkan sensor APS-C 32,5 megapiksel, prosesor DIGIC 8, dan sistem Dual Pixel AF yang reliabel. Urusan video, ia sanggup merekam dalam resolusi 4K 30 fps tanpa crop sedikitpun, dan sistem Dual Pixel AF-nya juga dapat tetap bekerja dalam mode ini.

Link pembelian: Canon EOS M6 Mark II (body only)

Kamera mirrorless full-frame entry-level Canon terbaik: Canon EOS RP

16 juta tapi full-frame, itulah daya tarik utama dari kamera ini. EOS RP ditujukan bagi mereka yang ingin beralih dari APS-C ke full-frame — khususnya yang memiliki bujet terbatas — guna mendapatkan hasil foto yang lebih baik di kondisi low-light. Meski cuma mengusung sensor beresolusi 26 megapiksel, foto yang dihasilkan EOS RP jelas lebih bagus ketimbang yang dijepret menggunakan kamera mirrorless APS-C.

Kekurangan EOS RP terletak pada kapabilitas videonya, terutama akibat crop factor yang kelewat besar, serta sistem Dual Pixel AF yang tidak bisa aktif di resolusi 4K. Kalau porsi penggunaan Anda berimbang antara foto dan video, saya lebih menyarankan EOS M6 Mark II tadi daripada EOS RP. Namun kalau lebih dominan foto, EOS RP bisa jadi pertimbangan.

Link pembelian: Canon EOS RP (body only)

Kamera mirrorless full-frame Canon terbaik: Canon EOS R5

Buat yang menginginkan kamera mirrorless terbaik dari Canon, pilihannya jatuh pada EOS R5 yang dijual seharga Rp64.850.000. Ia mengemas sensor full-frame 45 megapiksel dan prosesor DIGIC X, plus sistem Dual Pixel AF generasi baru yang mencakup permukaan sensor secara keseluruhan.

Urusan video, EOS R5 juga sangat mumpuni dengan kemampuan merekam dalam resolusi 8K 30 fps selama 30 menit nonstop, atau 4K 120 fps untuk mengabadikan adegan slow-motion. EOS R5 memang bukan kamera mirrorless Canon yang paling mahal, tapi ia adalah yang paling versatile.

Link pembelian: Canon EOS R5 (body only)

Gambar header: Robin McSkelly via Unsplash.

Canon EOS R3 Resmi Dirilis, Siap Tandingi Sony A1 di Segmen Kamera Mirrorless Berperforma Tinggi

Setelah ditunggu-tunggu sejak bulan april, Canon EOS R3 akhirnya resmi diperkenalkan. Kamera ini merupakan mirrorless paling flagship di antara semua penawaran Canon saat ini, dengan performa melampaui banyak kamera DSLR sekalipun.

Rahasianya terletak pada penggunaan sensor full-frame 24 megapiksel generasi baru yang bertipe stacked hasil rancangan dan produksi Canon sendiri. Ini merupakan pertama kalinya Canon memakai sensor semacam ini, dan lonjakan performa yang dihadirkan benar-benar di atas standar kamera mirrorless secara umum.

Menggunakan shutter elektronik, EOS R3 mampu menjepret foto tanpa henti dengan kecepatan 30 fps selagi tracking autofocus-nya aktif (Servo AF), setara dengan yang ditawarkan oleh Sony A1. Kecepatan maksimum shutter elektroniknya mencapai angka 1/64.000 detik.

Kalau menggunakan shutter mekanik, kecepatannya turun menjadi 12 fps. Namun angka ini masih sangat impresif mengingat Sony A1 ‘hanya’ menawarkan 10 fps dengan shutter mekanik. Untuk kecepatan shutter mekaniknya, EOS R3 menawarkan opsi tertinggi di 1/8.000 detik.

Dengan performa sengebut itu, EOS R3 semestinya bakal menarik perhatian para fotografer olahraga maupun fotografer satwa liar. Tidak kalah penting adalah kinerja sistem autofocus-nya. EOS R3 menawarkan fitur bernama Eye Control AF, dan sesuai namanya, fitur ini memungkinkan pengguna untuk menetapkan titik fokus hanya dengan melihat ke arah yang ingin difokuskan selagi membidik menggunakan viewfinder. Sangat intuitif.

