Startup marketplace logistik Kargo Technologies mendapatkan pendanaan dalam bentuk obligasi konversi (convertible notes) dalam nominal dirahasiakan dari Teleport, anak usaha logistik dari AirAsia Group (kini bernama Capital A). Pendanaan akan dimanfaatkan Kargo untuk memperkuat penyediaan solusi logistik terintegrasi.
Kemitraan kedua perusahaan ini akan menggabungkan kemampuan jarak menengah Kargo dengan keahlian jarak jauh Teleport. Serta, bakal membuka peluang untuk menggabungkan konektivitas udara dengan kemampuan truk Kargo di darat, yang memanfaatkan teknologi dan jaringan yang kuat.
Kargo pun mengklaim bahwa mereka dapat mengirimkan barang semua ukuran ke lebih banyak lokasi di Indonesia dan Asia Tenggara dalam waktu kurang dari 24 jam. “Dengan kemitraan ini, kami akan memanfaatkan basis pelanggan Teleport dan menangani mereka berdasarkan keahlian kami,” terang Wakil President Operasional Kargo Marselinus Erick dalam keterangan resmi.
Lebih lanjut diterangkan, melalui kemitraan ini bahwa Kargo dapat memenuhi layanan mid-mile di darat. Sedangkan Teleport akan mengurus kebutuhan kargo udara dan last-mile. “Ini akan meningkatkan penawaran kami dan meningkatkan efisiensi pemenuhan kepada pelanggan kami,” lanjutnya.
CEO Teleport Pete Chareonwongsak mengatakan, kerja sama ini dilakukan untuk memberikan solusi dalam memfasilitasi ekosistem logistik yang terintegrasi. Ia meyakini kedua perusahaan dapat memberikan hasil positif bagi perkembangan kota-kota berkembang di Indonesia khususnya dan Asia Tenggara pada umumnya.
“Kami memahami bahwa kota dengan pertumbuhan tercepat di masa depan adalah kota kelas menengah. Kita perlu melampaui jaringan untuk menghubungkan kota-kota berkembang ini. Kemitraan dengan Kargo membuat kami siap untuk melintasi Asia Tenggara,” ucapnya.
Co-founder dan CEO Kargo Tiger Fang menambahkan, bahwa kemitraan strategis dengan Teleport akan membantu Kargo menjadi perusahaan multi-modal dan memperluas rantai nilai secara horizonal. “Kami berharap kemitraan ini dapat saling menguntungkan kedua belah pihak dengan menumbuhkan kehadiran satu sama lain di Asia Tenggara pada tahun 2022 seiring dengan upaya kami untuk memecahkan masalah logistik yang selalu hijau di kawasan ini,” kata Fang.
Di Indonesia, sektor logistik menjadi salah satu sektor yang memiliki pangsa pasar cukup besar karena mendukung sebagian besar keberlangsungan aktivitas masyarakat sehari-hari. Dibuktikan dari riset yang dilakukan oleh Mordor Intelligence menyatakan bahwa pangsa pasar kargo dan juga logistik di Indonesia bernilai $81,30 miliar pada tahun 2020, dan diperkirakan akan mencapai $138,04 miliar pada 2026.
Meski sempat dihantam situasi pandemi beberapa waktu terakhir, nyatanya sektor logistik mampu bangkit dan tetap menunjukkan eksistensinya. Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) mencatat arus pengiriman barang mengalami pertumbuhan hingga 40% selama pandemi Covid-19. Kenaikan ini banyak disumbangkan oleh industri farmasi, alat kesehatan dan barang-barang konsumsi (consumer goods).
KargoNexus
Saat ini, Kargo memiliki lebih dari 75 ribu armada. Beberapa bulan lalu, Kargo meluncurkan KargoNexus, solusi SaaS untuk perusahaan dalam menerapkan pemantauan dan pelacakan secara tepat untuk evaluasi kinerja dan analisis operasi logistik mereka.
Solusi KargoNexus berupa Sistem Manajemen Transportasi (Transport Management System/TMS), yang difungsikan untuk memudahkan proses merencanakan pergerakan barang, memilih rute, operator, serta penagihan dan pembayaran. Dengan fungsinya tersebut, maka kebutuhan akan logistik yang cepat, otomatis, dan efisien bisa terpenuhi dengan pasti.
KargoNexus memiliki model bisnis dan strategi monetisasi hybrid subscription dan cross-selling. Sebagai salah satu platform dalam ekosistem Kargo Technologies, KargoNexus dinilai menjadi ideal bagi bisnis untuk mendapatkan nilai lebih, baik itu dari pemenuhan kebutuhan trucking marketplace, maupun seluruh fitur logistik dan transportasi pintar di KargoNexus.
Hingga saat ini Kargo Tech sudah melayani lebih dari 13 ribu shipper di seluruh Indonesia. Secara umum layanan mereka dibuat untuk mempertemukan shipper dan vendor secara mudah dan cepat. Pada tahun lalu, komposisi utama klien dari Kargo Tech ada di bidang industri FMCG, CPG, Manufaktur, Agri dan Aquatech, Alat Berat, dan Bahan Baku.
“Di tahun 2022 mendatang, Kargo Tech akan terus fokus untuk mengembangkan basis pengguna di industri utama yang telah berhasil di capai di 2021, dan juga memiliki target untuk menyasar market segment B2B di industri vertikal utama lainnya, seperti Pharmaceutical, Automotive, dan juga General Goods,” kata Head of Product & Enterprise Solutions Kargo Brian Aditya Tedjasaputra.
Target lainnya yang ingin dicapai oleh Kargo pada 2022 adalah ekspansi intensif ke pulau Sumatera, Bali, dan Sulawesi, dan juga mengejar pertumbuhan transaksi dan pengguna aktif di dalam platformnya sebesar double digit per kuartalnya.
Berdasarkan data Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) tahun 2021, arus pengiriman barang mengalami pertumbuhan hingga 40% selama pandemi. Pada periode tersebut industri farmasi, alat kesehatan, dan barang-barang konsumsi (consumer goods) tercatat memiliki kontribusi pengiriman terbesar.
Meski demikian, digitalisasi juga membawa kompleksitas pada pengelolaan data logistik dan pengiriman barang secara cepat dalam skala besar selama pandemi. Namun masih banyak di antara mereka yang melancarkan kegiatan logistik secara manual.
Melihat situasi tersebut, KargoNexus yang merupakan salah satu produk dari Kargo Tech yang sebelumnya dikenal dengan nama Kargo Technologies, hadir sebagai solusi pengelolaan logistik. Platform tersebut ingin memberikan kemudahan bagi perusahaan dalam melakukan digitalisasi sistem logistik dan rantai pasok di perusahaan.
“Salah satu tantangan yang masih dihadapi saat ini adalah pola pikir pelaku usaha yang kerap kali masih cukup tertutup terhadap perubahan cara kerja operasional rantai pasok secara digital. KargoNexus memiliki semangat untuk terus dekat dengan seluruh penggunanya dari lapisan pengirim, vendor, maupun driver, dengan program-program yang memiliki pendekatan lokal,” kata Head of Product & Enterprise Solutions Kargo Tech Brian Aditya Tedjasaputra kepada DailySocial.id.
KargoNexus memiliki model bisnis dan strategi monetisasi hybrid subscription dan cross-selling. Sebagai salah satu platform dalam ekosistem Kargo Technologies, KargoNexus dinilai menjadi ideal bagi bisnis untuk mendapatkan nilai lebih, baik itu dari pemenuhan kebutuhan truckingmarketplace, maupun seluruh fitur logistik dan transportasi pintar di dalam software KargoNexus.
