Tag Archives: karaniya dharmasaputra

Bareksa meluncurkan fitur Bareksa Saham bekerja sama dengan PT Ciptadana Sekuritas Asia, melengkapi reksa dana, SBN, emas, dan robo advisory berlisensi

Bareksa Gaet Ciptadana Sekuritas Luncurkan Produk Investasi Saham

Bareksa meluncurkan fitur Bareksa Saham bekerja sama dengan PT Ciptadana Sekuritas Asia. Fitur ini melengkapi pilihan produk investasi di Bareksa sebelumnya, mulai dari reksa dana, SBN, emas, dan robo advisory berlisensi.

Saat dihubungi DailySocial.id, Co-founder & CEO Bareksa Karaniya Dharmasaputra menyampaikan tidak ada investasi yang diberikan/diterima Bareksa terkait peluncuran fitur baru ini, alias murni kerja sama bisnis antar kedua perusahaan.

“Bukan investasi, tapi partnership karena Bareksa merupakan mitra PPE [Mitra Pemasaran Perantara Pedagang Efek] dari Ciptadana Sekuritas,” kata dia.

Alih-alih hanya kerja sama B2B, sejumlah kompetitornya seperti Ajaib memilih untuk mengakuisisi/berinvestasi pada perusahaan sekuritas guna menghadirkan produk investasi saham di aplikasi.

Sebelumnya, Bareksa juga merilis fitur Bareksa Emas. Perusahaan bekerja sama dengan tiga pemain di bidangnya, yakni Pegadaian, Treasury, dan Indogold. Sejauh ini, Bareksa belum masuk ke produk investasi aset kripto.

Secara terpisah, dalam keterangan resmi disampaikan peluncuran fitur saham seiring target Bareksa yang ingin mewujudkan misinya menjadi satu aplikasi untuk semua investasi. Pengguna bisa berinvestasi sesuai kebutuhan dan profil risikonya guna mencapai target keuangan.

“Bareksa mengokohkan posisinya sebagai satu-satunya super app investasi yang menawarkan semua produk investasi secara lengkap dan terintegrasi, mulai dari saham, reksa dana, SBN, emas, tabungan reksa dana syariah untuk umrah, dan juga robo advisory berlisensi,” imbuh Karaniya.

Direktur Utama Ciptadana Sekuritas John Herry Teja menyambut positif atas kerja sama kedua belah pihak, sebab perusahaan dapat memperluas pasarnya, terutama di kalangan investor generasi muda.

“Dengan keahlian dan pengalaman kami sebagai perusahaan sekuritas, maka kami tidak hanya berkesempatan menambah jumlah investor, namun juga memperluas jangkauan edukasi investasi, terutama bagi investor muda,” terangnya.

Menurut dia, edukasi tidak hanya untuk investor yang ingin menjalankan investasinya dengan paradigma growth investing, tapi juga value investing, baik dengan analisis fundamental maupun teknikal. Perusahaan didukung dengan para analis dan tim riset yang andal dan berpengalaman puluhan tahun, sehingga bisa menjadi salah satu referensi investor dalam investasi saham.

Mengutip dari data terkini, hingga September 2023, jumlah investor pasar modal mencapai 11,73 juta atau hanya 4,3% dari total jumlah penduduk nasional yang diprediksi mencapai 273,8 juta jiwa. Adapun jumlah investor saham dan surat berharga lainnya mencapai 5,03 juta atau hanya 1,8% dari total jumlah penduduk.

Bareksa Saham

Bareksa Saham sudah bisa diakses melalui aplikasi Bareksa, di dalamnya sudah dilengkapi dengan berbagai fitur. Di antaranya, Fast Order dan Auto Order yang mendukung trading cepat hingga grafik saham. Dalam masa promonya, Bareksa Saham menawarkan biaya order 0,1% dan order jual 0,2%.

Untuk mendaftar diri, pengguna perlu membuat akun Bareksa Saham dan akun RDN baru, sejauh ini RDN baru tersedia untuk rekening BCA. Setelah mengisi data pribadi dan melampirkan dokumen pendukung, seperti KTP, Bareksa akan memverifikasinya dalam kurun waktu dua sampai lima hari kerja.

Bareksa Saham meramaikan aplikasi saham di Indonesia, dari kalangan startup misalnya, diisi oleh Ajaib dan Stockbit. Lalu aplikasi yang dirilis oleh pemain sekuritas, seperti SimInvest, MotionTrade, BCA Sekuritas, MOST, Neo HOTS, IPOT, dan masih banyak lagi.

Application Information Will Show Up Here
OVO Google Play Tarik Tunai

OVO Jadi Opsi Pembayaran di Google Play; Hadirkan Fitur Tarik Tunai di Jaringan ATM BCA

Aplikasi e-money OVO kini bisa digunakan untuk melakukan pembayaran atau pembelian item di Google Play. Pengguna kini dapat menemui opsi “Add OVO” di bagian metode pembayaran. Sebelumnya e-money lokal lain yang juga sudah masuk ke ekosistem Google Play adalah Gopay (sejak 2019), DANA (2021), ShopeePay (2021), dan DOKU (2021).

Mereka berbondong-bondong hadir sebagai layanan pembayaran di Google Play bukan tanpa alasan. Perputaran uang di sana sangat besar, jika membuka di laporan keuangan Alphabet Inc. per Q3 2021 ini Google Services (termasuk di dalamnya Google Play) menghasilkan revenue $59,8 miliar.

Terlebih di era esports seperti saat ini, komoditas aset digital dalam game juga menjadi salah satu barang paling banyak ditransaksikan. Menurut data Sensor Tower, tahun ini Moonton telah menghasilkan $69,2 juta transaksi hanya dari Mobile Legend di Indonesia.