Untuk keperluan merekam video, EOS R3 memang belum bisa merekam dalam resolusi 8K. Meski begitu, pengguna bisa memilih antara dua opsi yang tak kalah high-end: 6K 60 fps dalam format RAW, atau 4K 120 fps 10-bit tanpa crop. EOS R3 juga dibekali sistem penstabil gambar 5-poros, sehingga pengguna bisa tetap percaya diri meski memakai lensa yang tidak dilengkapi OIS.

Secara desain, EOS R3 tampak mirip seperti DSLR Canon EOS 1D X Mark III yang mengadopsi rancangan dual grip. Rangkanya terbuat dari magnesium utuh, dengan tingkat weather-proofing yang selevel dengan yang ditawarkan oleh EOS 1D X Mark III. Namun berhubung mirrorless, dimensi EOS R3 lebih ringkas, dan bobotnya pun jauh lebih ringan; 822 gram (R3) dibanding 1.250 gram (1D X Mark III), tanpa lensa.

EOS R3 mengemas viewfinder elektronik dengan panel 120 fps beresolusi 5,76 juta dot. Di atasnya, pengguna bisa menjumpai multi-function shoe generasi baru yang kompatibel dengan lebih banyak macam aksesori. EOS R3 punya dua slot memory card; satu untuk CF Express, satu untuk SD card UHS-II.

Di Amerika Serikat, Canon EOS R3 dijadwalkan masuk ke pasaran pada bulan November dengan harga $5.999 (body only), lebih murah $500 daripada Sony A1. Sejauh ini belum ada informasi soal ketersediaannya di Indonesia. Namun kabarnya, stok EOS R3 bakal cukup langka di seluruh dunia.

Sumber: DPReview.

Canon Umumkan Pengembangan EOS R3, Mirrorless High-End Baru dengan Stacked Sensor

Persaingan kamera mirrorless di segmen high-end bakal semakin memanas. Semuanya diawali oleh peluncuran Sony A1 di awal tahun, dan bulan lalu Nikon merespon dengan mengumumkan pengerjaan kamera mirrorless tercanggihnya, Nikon Z 9. Sekarang, Canon pun rupanya tidak mau kalah.

Lewat sebuah siaran pers, Canon mengumumkan bahwa mereka sedang sibuk mengembangkan EOS R3, kamera mirrorless terbarunya yang mengusung sensor full-frame. Bukan sembarang full-frame, melainkan yang mengadopsi model stacked demi meningkatkan kinerjanya secara drastis.

Berkat sensor baru ini, EOS R3 diklaim mampu menjepret secara terus-menerus dalam kecepatan 30 fps (menggunakan shutter elektronik), lengkap dengan AF/AE tracking dan rolling shutter yang minimal. Ya, angkanya sama persis seperti yang mampu dicatatkan oleh Sony A1, mengindikasikan bahwa kedua kamera ini bakal bersaing secara langsung di pasaran.

Canon tidak lupa menyoroti bahwa ini adalah pertama kalinya mereka menggunakan sensor tipe stacked. Di saat yang sama, teknologi Dual Pixel AF bakal tetap menjadi unggulan di EOS R3, bahkan dengan kemampuan mendeteksi subjek yang lebih baik lagi berkat pemanfaatan algoritma berbasis deep learning. EOS R3 juga disebut bakal menjadi kamera digital pertama Canon yang menawarkan fitur Eye Control AF.

Selebihnya, detail mengenai EOS R3 masih tergolong minim. Secara fisik, kamera ini bakal mengadopsi desain dual-grip seperti yang tampak pada gambar. Struktur bodinya juga telah dirancang dengan ketahanan air dan debu yang sekelas dengan milik EOS 1D, yang tidak lain merupakan seri kamera DSLR tertinggi sekaligus termahal Canon.