Ringkasnya, KargoNexus ingin membantu perusahaan dalam pengelolaan manajemen logistik secara holistik dan rantai pasok perusahaan terintegrasi tanpa batas, melakukan monitoring shipment dan kemampuan untuk melihat performa data mitra logistik secara terpusat.
“Melalui solusi ini, kami ingin membantu perusahaan untuk mencapai 100% produktivitas mereka, mulai dari rantai pasok hingga menganalisis transaksi logistik secara real-time agar mereka dapat mengakselerasi bisnis dan memenangkan persaingan,” kata Brian.
Rencana Kargo Tech
Hingga saat ini Kargo Tech sudah melayani lebih dari 13 ribu shipper di seluruh Indonesia. Secara umum layanan mereka dibuat untuk mempertemukan shipper dan vendor secara mudah dan cepat.
Kargo Tech memiliki komitmen pada transparansi logistik, kualitas layanan terbaik, serta peningkatan pendapatan bagi para vendor atau pemilik aset. Sampai tahun ini, komposisi utama klien dari Kargo Tech ada di bidang industri FMCG, CPG, Manufaktur, Agri dan Aquatech, Alat Berat, dan Bahan Baku.
“Di tahun 2022 mendatang, Kargo Tech akan terus fokus untuk mengembangkan basis pengguna di industri utama yang telah berhasil di capai di 2021, dan juga memiliki target untuk menyasar market segment B2B di industry vertical utama lainnya. Seperti Pharmaceutical, Automotive, dan juga General Goods,” kata Brian.
Target lainnya yang ingin dicapai oleh Kargo Tech tahun 2022 mendatang adalah ekspansi intensif ke pulau Sumatera, Bali, dan Sulawesi, dan juga mengejar pertumbuhan transaksi dan pengguna aktif di dalam platformnya sebesar double digit per kuartal.
Awal tahun 2020 lalu Kargo Tech telah mengantongi pendanaan seri A senilai Rp 548 miliar. Investasi ini dipimpin oleh Tenaya Capital asal Silicon Valley. Grup investor yang juga turut berpartisipasi ialah Sequoia India, Intudo Ventures, Amatil X, Agaeti Convergence Ventures, Alter Global, dan Mirae Asset Venture Investment.
Bisnis logistik sepanjang 2021
Pandemi menjadi berkah tersendiri bagi industri logistik. Selain kebutuhannya yang terus meningkat seiring perkembangan bisnis berbasis e-commerce, masih banyak area pengembangan yang bisa dieksplorasi. Saat ini sektor logistik di Indonesia diperkirakan telah bernilai $275 miliar, tumbuh pada ~16% CAGR antara 2015-2020.
Melihat peluang tersebut, tren pendanaan ke startup logistik juga terus berkembang. Ini menjadi sinyal baik, karena hipotesis investor turut memvalidasi potensi pengembangan bisnis di lanskap ini. Dibandingkan periode tiga tahun ke belakang, pendanaan yang terjadi di tahun ini meningkat derastis secara nilai. Menurut data DailySocial.id, di tahun 2021 ini sekurangnya $369,3 juta dana dikucurkan oleh investor dari dalam dan luar negeri untuk startup logistik lokal.
Selain Kargo Tech, di Indonesia juga sudah ada beberapa pemain lain yang fokus memberikan layanan manajemen logistik, di antaranya McEasy, TranTrack, Wetruck, Shipper, Clodeo, dll.
Both p2p lending startup Koinworks and smart logistics startup Kargo Technologies have big funding announcement these days, while LinkAja provides a sharia feature for its payment solution. Also in the news is the introduction of Sehatigold, an Indodax’s sister company, as an online gold-based trading/investment platform.
KoinWorks Receives 316 Billion Rupiah Funding from European Financial Institution and Venture Capital
Fintech lending startup, KoinWorks, just announced new funding in two terms, equity and loan. The amount reaches US$20 million or around 316 billion Rupiah. Regarding investors, Quona Capital, EV Growth, and Saison Capital with participation of some others are involved in the equity. In terms of the loan, the company only reveals the two financial institutions that come from Europe.
KoinWorks plans to use the fresh money for financial loans through the fintech lending platform. The new credit feature is provided by an international institution, namely Triodos Bank, global banking from the Netherlands.
Kargo Technologies Announces 504 Billion Rupiah Funding, to Provide Loan Access for Logistics Partners
The logistics marketplace connecting companies with truck services, Kargo Technologies, has announced US$31 million (around 504 billion Rupiah) funding in its Series A round. It was led by Silicon Valley based Tenaya Capital. Also participated in this round, Sequoia India, Intudo Ventures, Amatil X, Agaeti Convergence Ventures, Alter Global, and Mirae Asset Venture Investment.
In this round, Kargo manages to secure funding in the form of debt financing from banks and regional financial institutions.
Kargo Technologies’ CEO, Tiger Fang, said most of the funding will be prioritized for business operations and products development to adjust the current deployment situation of Covid-19. For truck owners, companies can help their cash flow with fast funding products, which are very much needed in the current circumstances.
LinkAja Officially Launches Sharia Feature
After few months of trial, LinkAja officially launched the sharia feature to public. They target to reach one million users for this service.
LinkAja first introduced the sharia features in November last year. One of the most distinguishing features of this sharia is its conventional services as an institution for the deposit (floating funds) to top up balances using the services of Islamic banks.
In order to pursue the target, LinkAja has collaborated with 1000 mosques, 11 waqf institutions, 23 zakat institutions, and 67 donation institutions.
Introducing Indodax’s Sister Company Sehatigold, an E-commerce Platform for Gold
Sehatigold has transformed as an online gold trading platform. It is headed by Denny Ardhiyanto and one of the founders is major shareholder in Indodax. The platform was made to solve two problems in buying and selling gold, for a very small to the loss of profit margin when trading gold, also the affordability. Sehatigold offers solutions by selling gold starting from 0.01 grams or having a nominal value of IDR 10,000 without any additional costs.
Sehatigold has several main services. In addition to buying and selling gold, customers can exchange the gold savings they buy online into physical gold in the form of jewellery or precious metals. Then, the platform allows users to trade gold.
The logistics marketplace connecting companies with truck services, Kargo Technologies, today (4/13) has announced US$31 million (around 504 billion Rupiah) funding in its Series A round. It was led by Silicon Valley based Tenaya Capital. Also participated in this round, Sequoia India, Intudo Ventures, Amatil X, Agaeti Convergence Ventures, Alter Global, and Mirae Asset Venture Investment.
In this round, Kargo manages to secure funding in the form of debt financing from banks and regional financial institutions. Previously, Kargo Technologies has announced its first investment from corporate venture capital (CVC) Amatil X.
In this seed stage, they also received funding worth of US$7.6 million (around 123 billion Rupiah) led by Sequoia India and some investors.
Funding for logistics
Kargo Technologies’ CEO, Tiger Fang said most of the funding will be prioritized for business operations and products development to adjust the current deployment situation of Covid-19. For truck owners, companies can help their cash flow with fast funding products, which are very much needed in the current circumstances.
For truck owners who want to apply for additional business capital, they can access a special site by Kargo Technologies. This is expected to help the cash flow of logistics partners related to their business capital, for most of the truck owners are only paid about 3 months later.
The company also fueled the Logistics Relief Fund movement by encouraging all employees to contribute some from their salaries. The Logistics Aid Fund will be used to assist logistic carriers and ensure no interruptions in the daily goods delivery in Indonesia.
