Tag Archives: kemenkominfo

Kemenkominfo Dorong Pertumbuhan Talenta Digital Tanah Air

Kemenkominfo Dorong Pertumbuhan Talenta Digital Tanah Air

Di tengah tantangan situasi ekonomi global,industri teknologi Indonesia dengan ekosistem startupnya masih memiliki yang pandangan optimis. Pasalnya, walau diwarnai sejumlah kabar kurang sedap, startup tanah air masih berada di dalam tren pertumbuhan yang stabil. Pada Q3 tahun 2022, DailySocial.id mencatat bahwa terdapat 62 startup yang berhasil mengantongi pendanaan dengan total nilai mencapai  983 juta Dollar AS, dengan jenjang pendanaan mulai dari pre-seed hingga seri A.

Di balik hal itu, industri startup Indonesia masih menjumpai sejumlah tantangan, yang bisa dikatakan, menjadi pekerjaan rumah bagi para founder. Salah satu tantangan yang dimaksud adalah terkait dengan kebutuhan talenta digital yang berkualitas. Indonesia berada di peringkat 87 pada Global Innovation Index 2021 dan Human Capital menjadi salah satu variabel yang mendapat peringkat rendah dari 7 pilar yang ada, yakni peringkat 91. Lalu bagaimana langkah strategis yang tepat untuk mengatasi tantangan tersebut?

Kebutuhan di atas tentu patut menjadi perhatian bagi berbagai pihak terkait dan stakeholder. Salah satunya adalah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), yang berinisiatif menghadirkan solusi untuk mengembangkan kualitas talenta digital tanah air. Melalui berbagai program yang dijalankan seperti Sekolah Beta, Gerakan Nasional 1000 Startup Digital, Hub.id, dan Startup Studio yang diklaim merupakan dukungan berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas dan daya saing talenta digital Indonesia.

Program-program yang diinisiasi oleh Kemenkominfo telah berhasil memberikan dorongan yang signifikan. Hingga detik ini, terdapat lebih dari 1200 startup yang telah dirintis melalui Gerakan Nasional 1000 Startup, yang juga pada 2024 mendatang ditargetkan terdapat sekitar 150 startup yang diharapkan berhasil mengakselerasi perkembangan skala bisnisnya melalui program Startup Studio.

Berdasarkan Mapping & Database Startup Indonesia 2021 dari MIKTI,Indonesia memiliki 1.190 startup dengan berbagai skala yang tersebar di sejumlah wilayah mulai dari tier 1 hingga tier 4. Berbicara mengenai wilayah, laporan “Unlocking The Next Wave Of Digital Growth: Beyond Metropolitan Indonesia” yang dirilis oleh Alpha JWC Ventures dan Kearney pada 2021 lalu mengklasifikasikan sistem tiering yang diukur berdasarkan aspek-aspek krusial seperti pengeluaran per kapita, ukuran populasi, penetrasi internet, pertumbuhan PDB provinsi, dan juga kepadatan populasi. Disebutkan dalam laporan, berdasarkan pencatatan terhadap total 514 kota, sebanyak 15 kota dikategorikan sebagai Metropolitan (tier 1) yang mencakup wilayah-wilayah seperti Jabodetabek, Bandung, dan Surabaya. Sedangkan untuk klasifikasi Rising Urbanites (tier 2) terdapat 76 kota seperti Semarang, Makassar, dan juga Denpasar. Untuk klasifikasi tier 3 atau bisa disebut dengan “Slow Adopters” disebutkan mencakup 101 kota seperti Magelang, Prabumulih, hingga Bangli. Sedangkan untuk 322 kota lainnya diklasifikan sebagai Rigid Watchers (tier 4) seperti misalnya Kabupaten Jepara atau pun juga Kabupaten Jayapura.

Prediksi menarik bisa disimak pada wilayah tier 2 dan tier 3. Dalam laporan tersebut dikatakan, kota-kota tier kedua dan ketiga Indonesia seperti Denpasar dan Magelang, diprediksi memiliki proyeksi pertumbuhan ekonomi digital yang bisa tumbuh hingga lima kali lipat dalam lima tahun ke depan. Salah satu faktor pendorongnya adalah pesatnya pertumbuhan   dari startup-startup yang spesifik menjalankan bisnis di bidang eCommerce, dan juga finansial teknologi (financing, payments, dll).