Di samping itu, e-money menjadi sistem pembayaran alternatif di tengah kecilnya penetrasi kartu debit/kredit di Indonesia [yang digunakan untuk pembayaran di layanan digital]. Di samping itu, sebenarnya Google juga sudah bekerja sama dengan operator telekomunikasi lokal sejak lama untuk memungkinkan pengguna melakukan pembayaran aplikasi lewat skema potong pulsa.

Sebagai e-money pertama yang mengintegrasikan sistem pembayaran ke Google Play, Gopay telah mengalami peningkatan transaksi secara pesat di tahun lalu. Dari data internal Gojek sepanjang Maret-Mei 2020 memperlihatkan Gopay banyak dipakai untuk pembelian kupon game dengan kenaikan 3x lipat. Aplikasi Free Fire, Mobile Legends, dan PUBG Mobile menjadi yang terfavorit berdasarkan jumlah pembayaran.

Hadirkan opsi tarik tunai di ATM BCA

Hari ini (16/12) OVO juga meluncurkan fitur tarik tunai OVO Cash yang dapat dilakukan di 17 ribu jaringan ATM milik Bank Central Asia (BCA) seluruh Indonesia. Sebelumnya Gopay juga melakukan integrasi yang sama, memungkinkan penggunanya untuk melakukan penarikan tunai saldo melalui jaringan ATM BCA.

Presdir OVO Karaniya Dharmasaputra memaparkan bahwa sinergi ini berangkat dari kesamaan visi kedua perusahaan untuk memperluas layanan keuangan modern, aman serta inklusif bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Pengguna OVO dapat menarik saldo dengan jumlah minimal penarikan sebesar 50 ribu Rupiah dan maksimal 10 juta Rupiah per hari. Fitur ini dapat digunakan setiap hari oleh pengguna OVO dan akan dikenakan biaya admin sebesar 5 ribu Rupiah untuk setiap penarikan.

Hadirnya fitur ini diperkuat dengan analisa dari Boston Consulting Group yang menyebutkan bahwa layanan pembayaran digital seperti OVO digunakan sebanyak 26 persen golongan masyarakat yang tidak memiliki rekening bank (unbanked) dan 14 persen golongan masyarakat yang memiliki rekening bank tetapi masih menghadapi keterbatasan akses (underbanked), sebagai alat pembayaran yang nyaman, aman dan mampu mendukung kegiatan sehari-hari mereka.

Tingkatkan integrasi dengan bank

Sebelumnya, awal Desember 2021 ini OVO juga baru meresmikan kerja samanya dengan BRI untuk meluncurkan kartu kredit co-brand OVO U Card. Perluasan ekosistem melalui kemitraan strategis memang tengah menjadi langkah penting yang digencarkan semua pelaku industri fintech. Terlebih perbankan juga mulai menempatkan posisinya sebagai enabler, untuk memberdayakan pemain seperti OVO dengan layanan yang lebih luas – melalui Bank as a Services atau embedded finance.

Model kerja sama ini menjadi simbiosis mutualisme. Dari sisi platform, benefit yang didapatkan jelas pada perluasan akses layanan finansial. Sementara bagi bank, memungkinkan mereka untuk meningkatkan transaksi dari segmen pengguna baru yang mungkin sebelumnya tidak terlayani. Di samping itu konsep data sharing di level backend juga akan meningkatkan kapabilitas analisis dan skoring yang dimiliki masing-masing platform, sehingga dapat memberikan pelayanan yang lebih personalized kepada nasabah dan calon nasabah.

Application Information Will Show Up Here

OVO and BRI Announces “OVO U Card” Co-Brand Credit Card

OVO becomes the latest company to announce credit card co-branding with banks. Bank BRI is selected as the partner to present the “OVO U Card”. This credit card targets the younger generation and digital natives to gain easy access to digital transactions.

Based on the research by Brilio.net in collaboration with JakPat Mobile Survey, around 59% the majority of Indonesian young people, especially the upper middle class, prefer cashless transactions, including credit cards. In fact, 63% of young people are fond of their needs of credit card, although some stated the uneasy access. In addition, BCG survey result shows that credit card penetration in Indonesia is relatively low at around 6%.

“The launching of OVO U Card emphasizes the closer synergy between fintech and the banking industry to drive economic growth, especially for millennials as the major population, including OVO users of which 63% are millennials. The services in the OVO application are becoming more complete with the seamless integration between OVO and BRI which allows users to fully manage OVO U Card transactions in the OVO application,” OVO’s President Director, Karaniya Dharmasaputra said in an official statement, Monday (6/12).

OVO U Card is designed as a product that is easy to access and manage, for installment schedules, available programs from BRI and the OVO and Grab ecosystems, and the transaction history. Cardholders can also enjoy additional rewards and benefits from the two ecosystems, more convenient access for various services and offers from popular merchants, and free annual fees.

Currently, the OVO U Card is only available for selected users with good transaction history on the OVO app. Due to convenience, the submission and verification process are done through the OVO app within a maximum of 1 working day. Users can easily convert transactions into 0% installments for up to 12 months. Also, the Mastercard network can be used for abroad transactions.

For the record, Grab was previously collaborated with Bank Danamon. The offers provided are more or less the same, for example, auto upgrade membership status to Grab Platinum and get GrabCar booking priority, convert transactions into installments of up to 36 months, and so on.

BRI also cooperates with Traveloka in providing Traveloka PayLater. Bank Mandiri, on the other hand, partners with Shopee and Traveloka. Also, BCA with Blibli and Tiket.com.

Credit card is getting more accessible

In the past, credit cards were considered premium items as they could only be owned by “privileged” customers. This is reasonable as banks are responsible for distributing loans sourced from public funds.

The situation results in stagnant growth from year to year. Based on Bank Indonesia’s data in May 2021, the value of credit card transactions was recorded at Rp. 19.7 trillion. This amount decreased slightly by 1.6% compared to the previous month of Rp20 trillion. Despite the decline, the total volume of transactions with credit cards increased, the number increased by 0.9% from 23.3 million transactions in April 2021 to 23.5 million transactions in May 2021.