“We are grateful for our investors who continue to provide extraordinary support amid a period of financial uncertainty. Kargo promises to be the most reliable logistics partner to ensure there are no disruptions in the supply chain of basic goods in Indonesia. Our company has donated part of our salary to “this problem and we also invite businesses and other local organizations to contact us, therefore we can solve this problem together,” Tiger said.
In order to minimize physical contact, Kargo has applied the EPOD (Electronic Proof of Delivery) system. The feature can be found in its platform and it has less possibility for direct exchange of documents to reduce the risk of COVID-19 infection.
“Cargo technology has a unique selling value when logistics efficiency becomes very important in Indonesia. Starting from retail needs stock with minimal physical contact or facilitating e-commerce transactions throughout the country, we believe that Kargo is able to solve this problem,” Kargo’s CTO, Yodi Aditya said.
– Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian
Marketplace logistik yang menghubungkan perusahaan dan layanan penyedia truk, Kargo Technologies, hari ini (13/4) mengumumkan telah mendapatkan pendanaan sebesar US$31 juta (sekitar 504 miliar rupiah) dalam putaran seri A. Investasi ini dipimpin oleh Tenaya Capital asal Silicon Valley. Grup investor yang juga turut berpartisipasi ialah Sequoia India, Intudo Ventures, Amatil X, Agaeti Convergence Ventures, Alter Global, dan Mirae Asset Venture Investment.
Dalam putaran pendanaan ini, Kargo juga berhasil mendapatkan pendanaan berbasis hutang (debt financing) dari sejumlah bank dan institusi finansial regional. Sebelumnya Kargo technologies juga mengumumkan perolehan investasi yang pertama dari corporate venture capital (CVC) Amatil X.
Di tahap awal, mereka juga telah menerima pendanaan sebesar US$7,6 juta (sekitar 123 miliar rupiah) yang dipimpin oleh Sequoia India dan sejumlah investor.
Berikan pendanaan kepada mitra logistik
CEO Kargo Technologies Tiger Fang mengungkapkan, sebagian besar pendanaan tersebut akan digunakan untuk memprioritaskan operasional bisnis dan mengembangkan produk menyesuaikan situasi penyebaran Covid-19 saat ini. Untuk pemilik truk, perusahaan dapat membantu cash flow mereka dengan produk pendanaan cepat, yang sangat dibutuhkan dalam keadaan seperti saat ini.
Bagi pemilik truk yang ingin mengajukan tambahan permodalan usaha, bisa mengakses situs khusus yang disediakan oleh Kargo Technologies. Hal ini diharapkan bisa membantu cash flow para mitra logistik terkait dengan modal bisnis mereka, karena kebanyakan para pemilik truk tersebut baru dibayar sekitar 3 bulan kemudian.
Perusahaan juga membiayai gerakan Dana Bantuan Logistik (Logistics Relief Fund) dengan menghimbau seluruh karyawan untuk turut serta mengontribusikan sebagian gaji mereka. Dana Bantuan Logistik akan digunakan untuk membantu para pengangkut logistik dan memastikan tidak adanya gangguan dalam pengiriman barang pokok di Indonesia.
“Kami bersyukur atas investor kami yang tetap memberikan dukungan luar biasa di tengah masa ketidakpastian finansial. Kargo berjanji akan menjadi mitra logistik yang paling dapat diandalkan untuk memastikan tidak adanya gangguan dalam rantai pasokan barang pokok di Indonesia. Perusahaan kami telah mendonasikan sebagian dari gaji kami untuk masalah ini dan kami juga turut mengundang bisnis dan organisasi lokal lainnya untuk menghubungi kami agar kita bisa menyelesaikan masalah ini bersama-sama,” kata Tiger.
Guna meminimalisir terjadinya kontak fisik, Kargo juga telah mengimplementasikan sistem EPOD (Electronic Proof of Delivery) dalam mekanisme pengiriman. Fitur yang dapat ditemukan dalam platform Kargo ini juga memungkinkan mengurangi adanya pertukaran dokumen secara langsung untuk mengurangi risiko infeksi COVID-19.
“Teknologi Kargo memiliki nilai jual unik di saat efisiensi logistik menjadi sangat penting di Indonesia. Mulai dari menjaga jumlah stok kebutuhan ritel dengan kontak fisik seminimal mungkin atau memperlancar transaksi e-commerce di seluruh penjuru negeri, kami percaya bahwa Kargo mampu menyelesaikan masalah ini,” kata CTO Kargo Yodi Aditya.
After its official launch in early 2019, Coca-Cola Amatil Indonesia (Amatil Indonesia) through the Amatil X corporate venture capital (CVC) initiative, has established strategic partnerships with some startups in Indonesia.
The latest collaboration is with Kargo Technologies, it is said to help them expand the business strategy and logistics digitization process in Indonesia. This collaboration also led to Amatil X’s first investment in Indonesian startups, which is expected to improve Amatil’s overall logistics capabilities.
“As the main support behind Indonesia’s favorite beverage brand, we believe that our investment in Kargo Technologies will support Amatil Indonesia’s ambition to become a leading player in Indonesia’s digital ecosystem,” Coca-Cola Amatil Indonesia’s President Director Kadir Gunduz said.
There is no further detail on the investment value provided by Amatil X to Kargo Technologies. However, adjusting its commitment, Amatil X not only enhances the company’s competitive advantage through CVC, but also wants to help and work with local startups that are in line with Amatil Indonesia’s business.
“Currently, Amatil X is focused on investing in startups that offer innovations for consumer product sales strategies, beverage deliveries, help customers grow and reduce their impact on the environment. Amatil X also looking for startups that can support the company’s efforts to solve business challenges and help improve customer service better,” Head of Amatil X, Coca-Cola Amatil Alix Rimington said.
Tighten up logistics service and optimizing supply chain
As Kargo Technologies‘ CEO, Tiger Fang said, technology-supported logistics is a proven trend in other markets, including India, China and the United States. He also welcomed this strategic partnership and hopes to work with Amatil Indonesia to better digitize and optimize their supply chains in Indonesia.
Later, the funding provided by Amatil X will be used by the company to meet the logistical needs needed by Coca Cola Amatil and improve the efficiency of logistics operations with technology owned by Kargo Technologies.
Founded by the former Country Manager of Uber Indonesia Tiger Fang (CEO) and Yodi Aditya (CTO), Kargo Technologies sees the problem of trucks gone home unloaded after delivery at production centers. Kargo Technologies hopes to minimize this while meeting the needs of e-commerce and FMCG companies.
In particular, the company offers a mobile-based platform, on the Android platform to make it easier for users and sender companies to interact and monitor shipment movements in real-time.
“Kargo Technologies connects businesses and their shipping needs with trucking companies that own vehicles, with available cargo space nearby. Most importantly, Kargo can take a lot of cargo for backhaul. It means, trucks can return with fewer empty loads, therefore, enabling them to maximize revenue and distribute funds better,” Tiger said.
Kargo Technologies is a logistics marketplace that connects companies and truck service providers. In the middle of last year, they obtained funding of $7.6 million (more than 107 billion Rupiah) led by Sequoia India and the 10100 Fund – the latter one was founded by Uber Co-Founder Travis Kalanick.
–
Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian
Setelah resmi meluncur awal tahun 2019 lalu, Coca-Cola Amatil Indonesia (Amatil Indonesia) melalui inisiatif corporate venture capital (CVC) Amatil X, telah menjalin kerja sama strategis dengan startup di Indonesia.
