Tag Archives: kecerdasan buatan

Apa Itu Chat GPT? Mari Mengenal ChatGPT dari Pengertian Hingga Cara Kerjanya!

Chat GPT adalah teknologi AI baru yang dapat menjawab pertanyaan apa pun dalam hitungan detik. Tak mengherankan, sejak peluncurannya di akhir tahun 2022, kecerdasan buatan ini telah menjadi subjek diskusi yang menarik.

Chat GPT sekarang menjadi alat yang banyak digunakan di berbagai bidang, mulai dari pendidikan hingga bidang teknologi. Tapi sebenarnya, apa yang membuat Chat GPT begitu populer? Bagaimana cara menggunakan Chat GPT? 

Dalam artikel ini, kamu akan menemukan semua jawabannya. Pelajari lebih lanjut tentang apa itu Chat GPT dan pelajari berbagai cara untuk menggunakannya untuk berbagai tujuan!

Apa Itu ChatGPT?

ChatGPT adalah chatbot yang dikembangkan oleh OpenAI, menurut Search Engine Journal. ChatGPT bukanlah chatbot; itu memiliki kemampuan berinteraksi dan memberi respons yang sangat mirip dengan manusia.

Selain itu, jawaban yang diberikan sangat akurat jika dibandingkan dengan instruksi yang ditulis oleh pengguna. Itu sebabnya chatbot ini sangat disukai dan banyak dibicarakan di media sosial.

Program komputer yang dikenal sebagai Large Language Model (LLM) memiliki kemampuan untuk mengenali, meringkas, menerjemahkan, memprediksi, dan menghasilkan teks, termasuk chatbot ini.

Cara Kerja Chat GPT

Bagaimana Chat GPT berfungsi untuk memberikan jawaban? Ini adalah prosedurnya:

  1. Memberi input. Pengguna mengajukan pertanyaan atau arahan di Chat GPT.
  1. Tokenisasi Chat GPT akan membagi kalimat menjadi kata per kata, yang dikenal sebagai token. Model kemudian mengurutkan dan memproses token-token ini.
  1. Menempatkan input. Teks yang telah di tokenisasi akan diubah menjadi vektor agar Chat GPT dapat memahami artinya. 
  1. Pemrosesan model. Pada tahap ini, Chat DPT menghasilkan respons menggunakan model bahasa yang telah dilatih sebelumnya. 
  1. Memberikan tanggapan. Teks output Chat GPT menjawab pertanyaan atau instruksi pengguna. 

Keuntungan Chat GPT

  1. Sangat responsif dalam kecepatan memberikan jawaban.
  1. Jawaban yang diberikan cukup mudah dipahami.

Kekurangan Chat GPT

  1. Karena input sebelumnya dibuat oleh manusia, jawaban saat ini hanya berdasarkan input tersebut. Oleh karena itu, jawabannya tidak dapat diandalkan sepenuhnya karena kredibilitasnya.
  1. Karena keterbatasan kueri yang dimasukkan, Anda masih dapat mencari informasi di Chat GPT ini. Kamu hanya dapat mendapatkan informasi terbaik maksimal tahun 2021.
  1. Sifat alamiah robot, yang berarti bahwa untuk beberapa masalah kadang tidak kontekstual seperti yang kita inginkan. Hasilnya adalah jawaban yang sangat umum dan bahkan tidak menjawab pertanyaan yang kita cari atau perlukan.

Pada dasarnya, Chat GPT adalah kemajuan teknologi kontemporer yang dapat membantu manusia. Namun, kita harus berhati-hati saat menggunakannya. Semoga informasi di atas bermanfaat!

Dorong Kualitas Layanan Toko, Lazada Luncurkan Asisten Virtual Cerdas LISA

Chatbot sangat penting bagi pelaku ecommerce karena memungkinkan terjadinya interaksi langsung dengan pelanggan, memberikan dukungan 24/7, dan menyelesaikan masalah dengan cepat.

Fitur chatbot juga dapat meningkatkan personalisasi pengalaman pelanggan dan memudahkan proses pembelian. Analisis data dari aplikasi chat membantu dalam memahami perilaku pelanggan, sementara penerapan aplikasi chat yang baik memberikan keunggulan kompetitif bagi ecommerce dalam pasar yang bersaing ketat.

Demi tujuan tersebut, Lazada Indonesia (Lazada) telah memperkenalkan fitur chatbot bernama Lazada IM Shop Assistant atau LISA yang berbasis kecerdasan buatan. Fitur ini bertujuan untuk mempermudah interaksi antara penjual dan pelanggan, meningkatkan performa toko, serta memberikan pengalaman pelanggan yang memuaskan.

“Terkadang saya kesulitan membagi waktu untuk selalu standby melayani chat dari pelanggan dan mengatur pesanan yang masuk. Apalagi di awal toko saya bergabung dengan Lazada belum memiliki petugas admin, jadi semua masih ditangani sendiri,” ungkap Hafiz Anugrah Marsya, pemilik toko Senzamor Kids di Lazada.

“Banyak yang merasa lebih puas jika bertanya dahulu sebelum mereka memutuskan untuk membeli,” lanjutnya.