Melalui fakta di atas, dukungan berkelanjutan patut dilestarikan. Salah satu stakeholder terkuat terkait ini yaitu pemerintah dipandang perlu untuk terus menjalankan program-program dan intervensi yang bertujuan untuk mengakselerasi skala pertumbuhan ekosistem digital seperti misalnya dukungan dalam akses permodalan, SDM, pasar, sampai mentorship dari para ahli.

Dalam mendukung upaya tersebut, pemerintah saat ini tengah mempersiapkan inisiatif strategis melalui program Dana Merah Putih. Inisiatif ini menargetkan Indonesia dapat melahirkan “unicorn-unicorn” baru yang tak hanya kuat secara permodalan, namun juga memiliki fundamental dan fondasi yang kuat menatap dinamika pasar modern di masa mendatang. Rencana peluncuran Dana Merah Putih akan diluncurkan pada Q2 di tahun 2022, menjadi salah satu bentuk konkrit pemerintah untuk memperkuat ekosistem startup di Indonesia.

Bekerja sama dengan Kemenkominfo, DS/innovate akan merilis report mengenai Digital Ecosystem Indonesia, yang akan memberikan gambaran yang utuh terkait ekosistem digital di Indonesia. Nantikan report selengkapnya di DailySocial.id!

Apa itu Televisi Digital: Pengertian, Manfaat dan Cara Pasangnya

Seiring dihentikannya penayangan televisi analog oleh Kemenkominfo, masyarakat dituntut untuk mengganti tayangannya ke dalam televisi digital.  Penghentiannya dilakukan secara perlahan, tahap pertama pada 30 April 2022, tahap kedua 31 Agustus 2022 dan tahap ketiga 30 November 2022.

Mengutip laman Kemenkominfo, siaran televisi digital adalah siaran televisi yang menggunakan modulasi sinyal digital dan sistem kompresi akan menghadirkan kualitas gambar yang lebih bersih, suara yang lebih jernih.

Siaran TV digital juga sudah menggunakan teknologi yang canggih, sehingga hanya menampilkan gambar yang kualitasnya bagus atau jernih. Apabila sinyal TV digital tidak bagus maka, gambar TV digital tidak akan ditampilkan.

Dalam siara TV digital, tangkapan gambar yang dihasilkan tentunya akan jernih dan tidak ada lagi gangguan patah-patah ketika sinyal TV sulit ditangkap.

Tentang Televisi Digital

TV digital di Indonesia tidak bisa dihindari. Sistem penyiaran digital berkembang sangat pesat di dunia penyiaran, meningkatkan kapasitas layanan melalui efisiensi penggunaan spektrum frekuensi radio. Sistem transmisi televisi digital tidak hanya mentransmisikan data video dan audio, tetapi juga memiliki banyak fungsi dan multimedia seperti layanan interaktif dan informasi peringatan dini bencana.

Siaran televisi terestrial digital adalah siaran yang menggunakan gelombang radio VHF/UHF dan siaran analog, tetapi format kontennya digital. Dengan siaran TV analog, semakin jauh Anda dari stasiun TV, semakin lemah sinyalnya, semakin buruk penerimaan gambarnya dan semakin buram hasilnya.

Berbeda dengan TV digital, yang terus memberikan gambar dan suara jernih hingga sinyal tidak lagi diterima. Singkatnya, transmisi televisi digital hanya mengenali dua keadaan:

Terima (1) atau Tidak (0). Artinya, jika penerima siaran digital dapat mendeteksi sinyal, program siaran diterima. Sebaliknya, jika tidak ada sinyal yang diterima, tidak ada gambar atau suara.

Dengan siaran digital, kualitas gambar dan suara yang diterima pemirsa jauh lebih baik daripada siaran analog di mana hantu dan kebisingan (bintik-bintik semut) tidak lagi ditampilkan di layar TV. Di era penyiaran digital, pemirsa TV tidak hanya menonton program siaran, tetapi juga menggunakan fungsi tambahan seperti EPG (Electronic Program Guide) untuk mengetahui program mana yang akan disiarkan dan yang akan disiarkan nanti.

Siaran digital memiliki potensi untuk menyediakan layanan interaktif yang memungkinkan pemirsa untuk secara langsung mengevaluasi audio program siaran.

