Tag Archives: kamera point-and-shoot

5 Kamera Terbaik Canon dari Berbagai Kategori yang Bisa Dibeli Saat Ini

Popularitas Canon di industri kamera tentu sudah tidak perlu diragukan lagi. Sejarah mencatatnya sebagai pabrikan asal Jepang pertama yang memproduksi kamera 35 mm di tahun 1934, dan produk-produknya hingga kini dipercaya dari kalangan fotografer dan videografer amatir sampai profesional.

Sebagai produsen kamera yang sudah eksis sejak lama, wajar kalau portofolio produk Canon kini mencakup banyak kategori sekaligus. Artikel ini bermaksud untuk menyoroti lima kamera terbaik Canon yang bisa konsumen beli saat ini, dari kategori kamera point-and-shoot hingga kamera untuk kebutuhan profesional.

Kamera point-and-shoot Canon terbaik: Canon PowerShot G7 X Mark III

Canon memang sudah lama tidak merilis kamera baru di kategori ini, akan tetapi G7 X Mark III masih tergolong sangat kapabel hingga sekarang. Sensor 1 inci bertipe stacked-nya tak hanya mampu menghasilkan foto 20 megapiksel yang menawan, tapi juga mendongkrak kinerjanya secara drastis. Andai diperlukan, kamera ini siap ‘memberondong’ tanpa henti dengan kecepatan 30 fps.

G7 X Mark III juga sangat kapabel untuk video dengan kemampuan merekam di resolusi 4K 30 fps dan bitrate 120 fps. Kamera ini kerap menjadi pilihan vlogger berkat layarnya yang bisa dihadapkan ke depan, tidak ketinggalan pula mode khusus untuk live streaming langsung ke YouTube.

Banderol Rp9.499.000 memang tidak bisa dibilang murah, tapi kalau Anda menginginkan yang terbaik di kategori point-and-shoot, G7 X Mark III adalah salah satu kandidat yang tepat.

Link pembelian: Canon PowerShot G7 X Mark III

Kamera mirrorless entry-level Canon terbaik: Canon EOS M200

Dengan banderol cuma Rp6.499.000 (sudah termasuk lensa 15-45mm f/3.5-6.3 IS STM), Canon EOS M200 merupakan pilihan bijak bagi yang baru memulai hobi fotografi dan ingin membeli kamera mirrorless pertamanya. Perangkat dibekali sensor APS-C 24 megapiksel, lengkap beserta sistem Dual Pixel autofocus yang amat cekatan.

Kemampuan videonya pun cukup mumpuni, tapi sayangnya ia memiliki crop factor yang cukup besar saat dipakai merekam dalam resolusi 4K. Terlepas dari itu, bodinya yang sangat ringkas membuat kamera ini bisa diandalkan kapan saja dan di mana saja. Ditandemkan dengan lensa pancake, kamera ini dapat disimpan di dalam saku celana.

Link pembelian: Canon EOS M200 (body only)

Kamera mirrorless APS-C Canon terbaik: Canon EOS M6 Mark II

Bagi yang belum tertarik lompat ke segmen full-frame, Canon EOS M6 Mark II bisa jadi alternatif yang menarik. Entah untuk keperluan fotografi maupun videografi, M6 Mark II siap menjalankan tugasnya dengan baik, dan ia merupakan lawan yang sepadan buat Sony A6400 maupun Fujifilm X-T30.

Dibanderol Rp12.999.000 (body only), M6 Mark II mengandalkan sensor APS-C 32,5 megapiksel, prosesor DIGIC 8, dan sistem Dual Pixel AF yang reliabel. Urusan video, ia sanggup merekam dalam resolusi 4K 30 fps tanpa crop sedikitpun, dan sistem Dual Pixel AF-nya juga dapat tetap bekerja dalam mode ini.

Link pembelian: Canon EOS M6 Mark II (body only)

Kamera mirrorless full-frame entry-level Canon terbaik: Canon EOS RP

16 juta tapi full-frame, itulah daya tarik utama dari kamera ini. EOS RP ditujukan bagi mereka yang ingin beralih dari APS-C ke full-frame — khususnya yang memiliki bujet terbatas — guna mendapatkan hasil foto yang lebih baik di kondisi low-light. Meski cuma mengusung sensor beresolusi 26 megapiksel, foto yang dihasilkan EOS RP jelas lebih bagus ketimbang yang dijepret menggunakan kamera mirrorless APS-C.

Kekurangan EOS RP terletak pada kapabilitas videonya, terutama akibat crop factor yang kelewat besar, serta sistem Dual Pixel AF yang tidak bisa aktif di resolusi 4K. Kalau porsi penggunaan Anda berimbang antara foto dan video, saya lebih menyarankan EOS M6 Mark II tadi daripada EOS RP. Namun kalau lebih dominan foto, EOS RP bisa jadi pertimbangan.