Menurut Ferry Kusnowo, Direktur Eksekutif dan Chief Customer Officer Lazada Indonesia, “Membangun toko online memiliki banyak tantangan, termasuk dalam layanan pelanggan yang menjadi faktor penentu kinerja toko. Pelayanan pelanggan yang cepat bukanlah hal yang mudah, tetapi Fitur LISA hadir untuk membantu penjual memberikan layanan terbaik bagi pelanggan sambil memastikan pesanan diproses dengan lancar. Kami percaya fitur ini dapat menjadi solusi efisien bagi para penjual dalam mengelola operasional toko dan memberikan pengalaman berbelanja yang menyenangkan bagi pelanggan.”

Dikutip dari situs resmi Lazada, ada beberapa fitur yang dimiliki oleh LISA yang tertuang dalam gambar berikut ini.

Kemudian untuk mengaktifkan fitur LISA, penjual dapat melakukan satu dari dua cara.

  • Yang pertama, penjual dapat membuka menu Seller Center kemudian klik Toolkit Populer dan pilih LISA/Chatbot AI.

  • Atau yang kedua, melalui menu Akun Saya, kemudian klik menu Pengaturan Chat dan klik menu Balasan Otomatis.

Selanjutnya setelah langkah di atas dilakukan, Anda bisa mengaktifkan fitur LISA lalu pilih prioritas IM Shop Assistant agar Lisa menjadi layanan pelanggan yang didahulukan. Selesai, Anda bisa langsung mencoba sendiri kemampuan Lisa di ikon chat.

“Fitur LISA merupakan salah satu bentuk komitmen Lazada untuk memberdayakan penjual dengan teknologi dan solusi yang inovatif. Dengan memanfaatkan kekuatan chatbot cerdas ini, penjual dapat meningkatkan layanannya kepada para pelanggan, memperkuat kehadiran toko dan merek mereka, sehingga dapat terus berkembang dan unggul dalam persaingan di dunia eCommerce,” tutup Ferry.

Kunjungi Indonesia, Simak Paparan Sam Altman Soal Kecerdasan Buatan

Untuk memperluas pemahaman masyarakat di Indonesia mengenai kecerdasan buatan (AI), KORIKA bersama GDP Venture mengundang Co-Founder dan CEO OpenAI Sam Altman, pengembang aplikasi revolusioner ChatGPT di Jakarta, Rabu (14/6).

Dalam sesi bertajuk “Conversation with Sam Altman” dengan para profesional, praktisi, dan media selama satu jam penuh, ia menyampaikan rencana OpenAI untuk mengembangkan ChatGPT yang menghadirkan informasi hingga riset untuk semua pengguna.

Inspirasi dari Y Combinator

Didirikan pada 2015, OpenAI adalah lembaga nirlaba di bidang riset dan pengembangan AI. Misi OpenAI adalah memastikan manfaat AGI (kecerdasan artifisial umum) bagi umat manusia. Teknologinya meliputi sistem bahasa alami GPT-4 dan ChatGPT, sistem generasi gambar DALL·E, dan sistem pengenalan ucapan sumber terbuka mereka, Whisper.

Praktisnya, ChatGPT memiliki beragam kegunaan, yakni dapat digunakan untuk memecahkan masalah kompleks, memberikan informasi atas pertanyaan dan permintaan, menginspirasi gagasan baru di bidang kreatif, serta membantu memahami konsep kompleks dengan menjelaskannya dengan kata-kata lebih sederhana, memberikan definisi, atau memberikan contoh yang berguna.

Altman mengungkap, pengalaman yang ia dapat selama ini sebagai Presiden sekaligus investor di Y Combinator, telah membantunya membangun OpenAI dan mengembangkan teknologi ChatGPT. Kinerja startup yang dinamis di Silicon Valley memungkinkan inovasi untuk tumbuh meski berisiko gagal. Menurutnya, kegagalan dapat melahirkan ide dan inovasi baru yang bakal sukses.

“Yang saya pelajari dari Y Combinator adalah tidak masalah jika gagal. Perlu diperhatikan, nantinya bukan cuma akses kepada modal dan pekerjaan saja yang penting, tetapi produk yang diluncurkan bisa diterima baik oleh lingkungan terdekat, seperti teman dan keluarga,” kata Altman.

Keterlibatan Altman dengan Y Cominator dimulai di 2011 saat Loopt, startup yang ia dirikan, diakuisisi oleh Green Dot Corporation. Ia kemudian menjadi angel investor dan penasihat startup sebelum diangkat menjadi Presiden Y Combinator di 2014.

Di bawah kepemimpinan Altman, Y Combinator memperluas cakupan dan pengaruhnya dalam ekosistem startup, menyediakan pendanaan, bimbingan, dan sumber daya bagi banyak perusahaan sukses, termasuk Airbnb, Dropbox, dan Reddit. Altman mengundurkan diri sebagai presiden pada 2019, tetapi tetap menjabat sebagai Chairman Y Combinator.

Pada Juli 2019, OpenAI mengumumkan kemitraan dengan Microsoft di mana Microsoft menjadi penyedia cloud OpenAI. Kemitraan ini menyediakan OpenAI dengan sumber daya komputasi yang dibutuhkan untuk riset dan pengembangan teknologi AGI. Microsoft juga berinvestasi di OpenAI sebesar $1 miliar untuk mendukung riset dan pengembangannya.

“Ini adalah teknologi yang memiliki impact. Untuk itu, semakin banyak orang berpartisipasi mengakses teknologi ini, semakin baik teknologi ini akan bekerja. Secara fundamental OpenAI adalah perusahaan riset, dan menurut saya negara yang menyambut baik teknologi ini dan secara cepat akan memberikan masa depan yang baik bersama,” kata Altman.