Manfaat Penggunaan Televisi Digital Menurut Kemekominfo

Menghemat Penggunaan Pita Frekuensi

Penyiaran TV analog menggunakan frekuensi 700 Mhz. Spektrumnya ini sifatnya terbatas. Sedangkan penyiaran TV analog boros dalam penggunaan frekuensi penyiaran.

Mendukung Internet 5G

Hasil penghematan frekuensi tersebut dimanfaatkan untuk keperluan lain yakni jaringan internet generasi kelima atau 5G.

Bersifat gratis selamanya karena siaran TV digial bersifat free to air

Tidak diperlukan tambahan biaya seperti berlangganan untuk menerima siaran digital. 

Mendapatkan gambar yang jernih

Bagi penikmat TV digital, akan terasa perubahan kualitas gambar dan suara. Pada siaran TV digital, tidak ada lagi gambar yang berbentuk semut atau noise dan berbayang di monitor.

Masyarakat akan mendapatkan beragam fitur tambahan saat menggunakan TV digital

Salah satunya, fitur electronic program guide atau EPG untuk mengetahui acara-acara yang telah dan akan ditayangkan kemudian. TV digital juga mempunyai fitur early warning system alias EWS, sebagai bentuk mitigasi bencana.

Saat terjadi bencana alam, pengguna TV digital akan mendapatkan peringata. Ada juga fitur pengawasan anak atau parental lock.

Tidak memerlukan parabola maupun frekuensi radio VHF/UHF

Sebab, penyiaran TV digital terestrial. Masyarakat cukup menggunakan antena UHF dan set top box sebagai alat penerima siaran TV digital.

Apa TV kita sudah TV digital?

Masyarakat dapat melakukan pengecekan dengan mudah yakni melakukan cek pada laman resmi Siaran Digital Kominfo. Caranya yakni:

  1. Buka laman siarandigital.kominfo.go.id/
  2. Selanjutnya pilih menu Perangkat TV Digital
  3. Selanjutnya pada pilihan Pilih Kategori pilih Televisi
  4. Selanjutnya isikan merek televisi beserta Model/Type-nya
  5. Apabila merek televisi dan type merupakan TV yang sudah bisa menerima siaran TV analog maka keterangannya merek dan tipe akan muncul
  6. Apabila televisi tidak terdaftar maka akan muncul keterangan, “Mohon maaf, perangkat yang Anda cari tidak terdaftar pada database kami atau belum memiliki sertifikasi perangkat.

Referensi

www.kominfo.go.id

Dapatkan Berita dan Artikel lain di Google News

Kominfo dan BKPM menandatangani akta kesepakatan pendirian Yayasan NextICorn untuk mendukung perkembangan startup unicorn di Indonesia

Tak Sekadar Jadi Acara Tahunan, NextICorn Diresmikan sebagai Yayasan

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Badan Koordinasi Penananaman Modal (BKPM) pada hari Jumat (05/4) lalu menandatangani Akta Yayasan NextICorn. Tujuannya untuk memastikan keberlangsungan program Next Indonesia Unicorn yang sebelumnya sudah dilaksanakan–berupa acara terpadu yang menghubungkan startup calon unicorn dengan investor potensial.

Model yayasan ini dipilih pemerintah agar bisa lebih dalam terlibat menjadi fasilitator pengembangan ekosistem digital. Penandatanganan akta yayasan tersebut dilakukan langsung Menkominfo Rudiantara dan Kepala BKPM Thomas Lembong yang disaksikan anggota Nexticorn, antara lain Lis Sutjiati, Rambun Tjajo, Donald Wirahardja, David Rimbo, Rudy Ramawy, dan Italo Gani.

Visi utama Yayasan NextICorn adalah melembagakan keberlangsungan kerja sama antara pemerintah dengan ekosistem yang diwakili tokoh-tokoh yang telah memberikan warna bagi wajah ekonomi digital di Indonesia melalui program-program NextICorn selama ini. Termasuk para founder unicorn Indonesia yaitu William Tanuwijaya, Nadiem Makarim, dan Achmad Zaky.

“Bukan hanya berorientasi pada kepentingan dan keuntungan jangka pendek masing-masing. Langkah mendirikan yayasan merupakan bagian dari proses pembangunan ekosistem jangka panjang yang berkelanjutan sehingga industri ekonomi digital dapat berkembang lebih cepat dan lebih baik,” sambut Rudiantara.