Kolaborasi terbaru yang diumumkan adalah dengan Kargo Technologies, dilakukan untuk membantu memperluas strategi bisnis dan proses digitalisasi logistik di Indonesia. Kerja sama ini turut membuahkan investasi pertama Amatil X kepada startup Indonesia, yang diharapkan bisa meningkatkan kemampuan logistik Amatil secara keseluruhan.
“Sebagai kekuatan di balik merek minuman favorit Indonesia, kami percaya bahwa investasi kami di Kargo Technologies akan mendukung ambisi Amatil Indonesia untuk menjadi pemain terkemuka dalam ekosistem digital di Indonesia,” kata Presiden Direktur Coca-Cola Amatil Indonesia Kadir Gunduz.
Tidak disebutkan lebih lanjut berapa nilai investasi yang diberikan Amatil X kepada Kargo Technologies. Namun menyesuaikan komitmen mereka, Amatil X tidak hanya meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan melalui CVC, namun juga ingin membantu dan bekerja sama dengan startup lokal yang tepat untuk bisnis Amatil Indonesia.
“Saat ini, Amatil X fokus untuk melakukan investasi pada startup yang menawarkan inovasi untuk strategi penjualan produk pada konsumen, pengiriman minuman, membantu pelanggan untuk tumbuh dan mengurangi dampak pada lingkungan. Amatil X juga mencari startup yang dapat mendukung upaya perusahaan dalam menyelesaikan tantangan bisnis dan membantu meningkatkan pelayanan pelanggan dengan lebih baik,” kata Head of Amatil X, Coca-Cola Amatil Alix Rimington.
Memperkuat logistik dan mengoptimalkan rantai pasokan
Menurut CEO Kargo Technologies Tiger Fang, logistik yang didukung teknologi merupakan tren yang telah terbukti di pasar lain, termasuk India, Tiongkok, dan Amerika Serikat. Pihaknya juga menyambut baik kerja sama strategis ini dan berharap dapat bekerja dengan Amatil Indonesia untuk lebih mendigitalkan dan mengoptimalkan rantai pasokan mereka di Indonesia.
Nantinya pendanaan yang diberikan oleh Amatil X akan digunakan oleh perusahaan untuk memenuhi kebutuhan logistik yang dibutuhkan oleh Coca Cola Amatil serta meningkatkan efisiensi operasional logistik tersebut dengan teknologi milik Kargo Technologies.
Didirikan oleh mantan Country Manager Uber Indonesia Tiger Fang (CEO) dan Yodi Aditya (CTO), Kargo Technologies melihat permasalahan selama ini truk pulang tanpa muatan setelah pengantaran di sentra-sentra produksi. Kargo Technologies berharap bisa meminimalisir hal ini sambil memenuhi kebutuhan perusahaan-perusahaan e-commerce dan FMCG.
Secara khusus perusahaan menawarkan platform berbasis mobile, di platform Android untuk memudahkan perusahaan pengguna dan pengirim berinteraksi dan memantau pergerakan kiriman secara real time.
“Kargo Technologies menghubungkan bisnis dan kebutuhan pengiriman mereka dengan perusahaan angkutan truk yang memiliki kendaraan, dengan ruang kargo yang tersedia di dekatnya. Hal yang terpenting, Kargo dapat mengambil banyak muatan untuk backhaul. Artinya, truk dapat kembali dengan muatan kosong yang lebih sedikit, sehingga memungkinkan mereka untuk memaksimalkan pendapatan dan mendistribusikan biaya dengan lebih baik,” kata Tiger.
Kargo Technologies merupakan marketplace logistik yang menghubungkan perusahaan dan layanan penyedia truk. Pertengahan tahun lalu mereka perolehan pendanaan senilai $7,6 juta (lebih dari 107 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh Sequoia India dan 10100 Fund — yang terakhir ini didirikan oleh Co-Founder Uber Travis Kalanick.
Walaupun logistik adalah tulang punggung perdagangan nasional dan internasional, sektor ini mengalami banyak sekali tantangan di Indonesia, seperti infrastruktur yang tidak memadai, serta kurangnya jaringan komunikasi dan teknologi informasi yang dapat diandalkan.
Menurut Mordor Intelligence, biaya logistik sangat bervariasi antara 25% dan 30% dari PDB Indonesia, dibandingkan dengan ekonomi berkembang, setara 5%. Hal ini berarti pengiriman barang dari satu kota ke kota lain di Indonesia bisa menjadi mahal dan menantang.
Seiring berkembangnya industri e-commerce, teknologi logistik digadang-gadang menjadi industri yang akan naik mengikuti perluasan ekonomi digital Indonesia. Beberapa tantangan dalam industri ini telah menarik banyak investasi untuk para startup yang akan masuk, kebanyakan menggalang dana dengan jumlah yang besar tahun ini.
Menurut Sebastian Togelang, e-commerce masih dalam masa pertumbuhan di Asia Tenggara dan akan semakin meluas lebih dari lima kali lipat dalam beberapa tahun ke depan. Sementara itu di Indonesia, sebagai pasar serta ekonomi yang paling besar di kawasan ini, sektor logistik menyimpan potensi yang sangat besar.
Sebagai seorang investor, Togelang memiliki banyak kepercayaan dalam industri ini. Awal tahun ini, Barito Teknologi dan Kejora InterVest Growth Fund memimpin investasi US$50 juta untuk mendukung startup logistik SiCepat Ekspres.
Menurutnya, logistik adalah kunci utama ekonomi internet, dengan memainkan peran kunci untuk memastikan pergerakan barang dari pedagang ke konsumen. Selain itu, sampai batas tertentu, hal ini juga melibatkan pembayaran antar pihak. Oleh karena itu, sektor ini memiliki potensi menikmati peningkatan yang cukup besar, berdasarkan perkembangan umum ekonomi dan ekonomi internet. Hal ini sangat menarik minat investor.
“Ketika kita berbicara tentang seluruh spektrum logistik, ukuran pasar Asia Tenggara adalah sekitar US$600 miliar, tergantung pada laporan mana yang Anda baca. Tetapi pendapat saya adala, di belahan dunia manapun, logistik adalah garis keturunan langsung dari ekonomi itu sendiri. Oleh karena itu, saya ingin melihat sektor teknologi logistik memimpin gelombang ekonomi kawasan yang berkembang pesat,” lanjut Togelang.
Togelang percaya bahwa e-commerce masih dalam masa pertumbuhan di Asia Tenggara dan sektor ini akan terus berkembang melebihi lima kali lipat dalam beberapa tahun mendatang. Melihat fakta bahwa Indonesia sebagai pasar dan ekonomi terbesar di kawasan ini, logistik akan memiliki banyak peluang di negara ini.
Faktor ini membuat Togelang dan timnya di Kejora yakin dengan investasi mereka pada SiCepat Ekspres, yang dianggap sebagai salah satu investasi Seri A terbesar di kawasan ini. Selain itu, para pendiri juga memiliki rekam jejak yang terbukti dalam perdagangan dan logistik. Selama ini, SiCepat Ekspres telah menunjukkan perkembangan yang menjanjikan, pendapatannya telah tumbuh lebih dari 15 kali lipat sejak Kejora pertama kali mendanai putaran awal di dua tahun lalu, menurut Togelang.