Memahami risiko AGI

Meskipun OpenAI awalnya didirikan sebagai organisasi nirlaba, pada 2019, mereka berubah menjadi entitas dengan tujuan mencari keuntungan yang disebut OpenAI LP. Perubahan ini dilakukan untuk mendapatkan sumber daya dan pendanaan yang diperlukan guna mencapai tujuan dalam riset dan pengembangan AGI .

“Kami ingin melakukan hal tersebut sebagai perusahaan nirlaba. Kami tidak mau mengorbankan misi kita, seperti akses dan pengambilan keputusan. Jadi, kami buat strukturisasi baru di mana kami akan berdiri sebagai organisasi nirlaba, tetapi ada subsidiary capital profit. Jadi, kami bisa memanfaatkan kapital, memberikan investor dan pegawai fix return, tapi lebih dari itu excess return akan diberikan kepada nirlaba,” kata Altman.

OpenAI juga menekankan pentingnya keselamatan jangka panjang dalam pengembangan AGI dan perlunya mempromosikan distribusi manfaatnya secara luas. Perusahaan ini telah menerbitkan riset, berkontribusi pada komunitas kecerdasan buatan, dan secara aktif berkolaborasi dengan organisasi lain untuk memajukan bidang ini dengan cara yang bertanggung jawab dan bermanfaat.

“Terkait dengan risiko AGI, menurut saya long term dan short term risk menjadi penting. Misi kami sebagai perusahaan adalah AGI-focused. Saat ini sudah banyak perusahaan yang memikirkan short term risk, tetapi penting untuk melihat risiko tersebut dari berbagai tahap,” kata Altman.

Memahami risiko-risiko ini membutuhkan riset proaktif, pengembangan kebijakan, dan kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan, termasuk pengembang kecerdasan buatan (AI), pembuat kebijakan, ahli etika, dan masyarakat secara luas. Organisasi seperti OpenAI dan yang lainnya secara aktif terlibat dalam memahami dan mengurangi risiko-risiko tersebut untuk memastikan pengembangan AGI yang aman dan bermanfaat.

“Menurut saya GPT-4 adalah model paling sejalan yang kami buat dan tidak ada existential risk. Kami menghabiskan waktu sekitar delapan bulan melakukan pelatihan, sampai pada akhirnya kami meluncurkannya,” kata Altman.

Tingkat akurasi pertanyaan GPT-4 / OpenAI
Tingkat akurasi pertanyaan GPT-4 / Sumber: OpenAI

Disinggung peran OpenAI untuk edukasi, Altman menyebutkan, saat awal diluncurkan, banyak guru di Amerika Serikat melarang penggunaan ChatGPT untuk siswa mereka. Namun, saat ini sudah mulai banyak guru di sekolah yang menyambut baik teknologi ini untuk membantu siswa menyerap informasi.

Terkait dengan bias dalam model bahasa AI seperti ChatGPT, penting untuk diakui bahwa model-model tersebut dapat secara tidak sengaja mencerminkan bias yang ada dalam data yang digunakan untuk melatihnya. OpenAI berupaya secara aktif bekerja untuk mengatasi persoalan tersebut dengan meningkatkan proses pelatihan, meminimalkan bias, dan mencari masukan eksternal untuk audit dan evaluasi.

OpenAI juga mengundang kolaborasi strategis dengan berbagai negara termasuk Indonesia, untuk mencerdaskan teknologi yang mereka miliki dalam hal pemahaman bahasa hingga dialek secara khusus, agar bisa lebih mudah dan relevan digunakan oleh semua orang di berbagai negara.

Catapa Hadirkan HelpGPT untuk Perkuat Solusi HR

Pengembangan teknologi kecerdasan buatan kini telah menjangkau berbagai sektor, termasuk human resources (HR). Salah satu pengembang Human Resources Intelligence System (HRIS) jebolan inkubasi GDP Ventures, Catapa meluncurkan HelpGPT, aplikasi berbasis chatGPT yang menyediakan informasi penggajian pajak dan peraturan ketenagakerjaan dalam Bahasa Indonesia.

Berdasarkan data internal periode Januari-April 2023, sekitar 60% pertanyaan pelanggan yang masuk ke CATAPA merupakan pertanyaan bersifat berulang, dengan jawaban yang dapat diakses dengan mudah di Pusat Bantuan. Asumsinya, Customer Support memerlukan satu menit untuk menangani setiap pertanyaan berulang ini, yang berarti lebih dari 2.500 menit waktu dihabiskan untuk penanganan manual.

Perhitungan ini mendorong perusahaan merespons kebutuhan untuk menjawab pertanyaan berulang ini dengan menciptakan efisiensi bagi tim customer support melalui HelpGPT.

CATAPA sudah memulai adaptasi teknologi AI dari beberapa tahun lalu. Salah satunya adalah asisten virtual Claudia yang hadir dalam messaging platform, seperti WhatsApp, Telegram, Facebook Messenger, LINE, dan Slack. Tugas utamanya adalah menangani kebutuhan karyawan, seperti melihat saldo cuti, pertanyaan tentang cuti bersama, dan persetujuan cuti.