Credit card transactions dropped significantly during the pandemic, due to restrictions on community activities. Its values ​​began to improve in late 2020 and March 2021, but have not returned to pre-pandemic levels. On the other hand, electronic money is increasingly being used by the public. The transaction value reached the highest figure of IDR 23.7 trillion in the past year in May 2021.

In response to this condition, a technology company that collaborated with banks to release credit card products was finally answered. Armed with data on customers who regularly pay and are diligent in transacting, they offer credit cards so that their users can “level up.”

Application Information Will Show Up Here
OVO dan BRI resmi meluncurkan OVO U Card, kartu kredit yang dirancang guna menjawab kebutuhan generasi milenial dan digital native

OVO dan BRI Umumkan Co-Brand Kartu Kredit “OVO U Card”

OVO menjadi perusahaan berikutnya yang mengumumkan co-branding kartu kredit dengan bank. Kali ini Bank BRI menjadi rekanan yang digandeng oleh  dalam menghadirkan “OVO U Card”. Kartu kredit ini menyasar generasi muda dan digital natives untuk memperoleh kemudahan akses bertransaksi secara digital.

Menurut hasil riset yang diungkap Brilio.net bersama dengan JakPat Mobile Survey, sebanyak 59% mayoritas generasi muda di Indonesia, khususnya kelas menengah ke atas, lebih menyukai transaksi nontunai, termasuk kartu kredit. Bahkan, sebanyak 63% generasi muda menyukai kebutuhan mereka akan kartu kredit, namun sebagian menyatakan bahwa mereka kesulitan dalam mendapatkan akses. Di tambah dari hasil survey BCG menyatakan, bahwa penetrasi kartu kredit di Indonesia tergolong masih rendah dengan kisaran 6%.

“Peluncuran OVO U Card mempertegas semakin eratnya sinergi antara industri perbankan dan fintech dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, khususnya bagi pengguna milenial yang menjadi mayoritas, termasuk pengguna OVO yang 63% adalah milenial. Layanan dalam aplikasi OVO menjadi semakin lengkap dengan adanya integrasi seamless antara OVO dan BRI yang memungkinkan pengguna untuk mengatur transaksi OVO U Card secara penuh di aplikasi OVO,” ujar Presiden Direktur OVO Karaniya Dharmasaputra dalam keterangan resmi, Senin (6/12).

OVO U Card dirancang sebagai produk yang mudah diakses dan dikelola, untuk mengatur jadwal cicilan, menelusuri program yang tersedia dari BRI maupun ekosistem OVO dan Grab, dan melihat sejarah transaksi. Pemilik kartu juga dapat menikmati tambahan rewards dan benefit dari dua ekosistem tersebut, akses transaksi lebih nyaman bagi beragam layanan dan penawaran dari berbagai merchant populer, dan bebas biaya tahunan seumur hidup.

Sejauh ini, kartu kredit OVO U Card baru dapat dinikmati oleh pengguna terpilih yang memiliki riwayat transaksi yang baik di aplikasi OVO. Untuk kemudahan proses pengajuan dan verifikasi, dilakukan melalui aplikasi OVO dalam waktu maksimal 1 hari kerja. Pengguna juga dapat dengan mudah mengubah transaksi menjadi cicilan 0% hingga 12 bulan. Tak hanya itu, dengan jaringan Mastercard, kartu kredit dapat digunakan untuk transaksi di luar negeri.

Sebagai catatan, sebelumnya Grab juga melakukan kerja sama serupa dengan Bank Danamon. Penawaran yang diberikan juga kurang lebih sama, misalnya auto upgrade status membership di aplikasi Grab menjadi Grab Platinum dan mendapat prioritas booking GrabCar, mengubah transaksi menjadi cicilan hingga 36 bulan, dan sebagainya.

BRI juga melakukan kerja sama sejenis dengan Traveloka dalam menyediakan Traveloka PayLater. Bank lainnya, Bank Mandiri juga bersama dengan Shopee dan Traveloka. Kemudian, BCA dengan Blibli dan Tiket.com.

Semakin mudah punya kartu kredit

Memang dulu kartu kredit adalah barang premium karena hanya bisa dimiliki oleh nasabah “priviledge”. Ini wajar karena bank memang harus bertanggung jawab dalam menyalurkan pinjaman yang bersumber dari dana masyarakat.

Kondisi tersebut akhirnya membuat pertumbuhan mandeg dari tahun ke tahun. Data dari Bank Indonesia mengungkapkan, pada Mei 2021, nilai transaksi kartu kredit tercatat sebesar Rp19,7 triliun. Jumlah itu turun tipis 1,6% dibandingkan bulan sebelumnya sebesar Rp20 triliun. Meski menurun, total volume transaksi dengan kartu kredit meningkat, jumlahnya naik 0,9% dari 23,3 juta transaksi pada April 2021 menjadi 23,5 juta transaksi pada Mei 2021.

Transaksi kartu kredit turun signifikan selama pandemi, lantaran adanya pembatasan kegiatan masyarakat. Nilainya mulai membaik pada akhir 2020 dan Maret 2021, tetapi belum kembali ke level sebelum pandemi. Sebaliknya, uang elektronik semakin banyak digunakan masyarakat. Nilai transaksi mencapai angka tertinggi Rp23,7 triliun dalam satu tahun terakhir pada Mei 2021.

Menanggapi kondisi tersebut akhirnya dijawab oleh perusahaan teknologi yang bekerja sama dengan perbankan untuk merilis produk kartu kredit. Berbekal dengan data nasabah yang teratur membayar dan rajin bertransaksi, menawarkan kartu kredit agar para penggunanya bisa “naik kelas.”