“Mengingat tingkat pertumbuhan pasar yang kuat, mengembangkan perusahaan logistik bukanlah perkara sulit. Namun, tantangan sebenarnya adalah untuk membuatnya profitable. Kami, sangat menyayangkan, melihat beberapa pemain logistik lainnya masih mendewakan strategi ‘bakar uang’. Karena itu, ketika mempertimbangkan perkembangan pesat dari SiCepat dengan tetap mempertahankan inti bisnis yang kuat, kami merasa percaya diri untuk berinvestasi di perusahaan ini,” ujarnya.
Mengincar Efisiensi
Seluruh proses rantai pasok logistik adalah penggabungan dari berbagai fungsi, seperti transportasi, pergudangan, pengemasan, distribusi, penyimpanan, dan sebagainya. Menurut laporan PwC berjudul Shifting Patterns: Future of The Logistics Industry, kurangnya “budaya digital” dan pelatihan adalah tantangan terbesar bagi perusahaan transportasi dan logistik konvensional.
Hal ini memungkinkan startup teknologi pendatang baru untuk mengisi celah dan menangkap peluang bisnis. Mereka dapat mendigitalisasi kegiatan operasional inti untuk menciptakan sistem logistik yang cerdas.
Beberapa teknologi utama yang digunakan oleh startup logistik termasuk identifikasi frekuensi radio (RFID), GPS, komputasi awan, dan analisis data. Logistik yang cerdas diharapkan bisa meningkatkan proses pengangkutan barang, manajemen inventaris, menemukan dan mengelola gudang, mengisi kembali stok, serta pengalaman ritel secara keseluruhan.
Tiger Fang, salah satu pendiri dan CEO Kargo Technologies, menyadari bahwa ada permintaan dan peluang yang tinggi di sektor ini. Fang adalah mantan eksekutif Uber yang berada dibalik peluncuran operasi perusahaan AS tersebut di Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Ia memutuskan untuk meninggalkan pekerjaan lamanya untuk membangun startup teknologi logistik pada tahun 2018.
“Saya pikir digitalisasi truk dan logistik bukan tentang “bagaimana”, tetapi “kapan”. Pada saat Uber melakukan merger dengan Grab, kami beroperasi pada skala yang cukup signifikan, terdapat jutaan perjalanan setiap minggu di 40 kota di Indonesia, ”kata Fang kepada KrASIA. “Uber berada di bidang logistik untuk mobilitas populasi, sedangkan Kargo dalam bidang logistik untuk pengiriman barang,” lanjutnya.
Fang mengatakan bahwa sekitar 75% perusahaan truk di Indonesia memiliki kurang dari 20 truk. Oleh karena itu Kargo menawarkan mereka digital gateway untuk mendapatkan pekerjaan lebih cepat, dibayar lebih cepat, dan memperluas bisnis.
“Logistik mencakup hampir seperempat dari PDB Indonesia yang bernilai US$1 triliun, namun tidak didukung oleh infrastruktur yang memadai serta diliputi berbagai inefisiensi,” kata Fang. Ia menjelaskan bahwa truk yang mengantarkan barang dari pusat-pusat produksi perkotaan seringkali pulang tanpa muatan, untuk mendapatkan pekerjaan sehari-hari pengemudi truk hanya mengandalkan beberapa panggilan telepon dan grup WhatsApp, kontrak masih ditulis tangan, dan pembayaran terkadang dilakukan berbulan-bulan setelah Sopir menyelesaikan pengiriman.
Mengamati kondisi ini, Fang beserta tim Kargo mengembangkan aplikasi driver dan dasbor perusahaan yang menawarkan pelacakan lokasi real-time, pilihan pekerjaan, pembuatan faktur, bukti pengiriman digital, juga pembayaran yang terintegrasi secara mulus dengan semua sistem.
“Sementara itu, di sisi pengirim, mereka dapat melacak aset mereka secara real-time dan memiliki akses ke jaringan truk terbesar sehingga mereka dapat fokus pada bisnis inti mereka. Hal ini akan menumpas segala kekhawatiran tentang bagaimana menemukan truk dan membayar lebih banyak untuk broker, ”lanjutnya.
Kargo Technologies menyederhanakan rantai pasok pengiriman barang dengan layanan mereka, menjadikannya jauh lebih efisien serta menguntungkan kedua belah pihak baik perusahaan pengirim maupun perusahaan angkutan.
Selain pengiriman barang, cabang logistik lain yang saat ini sedang mengalami disrupsi inovasi digital adalah pergudangan. Awal tahun ini, perusahaan e-commerce terbesar di Indonesia, Tokopedia, meluncurkan layanan pengadaan yang disebut TokoCabang, memanfaatkan jaringan gudang pintar yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia.
Melalui TokoCabang, penjual Tokopedia dapat menyimpan produk mereka di jaringan gudang. Perusahaan juga memberikan dukungan mencakup penanganan pesanan masuk, pengemasan, dan penyerahan paket kepada kurir pengiriman.
Pemain lain di industri pergudangan ini adalah startup mikro-pergudangan Crewdible dan pengadaan e-commerce lintas wilayah AllSome. Yang terakhir adalah startup Malaysia yang saat ini sedang bersiap untuk masuk ke Indonesia.
Layanan manajemen gudang ini biasanya ditujukan untuk usaha kecil dan menengah (UKM) yang memiliki bisnis dan inventaris yang meluas tetapi tidak mampu menyewa ruang penyimpanan besar untuk bisnis mereka sendiri.
“Salah satu misi Crewdible adalah untuk mendukung penjual individu kecil untuk menciptakan bisnis yang mapan. Dengan menangani tugas paling sulit dan biasa dari bisnis e-commerce, Crewdible bertujuan untuk membebaskan waktu penjual sehingga mereka dapat fokus pada pengembangan bisnis, menambahkan lebih banyak produk, dan melakukan lebih banyak pemasaran,” jelas CEO Crewdible Dhana Galindra kepada KrASIA.
Crewdible juga memungkinkan ruang kosong yang tak terhuni dan mengubahnya menjadi bisnis, memberikan manfaat yang sama bagi pedagang e-commerce dan pemilik ruang.
Bisnis yang menjanjikan
Menemukan model yang tepat dan berkelanjutan adalah tantangan besar bagi semua bisnis, termasuk startup teknologi logistik. Karena industri tidak memiliki pemain dominan, para pemula perlu banyak eksperimen untuk menemukan cara-cara yang tepat dalam menjalankan bisnis. Namun, beberapa pemain industri percaya bahwa bisnis di industri ini sangatlah menjanjikan dan mereka mampu menghasilkan arus kas positif bahkan dalam periode yang relatif singkat.
“Ada banyak cara untuk menghasilkan uang. Kami telah berhasil menguji coba model berlangganan dengan ratusan orang yang mau membayar. Ketika kami mempertemukan pengirim dengan pengangkut, terciptalah tingkat pengambilan yang baik dalam industri, validasi model bisnis, serta beberapa unit ekonomi terkait. Saat ini, kami fokus untuk membangun likuiditas dan jaringan, jadi kami berinvestasi dengan cara ekspansi ke pelanggan korporasi dan secara geografi. Pialang tradisional biasanya mengenakan komisi hingga 20% untuk setiap pengiriman, ”kata Fang.
Ia mengungkapkan, Kargo Technologies telah memenangkan klien tenda dan kontrak dan sekarang jaringan truk terbesar di Indonesia hanya dalam enam bulan operasi. Perusahaan sejak awal telah memiliki unit ekonomi positif dan sudah berada di jalur menuju profitabilitas, Fang menambahkan.