Dalam wawancara terpisah dengan DailySocial.id, Founder & CEO Catapa Stefanie Suanita mengungkapkan HelpGPT berperan sebagai Virtual Customer Support yang menangani pertanyaan-pertanyaan yang berulang dari pelanggan, seperti implikasi regulasi dari pemerintah atau tutorial dalam pemanfaatan fitur di CATAPA. “Baik Claudia maupun HelGPT ditujukan untuk membantu HR dan karyawan,” tegasnya.

Stefanie juga mengatakan CATAPA memiliki pondasi AI yang kuat, oleh karena itu pengerjaan HelpGPT di CATAPA memakan waktu hanya beberapa bulan mulai dari proses investigasi sampai diluncurkan. Dalam prosesnya sendiri, tim CATAPA menemukan beberapa poin penting.

Pengembangan aplikasi berbasis AI memerlukan internasionalisasi dan lokalisasi agar AI bekerja secara optimal di setiap negara. Internasionalisasi memungkinkan adaptasi yang mudah ke berbagai bahasa dan wilayah, sementara lokalisasi menyesuaikan perangkat lunak untuk bahasa dan konvensi tertentu.

Dalam konteks lokalisasi, AI sangat bergantung pada data lokal, seperti bahasa, dialek, slang, aspek budaya, penggajian, dan peraturan pajak, termasuk hukum ketenagakerjaan, yang bervariasi dari negara ke negara. Masing-masing pemerintahan mungkin memerlukan solusi yang berbeda-beda atau dikustomisasi untuk bisa efektif di negaranya.

Peningkatan layanan pusat bantuan CATAPA dengan ChatGPT memberikan dua manfaat, yaitu meningkatkan pengalaman pelanggan dan efisiensi. Pusat Bantuan berbasis ChatGPT tersedia 24/7 untuk melayani pengguna dengan lebih cepat dan lebih baik. Selain itu, otomatisasi dukungan untuk pertanyaan yang berulang dan menghemat setidaknya 2.500 menit per bulan.

AI dalam human resources

Dewasa ini, pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan semakin luas dan signifikan. Dalam lingkup human resources (HR), kecerdasan buatan (AI) berperan dalam membantu HR dalam menjawab pertanyaan terkait peraturan pemerintah, peraturan perusahaan, juga mengambil bagian dalam proses rekrutmen dan manajemen kinerja.

Di sisi lain, AI juga berperan dalam menganalisis data karyawan, mengidentifikasi tren, serta memberikan wawasan yang berharga untuk membantu HR dalam pengambilan keputusan. Meski begitu, penting juga untuk mempertinbangkan isu-isu etika dan privasi yang terkait dengan penggunaan teknologi ini.

Perkembangan teknologi AI yang masif dan signifikan telah menimbulkan kekhawatiran bahwa kelak kecanggihan ini dapat menggantikan fungsi manusia dalam pekerjaan. Namun, ungkap Stefanie, “yang benar adalah AI hanya akan menggantikan manusia yang tidak memanfaatkan AI dalam menjalankan pekerjaannya.”

Dari sisi produk, perusahaan juga menghadirkan beberapa fitur baru, di antaranya tax simulator yang dapat digunakan untuk membantu perusahaan melalui simulasi total pajak yang perlu dibayarkan karyawan. Selain itu, juga ada organization chart yang menampilkan visualisasi reporting structure yang ada di perusahaan dengan struktur organisasi di CATAPA.

Visualisasi reporting structure perusahaan melalui Organization Structure / Sumber: CATAPA

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Selain Catapa, di Indonesia sendiri juga ada beberapa setartup yang menawarkan layanan untuk HR seperti Mekari, Skuad, juga Venteny  yang belum lama ini resmi IPO dan berhasil meraup dana sekitar Rp339 miliar. Beberapa perusahaan job marketplace juga mulai masuk ke ranah HR, seperti Job2Go.

Bekerja Sama dengan Militer, Beberapa Pegawai Unity Ungkapkan Kekecewaan

Menyebut nama Unity kepada para gamer tentunya akan mengingatkan mereka kepada salah satu engine game yang telah digunakan oleh banyak game selama hampir 20 tahun. Game-game modern seperti Genshin Impact, Fall Guys, hingga Mobile Legends bahkan juga dibuat dengan Unity.

Di luar industri game, engine ini juga digunakan di beragam keperluan pengolahan grafis seperti film, arsitketur, otomotif, hingga keperluan militer. Untuk yang terakhir, meskipun perusahaan Unity sendiri dengan bangga menyebutkan bahwa mereka bekerja sama dengan militer, namun kabar terbaru ternyata menunjukkan bahwa beberapa pegawai Unity tidak menyukai kerja sama tersebut.

Laporan tersebut diungkap oleh Vice yang melakukan wawancara terhadap tiga narasumber yang berasal dari pegawai dan juga mantan pegawai dari Unity yang meminta disembunyikan identitasnya untuk masalah keamanan.

Menurut pengakuan dari para narasumber ini, proyek-proyek Unity yang bekerja sama dengan militer tersebut akan diberi kode nama “GovTech“. Unity sendiri mengumumkan proyek tersebut kepada publik pada bulan Maret 2021 lalu bahwa mereka mengembangkan teknologi di semua produk mereka untuk membantu pemerintah dalam beradaptasi dengan AI (artificial intelligence) dan machine learning.

