Tag Archives: Kenangan Kapital

Kopital Network resmi hadir sebagai wadah bagi para angel investor untuk bertemu dengan founder startup tahap awal potensial

Kopital Network Hadir sebagai Wadah Bagi Angel Investor untuk Founder Potensial

Berawal dari visi dan misi yang selaras untuk membantu para pendiri startup tahap awal, Kopital Network resmi diluncurkan. Kepada DailySocial.id perwakilan dari Kopital Network yang juga terlibat di Kenangan Kapital Fandy Cendrajaya mengungkapkan, ini merupakan jaringan angel investor yang mempertemukan investor individu dengan founder potensial.

Saat ini anggota Kopital Network terdiri dari sejumlah founder startup ternama yang juga aktif menjadi angel di sejumlah putaran pendanaan startup. Mereka adalah James Prananto (Co-founder Kopi Kenangan), Agung Nugroho (ex. Co-Founder Kudo, ex. eksekutif Grab), Hendra Kwik (Group CEO FAZZ Financial Group), Rohit Gulati (Managing director & Partner BCG Singapore), Jakob Rost (Co-founder & CEO AyoConnect).

Dengan pengalaman dan jaringan strategis yang dimiliki oleh masing-masing anggota angel investor, memberikan kesempatan lebih bagi pendiri startup Indonesia yang saat ini masih dalam tahap awal untuk mendapatkan perluasan jaringan, bimbingan, dan investasi tahap lanjutan.

Fokus kepada pendiri startup

Meskipun sudah banyak venture capital yang memberikan pendanaan kepada startup saat ini, namun dinilai belum banyak wadah yang solid untuk menampung investor individu. Kebanyakan dari mereka memberikan investasi secara personal dengan akses terbatas.

Melihat peluang tersebut, Kopital Network ingin menjadi wadah bagi pendiri startup tahap awal guna mendapatkan dana segar sekaligus jaringan strategis dari masing-masing angel investor. Faktanya, menurut data Startup Report 2021 ada sekitar 51 transaksi pendanaan sepanjang tahun lalu yang melibatkan lebih dari 100 investor individual — sebagian besar adalah founder startup tahap berkembang.

Selain dana segar, Kopital Network juga menawarkan mentorship dari para angel investor yang terlibat dengan berbagai topik. Mulai dari kiat mengembangkan bisnis hingga bagaimana cara yang tepat untuk bisa menuju ke profitabilitas.  Pendiri startup juga memiliki kesempatan untuk mendapatkan akses ke ekosistem startup yang dimiliki para angel, berpotensi membantu pengembangan produk, kemitraan komersial, penggalangan dana di masa depan, manajemen tim, dan personal growth.

Fandy sendiri akan bertindak sebagai gatekeeper untuk Kopital Network. Nantinya bagi pendiri startup yang memiliki ide bisnis dan unit ekonomi yang relevan, bisa menawarkan kepada angel investor di jaringan tersebut.

“Fokus kita lebih kepada founder oriented dan tentunya startup yang masih dalam tahap awal. Saya percaya early stage investment bukan hanya kepada perusahaan saja tapi juga founder dan tim yang dimiliki.”

Memilih untuk sektor agnostik, Kopital Network tidak memiliki kategori khusus untuk startup yang ingin didanai. Secara ticket size, pendanaan yang mereka tawarkan secara kelompok adalah mulai dari $100 ribu – $1 juta. Semua tergantung dari skala perusahaan atau startup yang akan diinvestasikan. Anggota dari Kopital Network akan memberikan investasi secara individual.

Tahun depan Kopital Network memiliki target untuk terus memberikan investasi sekaligus memberikan impact kepada ekosistem startup di Indonesia. Mereka juga ingin menghubungkan startup yang relevan kepada jaringan angel investor yang telah bergabung dalam Kopital Network.

Sebelumnya Kopital Network bersama dengan Kenangan Kapital dan Trihill Capital juga telah terlibat dalam pendanaan awal untuk startup agritech Eratani. Sejumlah founder startup yang juga mulai menjadi angel investor juga ikut menyuntik investasi ke Eratani. Di antaranya adalah Co-founder & CEO Koinworks Benedicto Haryono, Co-founder & CEO Sociolla John Marco Rasjid, Founder & CEO Gaji Gesa Vidit Agrawal, dan beberapa angel investor lainnya.

Startup Agritech Eratani Memperoleh Pendanaan Awal 23 Miliar Rupiah

Startup agritech Eratani memperoleh pendanaan awal (pre-seed) sebesar 23 miliar Rupiah yang dipimpin oleh Trihill Capital, diikuti partisipasi dari Kenangan Kapital dan Kopital Network. Melalui pendanaan ini, mereka akan membangun ekosistem pertanian dari hulu ke hilir hingga mengembangkan super app bagi petani.

Sejumlah founder startup juga ikut menyuntik investasi ke Eratani di antaranya adalah Co-founder & CEO Koinworks Benedicto Haryono, Co-founder & CEO Sociolla John Marco Rasjid, Founder & CEO Gaji Gesa Vidit Agrawal, dan beberapa angel investor lainnya.

Menurut Founder & CEO Eratani Andrew Soeherman, investor tertarik dengan model bisnisnya karena fokus pada seluruh proses pertanian dari hulu (upstream) hingga hilir (downstream). Hal ini memberikan Eratani nilai kompetitif terhadap terobosan baru di industri pertanian ke depan.

“Kami terus membangun dan memajukan ekosistem pertanian dengan digitalisasi dan transparansi di setiap prosesnya. Ke depannya Eratani ingin banyak berkolaborasi dengan badan usaha pangan untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional dan membantu pemerintah dalam mendorong pertumbuhan sektor pertanian yang merata di Indonesia,” ungkapnya.

