Sejak akhir Maret, Indonesia merespon merebaknya pandemi Covid-19 dengan sejumlah regulasi, termasuk Pembatasan Sosial Berskala Besar dan larangan mudik bagi mereka yang berada di wilayah terdampak. Salah satu regulasi penting yang dikeluarkan pemerintah adalah pelonggaran aturan untuk layanan telemedicine yang tertuang di Surat Edaran Nomor HK.02.01/MENKES/303/2020. Sebuah aturan yang membuat lonjakan pengguna layanan telemedicine dan percepatan adopsi teknologi pada layanan digital.
Surat Edaran tersebut memberikan beberapa kewenangan kepada dokter, melalui layanan telemedicine untuk melakukan anamnesa, yang mencakup keluhan utama, keluhan penyerta, riwayat penyakit yang diderita saat ini, penyakit lainnya atau faktor risiko, informasi keluarga dan informasi terkait lainnya yang ditanyakan dokter kepada pasien/keluarga secara online; pemeriksaan fisik melalui audiovisual; pemberian nasihat atau anjuran yang dibutuhkan; diagnosis; pengobatan yang berdasarkan pada diagnosis; penulisan resep; dan menerbitan surat rujukan.
Melonggarnya regulasi telemedicine mendorong lonjakan penggunaan layanan di Indonesia. Halodoc dan Alodokter mengamini hal ini. Permintaan dokter untuk konsultasi online bertumbuh pesat di masa pandemi ini.
“Ada dua hal yang berpengaruh pada peningkatan pengguna layanan telemedicine. Pertama, konsumen menaruh perhatian lebih terhadap aspek kesehatan dan mengadaptasi perilaku yang lebih positif dalam menjaga kesehatan karena khawatir tentang dampak pandemi pada kesehatan mereka. Kedua, pandemi COVID-19 mengakibatkan sebagian besar masyarakat beraktivitas di rumah dan mengurangi interaksi di luar rumah,” terang pihak Alodokter.
Hal senada disampaikan pihak SehatQ dan ProSehat. Pihak SehatQ menyebutkan,”Selama masa pandemi, peningkatan pengguna SehatQ cukup drastis. [..] Dari data kami, pengguna naik lebih dari 600% sejak awal tahun ini, dan ada lonjakan lebih dari 100% untuk chat dokter kami. Toko kesehatan kami juga mencatat peningkatan transaksi 16 kali lipat sejak awal tahun.”
Sementara itu, Founder ProSehat dr G. Bimantoro (Bimo) menerangkan, layanan telekonsultasi mereka tumbuh 3 kali lipat dari sebelumnya. Ia juga menyoroti pertumbuhan permintaan untuk layanan kesehatan on demand lain, seperti permintaan panggilan tenaga kesehatan untuk ke rumah atau perusahaan yang meningkat lima kali lipat.
Industri telemedicine dan pandemi
Industri telemedicine dan layanan kesehatan digital lainnya selama ini berkembang dengan kehati-hatian karena regulasi yang cukup ketat. Hal yang sangat wajar mengingat data kesehatan pribadi sangat krusial. Di masa pandemi ini, kondisi darurat “memaksa” adopsi teknologi dipercepat, salah satunya di sektor kesehatan.
Setelah regulasi melonggar, tantangan selanjutnya adalah pelayanan prima untuk memberikan pengalaman terbaik bagi mereka yang belum pernah bersentuhan dengan teknologi. Hal ini terkait ketersediaan dokter, kualitas layanan, dan yang paling penting proteksi data.
Untuk saat ini layanan telemedicine telah menjadi solusi menekan angka konsultasi tatap muka (face-to-face). Situasi pandemi yang tak kunjung usai membuat kondisi paling aman untuk konsultasi dan pemeriksaan awal dilakukan menggunakan teknologi.
Di masa seperti ini, lahir pula beberapa inovasi yang mengakselerasi pertumbuhan industri telemedicine. YesDok mengembangkan layanan konsultasi berbasis video dan telah terintegrasi dengan DANA atau SehatQ yang fokus pada pengembangan fitur yang berkaitan dengan layanan kesehatan di masa pandemi.