Sejauh ini sama sekali belum ada informasi terkait kapan Canon EOS R3 bakal diluncurkan secara resmi. Kalau melihat kelebihan-kelebihannya — performa burst shooting yang sangat cepat beserta tracking autofocus yang lebih cekatan — semestinya kamera ini Canon tujukan buat para fotografer olahraga, dan bisa jadi Canon bakal merilisnya mendekati perhelatan Olimpiade Tokyo pada akhir Juli mendatang.

Sumber: DP Review dan Canon.

Nikon Z 7II dan Z 6II Diluncurkan, Bawa Prosesor Sekaligus Slot Memory Card Ganda

Menyusul kesuksesan Nikon Z 7 dan Z 6 dua tahun silam, Nikon pun memperkenalkan penerusnya, yakni Nikon Z 7II dan Z 6II. Label “II” pada namanya mengindikasikan pembaruan yang iteratif, dan ini juga pertama kalinya Nikon memakai model penamaan seperti itu pada lini kamera digitalnya.

Sebagian besar fitur maupun spesifikasi yang ditawarkan tidak berubah sedikit pun. Nikon bahkan tidak mengutak-atik desainnya, yang berarti kalau Anda senang dengan ergonomi Z 7 dan Z 6 sebelumnya, sudah pasti Z 7II dan Z 6II bakal terasa nyaman di tangan Anda. Sensor full-frame yang digunakan pun juga masih sama; Z 7II dengan resolusi 45,7 megapixel, Z 6II dengan 24,5 megapixel.

Yang berubah cukup drastis adalah performanya. Itu dikarenakan Nikon sudah menyematkan satu prosesor Expeed 6 ekstra. Ya, baik Z 7II maupun Z 6II sama-sama mengemas dua buah prosesor, dan itu pada akhirnya mampu mendongkrak kemampuan burst shooting Z 7II menjadi 10 fps dan Z 6II menjadi 14 fps.

Bukan cuma itu, kinerja autofocus kedua kamera pun juga diklaim lebih baik daripada masing-masing pendahulunya, baik untuk urusan tracking maupun untuk mengunci fokus di kondisi minim cahaya. Pada Z 7II dan Z 6II, fitur eye/face detection dapat digunakan selagi dalam mode AF wide-area maupun ketika merekam video.

Keberadaan prosesor kedua juga memungkinkan Z 7II dan Z 6II untuk merekam video dalam resolusi maksimum 4K 60 fps setelah sebelumnya cuma terbatas di 30 fps. Satu hal yang mungkin perlu dicatat adalah, opsi 4K 60 fps ini akan tersedia di Z 7II secara langsung, sedangkan di Z 6II baru menyusul di bulan Februari 2021 melalui sebuah firmware update.

Lalu mungkin pembaruan yang paling dinanti-nanti oleh konsumen Z 7 dan Z 6 adalah slot SD card ekstra. Jadi selain slot untuk kartu XQD/CFexpress Type B, Z 7II dan Z 6II turut mengemas slot SD card yang kompatibel dengan kartu tipe UHS-II. Penambahan ini pastinya bakal membuat kedua kamera jadi lebih fleksibel dalam mengakomodasi workflow masing-masing penggunanya.

Perubahan lain yang tidak kalah bermanfaat adalah, Z 7II dan Z 6II dapat beroperasi dengan mengandalkan suplai tenaga eksternal, dengan catatan ia terhubung via kabel USB-C ke USB-C. Kedengarannya sepele memang, tapi fitur ini jelas sangat berguna terutama buat yang sering mengambil video time-lapse.

Rencananya, Nikon Z 7II akan dipasarkan mulai bulan Desember dengan harga $3.000 (body only), atau $3.600 bersama lensa 24-70mm f/4, jauh lebih terjangkau daripada harga pendahulunya saat diluncurkan pertama kali. Nikon Z 6II di sisi lain akan hadir lebih awal pada bulan November dengan banderol $2.000 (body only), atau $2.600 bersama lensa 24-70mm f/4.


Sumber: DPReview.