Kerja sama antara kedua belah pihak itu menimbulkan kekhawatiran pada para pegawai terkait masalah etika yang muncul dari potensi persilangan antara proyek militer dan non-militer. Mereka mengambil contoh kecerdasan buatan atau AI yang awalnya dikembangkan untuk video game, dapat juga berakhir di dalam proyek militer tanpa mereka ketahui.

Salah satu sumber tersebut juga mengutarakan bahwa dirinya bergabung ke Unity karena percaya mereka memiliki tujuan untuk memberdayakan developer dan juga membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik. Lebih blak-blakan, sumber tersebut menyebut bahwa dirinya kini tersadar bahwa mencari keuntungan lewat perang merupakan cara tercepat untuk mencari keutungan secara universal di industri teknologi.

unity ipo
Image Credit: Unity

Setelah Vice mencoba menghubungi pihak Unity untuk meminta komentar, sang CEO John Ritccitiello disebutkan langsung mengeluarkan pernyataan internal kepada seluruh pegawai Unity bahwa kontrak mereka dengan militer sangat terbatas. Dan Unity tidak akan mendukung program kerja sama yang mereka tahu melanggar prinsip atau nilai-nilai perusahaan.

Namun ternyata pesan yang disampaikan kepada lebih dari 4.000 karyawan Unity tersebut malah menimbulkan reaksi negatif. Karena kenyataannya hanya segelintir karyawan yang mengetahui keterlibatan Unity dengan militer, sedangkan berkat pernyataan tersebut semua karyawan kini mengetahuinya.

Hal ini akhirnya membuat sang CEO berjanji akan membuat pertemuan terbuka untuk seluruh pegawai Unity yang akan diadakan hari Selasa waktu setempat untuk membahas bersama terkait topik kerja sama militer tersebut.

ByteDance Kini Menjual AI yang Digunakan TikTok ke Perusahaan Lain

Salah satu alasan di balik popularitas TikTok adalah algoritma kecerdasan buatan yang menenagai sistem rekomendasinya. Dari perspektif sederhana, cara seorang pengguna berinteraksi di TikTok bakal memengaruhi deretan video yang disuguhkan kepadanya, dan ini yang pada akhirnya membuat kita seakan tidak bisa berhenti menonton video demi video yang muncul di halaman For You.

Induk perusahaan TikTok, ByteDance, rupanya tidak keberatan berbagi resep rahasia platform sosial kebanggaannya tersebut dengan perusahaan lain, asalkan mereka bersedia membayar. Melalui divisi baru bernama BytePlus, ByteDance rupanya sudah mulai menjual teknologi AI yang digunakan TikTok itu kepada sejumlah perusahaan lain sejak bulan Juni kemarin.

Sejauh ini, situs BytePlus mencantumkan nama-nama seperti platform e-commerce fashion GOAT, platform ticketing online Wego, maupun startup agritech asal tanah air Chilibeli pada daftar kliennya. TikTok pun tentu termasuk sebagai salah satu yang menggunakan layanan BytePlus, demikian pula Lark, platform kolaborasi online kepunyaan ByteDance sendiri.

Namun recommendation engine untuk menyuguhkan pengalaman yang lebih terpersonalisasi baru satu dari sejumlah produk berbasis AI yang BytePlus tawarkan. Contoh produk lainnya adalah teknologi computer vision yang sanggup mendeteksi 18 titik di sekujur tubuh (dari kepala sampai kaki) sekaligus memantaunya selagi pengguna bergerak di depan kamera, menjadikannya ideal untuk diimplementasikan pada aplikasi fashion maupun kecantikan.

BytePlus juga menawarkan teknologi machine translation serta platform data analytics yang komprehensif. Menurut laporan Financial Times, BytePlus telah merekrut karyawan dari perusahaan-perusahaan seperti Microsoft dan IBM — yang juga menawarkan produk-produk serupa untuk kalangan enterprise — di sejumlah negara. Di Tiongkok sendiri, bisnis yang dijalankan BytePlus bersaing langsung dengan nama-nama besar macam Alibaba, Baidu, maupun Tencent.

Sumber: The Verge. Gambar header: Depositphotos.com.

YouTuber Kini Bisa Pakai Fitur Smart Reply untuk Membalas Komentar

Sekitar lima tahun yang lalu, Google meluncurkan fitur Smart Reply pertama kalinya untuk aplikasi Inbox by Gmail (yang sekarang sudah almarhum). Sejak itu fitur berbasis AI tersebut sudah menyebar ke produk-produk Google lainnya, mulai dari Gmail sampai Wear OS. Smart Reply bahkan juga dipakai oleh developer aplikasi untuk membantu mereka merespon review pengguna di Google Play Store.

Sekarang, giliran kreator YouTube yang kebagian jatah Smart Reply. Fitur ini sudah bisa mereka gunakan melalui YouTube Studio, dan diharapkan dapat membantu kreator jadi lebih aktif berinteraksi dengan para penontonnya. Jadi ketimbang harus mengetik balasan komentar satu per satu, kreator dapat mengklik anjuran balasan yang AI berikan, lalu menambahkannya lagi secara manual jika dirasa perlu.

Smart Reply di YouTube sejauh ini baru mendukung bahasa Inggris dan Spanyol saja, akan tetapi Google tentu sudah berencana untuk menambahnya lebih banyak lagi. Rencana ini juga didukung oleh model AI yang mereka rancang, yang ternyata cuma satu model saja tapi dengan tipe cross-lingual, bukan merupakan model yang terpisah untuk tiap-tiap bahasa.