Link pembelian: Canon EOS RP (body only)

Kamera mirrorless full-frame Canon terbaik: Canon EOS R5

Buat yang menginginkan kamera mirrorless terbaik dari Canon, pilihannya jatuh pada EOS R5 yang dijual seharga Rp64.850.000. Ia mengemas sensor full-frame 45 megapiksel dan prosesor DIGIC X, plus sistem Dual Pixel AF generasi baru yang mencakup permukaan sensor secara keseluruhan.

Urusan video, EOS R5 juga sangat mumpuni dengan kemampuan merekam dalam resolusi 8K 30 fps selama 30 menit nonstop, atau 4K 120 fps untuk mengabadikan adegan slow-motion. EOS R5 memang bukan kamera mirrorless Canon yang paling mahal, tapi ia adalah yang paling versatile.

Link pembelian: Canon EOS R5 (body only)

Gambar header: Robin McSkelly via Unsplash.

Ricoh GR III Resmi Dipasarkan Bulan Maret Seharga $899

Setelah diumumkan di ajang Photokina 2018, Ricoh GR III akhirnya resmi diluncurkan. Bersamaan dengan itu, kita akhirnya bisa mengetahui detail lebih lengkapnya, termasuk halnya dua kekurangan yang sudah langsung kelihatan tanpa harus dicoba terlebih dahulu.

Kita mulai dulu dengan yang positif. Seperti yang disampaikan pada pengumumannya, GR III mengemas sensor APS-C beresolusi 24 megapixel (naik dari 16 megapixel pada GR II). Sensor ini cukup sensitif terhadap cahaya, dengan rentang ISO 100 – 102400.

Tidak seperti sebelumnya, GR III kini mengusung sistem autofocus hybrid (contrast detect dan phase detect), sehingga ia semestinya jauh lebih cekatan dalam hal mengunci fokus pada subjek yang bergerak. Hal ini tentu saja turut didukung oleh lensa 28 mm f/2.8 yang telah didesain ulang, dan yang kini dapat mengunci fokus dari jarak sedekat 6 cm.

Ricoh GR III

Namun yang sangat menarik adalah bagaimana Ricoh berhasil membenamkan sistem image stabilization internal 3-axis pada GR III. Juga benar-benar baru pada GR III adalah layar sentuh 3 inci yang menghuni bagian belakangnya, yang tentu sudah mendukung fungsi tap-to-focus.

Sebagai produk keluaran tahun 2019, sudah sewajarnya apabila GR III mengemas port USB-C, yang bisa dipakai untuk mengisi ulang baterainya. Sayang sekali baterai ini merupakan kekurangan pertamanya; kalau baterai GR II sanggup bertahan hingga 320 jepretan, GR III hanya sampai 200 jepretan.

Di atas kertas, kapasitas baterai yang diusung GR III memang lebih besar, akan tetapi diduga sistem image stabilization internal tadi yang menjadi penyebab utama mengapa baterainya jauh dari kata awet.

Ricoh GR III

Kekurangan yang kedua dan ketiga sebenarnya tidak akan mempengaruhi semua konsumen, namun tetap harus disoroti: absennya flash dan tidak adanya opsi perekaman video dalam resolusi 4K. Ya, sudah tahun 2019, tapi sayangnya konsumen GR III nanti masih harus tabah dengan video 1080p 60 fps saja.

Rencananya, Ricoh GR III akan mulai dipasarkan secara luas pada bulan Maret mendatang. Banderol harga yang dipatok adalah $899, dan Ricoh juga berniat menjual adapter wide-angle 0,75x secara terpisah seharga $249.

Sumber: DPReview.

Kodak Mini Shot Padukan Kesederhanaan Kamera Saku Dengan Teknologi Film Instan

Melejitnya teknologi kamera di ponsel memang memengaruhi banyak aspek di industri fotografi. Namun meski kita mengira hal tersebut akan menyingkirkan tipe point-and-shoot dari pasar, produsen seperti Sony dan Panasonic masih tetap menawarkannya, masing-masing dibekali fitur andalan sendiri. Tapi Kodak punya konsep berbeda dalam menyediakan kamera jenis ini.

Di bulan September kemarin, perusahaan perangkat imaging Amerika itu menyingkap sebuah produk unik. Mereka menamainya Printomatic, yaitu kamera instan bertubuh mungil ala point-and-shoot. Sejarah produk ini cukup menarik karena ternyata Printomatic digarap oleh perusahaan C+A Global yang juga memproduksi Polaroid Snap dua tahun lalu. Dan di ujung 2017, Kodak mengekspansi lineup kamera instan saku melalui pengenalan Mini Shot.