Eratani didirikan oleh Andrew Soeherman, Kevin Juan Tanggo Laksono (COO), dan Angles Gani (CPO) pada Juni 2021. Mereka membidik posisi nomor satu di Indonesia sebagai platform agritech yang memiliki ekosistem pertanian kuat dengan layanan mulai dari pembiayaan, pengadaan barang, pengolahan, hingga distribusi hasil panen. Saat ini Eratani telah membina lebih dari 5.000 petani di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta. 

Ekspansi hingga super app

Lebih lanjut, Eratani akan fokus membangun ekosistem dan supply chain; ekspansi ke seluruh pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan; serta mengembangkan platform super app bagi petani Indonesia. Adapun, super app ini dirancang untuk dapat mengakomodasi kebutuhan petani melalui digitalisasi proses pertanian, mulai dari akses permodalan usaha, edukasi pengolahan lahan, sarana produksi pertanian, dan pengelolaan hasil panen.

“Sejak awal Eratani hadir di Indonesia, kami berupaya membantu petani melewati tantangan yang dihadapi. Itulah sebabnya pembangunan super app menjadi kunci percepatan bagi tersedianya ekosistem digital yang terpercaya bagi petani. Kami optimistis akan lebih banyak petani yang dapat diberdayakan,” ujarnya.

Dalam wawancara terdahulu dengan DailySocial.id, Andrew mengungkap beberapa isu yang kerap dialami sektor pertanian. Pertama, 98% proses pertanian dari hulu ke hilir belum terdigitalisasi. Kedua, 93% petani masih melakukan kegiatan usaha sendiri dan tidak terorganisir.

Ketiga, petani tidak punya modal untuk mengolah lahan sampai panen. Kebanyakan sarana produksinya dibeli dengan hasil panen. Ia juga menyoroti sulitnya meregenerasi petani-petani baru karena anak-anak masa kini kurang tertarik untuk bertani.

Mengacu data BPS di 2020, sebesar 46,30% masyarakat yang masuk dalam kategori miskin di Indonesia, sebagian besar berasal dari sektor pertanian. Sektor pertanian masih menjadi pilar utama perekonomian Indonesia.

Sementara, laporan McKinsey mencatat sebanyak 50%-70% hasil panen di Indonesia tidak pernah sampai ke pasar. Riset memperkirakan produktivitas petani di Indonesia harus naik 60% jika ingin memenuhi kebutuhan pangan sebanyak 280 juta jiwa. Itu pun bisa terealisasi apabila petani mampu meningkatkan hasil panen, mengurangi kerugian pasca-panen, hingga dapat mendistribusikannya ke kota besar.

Application Information Will Show Up Here

Makmur Investment Platform Secures Seed Funding

Online investment platform Makmur secures seven-figure seed funding led by BEENEXT. A number of VCs and angel investors participated in this round, including Kinesys Group, Trihill Capital, Yiping Goh (Partner at Quest Ventures), Edward Tirtanata via Kenangan Kapital, Vidit Agrawal (CEO of GajiGesa), and Andrew Lee.

The money will be used to drive business growth by developing product features and portfolios. Makmur will also increase the number and develop the quality of its human resources.

“Currently, Indonesia’s capital market investors are experiencing significant growth, but only represent 2% of the total population in Indonesia. We expect this funding to support our efforts to close the financial inclusion gap and encourage literacy in Indonesia,” Sander said in his official statement.

Edward Tirtanata through his angel investment fund, Kenangan Kapital said that Indonesia is currently experiencing an unprecedented surge in investment from the retail market. Using this growth, Makmur focuses on financial advisory and goal-based investing to help assist novice investors. He considered this to provide different values ​​compared to wealthtech startups in Indonesia.

“Non-professional investors like me need financial advisors, and Makmur democratizes financial advisor services,” Edward told DailySocial.id in separate occation.

In general note, Makmur allows investors to invest with a minimum value of IDR 10,000. Makmur offers a number of features to strengthen the added value of its products. First, technology-based human advisors and Makmur Recipe to make it easier for novice investors to compare the right mutual funds. Users can also place mutual funds in different pockets according to their needs or investment goals (goal based investing).

Currently, Makmur provides eight investment managers, BNI Asset Management, Bahana TCW Investment Management, Trimegah Asset Management, Avrist Asset Management, Capital Asset Management, RHB Asset Management, FWD Asset Management, and Syailendra Asset Management.

Strengthen its position

In fact, Makmur is backed by a series of team work experiences at well-known technology and financial companies in Silicon Valley and Wall Street. Sander previously had an internship as a Facebook Software Engineer who was responsible for the algorithm for sorting posts on the News Feed and a Software Engineer at Motorola Solutions.

He has also held various positions in the financial industry, from KCG Holdings to Head of Quantitative Trading at Virtu Financial, one of the largest stock trading companies on Wall Street.

As DailySocial.id reached, Sander based his thought on a number of strategies in blending Makmur’s superior features, therefore, users can experience investing like having a personal wealth manager

For example, Makmur Recipe’s superior features were developed in several options, such as Makmur Recipe for emergency funds, retirement funds, and passive income. In addition, there is also a tech-enabled human advisor feature to design strategies according to the user’s investment goals. The recommended investment strategy will also follow the user’s risk profile.

Sander said this feature was designed by experts in their fields with the support of research and data-based investment technology. He considered that human advisors better understand the investment needs of users than robo advisors that have been circulating on similar platforms.

“We see that Indonesia has a quite low investment literacy. Most people invest because they join in or are attracted to sweet returns. In fact, a good investment must be based on data and research, not just feeling or simply following. Therefore, we made a quantitative investment strategy which draws on decades of data and research results used by Wall Street, not just academic theory,” Sander said.

Business development

This year, Sander revealed that his team will increase the mutual funds options by adding investment manager partners with good reputation and track record. His team will also collaborate with several mutual fund sales outlet partners

“We strictly select investment manager partners. In terms of mutual fund products, we consider some factors, such as performance, top holding, managed funds, and management fees for similar mutual funds,” he said.