Ini penting mengingat YouTube merupakan produk berskala global, dan komentar dari seorang penonton terkadang bisa terdiri dari dua bahasa yang berbeda. Belum lagi bahasa yang digunakan juga sering kali bukan bahasa baku, melainkan yang kerap kita jumpai pada konteks percakapan sehari-hari. Alhasil, Google harus merombak cara kerja Smart Reply secara drastis di YouTube, sebab fitur ini awalnya terlahir dari lingkup email yang didominasi perbincangan formal.

Juga menjadi tantangan lebih lanjut adalah bagaimana komentar-komentar di YouTube kerap menggunakan singkatan, slang, emoji, maupun tanda baca yang tidak konsisten. Google bilang bahwa model cross-lingual memungkinkan AI-nya untuk mempelajari sendiri sejumlah elemen percakapan – macam konteks pemakaian emoji misalnya – dalam suatu bahasa untuk memahami penggunaannya di bahasa lain.

Lalu apakah Smart Reply akan aktif di seluruh komentar yang ada pada suatu video? Tidak. Google turut melatih sistemnya untuk mengidentifikasi komentar-komentar yang sekiranya akan dibalas oleh sang pemilik channel. Idealnya, kalau kata Google, Smart Reply hanya akan aktif ketika AI-nya bisa menganjurkan balasan yang spesifik dan masuk akal.

Sumber: VentureBeat dan Google. Gambar header: Hello I’m Nik via Unsplash.

Teknologi mempersingkat proses rekrutmen dari segi administratif, pengambilan keputusan sepenuhnya wewenang perusahaan

Penetrasi Teknologi di Proses Rekrutmen Indonesia

Sekitar satu dekade yang lalu, ketika akses terhadap internet masih terbatas dan media sosial belum begitu menjamur seperti sekarang, perusahaan masih menempuh cara manual untuk bisa menjangkau talenta-talenta bersinar. Saat ini, teknologi telah berhasil merevolusi sistem perekrutan dengan mengubah cara perusahaan dalam menemukan kandidat yang sesuai dan profesional. Mulai dari lembaran surat lamaran menjadi aplikasi lamaran online, hingga proses wawancara yang bisa dilakukan jarak jauh.

Menurut data BPS per Agustus 2019, terdapat total 7,05 juta jiwa yang tidak memiliki pekerjaan di Indonesia. Hal ini berarti, sejumlah 7,05 juta jiwa sedang berkompetisi untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan sesuai.

Berbagai tools diciptakan untuk bisa membantu mempermudah proses perekrutan karyawan, mulai dari platform job aggregator hingga memanfaatkan media sosial untuk bisa mengakuisisi talenta. Tidak hanya untuk penyedia lapangan kerja, hal ini juga berdampak pada para talenta. Di sini, proses kreativitas bekerja tatkala mereka menggunakan berbagai platform untuk “menjajakan” kemampuan.

“Dulu saya hanya melihat resume dan dilanjutkan dengan wawancara. Ternyata [hal itu] tidak berhasil. Resume dapat mengelabui. Wawancara bersifat subyektif. Tanpa pengalaman yang cukup untuk membaca orang, dan tidak memiliki pewawancara berbakat dari sisi SDM, maka rentan untuk melewatkan detail penting,” ujar Head of Product eFishery Ivan Nashara dalam salah satu tulisan lepasnya.

Berbagai platform penunjang

Ada banyak platform yang menawarkan solusi dalam  mempermudah proses perekrutan karyawan, baik untuk korporasi besar maupun perusahaan teknologi dalam berbagai skala. Mencari talenta mulai dari profesi yang paling umun hingga kebutuhan akan talenta spesifik atau niche.

Dalam wawancara lanjutan DailySocial dengan Ivan Nashara, ia menyampaikan, “Dalam konteks menemukan talenta (outbound), LinkedIn sangat powerful. Dalam hal memasang iklan dan membangun awareness (inbound), portal seperti jobstreet, Glints, Kalibrr, juga berperan penting. Sementara, untuk manajemen rekrutmen atau funnelling, kita cukup pakai Trello.”

LinkedIn adalah salah satu platform yang menjadi primadona dalam industri rekrutmen. Sebagai jejaring sosial profesional terpopuler, ragam talenta dan perusahaan dapat ditemukan dalam platform ini. Contoh lainnya adalah Kalibrr, sebuah platform yang juga menyediakan uji kemampuan online untuk membantu seleksi talenta.

Implementasi AI

Meningkatnya penggunaan platform teknologi dalam proses rekrutment menjadi potensi tersendiri dalam ranah kecerdasan buatan. Sebuah robot bahkan pernah dikembangkan dengan objektif menyamarkan bias serta sugarcoating dalam proses interview.

Menanggapi potensi pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan dalam proses rekrutmen, CEO Kata.ai Irzan Raditya menilai, proses rekrutmen yang masih manual terlalu banyak menghabiskan waktu untuk hal-hal administratif, sementara peran tim HR harusnya bisa lebih fokus dalam mengembangkan potensi talenta.

Teknologi AI diklaim bisa membantu mengoptimalkan pekerjaan tim HR mulai dari proses seleksi CV, wawancara, sehingga terbentuk candidate scoring. Hal ini bisa memangkas beberapa fase yang selama ini dilakukan secara manual sehingga mempersingkat proses perekrutan karyawan.