Application Information Will Show Up Here
Marketplace Investasi Bareksa

Bareksa Rencanakan Garap Kelas Investasi Saham dan Obligasi Korporasi

Bareksa mengumumkan sedang mempersiapkan kelas aset saham dan obligasi perusahaan sebagai upaya mewujudkan posisi perusahaan sebagai marketplace investasi. Sejak beroperasi di 2016, bisa dikatakan mereka tidak segencar pemain sejenisnya, sebut saja Pluang yang semakin kaya dalam menawarkan berbagai kelas aset investasi kepada para penggunanya.

Co-founder dan CEO Bareksa Karaniya Dharmasaputra menuturkan, penambahan kelas aset lainnya diharapkan dapat meningkatkan antusiasme investor ritel dan semakin aware dengan berbagai produk investasi. Ia menilai saat ini, momentum investor pemula dan mahir sedang sama-sama tumbuh, sehingga kesempatan ini perlu dimanfaatkan secara maksimal oleh para platform investasi.

“Nantinya kami akan tumbuh produk investasi di Bareksa untuk masuk ke bursa saham dan corporate bonds,” ucapnya dalam konferensi pers virtual, Kamis (2/12).

Sebenarnya, rencana Bareksa untuk masuk ke obligasi korporasi sudah diumumkan sejak 2019 bersama FIFGroup. Namun, ditunda karena ada isu di bagian regulasi. Hingga kini, Bareksa menyediakan produk invetasi reksa dana, Surat Berharga (SBN) Ritel, dan emas. Terhitung telah memiliki 2,6 juta investor ritel dengan pertumbuhan 115% secara year on year.

Dalam kesempatan tersebut, perusahaan juga mengumumkan penambahan kemitraan dengan Pegadaian untuk BareksaEmas. Kerja sama serupa juga sebelumnya telah dilaksanakan perusahaan dengan IndoGold dan masih berlangsung hingga saat ini.

Menurut Karaniya, kehadiran Pegadaian tentunya menambah pilihan pengguna untuk berinvestasi emas dan memperoleh benefit yang ditawarkan Pegadaian. Pengguna dapat memperoleh produk tabungan emas Pegadaian yang merupakan layanan beli dan titip emas yang memudahkan investasi emas fisik secara mudah dan aman.

“Pegadaian sangat antusias membangun kerja sama dengan Bareksa yang merupakan platform finansial dan investasi pertama yang menggunakan Tabungan Emas Pegadaian. Kini seluruh masyarakat bisa menabung emas dengan mudah dan cepat melalui aplikasi Bareksa,”kata Direktur Teknologi Informasi dan Digital Pegadaian Teguh Wahyono yang turut hadir dalam kesempatan tersebut.

Pengguna dapat memiliki produk tersebut melalui aplikasi Bareksa tanpa perlu datang ke kantor cabang Pegadaian karena proses pendaftaran dilakukan sepenuhnya secara online. Tabungan emas ini memiliki beberapa manfaat sebagai nilai tambahnya, seperti dapat dijadikan pembiayaan syariah untuk memperoleh kuota haji, bisa menggadaikan tabungannya untuk memperoleh pembiayaan.

“Ke depan, fitur ini juga akan kami integrasikan dengan BareksaUmroh yang menyediakan fitur investasi reksa dana pasar uang syariah untuk tabungan perjalanan umrah dan haji di platform Bareksa,” tambah Karaniya.

Bareksa Emas Pegadaian
Peluncuran kemitraan Bareksa dan Pegadaian / Bareksa

BareksaEmas menawarkan berbagai fitur unggulan. Di antaranya, proses registrasi dan validasi KYC (Know Your Customer) sepenuhnya dilakukan secara online. Selain itu, Tabungan Emas Pegadaian di Bareksa menawarkan nominal transaksi mulai dari Rp50.000, baik untuk pembelian atau penjualan (buyback). Investor juga dapat membeli (top up) atau pun menjual emas di BareksaEmas hingga 100 gram per hari.

Pembayaran di BareksaEmas bisa dilakukan melalui transfer bank, internet banking, ATM, virtual account, hingga uang elektronik. Salah satu moda pembayaran yang sangat simpel dan seamless adalah OVO karena bisa terverifikasi otomatis secara real time dan tanpa ada biaya administrasi.

Bagi nasabah baru yang hendak membuka Tabungan Emas di aplikasi Bareksa caranya sangat mudah. Cukup buka aplikasi Bareksa, pilih mitra pengelola emas “PT Pegadaian”, lalu tentukan jumlah emas yang akan dibeli dalam bentuk satuan gram atau rupiah.

Pengguna aplikasi wajib melengkapi data secara benar. Pada tahap akhir nasabah diminta untuk melakukan proses pembayaran. Jika proses pembayaran sukses, maka secara otomatis emas yang dibeli akan tercatat di fitur Tabungan Emas pada akun pengguna Bareksa.

Karaniya melanjutkan, kehadiran BareksaEmas ini nantinya akan diintegrasikan dengan platform Grab, mengingat perusahaan ride hailing tersebut sudah menjadi salah satu pemegang saham di Bareksa dalam putaran Seri C yang diumumkan beberapa waktu lalu.

Gerbang awal memperkenalkan dunia investasi

Emas logam mulia terus menjadi pilihan investasi masyarakat luas karena bisa menjadi safe haven di saat market crash, serta dinilai berkesesuaian dengan syariah. Selama pandemi, gejolak pada aset berbasis saham mendorong naiknya permintaan atas aset safe haven seperti emas. Saat ini harga emas berada di level baru yakni rata-rata Rp820 ribu per gram, melonjak 41% dari rata-rata harga 2018 yakni Rp570 ribu per gram, sehingga emas dapat menjadi pilihan investasi jangka panjang bagi investor.