Sony a7C Usung Sensor Full-Frame dalam Bodi Seukuran Kamera APS-C

Sony a7S III rupanya bukan satu-satunya kamera mirrorless full-frame yang Sony luncurkan di tahun pandemi ini. Mereka juga baru saja mengumumkan a7C, yang mereka klaim sebagai kamera mirrorless terkecil yang mengusung sensor full-frame.

Oke, sebelum membahasnya lebih jauh, klaim tersebut mungkin perlu agak diluruskan. a7C tercatat memiliki dimensi 124 x 71,1 x 59,7 mm, dengan bobot 509 gram. Bandingkan dengan Sigma fp, yang sama-sama merupakan kamera mirrorless bersensor full-frame, tapi yang dimensinya cuma 112,6 x 69,9 x 45,3 mm, dan beratnya hanya 422 gram.

Sony bukannya bohong, tapi deskripsi terkecil tadi rupanya kurang lengkap. Yang lebih tepat adalah menyebut Sony a7C sebagai kamera mirrorless terkecil yang dibekali sensor full-frame plus in-body image stabilization (IBIS). Sigma fp memang lebih mungil, tapi kamera tersebut sama sekali tidak dilengkapi sistem penstabil.

Ini tentu juga bukan pertama kalinya Sony menyematkan sensor sebesar ini di bodi sekecil ini. Jauh sebelum ini pernah ada seri kamera Sony RX1, akan tetapi bedanya kamera tersebut punya lensa yang fixed, sedangkan a7C bisa dilepas-pasang lensanya. Desainnya sepintas kelihatan mirip seperti Sony a6600, dan ternyata bobot kedua kamera memang hampir sama meski ukuran sensornya berbeda jauh.

Secara teknis, a7C mengusung spesifikasi yang nyaris identik seperti a7 III, yang mencakup sensor full-frame 24 megapixel, IBIS 5-axis, burst shooting dengan autofocus sekencang 10 fps, perekaman video 4K 30 fps dengan dukungan format S-Log2 maupun S-Log3, sampai baterai NP-FZ100 yang berkapasitas besar. Sebagai bagian dari keluarga besar Sony a7, tracking autofocus berbasis AI juga menjadi salah satu suguhan utama di a7C.

Di bagian belakang, Anda akan menemukan touchscreen 3 inci yang bisa dihadapkan ke depan untuk vlogging. Sayang viewfinder elektroniknya lebih inferior ketimbang milik a7 III. Resolusinya memang sama-sama 2,36 juta dot, akan tetapi tingkat perbesarannya lebih kecil di angka 0,59x.

Sony a7C kabarnya akan mulai dipasarkan pada akhir Oktober. Di Amerika Serikat, ia dihargai $1.800 body-only, atau $2.100 bersama sebuah lensa kit. Lensanya kebetulan juga baru: 28-60mm f/4-5.6 dengan model collapsible yang membuatnya jadi lebih ringkas.

Sumber: DPReview.

Panasonic Lumix S5 Diungkap, Lebih Kecil dari GH5 tapi dengan Sensor Full-Frame

Panasonic sejauh ini sudah punya tiga kamera full-frame: Lumix S1, Lumix S1R, dan Lumix S1H yang lebih difokuskan untuk videografi. Hari ini, anggota keluarga Lumix full-frame sudah resmi bertambah satu lagi, yaitu Lumix S5.

Panasonic memosisikan S5 sebagai kamera hybrid yang bisa diandalkan untuk fotografi maupun videografi. Ia mengemas sensor full-frame 24 megapixel yang sama seperti milik S1 dan S1H, dengan sensitivitas ISO 100 – 51200 serta dukungan teknologi Dual Native ISO. Juga masih dipertahankan adalah sistem image stabilization internal 5-axis yang bisa ditandemkan dengan stabilization bawaan lensa.

Satu bagian yang sudah Panasonic benahi adalah autofocus, yang diklaim dapat bekerja lebih cepat dan responsif di S5. Fitur head tracking juga semakin menyempurnakan kinerja sistem autofocus-nya, dan ini bisa digunakan juga selagi merekam video.