In terms of products, Makmur will add new features to make it easier for users to invest, such as payment methods. According to Sander, the GoPay and Direct Debit payment methods are in the process of being integrated and are targeted for release in the next two months.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Makmur ingin memperkuat posisi di pasar investasi lewat fitur-fitur selayaknya wealth manager pribadi / Makmur

Platform Investasi “Makmur” Mengamankan Pendanaan Tahap Awal

Platform investasi online Makmur mengamankan pendanaan tahap awal dengan nominal tujuh digit yang dipimpin oleh BEENEXT. Sejumlah VC dan angel investor turut berpartisipasi pada putaran ini, antara lain Kinesys Group, Trihill Capital, Yiping Goh (Partner di Quest Ventures), Edward Tirtanata via Kenangan Kapital, Vidit Agrawal (CEO GajiGesa), dan Andrew Lee.

Pendanaan ini akan digunakan untuk mendorong pertumbuhan bisnisnya dengan mengembangkan fitur dan portofolio produk. Makmur juga akan menambah jumlah dan mengembangkan kualitas SDM-nya.

“Saat ini, investor pasar modal di Indonesia mengalami pertumbuhan signifikan, tetapi baru mewakili 2% dari total populasi di Indonesia. Kami harap pendanaan awal ini dapat mendukung upaya kami menutup gap inklusi keuangan dan mendorong literasinya di Indonesia,” ungkap Sander dalam keterangan resminya.

Edward Tirtanata melalui angel investment fund miliknya di Kenangan Kapital mengatakan saat ini Indonesia tengah mengalami lonjakan investasi dari pasar ritel yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dengan pertumbuhan ini, Makmur berfokus pada financial advisory dan goal-based investing yang dapat membantu mendampingi investor pemula. Ia menilai fokus tersebut memberikan nilai berbeda dibandingkan startup wealthtech yang ada di Indonesia.

“Investor non-profesional seperti saya membutuhkan financial advisor, dan Makmur mendemokratisasi layanan financial advisor,” ungkap Edward dihubungi terpisah oleh DailySocial.id.

Sekadar informasi, Makmur memungkinkan investor untuk berinvestasi dengan nilai minimal Rp10.000. Makmur menawarkan sejumlah fitur untuk memperkuat nilai tambah produknya. Pertama, human advisor berbasis teknologi dan Makmur Recipe untuk mempermudah investor pemula dalam membandingkan reksa dana yang tepat. Pengguna juga dapat menempatkan reksa dana pada kantong berbeda sesuai kebutuhan atau tujuan investasi (goal based investing).

Saat ini Makmur menyediakan delapan manajer investasi, yaitu BNI Asset Management, Bahana TCW Investment Management, Trimegah Asset Management, Avrist Asset Management, Capital Asset Management, RHB Asset Management, FWD Asset Management, dan Syailendra Asset Management.

Memperkuat posisi Makmur

Sebagai informasi, Makmur diperkuat deretan pengalaman kerja tim di perusahaan-perusahaan teknologi dan keuangan ternama di Silicon Valley dan Wall Street. Sander sebelumnya pernah magang sebagai Software Engineer Facebook yang bertanggung jawab atas algoritma pengurutan postingan di News Feed dan Software Engineer di Motorola Solutions.

Ia juga pernah menduduki berbagai posisi di industri keuangan, mulai dari KCG Holdings hingga menjadi Head of Quantitative Trading di Virtu Financial, salah satu perusahaan trading saham terbesar di Wall Street.

Dihubungi DailySocial.id, Sander berpatokan pada sejumlah strategi dalam meracik-racik fitur unggulan Makmur agar pengguna dapat merasakan pengalaman berinvestasi layaknya memiliki wealth manager pribadi

Contohnya, fitur unggulan Makmur Recipe yang dikembangkan dalam beberapa opsi, yaitu Makmur Recipe untuk dana darurat, dana pensiun, dan penghasilan pasif. Selain itu, ada pula fitur tech-enabled human advisor yang dapat merancang strategi sesuai tujuan investasi pengguna. Strategi investasi yang direkomendasikan juga akan mengikuti profil risiko pengguna.

Sander mengatakan, fitur ini dirancang oleh para ahli di bidangnya dengan dukungan teknologi investasi berbasis riset dan data. Ia menilai human advisor lebih memahami kebutuhan investasi pengguna daripada robo advisor yang telah banyak beredar di platform sejenis.

“Kami melihat literasi investasi di Indonesia masih sangat rendah. Kebanyakan orang berinvestasi karena ikut-ikutan atau kepincut imbal hasil yang manis. Padahal, investasi yang baik harus berdasarkan data dan riset, bukan sekadar feeling atau following. Maka itu, kami membuat quantitative investment strategy yang mengacu pada data puluhan tahun dan hasil riset yang digunakan oleh Wall Street, bukan sekadar teori dunia akademis,” papar Sander.

Rencana pengembangan Makmur

Pada tahun ini, Sander mengungkap pihaknya akan menambah pilihan reksa dana dengan menambah partner manajer investasi yang memiliki reputasi dan rekam jejak yang baik. Pihaknya juga akan menggandeng beberapa partner gerai penjualan reksa dana

“Kami selalu menyeleksi partner manajer investasi dengan ketat. Untuk produk reksa dana, kami mempertimbangkan sejumlah faktor, seperti kinerja, top holding, dana kelolaan, dan management fee reksa dana sejenis,” ungkapnya

Dari sisi produk, Makmur akan menambah fitur-fitur baru untuk mempermudah pengguna berinvestasi, seperti metode pembayaran. Menurut Sander, metode pembayaran GoPay dan Direct Debit sedang dalam proses integrasi dan ditargetkan rilis dalam dua bulan mendatang.