Alternatif investasi ini bisa dianggap sebagai pintu gerbang untuk memperkenalkan dunia investasi kepada lebih banyak investor baru, terlebih instrumen ini sudah begitu familiar di telinga orang Indonesia.

Hasil survei Jakpat pada awal tahun ini menunjukkan sebanyak 46% responden di Indonesia memiliki investasi emas. Angka tersebut menjadi tertinggi dibandingkan instrumen lainnya, seperti reksa dana (32%) dan deposito bank (30%). Berikutnya, saham (22%), properti (18%), valuta asing (10%), dan hanya 5%-7% yang memilih obligasi dan sukuk. Sementara itu, masih ada 29% yang tidak berinvestasi.

Application Information Will Show Up Here

Grab Berinvestasi ke Putaran Seri C Bareksa

Hari ini (25/11), platform investasi Bareksa, Grab, dan OVO mengumumkan komitmennya untuk melakukan kolaborasi lebih dalam. Dalam kesempatan ini turut diumumkan, Grab telah masuk ke putaran pendanaan seri C Bareksa. Kendati demikian, tidak disebutkan lebih detail mengenai nominal dan investor lain yang terlibat. Adapun putaran ini dikatakan telah ditutup sejak Oktober 2021 lalu.

Disampaikan juga, bahwa putaran investasi ini menjadi kelanjutan dari pendanaan seri B sebelumnya yang diraih Bareksa 2 tahun lalu. Kala itu OVO juga turut menjadi salah satu investor, dengan dukungan sejumlah angel investor.

Country Managing Director Grab Indonesia Neneng Goenadi mengatakan, “Investasi kami di Bareksa memperkuat bisnis jasa keuangan di Indonesia dan mempertegas komitmen Grab Indonesia dalam mendorong perkembangan ekosistem startup. Dengan sinergi ini, kami juga berencana menawarkan peluang kepada mitra dan pengguna kami untuk berpartisipasi di pasar modal melalui platform Bareksa.”

Melalui sinergi ini, Bareksa akan mendapatkan akses ke pengguna dan mitra Grab, menawarkan mereka peluang investasi dengan pembayaran yang ditangani oleh OVO, sehingga diharapkan dapat membantu meningkatkan inklusi dan literasi keuangan di Indonesia.

“Pendanaan Grab ke Bareksa ini akan semakin mengukuhkan keberadaan Bareksa sebagai marketplace reksa dana online terintegrasi pertama di Indonesia yang berhasil menjadi platform e-investasi pilihan masyarakat melalui penawaran produk dan layanan investasi yang berkualitas, aman dan beragam,” sambut Co-Founder & CEO Bareksa Karaniya Dharmasaputra.

“Sinergi OVO-Bareksa telah membuktikan bahwa kolaborasi dan inovasi antara platform pembayaran digital dan wealthtech memiliki dampak positif yang riil dalam perluasan layanan pasar modal. Fitur OVO | Invest yang pertama kali diluncurkan di awal tahun 2021 dengan didukung Bareksa, kini telah berkembang dalam menawarkan produk reksa dana baik yang berbasis konvensional maupun syariah, telah berhasil menggaet ratusan ribu nasabah baru,” lanjut CEO OVO Jaygan Fu Ponnudurai.

Inisiatif Grab, Bareksa, OVO, dan BenihBaik

Dalam kesempatan yang sama, diumumkan juga inisiatif #ThREEforGood yang dijalankan bersama platform crowdfunding BenihBaik. Melalui program ini Grab, OVO, dan Bareksa akan mendonasikan 0,5% dari nilai transaksi dari setiap pembelian produk investasinya untuk disalurkan ke anak yatim piatu akibat Covid-19.

Di kesempatan tersebut Neneng juga mengonfirmasi adanya investasi dari Grab untuk BenihBaik. Dinakhodai oleh Andy F. Noya, BenihBaik menjadi platform penggalangan dana yang fokus untuk misi sosial. Dikabarkan BenihBaik juga telah mendapatkan pendanaan tahap awal dari Alpha JWC Ventures.

Jika ditelisik lebih dalam, keempat perusahaan saat ini memang memiliki ikatan strategis melalui investasi Grab. Bahkan untuk Bareksa-OVO lebih dalam lagi, mengingat saat ini Karaniya juga menjabat sebagai President OVO.

Application Information Will Show Up Here
Sebagai platform e-money, OVO bernaung di lisensi dan perizinan Bank Indonesia / OVO

Siapa Pemilik Layanan Pembiayaan Ovo Finance?

OJK kemarin mengumumkan pencabutan izin usaha Perusahaan Pembiayaan “PT OVO Finance Indonesia (OFI)” karena adanya pembubaran perusahaan melalui keputusan RUPS. Adanya brand OVO di dalam nama entitas bisnis tersebut membuat publik heboh dan langsung menghubungkannya dengan platform pembayaran digital OVO (PT Visionet Internasional).

Kedua perusahaan memang memiliki bisnis berbeda. Izinnya pun berbeda. OVO yang menyediakan layanan pembayaran terdaftar sebagai pemegang lisensi e-money dari Bank Indonesia.

Dalam klarifikasinya, Presiden Direktur OVO Karaniya Dharmasaputra mengatakan, “Kami menegaskan bahwa OFI tidak memiliki kaitan apa pun dan bukan bagian dari kelompok perusahaan uang elektronik OVO. OFI bukanlah anak perusahaan maupun subsidiary dari kelompok perusahaan uang elektronik OVO. Sehingga pencabutan izin oleh OJK tersebut, sama sekali tidak ada pengaruhnya terhadap semua lini bisnis dalam kegiatan usaha uang elektronik OVO.”

Struktur perusahaan

PT OFI, menurut data publik per tahun 2020, dimiliki oleh perusahaan pembiayaan Jepang Tokyo Century Corp (60%) dan Lippo Group melalui PT Ciptadana Capital (40%). OFI mendapatkan lisensi pembiayaan dari OJK pada tahun 2019.