Buat penggemar fotografi landscape, S5 juga dilengkapi mode High Resolution untuk menciptakan gambar sebesar 96 megapixel. Lalu untuk kalangan videografer, S5 mendukung perekaman dalam format V-Log atau HLG sehingga mereka bisa lebih leluasa melakukan color grading dalam proses editing.

Resolusi video maksimum yang dapat S5 hasilkan adalah 4K 30 fps, atau 4K 60 fps dengan crop factor setara kamera APS-C. Dari kacamata sederhana, kemampuan merekam video S5 cukup mirip dengan S1H, hanya saja resolusinya mentok di 4K ketimbang 6K. Komponen penting seperti dukungan video 10-bit dengan chroma sub-sampling 4:2:2 tetap tersedia pada S5.

Semua itu dikemas dalam bodi magnesium yang lebih kecil ketimbang trio S1. S5 bahkan sedikit lebih ringkas daripada Lumix GH5, padahal kita tahu ukuran sensor keduanya berbeda jauh (GH5 cuma Micro Four Thirds). Terlepas dari itu, Panasonic memastikan S5 masih dilengkapi sejumlah komponen weather sealing.

Berhubung lebih kecil, baterai S5 tidak seawet milik trio S1, dengan klaim daya tahan hingga 440 kali jepretan. Viewfinder elektroniknya juga tidak setajam milik S1, dengan resolusi standar 2,36 juta dot saja. Dimensi layar sentuhnya juga lebih kecil di angka 3 inci dengan resolusi 1,84 juta dot, akan tetapi engselnya bisa memutar ke segala arah sehingga sangat ideal dipakai untuk merekam video.

Juga tidak kalah penting dari layar yang fully-articulated seperti ini adalah kehadiran jack headphone sekaligus mikrofon (bisa juga via sambungan XLR dengan bantuan adaptor), serta dua slot SD card sekaligus. Sayang cuma satu slot saja yang mendukung tipe UHS-II, dan port HDMI-nya juga bukan yang full-size seperti di lini S1.

Panasonic Lumix S5 rencananya akan dipasarkan mulai pertengahan September di Amerika Serikat. Harganya dipatok $2.000 untuk bodinya saja, atau $2.300 jika dibundel bersama lensa 20-60mm f/3.5-5.6.

Sumber: DPReview.

Leica M10-R Unggulkan Sensor Full-Frame 40 Megapixel dan Kapabilitas Low-Light yang Superior

Entah kebetulan atau tidak, huruf “R” nampaknya punya kesan superior tersendiri di industri kamera. Lihat saja seri Sony a7R, yang selama empat generasi selalu menjadi varian yang lebih unggul ketimbang a7 biasa. Di kubu lain, Canon bahkan menamai kamera mirrorless full-frame pertamanya EOS R – yang baru-baru ini sudah diteruskan jejaknya oleh EOS R5 dan R6.

Kalau perlu bukti lebih terkait teori kebetulan saya ini, coba kita lihat penawaran terbaru Leica. Melalui sebuah livestream, dedengkot kamera asal Jerman itu memperkenalkan anggota terbaru dari salah satu seri kamera mirrorless terpopulernya, Leica M10. Nama anggota terbaru tersebut? Leica M10-R, dan kebetulan ia merupakan yang paling superior di antara Leica M10 lainnya.

Leica M10-R

Keunggulan utamanya terletak pada sensor yang digunakan: full-frame 40,89 megapixel, naik sekitar 16 megapixel dibanding sensor milik M10 orisinal. Secara teknis, sensor ini sebenarnya sama seperti yang tertanam pada M10 Monochrom, hanya saja di sini Leica sudah menambahkan filter Bayer sehingga hasil tangkapan M10-R bisa berwarna.

Leica percaya bahwa peningkatan resolusi yang signifikan ini tak hanya ideal disandingkan dengan lensa-lensa M yang baru saja, melainkan juga mampu menonjolkan karakteristik unik dari koleksi lensa M lawas. Bagi peminat fotografi long exposure, mereka bakal tersenyum mengetahui M10-R punya durasi exposure maksimum 16 menit.