Application Information Will Show Up Here
Jajaran Chief dan VP di Noice / Noice

Noice Tutup Putaran Pendanaan Pra-Seri A, Dipimpin Alpha JWC Ventures dan Go Ventures

Platform audio on-demand Noice resmi menutup putaran pendanaan pra-seri A yang dipimpin Alpha JWC Ventures dan Go-Ventures dengan nominal yang dirahasiakan. Beberapa investor lainnya kembali berpartisipasi pada putaran ini, yakni Kinesys Group dan Kenangan Kapital.

Sebelumnya, baik Alpha JWC Ventures, Kenangan Kapital, dan Kinesys Group sudah lebih dulu berpartisipasi pada pendanaan tahap awal Noice yang diumumkan Maret lalu.

Disampaikan dalam siaran persnya, Partner Alpha JWC Ventures Eko Kurniadi mengatakan berkomitmen mendukung pertumbuhan bisnis Noice ke depan. Menurutnya, platform Noice telah menunjukkan perkembangan signifikan berkat konsep all-in-one yang diusung, strategi hyperlocal, serta ekspansi tim dan komunitasnya.

“Visi Noice untuk menciptakan ekosistem konten audio menjadi alasan kuat yang meyakinkan kami terhadap potensi Noice sebagai yang terbaik di ranah lokal. Apa yang ditawarkan Noice ke depan sangat menarik dan ini akan membawa perubahan besar bagi industri konten di Indonesia,” ujarnya.

Sementara bagi SVP of Investments Go Ventures Aditya Kumar, kenaikan konsumsi konten digital di Indonesia menunjukkan adanya kesenjangan cukup signifikan dari segmen konten audio. “Kebutuhan konten hiburan berkualitas meningkt karena semakin banyak kegiatan kerja dan belajar yang dilakukan dari rumah. Noice hadir untuk memenuhi kebutuhan tersebut,” tuturnya.

Noice berdiri di bawah naungan PT Mahaka Radio Digital pada 2018 yang merupakan perusahaan patungan milik PT Mahaka Radio Integra Tbk (IDX: MARI) dan PT Quatro Kreasi Indonesia. Adapun Quatro adalah hasil konsorsium perusahaan rekaman di Indonesia, antara lain Musica, Aquarius, My Music, dan Trinity.

Gencar kembangkan produk dan tim

Putaran pendanaan ini cukup menjelaskan langkah agresif yang diambil Noice sejak awal 2021 untuk merealisasikan targetnya sebagai platform konten audio lokal terbaik di Indonesia. Pihaknya berupaya memperkuat tiga aspek lewat pendanaan baru ini, yaitu produk, program, dan ekspansi.

“Kami terus mengembangkan teknologi, konten original dan menambah jumlah tim kami dari berbagai latar belakang terbaik. Kami juga tengah menggabungkan fitur-fitur baru untuk memperluas distribusi konten, membangun sistem untuk kreator, monetisasi, serta meningkatkan interaksi antara kreator dan pendengar di aplikasi NOICE,” papar CEO Rado Ardian.

Dalam artikel sebelumnya, Noice mulai menambah jumlah timnya, terutama untuk memperkuat divisi teknologi. Perusahaan juga menunjuk dua pimpinan baru, yakni Rado Ardian sebagai Chief Executive Officer dan Niken Sasmaya sebagai Chief Business Officer. Keduanya sama-sama veteran dari raksasa teknologi Google dengan berbagai pengalaman kerja di kawasan Asia Pasifik.

Per kuartal ketiga 2021, Noice telah mengantongi sebesar lebih dari 1 miliar menit konten yang telah diputar oleh pengguna. Jumlah penggunanya juga meningkat 144% dalam satu tahun terakhir dengan 800 ribu registered listener. Dari sisi konten, Noice telah memiliki lebih dari 3.100 episode podcast, dan 200 katalog podcast, baik konten orisinal maupun eksklusif. Noice juga telah bekerja sama dengan lebih dari 100 podcaster.

Salah satunya adalah Noice Live, fitur pelengkap pada konten podcast, audiobook, dan radio streaming. Rado berujar, Noice Live akan menawarkan pengalaman social networking yang berbeda dalam format audio, di mana akan ada interaksi real-time antara para kreator, pendengar, musisi, fans, dan bahkan para ahli.

Sementara Niken menambahkan, pihaknya berupaya mengakomodasi kebutuhan konten pengguna yang berada di luar Jakarta. Dengan strategi hyperlocal, Noice akan menggandeng berbagai macam kreator lokal yang menciptakan konten yang relevan sesuai daerahnya masing-masing. “Visi kami adalah menciptakan ekosistem kreator konten audio sehingga kreator dapat berkembang dan terhubung dengan para pendengarnya.”

Berdasarkan data Spotify, Indonesia mendominasi konsumsi podcast terbanyak se-Asia Tenggara pada 2020. Sebanyak 20% dari total pengguna Spotify di Indonesia mendengarkan podcast setiap bulan, dan jumlah tersebut lebih tinggi dari persentase rata-rata global.

Application Information Will Show Up Here

Noice Succession and Ambition to be the Best Local Audio Content Platform

After securing seed funding in the first quarter of 2021, audio content platform Noice has officially welcomed two new executives to its board of directors. They are Rado Ardian as Chief Executive Officer (CEO) and Niken Sasmaya as Chief Business Officer (CBO).

Both of the Google veterans’ involvement is in line with Noice’s efforts to become the best local audio platform in Indonesia. Moreover, public has been lingering to the growth of audio content, such as podcasts.

In an interview with DailySocial, Mahaka Radio’s President Director, Adrian Syarkawie, who at that time was in charge with Noice, said that his team had difficulty developing this platform business. The thing is, Mahaka Radio’s parent company was not a technology company since the very beginning, therefore, there are such limitations in its development.

“We are aware that we cannot solely develop content in the future, we have to use technology. Therefore, we are trying to find investors who can provide support on the technology side,” Ardian said to DailySocial.id.

In his recent official statement, Ardian admitted that he would continue to play an active role in supporting the future development of Noice under Rado and Niken.