Di sisi lain, saham PT Visionet Internasional (OVO) sepenuhnya dimiliki oleh PT Bumi Cakrawala Perkasa (OVO Group). OVO Group dimiliki beberapa perusahaan, termasuk Lippo Group dan Tokyo Century Corp, meski secara mayoritas kini dikuasai oleh Grab.

Secara layanan, memang tidak ada integrasi antara OVO dengan OVO Finance – seperti yang disampaikan melalui keterangan resmi. Meskipun demikian, keduanya memiliki afiliasi yang sama dengan Lippo Group dan Tokyo Century Corp Jepang.

Untuk perusahaan pembiayaan, OVO Group sudah memiliki Taralite (PT Indonusa Bara Sejahtera) — sebuah startup fintech yang fokus di sektor pinjaman produktif (dan paylater) yang diakuisisi di tahun 2018.

Gambaran struktur OVO Group dan Ovo Finance / DailySocial.id

“OJK mencabut izin usaha PT OVO Finance Indonesia yang merupakan perusahaan pembiayaan. Perusahaan tersebut merupakan entitas yang berbeda dengan platform OVO (PT Visionet Internasional) yang merupakan penyelenggara uang elektronik di bawah pengawasan Bank Indonesia. Pencabutan izin usaha OFI dilakukan karena perusahaan mengembalikan izin usaha atas dasar keputusan pemilik perusahaan karena pertimbangan faktor eksternal dan internal,” jelas Juru Bicara OJK Sekar Djarot.

Application Information Will Show Up Here
Saham grup OVO kini dikuasai oleh Grab Holdings / OVO

Grab Akuisisi Saham OVO dari Tokopedia dan Lippo, Kini Kuasai Sekitar 90% Kepemilikan

Bertujuan untuk memperkuat posisi dan bersaing dengan kompetitornya di layanan finansial, Grab Holdings Inc. meningkatkan kepemilikannya atas OVO menjadi sekitar 90% dengan mengakuisisi saham dari Tokopedia dan Lippo Group.

“Kami menyambut baik komitmen yang lebih besar dari Grab di OVO. Kami sedang bekerja dan melakukan konsultasi dengan regulator untuk menyelesaikan proses restrukturisasi kepemilikan, dan yakin ini akan memungkinkan kami untuk melayani kebutuhan layanan keuangan masyarakat Indonesia dengan lebih baik,” ujar perwakilan OVO.

Sebelum proses akuisisi ini, PT Visionet Internasional [OVO] merupakan bagian dari PT Bumi Cakrawala Perkasa (BCP – OVO Group). Adapun menurut laporan MomentumWorks, BCP per Mei 2019 sahamnya dimiliki Grab (GP Network Asia) dengan persentase 41%; Tokopedia (PT Digital Investindo Jaya) 38%; Lippo Group (PT Inti Anugrah Pratama) 10%; dan Tokyo Century Corporation 8%.

Sejauh ini OVO memang telah menjadi opsi pembayaran utama di Grab. Akuisisi ini tentu berpotensi memperdalam sinergi. Sebagai informasi, dalam OVO Group juga terdapat beberapa layanan finansial lain, baik dari proses akuisisi [Bareksa dan Taralite] dan kerja sama strategis seperti layanan insurtech yang didirikan bersama ZA Tech [anak perusahaan ZhongAn Online P&C Insurance].

Kompetisi aplikasi pembayaran

Di Indonesia, kompetisi layanan e-money cukup ketat. Gopay saat ini berpotensi untuk menjadi sistem pembayaran utama di holding GoTo — sebelumnya OVO menjadi opsi pembayaran utama di Tokopedia. Integrasi Gopay ke Tokopedia semakin mendalam, belum lama ini mereka mengusung layanan Gopaylater ke raksasa online marketplace tersebut.

Sementara Shopeepay dan SPayLater hadir sebagai pemain baru; dengan ekosistem pengguna Shopee yang besar, layanan ini tergolong sangat cepat melakukan penetrasi. Beberapa survei menempatkan sebagai top e-money saat ini di Indonesia. Salah satunya dari hasil studi Ipsos Indonesia pada akhir 2020; dengan menitikberatkan pada tingkat kepuasan responden, ShopeePay mendapatkan peringkat pertama dengan skor 82%. Angka itu jauh melebihi pemain lain seperti Ovo (77%), Gopay (71%), Dana (69%), dan LinkAja (67%).

Belum lagi saat berbicara pemain lain, seperti DANA yang kini fokus menjadi super e-wallet untuk berbagai kebutuhan finansial seperti transfer bank, pengelolaan rekening bank dll; LinkAja yang semakin mendalam penetrasinya ke pasar O2O; hingga pemain-pemain lain yang memiliki skala yang lebih kecil dengan fokus spesifik, misalnya AstraPay di ekosistem Astra Group dan MotionPay di MNC Group.

Mengakomodasi UMKM

Presiden Direktur OVO Karaniya Dharmasaputra mengungkapkan, saat ini lebih dari 1 juta pelaku UMKM telah menjadi merchant OVO dan menerima pembayaran digital melalui QRIS.

“Selain berkomitmen untuk merangkul lebih banyak pelaku usaha, masuk ke ekosistem digital nasional, OVO terus berupaya menghadirkan kesempatan bagi pelaku UMKM untuk mengembangkan bisnis mereka, melalui pendalaman literasi keuangan digital yang secara khusus menyasar para wirausahawan
Indonesia.”

Survei CORE Indonesia menunjukkan, saat pandemi 10% populasi merchant OVO berhasil mempertahankan pendapatan bulanan dan 5% pelaku UMKM mengalami peningkatan pendapatan bulanan. Saat ini OVO telah hadir di lebih dari 430 kota dan kabupaten.