Namun peningkatan resolusi belum menceritakan kelebihannya secara utuh, sebab sensor baru ini turut menjanjikan dynamic range yang lebih luas sekaligus noise yang lebih minimal meski rentang ISO-nya tidak berubah (100 – 50000). Jadi untuk pemotretan di kondisi low-light, Leica yakin hasil tangkapan M10-R bakal sangat mendekati kualitas yang dihasilkan M10 Monochrom.

Leica M10-R

Dari perspektif sederhana, kita boleh saja menganggap M10-R ini sebagai M10 Monochrom versi berwarna. Namun pada kenyataannya ia juga mewarisi banyak keunggulan Leica M10-P, spesifiknya bunyi shutter mekanis yang sangat halus dan nyaris tidak terdengar di tempat umum, serta LCD yang sudah dibekali panel sentuh. Desain maupun jeroannya (prosesor, baterai) pun sama persis, dan yang berbeda cuma sensornya itu tadi.

Rencananya, Leica M10-R akan dipasarkan secara global mulai 20 Juli seharga $8.295 (body only), banderol yang sama persis seperti ketika M10 Monochrom pertama diluncurkan Januari lalu. Konsumen bisa memilih antara warna hitam atau silver.

Sumber: PetaPixel dan Leica.

Canon EOS R5 Bakal Tawarkan Perekaman Video 8K 30 fps Tanpa Crop Factor

Bulan lalu, Canon mengumumkan bahwa mereka tengah menggarap kamera mirrorless full-frame baru, yakni EOS R5. Tidak banyak yang dibeberkan ketika itu, dan ini mendorong publik untuk berspekulasi terkait kapabilitas EOS R5, terutama mengenai kemampuannya merekam video.

Mungkin agak geregetan mendengar rumor yang simpang siur, Canon memutuskan untuk sedikit menguak EOS R5 lebih jauh sebelum peluncuran resminya. Lewat sebuah siaran pers, Canon mengonfirmasi dua fitur yang bakal diunggulkan kamera barunya tersebut: perekaman video 8K dan “Advanced Animal AF”.

Bukan sembarang 8K, EOS R5 siap melakukannya dengan memanfaatkan seluruh penampang sensor, alias tanpa sedikitpun crop factor. Video beresolusi 7680 x 4320 pixel 30 fps itu dapat direkam dan disimpan langsung ke memory card tanpa perlu mengandalkan bantuan external recorder.

Lebih istimewa lagi, Canon mengklaim fitur Dual Pixel AF tetap bisa dipakai selama merekam video dalam resolusi 8K. Singkat cerita, EOS R5 menawarkan kapabilitas video yang nyaris tanpa kompromi, dan ini merupakan sesuatu yang cukup langka di luar lini kamera sinema Canon.

Canon EOS R5

Mungkin Canon akhirnya sadar betapa besar pengaruh lini kamera mirrorless Sony a7 di bidang videografi dalam beberapa tahun terakhir, dan mereka memutuskan sudah waktunya bagi mereka untuk ikut menyeriusi bidang ini lewat lini kamera mirrorless-nya.

Fitur unggulan yang kedua sebenarnya juga tidak kalah menarik. Berkat Advanced Animal AF, Canon mengklaim EOS R5 mampu mengenali beragam jenis hewan (anjing, kucing, dan burung). Secara default yang dideteksi adalah matanya, tapi Canon bilang EOS R5 juga mampu mengenali wajah dan tubuh binatang di situasi-situasi tertentu, semisal ketika matanya tidak kelihatan.

Lalu kapan Canon EOS R5 akan hadir? Sayangnya itu belum diketahui. Kemungkinan kita masih harus bersabar menunggu lebih lama lagi jika melihat kondisi terkini terkait penyebaran virus corona yang telah ‘melumpuhkan’ banyak industri.

Sumber: DPReview.