To begin with, Noice was developed as a streaming radio platform. However, he said, this service is considered insufficient to meet the needs of a growing market. Meanwhile on-demand content is rapidly growing in some countries, including Indonesia.

Originally designed as a streaming radio platform, Noice began to expand its service segment by venturing into on-demand audio content. Noice was established under PT Mahaka Radio Digital in 2018 which is a joint venture company owned by PT Mahaka Radio Integra Tbk (IDX: MARI) and PT Quatro Kreasi Indonesia. Quatro is the consortium of some record companies in Indonesia, including Musica, Aquarius, My Music, and Trinity.

Based on the latest data, Noice has secured as many as 800 thousand registered listeners throughout Indonesia with more than 3,100 podcast episodes, and 200 podcast catalogs, both original and exclusive content. Noice has also worked with more than 100 podcasters.

The ex-Google influence

Prior to the appointment of Rado and Niken, Noice had actually started to address the current limitations. First, Noice started looking for investors who Eventually, Noice found investors from a number of well-known VCs with strong portfolios in technology. Those are Kenangan Kapital, Alpha JWC Ventures, and Kinesys Group.

Furthermore, the company is starting to add new talents from India specifically placed for the development of the Noice technology and platform in the future. This is enough to explain the company’s roadmap in the first half of 2021, Noice launched a beta version with UI/UX followed by version 2.X with excellent features of personalized content.

In the official statement, it is said that Rado and Niken have worked for almost ten years at Google and YouTube for the Asia Pacific region. Rado has various experiences at Google from developing the Google Ads business in the FMCG industry to handle customer experience strategies for Google Maps and the Google Store with product and engineering teams in India, Japan, Indonesia, Singapore, and Australia.

While Niken has held a number of important positions on Google and YouTube. It includes working with sales, partnerships, and program development team in Singapore and Japan, she also used to be a Global Program Manager at YouTube which focuses on developing its global creator ecosystem. Niken became the first person to run this position in Southeast Asia/Australia and New Zealand.

“Learning from our experience at Google and YouTube, we want to build Noice to be able to support audio content creators in Indonesia and build their own community through the technology and features we launch. We also facilitate creators to produce original and exclusive content in recording studio facilities by Noice’s production team,” Niken said.

Noice Roadmap

Rado said, his team will continue the first development plan in order to realize its vision as the best local audio platform and build an audio content ecosystem in Indonesia. Apart from platform development and content localization, Rado and Niken also focus on three main areas.

First, Noice will focus on prioritizing features that can allow creators/podcasters to interact two-way with their listeners. Niken said, Noice has built a recording studio and production team to facilitate the production of original and exclusive content on Noice. Currently, Noice presents a number of audio content, ranging from podcasts, live audio, streaming radio, audiobooks, and music.

Second, Noice will strengthen the audio content creators ecosystem in Indonesia. Rado said, although there are many successful content creators in Indonesia, most of them are still running on video platforms. Meanwhile, the audio-based platforms options that focus on the local market is quite limited.

“Therefore, we want to create an ecosystem of audio content creators in Indonesia for them to be successful, to perform, and connect with their listeners. We also want to provide variety of content and acquire big creators by opening the Noice platform for non-original content. In addition, we want to facilitate brands to be able to build and find their community on our platform,” he explained.

Also, Noice continues searching to fill the required positions. Currently, Noice’s product and engineering teams are based in India. Meanwhile, the Indonesian team is dedicated to business development, such as content, production, marketing, partnership & sales, and PR.

“We will start focusing on monetization when our user base, Monthly Active Users (MAU), and time spend on our platform increase significantly. We have prepared several monetization schemes to test for selected creators before fully rolling out to other creators,” he added.

Audio content market growth

Currently, Indonesia is harvesting the growth of increasing audio-based digital content. Based on Spotify’s data, Indonesia dominates the most podcast consumption in Southeast Asia in 2020. As many as 20% of the total Spotify users in Indonesia listen to podcasts every month, and this number is higher than the global average percentage.

It is undeniable that the Covid-19 pandemic is one of the big factors behind the consumption of podcast content. Digital consumers are getting attached to this specific content, especially in the season of working and studying from home.

In Indonesia, the average user spends 8 hours online. However, as many as 56% dominated by Gen Z and millennials complain of screen fatigue due to being exposed to too much visual content. Therefore, audio content is considered the right escape for Indonesian internet users.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
(ka-ki) Chief Executive Officer Rado Ardian dan Chief Business Officer Niken Sasmaya / Noice

Suksesi Noice dan Ambisinya Jadi Platform Konten Audio Lokal Terbaik

Usai mengamankan pendanaan tahap awal pada kuartal pertama 2021, platform konten audio Noice resmi menyambut dua petinggi baru dalam jajaran direksinya. Mereka adalah Rado Ardian sebagai Chief Executive Officer (CEO) dan Niken Sasmaya sebagai Chief Business Officer (CBO).

Keterlibatan kedua veteran Google tersebut sejalan dengan upaya Noice untuk menjadi platform audio lokal terbaik di Indonesia. Apalagi, pertumbuhan konten audio, seperti podcast, saat ini tengah digandrungi oleh masyarakat.

Dalam wawancara dengan DailySocial, Presiden Direktur Mahaka Radio Adrian Syarkawie yang kala itu masih menangani langsung Noice berujar bahwa pihaknya sempat kesulitan mengembangkan bisnis platform ini. Pasalnya, sejak awal perusahaan induk Mahaka Radio bukanlah perusahaan teknologi sehingga pasti ada keterbatasan dalam pengembangannya.

“Kami sadar ke depannya tidak bisa berkembang dari konten saja, tetapi juga teknologi. Maka itu, kami coba cari investor yang dapat memberikan support dari sisi teknologi,” ujar Ardian saat itu kepada DailySocial.id.