Rooling Njotosetiadi, salah satu pendiri dan CEO startup pengiriman barang yang baru didirikan Logisly, juga memiliki optimisme yang sama. Platform Logisly diluncurkan pada Januari 2019, dan perusahaan telah melihat arus kas positif dalam waktu kurang dari setahun. “Kami menuai margin positif dari transaksi dengan membantu pengirim dan perusahaan angkutan truk menjadi lebih efisien dalam mengirimkan barang,” ungkap Njotosetiadi.
“Sementara sistem mempertemukan pengirim dengan truk yang kosong, kami menawarkan kesepakatan yang lebih baik bagi kedua pelanggan. Sebagai contoh, untuk sebuah truk yang sudah membawa muatan dari Surabaya ke Jakarta, daripada pulang dengan muatan kosong, perusahaan truk berharap untuk memuat sesuatu dalam perjalanan pulang dengan harga yang lebih rendah. Kita bisa mendapat margin dari itu, ”lanjutnya.
Model bisnis ini terlihat tanpa cacat. Meskipun perusahaan terhitung muda, Logisly telah bermitra dengan lebih dari 200 perusahaan angkutan truk dan telah bekerja dengan sekitar 100 pengirim barang dari berbagai sektor.
Crewdible juga menerapkan strategi yang sama. Galindra mengatakan bahwa logistik, terutama pergudangan, tidak memerlukan strategi bakar uang karena mereka menawarkan layanan terfokus untuk pasar yang memiliki segmen khusus.
“Mungkin dalam hal naik kendaraan, pengguna akan memilih platform yang lebih murah karena operator naik kendaraan cenderung menawarkan layanan yang sama: membawa penumpang dari titik A ke titik B. Namun, di pergudangan, kami menawarkan nilai dan layanan seperti jaminan kualitas, keamanan penyimpanan, kecepatan respons, dan banyak lagi. Sebuah bisnis tidak akan keberatan membayar sedikit lebih banyak selama layanan bisa memenuhi kebutuhan mereka, “katanya.
Untuk penjual online, Crewdible mengenakan biaya 3,5% untuk setiap faktur atau maksimum Rp 10.000 (US$0,71). Biaya ini kemudian dibagi — 80% untuk pemilik gudang dan sisanya untuk Crewdible, kata Galindra. Ia menyampaikan bahwa dengan model bisnis yang jelas, Crewdible telah menunjukkan perkembangan positif. Perusahaan belum lama ini membukukan US$1,5 juta dari Global Founders Capital dan bertujuan untuk mencapai profitabilitas 13 bulan dari sekarang.
Kompetisi terbuka lebar
Menurut Mordor Intelligence, sektor logistik Indonesia tidak memiliki tingkat konsentrasi industri yang tinggi. Pemain internasional bertanggung jawab atas sekitar 30% dari ukuran pasar sementara 70% sisanya terdiri dari pemain lokal.
Lapangan masih terbuka lebar untuk startup teknologi logistik karena saat ini tidak ada pemain tunggal yang mendominasi sektor ini.
“Jika kita melihat perkembangan pasar negara-negara lain, logistik bukanlah sektor dimana pemenang-mengambil-semua. Kami berharap akan ada dua hingga lima pemain terkemuka di setiap vertikal. Khusus untuk pengiriman jarak jauh, lima pemain teratas akan terus bersaing untuk mendapatkan posisi terdepan. Namun, kami percaya kompetisi ini lebih mirip lari maraton daripada lari cepat. Oleh karena itu, pemain yang mampu memecahkan unit ekonomi dan profitabilitas sejak hari pertama akan lebih berkelanjutan dalam jangka panjang, ”kata Togelang.
Sebagai pendatang baru di industri ini, Njotosetiadi percaya bahwa logistik dan semua vertikalnya memiliki pasar yang besar di Indonesia. Ada kesempatan untuk setiap pemain dan karena itu, dia tidak terlalu khawatir mengenai kompetisi.
Investasi terus mengalir
KrASIA mencatat bahwa setidaknya delapan startup logistik mendapatkan investasi baru tahun ini. Mengingat industri ini membengkak dengan cepat, bukanlah hal yang mengejutkan jika lebih banyak investor menargetkan pasar logistik tahun depan.
Menurut Bhima Yudhistira, seorang analis ekonomi digital di Institut Pengembangan Ekonomi dan Keuangan (INDEF), logistik adalah sektor yang akan berkembang dan menarik banyak investasi tahun depan.
“Sektor logistik sangat menarik karena memiliki banyak vertikal dan kami melihat bahwa banyak pemain baru menawarkan inovasi seperti gudang pintar di luar area metro. Para pemain ini juga bekerja sama dengan platform e-commerce, yang membantu mereka tumbuh cepat. Lingkup logistik Indonesia sangat besar, jadi saya pikir kita akan melihat transformasi yang lebih besar dalam bidang ini dalam waktu dekat,” ungkapnya pada KrASIA.
Togelang dari Kejora Ventures mengatakan bahwa teknologi logistik di Asia Tenggara bahkan belum menyentuh permukaan. Kejora berharap bisa melihat jauh lebih banyak kemajuan dalam sektor ini di masa depan serta perusahaan-perusahaan untuk secara aktif membentuk perkembangannya.
Berikut tertera daftar startup logistik Indonesia yang menjadi sorotan dan menerima kucuran dana segar pada 2019:
Kargo Technologies adalah startup logistik yang mengintegrasikan pengirim dan penyedia logistik dalam satu pasar tunggal, menyelesaikan ketidakefisienan dan mengurangi biaya.
SiCepat Expres menawarkan kurir, gudang, serta layanan pengiriman jalur udara dan kargo di seluruh Indonesia, juga melayani puluhan ribu pedagang online. Perusahaan mengklaim telah mengirimkan lebih dari 200.000 paket setiap hari. Saat ini telah memiliki 600 outlet di seluruh negeri dan bertujuan untuk memiliki 200 drop point di Jabodetabek tahun ini.
Triplogic menangani pengiriman di 61 kota di seluruh negeri. Dengan menempatkan loker pintar di toko-toko lokal untuk digunakan sebagai titik drop-off, paket dapat dikirim ke tujuan mereka dalam waktu tiga jam. Triplogic mengklaim dapat menangani ribuan pengiriman setiap hari dan bertujuan untuk memiliki lebih dari 15.000 titik drop-off pada akhir 2019.
Startup ini menghubungkan pengirim dan bisnis dengan gudang dan truk yang tersedia di seluruh Indonesia, memberikan transparansi yang lebih baik, layanan berkualitas, dan peningkatan pendapatan bagi pemilik aset. Waresix saat ini memiliki lebih dari 20.000 truk dan 200 operator gudang di jaringan yang menjangkau seluruh penjuru negeri.
Ritase menyediakan sistem transportasi digital B2B yang cocok dengan pengirim dan pengangkut, menyederhanakan rantai pasok logistik untuk menciptakan proses pengiriman darat yang lebih efisien. Startup ini telah menjangkau 500 perusahaan transportasi kecil dan menengah, dengan lebih dari 7.500 truk dan 7.000 pengemudi yang terdaftar.
Logisly, pendanaan dengan jumlah yang tidak disebutkan dari Convergence Ventures dan Genesia Ventures pada bulan Agustus
Startup ini meningkatkan pemanfaatan truk dan membawa transparansi lebih untuk bisnis truk menggunakan teknologi.
Shipper, pendanaan awal senilai US$5 juta pada bulan September dari Y Combinator, Insignia, dan Lightspeed
Shipper adalah platform agregator logistik. Mereka bekerja dengan banyak mikro-hub dari seluruh penjuru untuk memungkinkan pickup mil pertama dan telah mengoperasikan sepuluh gudang untuk membantu pengadaan e-commerce.