Fasilitas yang disediakan Yayasan NextICorn tidak hanya dalam hal akses dengan investor, namun juga membuka kesempatan pendanaan, teknologi, pemasaran, maupun dukungan model usaha. Para board member NextICorn sepakat bahwa pembentukan yayasan adalah langkah tepat untuk mengelola dan melakukan kegiatan-kegiatan lainnya untuk memfasilitasi percepatan lahirnya unicorn Indonesia yang baru.

“Yayasan ini adalah kendaraan bagi startup untuk bisa tumbuh dan meminimalisir efek dari fenomena ‘buble burst’. BKPM akan berpartisipasi aktif, tidak hanya menjadi pembina yayasan, namun juga membantu dari segi sponsorship maupun dukungan-dukungan lainnya,” ujar Thomas Lembong.

RP Menkominfo menetapkan alat-alat atau perangkat telekomunikasi yang beroperasi pada spektrum frekuensi radio berdasarkan izin kelas

Menkominfo Tandatangani Rancangan Peraturan Frekuensi untuk IoT

Pemerintah Indonesia menunjukkan dukungan terhadap penerapan teknologi Internet of Things (IoT) melalui Rancangan Peraturan Menteri (RPM) yang baru saja ditandatangani Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara.

Pelaksana Tugas Kepala Humas Kementerian Kominfo Ferdinandus Setu menyampaikan, RPM ini memiliki urgensi untuk memenuhi ketersediaan spektrum frekuensi radio sebesar 350 MHz, untuk mobile broadband sesuai target Rencana Strategis Kementerian Kominfo tahun 2015-2019, melalui penetapan pita frekuensi radio dan ketentuan teknis penggunaan alat atau perangkat telekomunikasi Licensed Assisted Access (LAA).

“Dukungan tersebut berupa penetapan pita frekuensi radio dan ketentuan teknis penggunaan alat dan/atau perangkat telekomunikasi Low Power Wide Area (LPWA) Nonseluler,” terang Ferdinandus.

Menurut Ferinandus, latar belakang dibuatnya RPM ini adalah untuk melaksanakan ketentuan Pasal 68 ayat (3) Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 9 Tahun 2018 tentang Ketentuan Operasional Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio.

RPM yang diteken Menkominfo ini menetapkan alat-alat atau perangkat telekomunikasi yang beroperasi pada spektrum frekuensi radio berdasarkan izin kelas yaitu Wireless Local Area Network (WLAN), Peranti Jarak Dekat (Short Range Device), Low Power Wide Area Nonseluler (LPWA Nonseluler), Licensed Assisted Access (LAA), Dedicated Short Range Communication (DSRC), dan alat-alat yang beroperasi pada pita frekuensi radio yang digunakan berdasar izin kelas yang sejenis sesuai tingkat teknologi dan karakteristiknya.

“Ketentuan penggunaan frekuensi radio berdasarkan izin kelas, yaitu digunakan secara bersama (sharing) pada waktu, wilayah, dan/atau teknologi secara harmonis antar pengguna, dilarang menimbulkan gangguan yang merugikan, tidak mendapatkan proteksi interferensi dari pengguna lain dan wajib mengikuti ketentuan teknis yang ditetapkan,” kata Ferdinandus seperti dikutip Bisnis.

Ketua Umum Asosiasi IoT Indonesia Teguh Prasetya ketika dihubungi DailySocial mengungkapkan, pihaknya menyambut positif regulasi yang disahkan ini. Regulasi yang mengesahkan penggunaan frekuensi untuk IoT ini sejalan dengan program Asosiasi IoT Indonesia untuk terus mendorong pertumbuhan ekosistem IoT di Indonesia.

Teguh mengatakan, “Tentunya kami dari Asosiasi IoT Indonesia, menyambut positif sekali dengan telah disahkannya regulasi penggunaan frekuensi yang dialokasikan untuk pengguna dan penyedia IoT di tanah air.”

“Hal ini sejalan dengan program kami di tahun ini untuk terus mendorong penetrasi pertumbuhan ekosistem IoT di Indonesia mulai dari para makers, penyedia jaringan, penyedia platform, hingga penyedia aplikasi dan solusi IoT untuk semua sektor baik industri, konsumer, kesehatan, pertanian, perikanan, perkotaan, transportasi hingga perbankan,” jelasnya.