“Jadi, peran teknologi AI di sini bukan untuk mengambil keputusan, melainkan lebih kepada augmentasi. Sementara penilaian tetap menjadi core dari tim HR,” ujar Irzan.

Salah satu perusahaan yang juga menawarkan solusi teknologi AI dalam industri rekrutmen adalah Glints. Platform ini menawarkan full-stack recruitment dengan kombinasi teknologi dan konsultasi. Menurut wawancara DailySocial dengan seorang senior konsultan Glints, perusahaan yang sudah memanfaatkan teknologi mereka sebagai solusi proses rekrutmen pun beragam, mulai dari startup hingga korporasi.

Dari sisi perusahaan, kebutuhan akan pemanfaatan teknologi dalam proses rekrutmen masih beragam. “Semua tergantung stage perusahaan, hal ini juga bisa dihitung dari ROI perusahaan. Pada dasarnya, tujuan dari pemanfaatan teknologi adalah untuk memperkecil kemungkinan kehilangan kandidat yang punya potensi dan menghindari bias.”

Datasaur Receives More Funding, to Optimize Data Labeling Platform

The data labeling platform developer startup, Datasaur, has announced new funding worth $1 million or equivalent to 14.2 billion Rupiah. This is a same round with the last one with GDP Venture. There are some angel investors involved, one is Calvin French-Owen as Segment’s Co-Founder & CTO.

The fresh money will be used for platform capability, including minimizing bias on text labeling. As we all know, data labeling become one of the most crucial processes in the development of artificial intelligence (AI) based services, particularly in the natural language process (NLP).

Datasaur developed tools to support data labeling workers to be more productive and efficient. It includes to improve data privacy and security – in fact, most data labeling is done by outsourcing.

“Basically, we are now handling all kinds of NLP, including entity recognition, parts of speech, document labeling, coreference resolution, and dependency parsing. We’re to build intelligence into the system to make labeling process more efficient and accurate and allow the company to manage the data labeling team through a simple platform,” Datasaur’s Founder & CEO, Ivan Lee told DailySocial

Ivan Lee (middle) and Datasaur team / Datasaur
Ivan Lee (middle) and Datasaur team / Datasaur

Currently, the Datasaur team is participating in the Y Combinator acceleration program for the Winter 2020 batch in San Francisco. The company’s based in California and Indonesia.

NLP become the most AI technology-based implementation in Indonesia

AI is getting more popular as services that can automate several business processes emerged. One of the most widely used products is a chatbot, the corporation is busy using the platform to provide automatic replies to every message given by a customer. Some of them are BCA (chatbot name: Vira), Telkomsel (Veronika), BNI (Love) and others.

Behind the chatbot technology, there are a variety of AI tools applied, one of the most significant is NLP. Its function is to make the computer system understand t0ahe language and context written by the user. In fact, there are still many shortcomings in the current chatbot product, including the most fundamental which is the lack of vocabulary understanding. The impact on services that still feels very rigid, is as natural as the conversation between humans.

Advantages and challenges for chatbot implementation for business
Advantages and challenges for chatbot implementation for business

One of the results of labeling the data is used to train the machine (known as the concept of machine learning) in order to have a better understanding of language, by classifying certain words into groups that have been defined. Some of the scenarios carried out, for example, are continuously learning new words conveyed by the user.

“Despite all the hype, AI is a technology that is still being developed. Many companies are looking for best practices in their labeling process. The first generation solution is to outsource all the labeling work. Many companies are building ‘Mechanical Turk’, but for AI, ” Ivan explained.

He continued, “We now see companies identify that high-quality data is one of the most valuable assets to build and improve AI models. Datasaur is present as the next generation solution, we build software to improve best practices in data labeling, to help develop AI workflows company.”

Along with its development, the market share of AI-based products will continue to increase. Research projects that the global value will reach US$ 390 billion in 2025. For data labeling itself, on the global scene, there are several other services besides Datasaur that can help such as Labelbox, Cloudfactory, and even Google Cloud products are also releasing beta versions for AI Data Labeling Services.

Data labeling implementation scheme

Example of data labeling process in Datasaur
Example of data labeling process in Datasaur / Datasaur

By understanding the input data, there are many things that can be done. From the existing case studies, Datasaur helps companies to do various things, such as understanding contract documents, transcribing customer service conversations, analyzing product reviews, and detecting false news.

“Our software has been used to detect and mark suspicious fake news articles by the Indonesian government. A case study with one of our clients shows a 70% increase in labeling efficiency after adopting the Datasaur platform, and we still have more room to improve,” Ivan said.

Currently, the data labeling platform has been used by various business verticals, from the financial technology industry, health, customer service, social media to chatbot.

Revision from the previous article: this is not a follow on funding, still in a seed round similar with the last one from GDP Venture


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Datasaur Platform Pelabelan Data

Datasaur Dapatkan Pendanaan Lanjutan, Kuatkan Platform Pelabelan Data

Startup pengembang platform pelabelan data Datasaur baru saja membukukan investasi baru senilai $1 juta atau setara 14,2 miliar Rupiah. Putaran ini masih sama dengan pendanaan awal yang sebelumnya didapat dari GDP Venture. Terdapat beberapa angel investor yang terlibat, salah satunya Calvin French-Owen selaku Co-Founder & CTO Segment.