Dalam keterangan resminya baru-baru ini, Ardian mengaku akan tetap berperan aktif dalam mendukung pengembangan Noice ke depan di bawah nakhoda Rado dan Niken.

Semula Noice dikembangkan sebagai platform radio streaming. Namun, menurutnya, layanan ini dinilai tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pasar yang kian berkembang. Sementara konten on-demand tumbuh pesat di sejumlah negara, termasuk Indonesia.

Dirancang semula sebagai platform radio streaming, Noice mulai memperlebar segmen layanannya dengan merambah pada konten audio on-demand. Noice berdiri di bawah naungan PT Mahaka Radio Digital pada 2018 yang merupakan perusahaan patungan milik PT Mahaka Radio Integra Tbk (IDX: MARI) dan PT Quatro Kreasi Indonesia. Adapun Quatro adalah hasil konsorsium perusahaan rekaman di Indonesia, antara lain Musica, Aquarius, My Music, dan Trinity.

Berdasarkan data terakhir, Noice telah mengantongi sebanyak 800 ribu registered listener di seluruh Indonesia dengan lebih dari 3.100 episode podcast, dan 200 katalog podcast, baik konten orisinal maupun eksklusif. Noice juga telah bekerja sama dengan lebih dari 100 podcaster.

Kiprah eks petinggi Google

Sebelum penunjukan Rado dan Niken, Noice sebetulnya sudah mulai melakukan sejumlah upaya untuk menangani keterbatasan ini. Pertama, Noice mulai mencari investor yang dapat memberikan guidance, baik dari sisi teknologi maupun kolaborasi bisnis. Hingga akhirnya, Noice pun mendapatkan investor dari sejumlah VC ternama yang memiliki portofolio kuat di teknologi. Mereka adalah Kenangan Kapital, Alpha JWC Ventures, dan Kinesys Group.

Kedua, perusahaan juga mulai memperbanyak talent baru dari India yang ditempatkan khusus untuk pengembangan teknologi dan platform Noice ke depan. Ini cukup menjelaskan roadmap perusahaan di paruh pertama 2021, Noice meluncurkan versi beta dengan UI/UX yang berlanjut pada versi 2.X dengan fitur unggulan personalized content.

Dalam keterangan resminya disebutkan, Rado dan Niken telah berkarir selama hampir sepuluh tahun di Google dan YouTube untuk kawasan Asia Pasifik. Rado memiliki berbagai pengalaman di Google mulai dari mengembangkan bisnis Google Ads di industri FMCG hingga menangani strategi customer experience untuk Google Maps dan Google Store bersama tim product dan engineering di India, Jepang, Indonesia, Singapura, dan Australia.

Sementara Niken telah mengemban sejumlah posisi penting di Google dan YouTube. Di antaranya sales, partnership, dan program development di Singapura dan Jepang serta menjabat sebagai Global Program Manager di YouTube yang fokus untuk mengembangkan ekosistem kreatornya di global. Niken menjadi orang pertama yang mengemban tanggung jawab posisi ini di Asia Tenggara/Australia dan Selandia Baru.

“Belajar dari pengalaman kami di Google dan YouTube, kami ingin membangun Noice agar dapat mendukung kreator konten audio di Indonesia dan membangun komunitasnya sendiri lewat teknologi dan fitur yang kami luncurkan. Kami juga memfasilitasi para kreator untuk memproduksi konten orisinal dan eksklusif di fasilitas studio rekaman dengan tim produksi milik Noice,” ujar Niken.

Roadmap Noice

Menurut Rado, pihaknya masih akan terus melanjutkan rencana pengembangan Noice yang sudah ditetapkan sejak awal demi mewujudkan visinya sebagai platform audio lokal terbaik an membangun ekosistem konten audio di Indonesia. Selain pengembangan platform dan lokalisasi konten, ada tiga hal yang menjadi fokus utama Rado dan Niken

Pertama, Noice akan fokus mengutamakan fitur yang dapat memungkinkan kreator/podcaster untuk berinteraksi dua arah dengan pendengarnya. Sebagaimana disampaikan Niken sebelumnya, Noice juga membangun studio rekaman beserta tim produksi untuk memfasilitasi produksi konten orisinal dan eksklusif di Noice. Saat ini, Noice menghadirkan sejumlah konten audio, mulai dari podcast, live audio, radio streaming, audiobook, dan musik.

Kedua, Noice akan memperkuat ekosistem kreator konten audio di Indonesia. Menurut Rado, meski sudah banyak kreator konten yang sukses di Indonesia, tetapi kebanyakan masih bermain di platform video. Sementara, pilihan platform berbasis audio yang berfokus pada pasar lokal dirasa masih terbatas.

“Maka itu, kami ingin menciptakan ekosistem kreator konten audio di Indonesia agar mereka bisa sukses, tampil, dan terkoneksi dengan para pendengarnya. Kami juga ingin memberikan variasi konten dan mengakuisisi kreator besar dengan membuka platform Noice untuk konten non-orisinal. Selain itu, kami ingin memfasilitasi brand-brand agar dapat membangun dan menemukan komunitasnya di platform kami,” jelasnya.

Terakhir, Noice terus melanjutkan perekrutan untuk mengisi posisi yang dibutuhkan. Saat ini, tim product dan engineering Noice masih berlokasi di India. Sementara, tim di Indonesia diperuntukkan bagi pengembangan bisnis, seperti konten, produksi, marketing, partnership & sales, dan PR.

“Kami akan mulai fokus monetitasi apabila user base, Monthly Active Users (MAU), dan time spend di platform kami meningkat cukup besar. Kami sudah menyiapkan beberapa skema monetisasi yang rencananya kami uji untuk beberapa kreator pilihan sebelum diluncurkan sepenuhnya ke kreator lain,” tambahnya.