OJK partners with Google and Kemkominfo to remove illegal "fintech lending" app in Google Play

OJK in An Effort to Remove Illegal “Fintech Lending” in Indonesia

The rise of online based financial services, including p2p lending, has put more pressure to Financial Service Authority (OJK) in sorting and managing in Indonesia. Currently, OJK has recorded many unregistered fintech lending app in Google Play.

Tongam L. Tobing, Head of Investment Awareness Unit said that Google is now trying to collaborate with the regulators for qualification process.

Along with the Ministry of Communication and Informatics (Kemkominfo), OJK is still exploring the online loan distribution on Google Play platform. There are 803 illegal fintech lending recorded and blocked by Investment Awareness Unit since 2018.

Most of the illegal services have server base in US, Singapore, China, and Malaysia. “We’ve tried to partner with Google. If there’s any app offer through p2p lending fintech on Play Store should be blocked,” he said as quoted by Kompas.

AFPI as partner

In order to speed up the business, OJK has appointed Indonesia’s Fintech Association (AFPI) as the official partner to lead all kinds of IT based financial loans in Indonesia. One of its focus is to remove any illegal fintech lending and avoid being in debt to pay other debt.

Currently, OJK has listed 99 apps providing legal loan online valid per February 2019. The cultivation investment, Angon, that having a difficult time also haven’t registered in OJK.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

OJK menggandeng Google dan Kemenkominfo untuk menghapus layanan "fintech lending" ilegal di Google Play

OJK Berupaya Bersihkan “Fintech Lending” Ilegal di Indonesia

Menjamurnya layanan pembiayaan berbasis online, termasuk p2p lending, menyulitkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan penyaringan dan pengendalian di Indonesia. Saat ini OJK mencatat makin banyak aplikasi fintech lending di Google Play, meskipun statusnya belum terdaftar.

Menurut Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing, saat ini Google sudah berupaya melakukan kolaborasi dengan regulator untuk melakukan penyaringan.

Bersama dengan Kemenkominfo, saat ini OJK masih terus melakukan penyisiran penyebaran pinjaman online yang beredar di Google Play. OJK mencatat saat ini terdapat 803 layanan fintech lending ilegal yang sudah diblokir Satgas Waspada Investasi sejak tahun 2018 lalu.

Kebanyakan layanan ilegal tersebut memiliki server di Amerika Serikat, Singapura, Tiongkok, dan Malaysia.

“Kami sudah berusaha kerja sama dengan Google. Kalau ada penawaran aplikasi melalui fintech p2p lending di Play Store kami minta untuk diblokir,” ujar Tongam seperti dilansir Kompas.

AFPI sebagai badan mitra

Untuk mempercepat usaha ini, OJK telah menunjuk Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) sebagai badan resmi yang mewadahi penyelenggara layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi di Indonesia. Salah satu fokus utama AFPI adalah melakukan pembersihan fintech lending ilegal dan mencegah terjadinya praktik gali lubang tutup lubang oleh masyarakat.

Saat ini OJK mencatat terdapat sekitar 99 aplikasi penyedia jasa pinjaman online legal yang terdaftar per bulan Februari 2019 ini. Layanan investasi budidaya Angon, yang saat ini mengalami kendala, hingga saat ini statusnya masih belum terdaftar di OJK.

Rudiantara Ajak Perusahaan Teknologi Asing Turut Ciptakan Talenta Digital di Indonesia

Persoalan talenta hingga saat ini masih menjadi kendala di Indonesia. Minimnya kemampuan dari generasi muda Indonesia terkait dengan teknologi dan bisnis digital menjadi perhatian pemerintah. Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara secara agresif mengajak startup hingga perusahaan teknologi untuk membantu Indonesia meningkatkan kemampuan dan skill tenaga digital di Indonesia.

Dalam acara peresmian data center kedua Alibaba Cloud (09/1), Menkominfo turut mengajak perwakilan Alibaba Cloud untuk membantu Indonesia melahirkan talenta digital. Sehingga impor tenaga kerja asing tidak lagi menjadi prioritas dari startup hingga perusahaan teknologi di Indonesia.