Crewdible, pendanaan pra seri A senilai US$1,5 juta pada bulan Oktober dari Global Founders Capital
Crewdible menghubungkan penjual e-commerce dengan pemilik gudang untuk memenuhi pesanan. Mereka mengubah fasilitas kosong seperti rumah dan kantor menjadi gudang mikro.
– Artikel ini pertama kali dirilis oleh KrASIA. Kembali dirilis sebagai bagian dari kerja sama dengan DailySocial
Although logistics is the backbone of domestic and international trade, the sector has faced various challenges in Indonesia, such as poor infrastructure, and the lack of reliable IT and communication networks.
According to Mordor Intelligence, logistics costs vary between 25% and 30% of the GDP in Indonesia, as compared to developed economies, where it is below 5%. This means that delivering goods from one city to another in Indonesia can be challenging and expensive.
As the e-commerce industry matures, logistics tech is now considered to be the next emerging industry following the expansion of Indonesia’s digital economy. The various challenges in logistics have attracted various investments to tech startups entering the space, with many of them raising significant funding this year.
According to Sebastian Togelang, founding partner of Kejora Ventures, logistics in Southeast Asia and Indonesia is developing at a robust pace. “In Indonesia, logistics is growing at a double-digit percentage year-on-year, for the past few years. The current trend indicates that logistics is expected to continue to flourish in the years to come in terms of investment and market size,” he told KrASIA.
As an investor, Togelang has plenty of faith in this industry. Earlier this year, Barito Teknologi and Kejora InterVest Growth Fund led a USD 50 million investment in logistics startup SiCepat Ekspres.
According to him, logistics is a key enabler of the internet economy, by playing a key role to ensure the movement of goods from merchants to consumers. Furthermore, to a certain extent, it involves payments between parties. Therefore, this sector will enjoy a sizable increase, based on the general development of the economy and internet economy. This makes it attractive to investors.
“When we talk about the whole logistics spectrum, the Southeast Asia market size is about USD 600 billion, depending on which reports you read. But my take would be that, anywhere in the world, logistics is the bloodline of the economy itself. Hence, I would like to see the logistic tech sectors riding on the wave of the region’s thriving economy,” Togelang continued.
Togelang believes that e-commerce is still at its infancy in Southeast Asia and that the sector will continue to expand more than fivefold in the next few years. And with Indonesia being the largest market and economy in the region, logistics in the country holds many opportunities.
This factor has made Togelang and his team in Kejora confident about their investment in SiCepat Ekspres, considered as one of the largest Series A investments in the region. In addition, the startup’s founders have a proven track record in commerce and logistics. Moreover, SiCepat Ekspres has shown promising development, as its revenue has grown more than 15 times since Kejora first invested in its seed round two years ago, according to Togelang.
“Given the strong market growth rate, developing a logistics company is easy. The real challenge, however, is to make it profitable. We, unfortunately, see that some of the other logistics players still have a ‘burning money’ mentality. Therefore, when taking into consideration SiCepat’s rapid rise while maintaining its strong bottom line, we are very confident about investing in the company,” he added.
Striving for efficiency
The entire logistics supply chain process combines various functions, such as transportation, warehousing, packaging, distribution, storage, and so forth. According to a report by PwC titled Shifting Patterns: Future of The Logistics Industry, the lack of a “digital culture” and training are the biggest challenges for conventional transportation and logistics companies.
This allows new entrants such as tech startups to fill the gap and capture new business opportunities. They can digitalize core operational activities to create smart logistics systems.
Several key technologies deployed by logistics startups include radio frequency identification (RFID), GPS, cloud computing, and data analytics. Smart logistics is expected to improve the way companies transport goods, control inventory, find and manage warehouses, replenish stock, and eventually the overall retail experience.
Tiger Fang, co-founder and CEO of Kargo Technologies, realized that there is high demand and opportunity in this sector. Fang is a former Uber executive who launched the US firm’s operations in Indonesia, Malaysia, and Thailand. He decided to leave his old job to build a logistics tech startup in 2018.
“I think the digitalization of trucking and logistics is not a question of if, but when. At the time of the Uber and Grab merger, we were operating at a pretty significant scale, doing millions of trips every week across 40 cities in Indonesia,” Fang told KrASIA. “Uber was in the logistics of moving people, while Kargo is in the logistics of moving freight,” he continued.
Fang said that approximately 75% of trucking companies in Indonesia have fewer than 20 trucks. Therefore Kargo provides them with a digital gateway to be able to find jobs faster, get paid faster, and to expand their businesses.
“Logistics comprises nearly a quarter of Indonesia’s USD 1 trillion GDP but is beset by poor infrastructure and a myriad inefficiencies,” Fang said. He explained that trucks delivering goods from urban production centers often make the return trip empty, drivers for day-to-day trucking gigs are typically sourced through multiple phone calls and WhatsApp groups, contracts are often handwritten, and payments are sometimes made months after the driver finishes the delivery.
Observing these conditions, Fang and the team at Kargo developed a driver app and enterprise dashboard that offer real-time location tracking, job assignments, invoicing, digital proof of delivery, and payments that are integrated seamlessly with all systems.
“Meanwhile, on the shipper’s side, they are able to track their assets in real-time and have access to the biggest trucking network so they can focus on their core business. This beats worrying about how to find a truck and overpaying many brokers,” he continued.
Kargo Technologies simplifies the freight-forwarding supply chain with their services, making them much more efficient and this benefits both shippers and trucking companies.
Besides freight-forwarding, another branch of logistics that is currently being disrupted by digital innovation is warehousing. Earlier this year, Indonesia’s largest e-commerce company Tokopedia launched a fulfillment service called TokoCabang that utilizes a smart warehouse network spread across various regions in Indonesia.
Through TokoCabang, Tokopedia’s sellers can store their products in its network of warehouses. The company also provides assistance that includes handling incoming orders, packaging, and handing the packages over to shipping couriers.
Other players in the warehousing space are micro-warehousing startup Crewdible and cross-border e-commerce fulfillment AllSome. The latter is a Malaysian startup that is currently preparing for entry to Indonesia.
This warehouse management service is usually intended for small and medium enterprises (SMEs) that have expanding businesses and inventory but cannot afford to rent big storage spaces for themselves.
“One of Crewdible’s missions is to support small individual sellers to become enterprises. By handling the most difficult and mundane task of e-commerce businesses, Crewdible aims to free up sellers’ time so that they can focus on developing the business, adding more products, and doing more marketing,” Crewdible CEO Dhana Galindra told KrASIA.
Crewdible also enables unrentable vacant spaces and turns them into businesses, giving equal benefits for both e-commerce sellers and space owners.
Promising business
Finding the right and sustainable model is a big challenge for any business, including logistics tech startups. As the industry has no dominant player, startups need to experiment to discover viable ways of doing business. However, several industry players believe that businesses in this space are promising and that they are able to generate positive cash flow even in a relatively short period.
“There are many ways to monetize. We’ve successfully piloted a subscription model with hundreds of paying customers. When we match shippers with transporters, we are able to create an industry-leading take-up rate, validate the business model, and the associated unit economics. Today, we are focused on building liquidity and the network, so we are investing in our expansion to new enterprise customers and geographies. Traditional brokers in the business charge up to 20% commission for each shipment,” said Fang.