Setahun Setelah Diungkap, Kamera Mirrorless Zenit M Akhirnya Tersedia Secara Global

Ajang Photokina tahun lalu menjadi saksi atas munculnya kembali brand kamera legendaris asal Rusia, Zenit. Kala itu, mereka mengumumkan Zenit M, kamera pertamanya sejak berhenti memproduksi di tahun 2005. Setelah sebelumnya lebih dulu dipasarkan di dataran Eropa, Zenit M kini sudah siap go international.

Bagi yang ketinggalan berita, Zenit M pada dasarnya merupakan kamera mirrorless yang identik dengan Leica M (Typ 240). Perbedaannya hanya tampak dari sejumlah elemen desain, serta penggunaan software bikinan Zenit. Juga berbeda adalah dudukan lensanya, yang hanya bisa menerima segelintir lensa buatan Zenit sendiri.

Zenit M

Memasangkan lensa Leica sebenarnya bisa saja, akan tetapi fitur koreksi otomatisnya jadi tidak berjalan. Itulah mengapa Zenit M dibundel bersama lensa Zenitar 35mm f/1.0. Tidak seperti bodi kameranya yang dibuat di Jerman, lensanya ini murni dirancang dan dirakit sendiri oleh Zenit. Dua lensa lain yang tersedia secara terpisah adalah 50mm f/1.0 dan 21mm f/2.8.

Selebihnya, spesifikasi Zenit M sama persis seperti Leica M (Typ 240), mulai dari sensor full-frame 24 megapixel-nya, sampai LCD 3 inci di belakangnya. Ini berarti Zenit M juga hanya bisa merekam video dalam resolusi maksimum 1080p saja. Kendati demikian, saya pribadi belum pernah berjumpa dengan pengguna Leica yang memakai kameranya untuk merekam video.

Zenit M

Berhubung basisnya Leica, tidak mengherankan apabila Zenit M dibanderol mahal: $6.995, dan itu sudah dengan status “sale” di situsnya. Konsumen yang tertarik sepertinya harus cepat memesan mengingat Zenit hanya akan memproduksinya sebanyak 500 unit saja. Meski begitu, mereka rupanya masih harus menunggu apabila mengincar varian yang berwarna serba hitam.

Sumber: DPReview dan Leica Rumors.

Canon Ungkap EOS Ra, Kamera Mirrorless Full-Frame Spesialis Astrophotography

Canon diam-diam menyingkap kamera mirrorless full-frame baru. Dinamai EOS Ra, ia merupakan versi khusus dari EOS R yang didedikasikan untuk para pencinta astrophotography. Ya, sama seperti DSLR Nikon D810a yang dirilis tiga tahun silam, kamera ini punya spesialisasi untuk menangkap gambar objek-objek astronomi yang tidak kelihatan secara kasat mata.

Untuk mewujudkannya, Canon harus memodifikasi filter inframerah yang terpasang di depan sensor kamera. Modifikasi tersebut memungkinkan EOS Ra untuk menangkap hingga empat kali lebih banyak garis spektrum H-alfa dengan panjang gelombang 656 nm dibandingkan EOS R. Alhasil, warna merah yang dihasilkan objek luar angkasa seperti nebula jadi lebih mudah direkam oleh EOS Ra.

Perubahan lain yang diterapkan secara spesifik untuk keperluan astrophotography adalah tingkat perbesaran yang lebih tinggi pada viewfinder elektronik (EVF) maupun layar sentuhnya, masing-masing di angka 30x dan 10x. Harapannya, penguncian fokus pada objek-objek astronomi bisa lebih dimudahkan.

Canon EOS Ra

Selebihnya, EOS Ra identik dengan EOS R. Sensor full-frame yang digunakan tidak berubah, masih dengan resolusi 30 megapixel, demikian pula komponen-komponen lain yang tertanam di balik bodi magnesiumnya. Ini berarti pengoperasiannya juga sama intuitifnya seperti EOS R.

Canon berencana melepas EOS Ra ke pasaran seharga $2.500 (body only). Halaman pre-order-nya sempat muncul di Adorama sebelum akhirnya dihapus tidak lama kemudian. Canon sepertinya masih belum menentukan jadwal rilis yang pasti untuk kamera niche ini.

Sumber: DPReview.