“Saya tidak menyarankan startup atau perusahaan teknologi untuk mempekerjakan tenaga asing sebagai engineer di Indonesia. Namun dengan memberikan pengetahuan dan wawasan yang luas kepada talenta, tentunya bisa lebih memberikan manfaat lebih untuk tenaga kerja digital di Indonesia.”

Dalam hal ini Rudiantara merekomendasikan Alibaba Cloud untuk menghadirkan kurikulum dan silabus di sini. Sebelumnya Rudiantara juga telah menyampaikan niat tersebut kepada Jack Ma untuk membangun akademi di Indonesia. Namun untuk saat ini fokus lebih kepada pelatihan dan kelas dalam skala kecil terlebih dulu.

Menanggapi permintaan Menkominfo, Alibaba Cloud masih menampung masukan tersebut dan tentunya berupaya untuk terus mendukung program dari pemerintah Indonesia.

Program 20 ribu talenta digital Indonesia

Selain mengajak startup dan perusahaan teknologi untuk menciptakan pelatihan, kelas hingga akademi pemrograman, Kementerian Kominfo juga telah menggandeng sekitar 20 universitas di 12 kota di Indonesia untuk menerapkan pelajaran seperti big data, artificial intelligence, cyber security, cloud computing dan digital business ke dalam kurikulum mereka.

Targetnya hingga tahun 2019 mendatang sudah lahir sekitar 20 ribu talenta digital baru di Indonesia. Selain lima kurikulum yang direkomendasikan, Kominfo juga ingin menambah Internet of Things, robotics dan programming ke dalam program talenta digital Indonesia.

“Pemerintah Indonesia selama ini sudah cukup terbuka kepada investor asing untuk berinvestasi di Indonesia. Tapi kami juga mengajak mereka untuk memberikan kontribusi lain dalam bentuk pendidikan untuk talenta di Indonesia,” kata Rudiantara.

Revisi PP PSTE

Revisi PP PSTE, Kemkominfo Soroti Perlindungan Data

Kominfo menyoroti isu perlindungan data sebagai dasar revisi PP PSTE atau PP No 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. Isu ini diterjemahkan ke dalam penempatan data center (DC) dan data recovery center (DRC) harus ada di Indonesia.

Aturan lama lebih mementingkan bukti fisiknya harus di Indonesia, padahal sebenarnya yang dinilai lebih penting adalah data-datanya.

“Dalam aturan yang lama itu mengatur fisiknya, padahal yang penting itu datanya. Saat ini kami mensyaratkan datanya bukan hanya fisiknya,” Dirjen Aptika Kemkominfo, Semuel A Pangerapan, seperti dikutip dari Antara.

Kominfo merumuskan kembali aturan tersebut dalam revisi, dengan membuat Klasifikasi Data Elektronik (KDE). Pengaturan dibutuhkan untuk perjelas subjek hukum tata kelola elektronik, meliputi pemilik, pengendali, dan pemroses data elektronik.

KDE ini akan mengatur lokalisasi data berdasarkan pendekatan klasifikasi data. Klasifikasi tersebut dibagi jadi tiga jenis, yakni seperti data strategis, data tinggi, dan rendah.

Data strategis ini wajib di dalam wilayah Indonesia, menggunakan jaringan sistem elektronik Indonesia, dan membuat rekam cadang elektronik dan terhubung ke pusat data tersebut. Ketentuan teknis lebih lanjut akan ditetapkan oleh presiden dan diatur secara terpisah melalui Peraturan Presiden (Perpres).

Data strategis tidak boleh dipertukarkan keluar negeri. Sebab data yang tergolong dalam klasifikasi ini antara lain data mengenai penyelenggaraan negara, keamanan, dan pertahanan.

Data tinggi dan data rendah dalam kondisi tertentu dapat berada di luar Indonesia dengan catatan jika memenuhi persyaratan dari kajian industri. Yang menentukan ini adalah Instansi Pengawas dan Pengatur Sektor (IIPS) yang bertanggung jawab terhadap sektor tertentu. Misalnya BI dan OJK untuk sektor keuangan.

Revisi PP ini juga akan memuat bahwa data harus terenkripsi, sehingga data tetap aman dari serangan siber.