Dalam survei tersebut juga terungkap, setelah bergabung dengan OVO, 71% pelaku UMKM melakukan pencatatan transaksi penjualan lebih teratur dan menerima transaksi pembayaran digital, 68% memiliki akses lebih luas terhadap layanan keuangan, dan 51% mengaku lebih memahami penggunaan teknologi untuk mempertahankan usaha.

Strategi serupa, dengan merekrut UMKM untuk menjadi tenant di ekosistem, juga menjadi standar layanan pembayaran lainnya saat ini. Seperti yang dilakukan LinkAja dengan menggandeng penjual di berbagai pasar tradisional. Namun sebenarnya dengan adanya QRIS, pemilik UMKM bisa menyuguhkan sistem pembayaran yang lebih umum. Pasalnya satu kode QR yang dipampang, bisa digunakan untuk menerima pembayaran dari berbagai jenis aplikasi e-money.

Pertajam integrasi layanan

Untuk memperluas jangkauan penggunaan, OVO juga terus memperluas kemitraan dengan mitra strategis. Dari daftar yang disampaikan, saat ini OVO diklaim sudah terintegrasi ke berbagai sistem seperti ditampilkan pada gambar di bawah ini.

Integrasi layanan OVO di merchant online dan offline / OVO
Integrasi layanan OVO di merchant online dan offline / OVO

Namun saat kami periksa, di Google Play, App Store, dan Netflix sampai saat ini (04/10) belum ada opsi pembayaran dengan OVO. Kemungkinan sedang tahap penjajakan atau proses integrasi layanan, dan akan hadir beberapa waktu mendatang. Jika proses tersebut selesai, OVO akan menemani fintech pembayaran lokal lain seperti Gopay, Shopeepay, DANA, dan DOKU yang sudah terlebih dulu menjadi opsi untuk pembayaran di lokapasar aplikasi.

“Sejak awal kehadirannya sendiri, OVO telah menerapkan strategi ekosistem terbuka, di mana kami memberikan keleluasaan bagi OVO untuk bisa bekerja sama atau berkolaborasi dengan lini industri mana pun yang berkaitan dengan layanan kami,” kata Head of Corporate Communications OVO Harumi Supit kepada DailySocial.id.

Application Information Will Show Up Here

Jaygan Fu Ponnudurai Is Officially OVO’s New CEO, Replacing Jason Thompson

OVO appointed Jaygan Fu Ponnudurai as the new CEO replacing Jason Thompson as of September 2021. Jaygan was previously OVO’s COO since June 2018, also held various positions at Grab Malaysia and Grab Indonesia.

Regarding this succession, Jaygan has confirmed his new position to the DailySocial.id team.

Both Jaygan and Thompson were former Grab executives before leading OVO. Thompson previously served as GrabPay’s Managing Director before becoming OVO’s number one person. Before Thompson, OVO was led by Adrian Suherman in its early establishment as part of the Lippo group.

After Thompson served as the CEO, Adrian moved as OVO’s President Director, until Karaniya Dharmasaputra arrived to occupy the seat until now. Adrian is currently the President Director of Matahari Putra Prima (MPPA).

In separate occation, at yesterday’s (28/9) press conference, OVO has now entered its 4th year and has transformed from being just an e-money platform to digital financial services. “One of the innovations in the investment area is with Bareksa, a deep integration between e-money and e-investment. This is what I think is the first in Indonesia,” Karaniya said.

In fact, entering its second year, OVO has become the country’s 5th unicorn. It also means the youngest company compared to its peers.

In the midst of fierce competition for digital payment services, he continued, according to research by Kadence International Indonesia, OVO is the most often used digital payment. It is said that OVO has 71% active users and a brand awareness level of up to 96%. It was also revealed that OVO’s user profiles came from the age group of 25-45 years with a composition of 51% male and 49% female.

Some of the reasons for consumers choosing OVO are include accesible with many applications or online merchants, available for bank account transfer, offering many promos and cashbacks, the lowest top-up fees, and used by many online stores and merchants.

The research also revealed that 8 out of 10 OVO users ordered food online and 7 out of 10 users used OVO for offline payment transactions at restaurants.

OVO is now available in more than 430 cities and regencies, with more than 1.2 million merchants from various industries, including MSMEs that have implemented QRIS.

Digital payment app competition

Based on Bank Indonesia’s data, the number of electronic money transactions in 2020 has reached Rp161 trillion with 4.6 billion transaction volumes. The trend continues to increase from year to year, as of August 2021 alone, it has recorded a transaction value of IDR 161 trillion with 3.3 billion transactions.

OVO has a fairly strong position in the market, especially as the main payment service on Tokopedia and Grab. According to the BOKU 2021 report, based on the market share of the total existing players, the ranking is as follow: OVO (38.2%), ShopeePay (15.6%), LinkAja (13.9%), Gopay (13.2 %), and FUND (12,2%).

However, OVO clearly not to be careless, the business dynamics that recently occured have the potential to ‘threaten its position’. With the Gojek-Tokopedia business merger, in particular they also co-founded GoTo Financial which will accommodate all fintech on both platforms. Gojek alone has Gopay and Gopaylater which is OVO’s direct competitor. Recently, its services have started to be integrated into Tokopedia.

It is likewise for Grab, the ride-hailing giant’s intimacy with EMTEK has been getting closer lately. Meanwhile, the technology conglomerate also operates DANA in its line of business. To date, there has been no indication of OVO’s shifting position in Grab; the news spread about merger plan between OVO and DANA.