He said that in just six months of operations, Kargo Technologies has already won marquee clients and contracts and is now the largest trucking network in Indonesia. The startup has had positive unit economics from the start and it is already on the pathway to profitability, Fang added.
Rooling Njotosetiadi, co-founder and CEO of newly established freight-forwarding startup Logisly, also shares the same optimism. Logisly’s platform was launched in January 2019, and the company has seen positive cash flow in less than a year. “We are cross margin-positive from transactions because we help shippers and trucking companies become more efficient in delivering goods,” said Njotosetiadi.
“As our system matches empty trucks and shippers, we can offer a better deal for both customers. For example, for a truck already shipping something from Surabaya to Jakarta, rather than coming back empty, the trucking company would prefer to deliver something on their way back for a lower price. We can get margins from that,” she continued.
The business model seems to work. Although a young company, Logisly has already partnered with more than 200 trucking companies and has worked with around 100 shippers from various sectors.
Crewdible has also applied the same strategy. Galindra said that logistics, especially warehousing, does not require a money-burning strategy because they offer niche services to segmented markets.
“Maybe for ride-hailing, users would choose a cheaper platform because ride-hailing operators mainly offer the same service: taking a passenger from point A to point B. However, in warehousing, we offer value and services such as quality assurance, secure storage, speed of response, and more. A business wouldn’t mind paying a little extra as long as the service meets their needs,” he said.
For online sellers, Crewdible charges 3.5% for every invoice or a maximum of IDR 10,000 (US 0.71). This fee is then split—80% for the warehouse owner and the rest for Crewdible, said Galindra. He said that with a clear business model, Crewdible has shown positive developments. The company recently raised USD 1.5 million from Global Founders Capital and aims to hit profitability 13 months from now.
Competition is still wide open
According to Mordor Intelligence, the Indonesian logistics industry does not have a high level of industry concentration. International players are responsible for approximately 30% of the market size while the remaining 70% comprises local players.
The field is still wide open for logistics tech startups as no single player currently dominates this sector.
“If we look at other countries’ development of the market, logistics is not a winner-takes-all kind of situation. We are expecting that there will be two to five notable players in each vertical. Specifically for last-mile delivery, the top five players will continue to compete for the pole position. However, we believe this to be more of a marathon rather than a sprint. Hence, players who are able to crack unit economics and profitability from day one will be more sustainable in the long run,” said Togelang.
As a newcomer in the industry, Njotosetiadi believes that logistics and all of its verticals have a huge market in Indonesia. There is an opportunity for every player and therefore, she is not too worried about the competition.
More investments to come
KrASIA notes that at least eight logistics startups raised fresh investments this year. Bearing in mind that this industry is swelling quickly, it wouldn’t be a surprise to see more investors targeting the logistics space next year.
According to Bhima Yudhistira, a digital economy analyst at the Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), logistics is a sector that will blossom and attract investments next year.
”Logistics is very interesting because it has many verticals and we see that many new players offer innovations like smart warehouses outside metro areas. These players also cooperate with e-commerce platforms, which helps them grow fast. Indonesia’s scope for logistics is huge, so I think we will see greater transformation in this field in the near future,” he told KrASIA.
Kejora Ventures’ Togelang said that logistics tech in Southeast Asia has barely scratched the surface. Kejora expects to see far more progress in this sector in the future and the firm is excited to actively shape its development.
Here is the list of Indonesian logistics startups that were in the spotlight and received fresh funding in 2019:
Kargo Technologies is a logistics startup that integrates shippers and logistics providers in a single marketplace, solving inefficiencies and reduce costs.
SiCepat Expres offers couriers, warehouses, as well as air and cargo delivery services throughout Indonesia, and caters to tens of thousands of online merchants. It claims to deliver over 200,000 packages every day. The startup currently has 600 outlets throughout the country and aims to have 200 drop points in Greater Jakarta this year.
Triplogic handles deliveries in 61 cities across the country. By placing smart lockers in local shops to utilize as drop-off points, parcels can be delivered to their destinations within three hours. Triplogic claimed to handle thousands of deliveries each day and aims to have more than 15,000 drop points by the end of 2019.
The startup connects shippers and businesses with available warehouses and trucks across Indonesia, providing better transparency, quality of service, and improved income for asset owners. Waresix currently has more than 20,000 trucks and 200 warehouse operators in its network across the country.
Ritase provides a B2B digital transportation system that matches shippers and transporters, simplifying the logistics supply chain to create a more efficient ground freight process. It has signed up 500 small and medium-sized transportation companies, with more than 7,500 trucks and 7,000 drivers.
Logisly, an undisclosed amount from Convergence Ventures and Genesia Ventures in August
The startup increases trucking utilization and brings more transparency to trucking with technology.
Shipper, USD 5 million in seed funding in September from Y Combinator, Insignia, and Lightspeed
Shipper is a logistics aggregator platform. Shipper works with multiple micro-hubs across the country to enable the first-mile pickups and currently operates ten warehouses to help with e-commerce fulfillment.
Crewdible, USD 1.5 million in pre-Series A funding in October from Global Founders Capital
Crewdible connects e-commerce sellers with warehouse owners for order fulfillment. It turns empty facilities such as houses and offices into micro-warehouses.
– This article first appeared on KrASIA. It’s republished here as part of our partnership.
Kargo Technologies, marketplace logistik yang menghubungkan perusahaan dan layanan penyedia truk, mengumumkan perolehan pendanaan senilai $7,6 juta (lebih dari 107 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh Sequoia India dan 10100 Fund — yang terakhir ini didirikan oleh Co-Founder Uber Travis Kalanick. Ini merupakan investasi pertama Travis di Asia Tenggara.
Pertama kali di-cover oleh DealStreetAsia, turut berpartisipasi dalam pendanaan ini sejumlah investor, yaitu Pandu Sjahrir dari Agaeti Ventures, Co-Founder Northstar Group Patrick Walujo, Intudo Ventures, Zhenfund, ATM Capital, dan Innoven Capital. Dana disebutkan akan digunakan untuk memperkuat infrastruktur dan tim teknologi perusahaan.
Didirikan oleh mantan Country Manager Uber Indonesia Tiger Fang (CEO) dan Yodi Aditya (CTO), Kargo Technologies melihat permasalahan selama ini truk pulang tanpa muatan setelah pengantaran di sentra-sentra produksi. Kargo Technologies berharap bisa meminimalisir hal ini sambil memenuhi kebutuhan perusahaan-perusahaan e-commerce dan FMCG.
Berkembangnya industri e-commerce di Indonesia, diperkirakan mencapai $53 miliar di tahun 2025 menurut studi Google dan Temasek, turut mendukung berkembangnya industri logistik yang lebih efisien dan pintar.
Kargo Technologies menawarkan platform berbasis mobile, saat ini dalam beta dan akan diluncurkan dalam waktu dekat, di platform Android untuk memudahkan perusahaan pengguna dan pengirim berinterasi dan memantau pergerakan kiriman secara real time.
Cikal bakal Kargo yang sekarang adalah Kargo yang didirikan Yodi Aditya tahun 2016 dan sempat didukung oleh East Ventures. Kami mendapatkan informasi bahwa East Ventures telah full exit dan perusahaan dijual ke Tiger Fang yang menjadi CEO baru. Di segmen logistik dan pergudangan kini East Ventures mendukung Waresix.
Dalam pernyataannya, Tiger menyebutkan, “Kargo didesain untuk mengoreksi masalah ketersediaan, transparansi harga dan kurangnya kepercayaan dalam proses pembayaran melalui satu aplikasi yang gampang dipakai.”