Tegaskan sanksi

Klasifikasi data ini, sebelumnya tidak hadir dalam aturan lama. Yang mana, menurut Semmy (panggilan Semuel), rentan dengan tindakan tidak patuh oleh para Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE).

“Tidak ada klasifikasi data apa saja yang wajib ditempatkan, sehingga tidak ada parameter bagi PSE selaku pelaku usaha. Dengan tidak adanya klasifikasi tersebut, kemungkinan banyak PSE yang akan ditutup atau diblok karena pelanggaran atas kewajiban tersebut.”

Untuk itu, dalam revisi juga diperjelas soal pelanggaran dari sanksi administrasi, denda, sampai pemblokiran kepada PSE sesuai dengan UU ITE pasal 40.

Saat ini revisi PP PSTE disebutkan sudah masuk di Sekretariat Negara untuk proses pengecekan ulang sebelum ditandatangani presiden. Draf sudah dikirimkan sejak 26 Oktober 2018, setelah selesai proses harmonisasi sejak 22 Oktober 2018.

Revisi PP 82/2012

IDPRO Sayangkan Adanya Indikasi Tekanan Luar untuk Revisi PP 82/2012

Indonesia Data Center Provider Organizaton (IDPRO) kembali menyampaikan keberatannya terkait dengan rencana revisi Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. Kali ini protes yang dilayangkan dengan dalih pemerintah mendapatkan tekanan dari pihak luar, dalam hal ini Amerika Serikat.

Pernyataan IDPRO tersebut didasarkan pada kalimat yang disampaikan Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita, bahwa revisi PP 82/2012 salah satunya dikarenakan adanya hasil evaluasi AS mengenai kelayakan Indonesia sebagai penerima Generalized System of Preference (GSP). GSP sendiri adalah kebijakan unilateral AS untuk membantu perekonomian dalam wujud pemotongan bea impor.

Menurut ketua umum IDPRO, Kalamullah Ramli seperti dikutip dalam Indotelko, hal tersebut harusnya menggugah rasa kebangsaan. Cara pemerintah tidak menginspirasi dan tidak menampakkan kepercayaan diri. Data adalah komoditas penting yang harus dilindungi dengan kebijakan. Ramli juga menyinggung harusnya regulasi di Indonesia dapat berdiri tegak layaknya berbagai aturan yang ada di negara lain, seperti di India misalnya.

Mengenai hal ini, kami mencoba meminta konfirmasi humas Kemenkominfo, mereka mengungkapkan bahwa revisi PP 82/2018 tidak ada hubungannya dengan GSP. Pasalnya rencana revisi ini sudah diinisiasi sejak tahun 2016 lalu. Dalam kesempatan lain Menkominfo Rudiantara juga sudah menegaskan, bahwa revisi tersebut murni dilakukan untuk membantu bisnis digital berkembang, tidak ada urusannya dengan negosiasi pihak luar — misalnya rencana AWS ke Indonesia dengan investasi besar.

Sebelumnya kami juga telah meninjau terkait revisi PP 82/2012 ini. Dalam tinjauan tersebut, kami juga menganalisis penggunaan sistem server startup ternama di Indonesia. Sebagian besar memang memanfaatkan layanan dari penyedia asing. Kendati juga ada yang menggunakan layanan lokal.

Pemerintah dan industri cukup optimis dengan perkembangan sektor digital nasional dalam meningkatkan perkembangan ekonomi.

Sektor Digital Membawa Optimisme Perkembangan Ekonomi Indonesia

Di sela-sela pertemuan IMF-WB Annual Meeting beberapa waktu lalu di Bali, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan banyak hal seputar hasil diskusi di forum. Salah satunya tentang bagaimana teknologi digital berperan dalam perkembangan ekonomi Indonesia, sekaligus mendisrupsi berbagai bidang. Ia mencontohkan, bagaimana usaha rumahan atau UMKM kini dapat menjangkau pasar di seluruh Indonesia berkat platform seperti Bukalapak atau Tokopedia. Dengan dukungan finansial dan teknologi yang kuat sebagai platform, para unicorn memberikan solusi yang sangat riil.

Pendapat tersebut makin memantapkan Menkominfo Rudiantara, melalui lembaganya ia ingin mendukung perkembangan startup digital secara lebih optimal. Salah satunya melalui Nexticorn, sebuah forum mempertemukan pelaku startup dengan calon investor potensial dari dalam dan luar negeri. Dengan demikian regulator sepakat untuk mengarahkan regulasi yang memperlancar akselerasi pertumbuhan industri digital di tanah air, khususnya yang menggarap sektor riil seperti perdagangan, keuangan, pendidikan, dan lain sebagainya.