Pertumbuhan pasar konten audio

Saat ini, Indonesia tengah mengecap pertumbuhan manis dari meningkatnya konten digital berbasis audio. Berdasarkan data Spotify, Indonesia mendominasi konsumsi podcast terbanyak se-Asia Tenggara pada 2020. Sebanyak 20% dari total pengguna Spotify di Indonesia mendengarkan podcast setiap bulan, dan jumlah tersebut lebih tinggi dari persentase rata-rata global.

Tak dimungkiri, pandemi Covid-19 menjadi salah satu faktor besar di balik konsumsi konten-konten podcast. Konten ini menjadi buruan konsumen digital, terutama ketika dihadapkan pada situasi bekerja dan sekolah dari rumah.

Di Indonesia, rerata pengguna menghabiskan 8 jam untuk online. Namun, sebanyak 56% yang didominasi gen Z dan milenial mengeluhkan screen fatigue akibat terlalu banyak terpapar konten visual. Maka itu, konten audio dinilai menjadi nice escape bagi sebagai pengguna internet Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Noice On-Demand Audio Platform to Close Funding Round in Second Quarter of 2021

Noice’s audio-on-demand platform has received seed funding from several investors, including Kenangan Kapital, Alpha JWC, and Kinesys Group. This round will be used to accelerate the development of Noice’s local content and technology this year. Although the value is undisclosed.

In his interview with DailySocial, Mahaka Radio’s President Director, Adrian Syarkawie revealed there’s another investor, claimed to be a unicorn startup, that is involved. He said this unicorn will provide opportunities for synergy between the two companies and greater technology transfer. “I can’t announce the name yet. We will push [closing] in the second quarter,” Adrian said.

Noice was first developed as a streaming radio platform. However, Adrian said this service is considered insufficient to the growing market. Meanwhile on-demand content is growing rapidly in some countries, including Indonesia.

“If it’s only streaming radio, it seems [lacking] for digital applications. Also, people can still access radio from other media. Therefore, we are looking forward to what will be attractive to consumers through this application, and then we will get to the podcast content,” he said to DailySocial.

With PT Mahaka Radio Integra Tbk (MARI) strong position in the radio business, the company also formed a joint venture with PT Quatro Kreasi Indonesia to establish PT Mahaka Radio Digital, Noice’s parent company. Quatro is a consortium of four recording companies in Indonesia, including Musica, Aquarius, My Music, and Trinity.

This consortium, Adrian said, is linked to the common vision of each music label owner to develop applications that focus on local voice-based content.

Investors in tech

This year, Noice will focus on developing application platforms and content localization. Those two things had was not the company’s main focus at first, considering that Mahaka Radio Integra’s main business was producing content. Adrian also said that the Noice platform was not quite optimal at that time in terms of technology as it was developed by a third party.

“We are not a tech company. However, we are aware that we cannot develop from content alone in the future, technology is necessary. Therefore, we have two concerns, content and technology. Mahaka Radio Integra and Quatro are strong in content, and we try to find investors who can provide support in technology,” Adrian said to DailySocial.

Kenangan Kapital is an angel fund owned by Kopi Kenangan’s Co-founder and CEO, Edward Tirtanata, which focuses on portfolios in consumer tech. Kopi Kenangan is also part of the Alpha JWC portfolio. Meanwhile, Kinesys Group focuses on early-stage startup funding.

“Currently, investors are yet to act as shareholders because [their investment] is in the form of convertible loans, which will then be converted into equity. We are looking for partners who can provide guidance in terms of technology and collaboration. For example, investors invest in other portfolios, to be synergized with Noice. We do it gradually as we focus on developing content,” he explained.

With this rank of investors, Noice has added new resources that will focus on the technology side. The company formed a special team from India to internally develop the platform.

Business roadmap 2021

Furthermore, Adrian said that Noice’s technology focuses divided into three phases. First, the launch of the Noice 2.0 beta platform with the new UI / UX this March. Second, the company will launch the 2.X version in May. In this phase, Noice starts to enter an open platform, aka content that can be uploaded individually or personalized content. Third, Noice will begin monetization, either with an advertising or subscription scheme.

With this platform, the company began to boost the number of podcast content this year targeting 4,000-5,000 episodes. As of December, Noice has more than 3,000 podcast episodes, 62 podcast content titles, and signed up to 80 podcasters.

Adrian said, entertainment content, especially comedy and horror, is currently the most popular genre in Indonesia. Nevertheless, Noice will continue to expand its content into various categories, such as education and business. “We produce 95% of the content on Noice ourselves. We hired an exclusive podcaster. We run the idea and podcaster execute the content,” he explained.

For now, Noice content can still be accessed for free. Monetization will only be discussed if the user base, monthly active users (MAU), and time spend increase. Regarding target, Noice is aiming for an increase in user base up to four times from its current position, total play up to eight times, and the amount of exclusive original content increased by two times.

“Currently, we have not focused on monetization as resistance is still an issue with the Indonesian market when talking about the subscription system. Of course, we will start to accelerate advertising and subscription schemes in the future, maybe later in the third stage.”

Based on Spotify data, Indonesia will dominate the most podcast consumption in Southeast Asia in 2020. As many as 20% of the total Spotify users in Indonesia listen to podcasts every month, and this number is higher than the global average percentage.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Noice telah memperoleh investasi dari Kenangan Kapital, Alpha JWC, dan Kinesys Group. Diklaim sebuah startup unicorn turut berpartisipasi

Platform Audio On-Demand Noice Targetkan Tutup Putaran Pendanaan di Kuartal II 2021

Platform audio on-demand Noice telah menerima perolehan pendanaan tahap awal dari sejumlah investor, yakni Kenangan Kapital, Alpha JWC, dan Kinesys Group. Investasi ini akan digunakan untuk menggenjot pengembangan teknologi dan konten lokal Noice pada tahun ini. Nilai investasinya sendiri tidak disebutkan.