With another player comes another strategy. ShopeePay is still focused on accommodating its very massive customers, while starting to dive into the O2O realm. Meanwhile LinkAja continues to strengthen its presence as an offline merchants payment– by continuously increasing integration into consumer platforms, including Gojek.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Jaygan Fu Ponnudurai CEO OVO

Jaygan Fu Ponnudurai Kini Jadi CEO OVO, Gantikan Jason Thompson

OVO mengangkat Jaygan Fu Ponnudurai sebagai CEO baru menggantikan Jason Thompson per September 2021 ini. Jaygan sebelumnya adalah COO OVO sejak Juni 2018, setelah menempati berbagai posisi di Grab Malaysia dan Grab Indonesia.

Terkait suksesi ini, Jaygan Fu telah mengonfirmasi posisi barunya tersebut kepada tim DailySocial.id. Jaygan sebelumnya adalah COO perusahaan.

Pihak Ovo mengatakan, Jaygan Fu menggantikan Jason Thompson yang sudah menyelesaikan masa jabatannya dan telah pindah ke Singapura. Pengalamannya bersama OVO sejak 2018 diyakini akan memberikan nilai lebih bagi pertumbuhan dan peran OVO dalam mengakselerasi transformasi pembayaran dan layanan keuangan digital, menuju literasi dan inklusi keuangan yang merata di seluruh Indonesia.

Baik Jaygan Fu maupun Thompson adalah mantan petinggi Grab sebelum memimpin OVO. Thompson sebelumnya juga menjabat sebagai Managing Director GrabPay sebelum menjadi orang nomor satu di OVO. Sebelum Thompson bergabung di OVO, pada awal berdirinya OVO dipimpin oleh Adrian Suherman yang merupakan bagian dari grup Lippo.

Setelah Thomson mengisi posisi CEO, Adrian berpindah posisi menjadi Presiden Direktur OVO, hingga akhirnya posisi tersebut diisi oleh Karaniya Dharmasaputra sampai saat ini. Kini Adrian menjadi Presiden Direktur Matahari Putra Prima (MPPA).

Secara terpisah, dalam konferensi pers yang digelar kemarin (28/9), OVO kini telah memasuki usianya yang ke-4 dan telah bertransformasi dari awalnya hanya sekadar platform e-money, kini mulai masuk ke layanan keuangan digital. “Salah satu inovasinya di area investasi bersama Bareksa, ada deep integration antara e-money dengan e-investment. Ini yang saya rasa pertama di Indonesia,” ujar Karaniya.

Bahkan, pada tahun ke-2 OVO, telah menyabet posisi sebagai unicorn ke-5 di Indonesia. Alias perusahaan termuda dibandingkan peers-nya.

Di tengah persaingan layanan pembayaran digital yang begitu ketat, sambung dia, menurut riset yang diungkapkan Kadence International Indonesia menyebutkan bahwa OVO merupakan pembayaran digital nomor satu yang paling sering digunakan. Disebutkan OVO memiliki 71% pengguna aktif dan tingkat brand awareness hingga 96%. Diungkapkan juga, profil pengguna OVO datang dari kalangan usia 25-45 tahun dengan komposisi 51% laki-laki dan 49% perempuan.

Beberapa alasan konsumen memilih OVO antara lain bisa digunakan di banyak aplikasi atau merchant online, dapat melakukan transfer saldo ke rekening bank, memiliki banyak promo dan cashback, biaya top-up paling rendah, dan dipergunakan banyak toko dan merchant online.

Dalam riset tersebut juga mengungkapkan sebanyak 8 dari 10 pengguna OVO memesan makanan secara online dan 7 dari 10 pengguna menggunakan OVO untuk transaksi pembayaran di restoran secara offline.

OVO kini telah hadir di lebih dari 430 kota dan kabupaten, dengan lebih dari 1,2 juta merchant dari berbagai industri, termasuk UMKM yang telah mengimplementasikan QRIS.

Kompetisi aplikasi pembayaran digital

Menurut data Bank Indonesia, pada tahun 2020 jumlah transaksi uang elektronik telah mencapai Rp161 triliun dengan 4,6 miliar volume transaksi. Trennya terus meningkat dari tahun ke tahun, per Agustus 2021 ini saja sudah membukukan nilai transaksi Rp161 triliun dengan 3,3 miliar transaksi.

OVO sendiri memiliki posisi yang cukup kuat di pasar, terlebih saat ini digunakan sebagai layanan pembayaran utama di Tokopedia dan Grab. Menurut laporan BOKU 2021, didasarkan pada market share dari total pemain yang ada, didapati beberapa peringkat sebagai berikut: OVO (38,2%), ShopeePay (15,6%), LinkAja (13,9%), Gopay (13,2%), dan DANA (12,2%).

Kendati demikian OVO jelas tidak bisa berleha-leha, dinamika bisnis yang terjadi akhir-akhir ini berpotensi ‘mengancam posisinya’. Sebut saja penggabungan usaha Gojek-Tokopedia, secara khusus mereka turut mendirikan GoTo Financial yang akan mengakomodasi seluruh fintech di kedua platform. Gojek sendiri punya Gopay dan Gopaylater yang bersaing langsung dengan OVO. Akhir-akhir ini layanannya juga mulai diintegrasikan ke Tokopedia.

Pun demikian untuk posisi di Grab, kemesraan raksasa ride-hailing tersebut dengan EMTEK makin rekat akhir-akhir ini. Sementara konglomerasi teknologi tersebut juga mengoperasikan DANA di lini bisnisnya. Sejauh ini belum ada gelagat yang akan menggeser posisi OVO di Grab; yang ada justru rencana merger antara OVO dan DANA.

Pemain lain juga memiliki strateginya sendiri-sendiri. ShopeePay masih fokus mengakomodasi para pelanggannya yang sangat masif, sembari mulai terjun ke ranah O2O. Sementara LinkAja juga terus memperkuat keberadaannya sebagai pembayaran di merchant offline — dengan terus meningkatkan integrasi ke platform konsumer seperti Gojek.

Application Information Will Show Up Here