“[Inovasi] yang pertama adalah Health Passport, yaitu integrasi dengan RS/Klinik penyedia tes Covid-19, sehingga pasien bisa melakukan booking tes Covid-19 hingga akses hasil tes, semua di satu aplikasi SehatQ. Yang kedua adalah kanal telemedicine RS/Klinik, sehingga pasien bisa tetap melakukan konsultasi online dengan dokter di RS/Klinik langganannya. Yang ketiga adalah fitur booking tes Covid-19 melalui SehatQ, di mana pengguna bisa dengan mudah memilih dari 100 lokasi tes rekanan faskes SehatQ di seluruh Indonesia,” ujar tim SehatQ.
Sementara itu, dr Bimo menceritakan, ProSehat telah mengembangkan TeleProSehat menggunakan chatbot, sehingga masyarakat bisa mengakses layanan telekonsultasi tanpa perlu melakukan instalasi lagi.
“Cukup dengan WhatsApp saja masyarakat kota dan desa semua bisa langsung berkonsultasi dengan aman dengan dokter dan menggunakan link video call untuk langsung membuka di browser. Tentunya kami senantiasa menjaga keamanan dan privasi untuk setiap telekonsultasi ini,” imbuh dr. Bimo.
Asosiasi Telemedicine Indonesia
Indonesia sekarang memilki Atensi atau Asosiasi Telemedicine Indonesia. Di dalamnya terdapat puluhan penyedia layanan telemedicine dengan berbagai macam konsep dan spesialisasi. Nama-nama seperti Halodoc, Alodokter, SehatQ, ProSehat, dan YesDok termasuk di dalamnya.
Sekertaris Atensi dr. Karina Andini kepada DailySocial menyampaikan, Atensi lahir membawa visi dan misi untuk mengembangkan alternatif pelayanan kesehatan yang lebih mudah, relatif murah, namun tetap memperhatikan keselamatan pasien maupun dokter untuk masyarakat Indonesia.
Pelayanan yang diharapkan tidak hanya kuratif, tetapi juga holistik, mulai dari pemberian informasi yang benar, konsultasi kesehatan yang lengkap, memberikan rujukan diagnosis yang seksama, sampai merujuk sesuai dengan sistem rujukan di Indonesia.
“Industri telemedicine di Indonesia saat ini baru dalam awal fase pertumbuhan. Ia akan bertumbuh besar, karena penduduk Indonesia dengan jumlah besar dengan lebih dari 50 % sudah tinggal di perkotaan, kondisi alam negara yang terdiri atas ribuan pulau, dan perkembangan Industri telekomunikasi yang luar biasa pesat di Indonesia,” jelas dr Karina.
Kehadiran Atensi juga diharapkan bisa membantu pemerintah menyusun dasar regulasi. Saat ini regulasi yang ada belum bisa mengatur perkembangan teknologi kesehatan di Indonesia secara menyeluruh.
dr Bimo menambahkan, regulasi telemedicine saat ini perlu banyak dirapikan dan masih dalam tahapan yang memberikan relaksasi selama masa penangangan pandemi COVID-19. Namun ia cukup yakin bahwa berbagai aturan terkait akan dapat segera dirilis setelah Surat Edaran dari Menteri Kesehatan No. HK.02.01-MENKES-303-2020.
Hadirnya peraturan Konsil Kedokteran Indonesia dan fatwa Majelis Kehormatan Etika Kedokteran bagi para tenaga medis, serta munculnya Peraturan BPOM No.8 tahun 2020 Tentang Pengawasan Obat dan Makanan yang diedarkan secara Daring, menunjukkan betapa responsifnya berbagai pihak yang terkait untuk mendukung regulasi telemedicine ini.
Pentingnya telemedicine untuk Indonesia
Dari data Kementerian Kesehatan, rasio perbandingan tenaga kesehatan di Indonesia adalah 1 dokter melayani sekitar 2500 orang. Berdasarkan data itu, di Asia Tenggara, Indonesia hanya berada di peringkat dua dari bawah, atau hanya lebih baik dari Kamboja. Peringkat tertinggi dipegang Singapura dengan rasio 1 dokter untuk 500 orang.
Efisiensi yang ditawarkan layanan telemedicine menjadi sebuah peluang besar. Layanan ini memungkinkan dokter bisa lebih banyak menangani pasien per harinya. Belum lagi permasalahan ketersediaan fasilitas kesehatan yang mumpuni di daerah. Telemedicine bisa menjadi salah satu alternatif, meskipun belum sepenuhnya menggantikan konsultasi langsung dengan dokter.