Kendati demikian, mereka juga sadar betul bahwa hadirnya teknologi juga memberikan implikasi buruk. Salah satu yang disampaikan berkaitan dengan kemungkinan hilangnya banyak lapangan pekerjaan. Misalnya, jika nanti beli barang di toko sudah menggunakan konsep “New Retail” dengan pengalaman yang seamless digital, maka pekerja seperti kasir sudah tidak diperlukan lagi. Terlebih saat berbicara tentang implementasi tingkat lanjut dari teknologi seperti Artificial Intelligence dan Internet of Things.

Tidak hanya regulator saja, namun para pemain di industri digital cukup optimis. Hal ini seperti yang disampaikan Teddy Oetomo (CSO Bukalapak) saat menjawab pertanyaan tentang Indonesia di masa depan. Ia meyakini bahwa akan banyak hal yang mengejutkan terkait growth di industri, khususnya berkaitan dengan inklusi ekonomi dari sektor digital. Aldi Haryopratomo (CEO GO-PAY & Founder Mapan) turut menyampaikan hal serupa. Ia mengatakan kolaborasi yang ada saat ini, baik antar startup, regulator, hingga investor akan menjadi awal yang baik dalam membentuk kematangan ekonomi digital di Indonesia.

“Pemikiran founder sekarang sudah bagus. Melahirkan startup bukan semata-mata untuk menjadi unicorn, tapi fokus untuk terus berinovasi menghasilkan pemecahan masalah,” ujar Teddy sesi panel pembuka di Nexticorn 2018.

Nexticorn 2018
Sesi panel yang menyuguhkan perspektif dari para startup unicorn Indonesia / DailySocial

Sukarela Batunanggar, Komisioner OJK, di sesi panel lain mengungkapkan. Startup tidak lagi selalu “lemah” ketika berhadapan dengan regulasi. Karena startup digital itu memiliki model bisnis yang unik, dengan mengadopsi strategi yang tangkas dan fleksibel. Hal tersebut dinilai membuat akhir-akhir ini otoritasnya memang mengeluarkan cukup bayak izin untuk fintech, kendati dengan persyaratan yang cukup ketat.

Lantas bagaimana dengan kesiapan persaingan global

Boleh saja kita optimis melihat perkembangan yang ada, namun yang harus dipastikan kita tidak boleh lengkah terhadap persaingan global. Terlebih di era teknologi nantinya sekat-sekat pembatas tersebut akan semakin samar, inovasi tidak hanya bisa mendisrupsi negara asalnya, melainkan bisa juga ke berbagai belahan dunia. Melihat tren teknologi yang berkembang, hampir setiap pelaku di sektor teknologi sepakat, bahwa AI akan mendominasi ke depannya. Banyak transformasi yang akan disebabkan dari aplikasi berbasis AI. Lantas pertanyaannya, sesiap apa Indonesia menghadapi era tersebut?

Dalam sebuah data yang diterbitkan World Economic Forum, disajikan tentang peringkat negara dengan kemampuan AI tertinggi. Amerika, Tiongkok, dan India berada di peringkat teratas. Sayangnya Indonesia belum masuk peringkat besar yang digambarkan. Talenta menjadi penting, pasalnya akan mendorong perkembangan di negara terkait. Lalu untuk meningkatkannya perlu sinergi yang baik antara berbagai pihak, tidak hanya industri saja, melainkan perlu peran dominan dari regulator hingga sektor akademik.

Peringkat AI
Peringkat negara dengan kemampuan AI / WEF

Sehingga sampai sini dapat diambil sebuah kesimpulan. Perkembangan digital yang ada boleh jadi membuat kita sangat optimis menyambut kemajuan – menggenggam visi menjadi digital energy of Asia – melihat ke luar untuk menilik seberapa jauh negara lain sudah berkembang juga diperlukan. Tujuannya agar dapat belajar, mengidentifikasi kekurangan, dan mempersiapkan diri, agar populasi masyarakat digital yang besar tidak hanya menjadi pangsa pasar produk luar negeri.