Kodak Mini Shot 3

Mini Shot mempunyai arahan desain serupa Printomatic. Ukurannya hanya sedikit lebih besar dari luas kartu identitas/debit Anda. Di bagian luarnya, user disuguhkan layout familier; dengan modul lensa, LED flash dan tombol shutter di atas. Mini Shot turut dilengkapi layar LCD viewfinder seluas 1,7-inci serta tombol buat mengakses fungsi serta navigasi menu.

Kodak Mini Shot 1

Kamera poket instan ini menyimpan unit cetak film di dalam, dikeluarkan dari sisi kanan (jika dilihat dari depan). Mini Shot siap mendukung dua varian film 4Pass Photo Paper, yakni 2,1×3,4-inci atau 2,1×2,1-inci. Uniknya lagi, kamera tak hanya bisa mencetak hasil jepretan, tapi juga file yang dikirim dari perangkat Android atau iOS lewat Bluetooth via app companion.

Kodak Mini Shot 2

Melalui aplikasi mobile tersebut, Anda bisa melakukan sedikit proses penyuntingan sebelum gambar dicetak, contohnya membubuhkan filter, stiker atau memilih template kartu. Tanpa smartphone, Mini Shot memanfaatkan sensor digital 10-megapixel buat mengabadikan gambar. Kamera ini juga ditunjang fitur-fitur penting semisal auto-focus, pengaturan exposure, white balance serta gamma, dan Anda dapat melihat tampilan pratinjaunya di layar.

Kodak Mini Shot 4

CEO Kodak Jeff Clarke menjelaskan alasan yang mendorong mereka menyajikan Mini Shot, “Kebangkitan tengah terjadi di segmen fotografi ‘instan print‘, dan saat ini permintaan terhadap produk yang tahan lama dan terjangkau sangat tinggi. Pelepasan Kodak Mini Shot dan Printomatic merupakan wujud dari komitmen berkelanjutan kami pada ranah pencetakan instan serta merepresentasikan awal dari agenda Kodak menghadirkan Print Solutions ke pasar.”

Kodak Mini Shot sudah dapat dipesan saat ini juga di Amazon. Di situs eCommerce raksasa itu, produk dijajakan seharga US$ 100 saja.

Sumber: DPreview.

Nikon Luncurkan Lini Kamera Compact Baru, Nikon DL

Setelah keluar dari zona nyamannya dengan memperkenalkan sebuah action camera di event CES 2016 kemarin, Nikon kini kembali berfokus pada bidang fotografi. Rival terbesar Canon itu baru saja mengumumkan lini kamera compact baru yang terdiri dari tiga perangkat: DL24-85, DL18-50 dan DL24-500.

Jangan heran melihat nama-namanya. Angka-angka tersebut merupakan penanda jenis lensa yang dimiliki oleh masing-masing kamera. Contoh: DL18-50 punya lensa dengan panjang fokal 18 – 50 mm. Mereka ini bukan termasuk kamera mirrorless, jadi lensanya tidak bisa dilepas-pasang.

Meski mengusung lensa dan bodi yang berbeda-beda, ketiganya sama-sama ditenagai oleh sensor CMOS 1 inci beresolusi 20,8 megapixel dan prosesor Expeed 6A. Perpaduan ini juga memungkinkan ketiganya untuk merekam video 4K 30 fps, atau video slow-motion dalam resolusi 1080p 120 fps dan 720p 240 fps.

Nikon DL24-85

Lini Nikon DL juga menjanjikan performa yang cepat. Ketiganya sanggup memotret dalam kecepatan 20 fps dalam mode continuous, atau malah 60 fps kalau titik fokusnya sudah ditetapkan sebelumnya. Autofocus-nya sendiri menganut sistem hybrid, yang mencakup 105 titik phase-detection dan 171 titik contrast-detection.

Lalu kamera mana yang harus Anda pilih? Jawabannya tergantung kebutuhan. DL24-85 punya fitur eksklusif Super Macro Mode untuk membantu pengguna memotret close-up, sedangkan lensa DL18-50 yang lebih wide sangat ideal dipakai untuk fotografi landscape maupun arsitektur. Keduanya sama-sama punya lensa dengan aperture f/1.8-2.8, jadi kualitas bokeh-nya sudah pasti cukup terjamin.

Nikon DL24-500

DL24-500 berbeda sendiri. Bodinya paling bongsor, tapi lensanya juga paling istimewa dengan jangkauan 21x optical zoom. Ia juga satu-satunya yang mempunyai electronic viewfinder OLED dengan resolusi 2,36 juta dot – dua kamera lainnya hanya punya layar sentuh, tapi DL24-500 juga turut dilengkapi komponen serupa.

DL24-85, DL18-50 dan DL24-500 bakal dipasarkan mulai awal musim panas tahun ini. Masing-masing dihargai $650, $850 dan $1.000.

Sumber: Nikon via Engadget.