Pendanaan ini akan digunakan untuk memperkuat kapabilitas platform, termasuk meminimalisir terjadinya bias dalam pelabelan teks. Seperti diketahui, proses pelabelan data jadi salah satu aspek krusial dalam pengembangan layanan berbasis kecerdasan buatan (AI), khususnya dalam pemodelan natural language processing (NLP).

Datasaur mengembangkan alat untuk membantu pemberi label data bekerja secara lebih produktif dan efisien. Termasuk meningkatkan privasi dan keamanan data – terlebih sering kali pekerjaan pelabelan data dilakukan secara outsource.

“Pada dasarnya saat ini kami menangani semua bentuk NLP, termasuk entity recognition, parts of speech, document labeling, coreference resolution dan dependency parsing. Kami telah membangun kecerdasan ke dalam sistem untuk membantu membuat pelabelan lebih efisien dan akurat, memungkinkan perusahaan mengatur seluruh tim pelabelan mereka pada platform manajemen yang mudah,” terang Founder & CEO Datasaur Ivan Lee kepada DailySocial.

Ivan Lee dan tim Datasaur
Ivan Lee (tengah) dan tim Datasaur / Datasaur

Saat ini tim Datasaur juga tengah mengikuti program akselerasi Y Combinator untuk batch Winter 2020 di San Francisco. Basis perusahaan sendiri ada di California dan Indonesia.

NLP jadi implementasi AI paling populer di Indonesia

AI menjadi makin populer seiring munculnya layanan yang mampu mengotomatiskan beberapa proses bisnis. Salah satu produk yang paling banyak digunakan adalah chatbot, korporasi ramai-ramai gunakan platform tersebut untuk sajikan balasan otomatis pada setiap pesan yang diberikan oleh pelanggan. Beberapa di antaranya BCA (nama chatbot: Vira), Telkomsel (Veronika), BNI (Cinta) dan lain sebagainya.

Di balik teknologi chatbot, ada ragam alat AI yang diaplikasikan, salah satu yang paling signifikan adalah NLP. Fungsinya untuk membuat sistem komputer memahami bahasa dan konteks yang dituliskan oleh pengguna. Nyatanya produk chatbot yang ada saat ini masih miliki banyak kekurangan, termasuk yang paling fundamental yakni pemahaman kosa kata yang masih kurang. Dampaknya pada layanan yang masih terasa sangat kaku, belum natural layaknya perbincangan antar-manusia.

Keuntungan dan tantangan implementasi chatbot untuk bisnis / DailySocial
Keuntungan dan tantangan implementasi chatbot untuk bisnis / DailySocial

Hasil pelabelan data salah satunya digunakan untuk melatih mesin (dikenal dengan konsep machine learning) agar memiliki pemahaman bahasa yang lebih baik, dengan cara mengklasifikasikan kata-kata tertentu ke dalam kelompok yang telah didefinisikan. Beberapa skenario yang dilakukan misalnya, secara berkelanjutan mempelajari kata-kata baru yang disampaikan oleh pengguna.

“Terlepas dari semua hype, AI jadi teknologi yang masih terus dikembangkan. Banyak perusahaan yang tengah mencari praktik terbaik dalam proses pelabelan mereka. Solusi generasi pertama yang dilakukan adalah melakukan outsourcing seluruh pekerjaan pelabelan. Banyak perusahaan yang membangun ‘Mechanical Turk’, tapi untuk AI,” jelas Ivan.

Ia melanjutkan, “Sekarang kami melihat perusahaan mengidentifikasi bahwa data berkualitas adalah salah satu aset paling berharga untuk membangun dan meningkatkan model AI. Datasaur hadir sebagai solusi generasi berikutnya, kami membangun perangkat lunak untuk meningkatkan praktik terbaik dalam pelabelan data, untuk membantu mengembangkan alur kerja AI perusahaan.”

Seiring dengan perkembangannya, pangsa pasar produk berbasis AI akan terus meningkat. Riset memproyeksikan nilainya secara global akan capai US$390 miliar pada 2025 mendatang. Untuk pelabelan data sendiri, selain Datasaur, di kancah global ada beberapa layanan lain yang dapat membantu seperti Labelbox, Cloudfactory, bahkan produk Google Cloud juga tengah merilis versi beta untuk AI Data Lebeling Services.

Skenario implementasi pelabelan data

Contoh proses pelabelan data yang dilakukan di aplikasi Datasaur / Datasaur
Contoh proses pelabelan data yang dilakukan di aplikasi Datasaur / Datasaur

Dengan memahami data masukan, ada banyak hal yang bisa dilakukan. Dari studi kasus yang ada, Datasaur banyak membantu perusahaan untuk melakukan berbagai hal, seperti memahami dokumen kontrak, membuat transkrip percakapan layanan pelanggan, membuat analisis ulasan produk, hingga mendeteksi berita palsu.

“Perangkat lunak kami telah digunakan untuk mendeteksi dan menandai artikel berita palsu yang mencurigakan oleh pemerintah Indonesia. Sebuah studi kasus dengan salah satu klien kami menunjukkan 70% peningkatan efisiensi pelabelan setelah mengadopsi platform Datasaur, dan kami masih memiliki lebih banyak ruang untuk diperbaiki,” ujar Ivan.

Saat ini platform pelabelan data tersebut sudah digunakan oleh beragam vertikal bisnis, mulai dari industri teknologi finansial, kesehatan, layanan pelanggan, media sosial hingga chatbot.