Dalam wawancaranya dengan DailySocial, Presiden Direktur Mahaka Radio Adrian Syarkawie mengungkap bahwa ada satu investor lagi, diklaim adalah startup unicorn, yang akan masuk ke pendanaan ini. Menurutnya, keterlibatan unicorn ini bakal memberikan peluang sinergi kedua perusahaan dan transfer teknologi yang lebih besar. “Saya belum bisa announce namanya. Kami akan push [closing] di kuartal kedua ini,” ujar Adrian.

Semula Noice dikembangkan sebagai platform radio streaming. Namun, menurut Adrian, layanan ini dinilai tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pasar yang kian berkembang. Sementara konten on-demand tumbuh pesat di sejumlah negara, termasuk Indonesia.

“Kalau hanya dari radio streaming saja, kelihatannya [kurang] untuk aplikasi digital. Terlebih orang masih bisa mendengar radio dari media lain. Jadi, kami melihat ke depan apa yang menarik bagi konsumen lewat aplikasi ini, dan maka itu kami masuk ke konten podcast,” ujarnya kepada DailySocial.

Dengan posisi kuat PT Mahaka Radio Integra Tbk (MARI) di bisnis radio, perusahaan pun membentuk joint venture dengan PT Quatro Kreasi Indonesia untuk mendirikan PT Mahaka Radio Digital yang menaungi Noice. Quatro merupakan konsorsium dari empat perusahan rekaman di Indonesia, antara lain Musica, Aquarius, My Music, dan Trinity.

Konsorsium ini, ujar Adrian, terjalin dari kesamaan visi dari masing-masing pemilik label musik untuk mengembangkan aplikasi yang fokus pada konten lokal berbasis suara.

Investor yang memberikan dukungan di teknologi

Tahun ini, Noice akan fokus pada pengembangan platform aplikasi dan lokalisasi konten. Kedua hal tersebut tadinya belum menjadi fokus utama perusahaan mengingat bisnis utama Mahaka Radio Integra adalah memproduksi konten. Adrian juga menyebut platform Noice belum optimal dari sisi teknologi karena saat itu dikembangkan oleh pihak ketiga.

“Kami memang bukan tech company. Namun kami sadar ke depannya tidak bisa berkembang dari konten saja, tetapi juga dari teknologi. Dari sini, kami punya dua concern, yakni konten dan teknologi. Karena Mahaka Radio Integra dan Quatro kuat di konten, kami coba cari investor yang bisa memberikan support di teknologi,” ungkap Adrian kepada DailySocial.

Kenangan Kapital merupakan angel fund milik Co-founder dan CEO Kopi Kenangan Edward Tirtanata yang fokus pada portofolio di consumer tech. Kopi Kenangan juga merupakan bagian dari portofolio Alpha JWC. Sementara, Kinesys Group fokus terhadap pendanaan startup tahap awal.

“Saat ini, investor belum masuk sebagai pemegang saham karena [investasinya] masih dalam bentuk convertible loans, nanti baru dikonversi menjadi equity. Kami memang mencari partner yang bisa memberikan guidance dari sisi teknologi dan kolaborasi. Misal, investor berinvestasi ke portofolio lain, ini bisa disinergikan ke Noice. Kami lakukan bertahap karena kami fokus perkuat di konten,” paparnya.

Dengan keterlibatan investor ini, Noice telah menambah resource baru yang akan fokus dari sisi teknologi. Perusahaan membentuk tim khusus dari India untuk mengembangkan platform Noice secara internal ke depannya.

Roadmap bisnis 2021

Lebih lanjut, Adrian menyebutkan fokus pada pengembangan teknologi Noice terbagi dalam tiga fase. Pertama, peluncuran platform Noice 2.0 beta dengan UI/UX baru pada Maret ini. Kedua, perusahaan akan meluncurkan platform Noice versi 2.X pada Mei mendatang. Di fase ini, Noice mulai masuk ke jenis konten yang bisa open platform alias konten yang dapat diunggah sendiri atau personalized content. Ketiga, Noice akan mulai melakukan monetisasi, baik dengan skema iklan maupun berlangganan.

Dengan pengembangan platform ini, perusahaan mulai menggenjot jumlah konten podcast di tahun ini dengan target konten mencapai 4.000-5.000 episode. Per Desember, Noice telah memiliki lebih dari 3.000 episode podcast, 62 judul konten podcast, dan mengontrak sebanyak 80 podcaster.

Menurut Adrian, saat ini jenis konten hiburan, terutama komedi dan horor, masih menjadi genre paling diminati di Indonesia. Kendati demikian, Noice akan terus memperluas konten ke depan ke berbagai kategori, seperti edukasi dan bisnis. “Sebanyak 95% konten di Noice itu kami produksi sendiri. Kami kontrak podcaster secara eksklusif. Kami godok idenya dan podcaster yang eksekusi kontennya,” jelasnya.

Untuk sekarang, konten Noice masih bisa diakses secara gratis oleh pengguna. Monetisasi baru akan digodok apabila user basemonthly active users (MAU), dan time spend meningkat. Targetnya, Noice mengincar kenaikan user base hingga empat kali lipat dari posisinya sekarang, total play hingga delapan kali lipat, dan jumlah konten original eksklusif hingga dua kali lipat.

“Saat ini kami belum fokus monetisasi karena pasar Indonesia masih ada penolakan jika bicara sistem berlangganan. Tentu skema iklan dan berlangganan akan kami mulai genjot ke depan, mungkin nanti di tahap ketiga.”

Berdasarkan data Spotify, Indonesia mendominasi konsumsi podcast terbanyak se-Asia Tenggara pada 2020. Sebanyak 20% dari total pengguna Spotify di Indonesia mendengarkan podcast setiap bulan, dan jumlah tersebut lebih tinggi dari persentase rata-rata global.

Podcast Popularity to Mark the Rise of Voice Based Content Industry in Indonesia

Voice-based content has existed before the internet, through the radio. As technology advanced, now voice-based content has evolved into on-demand content accessible through platforms.

One of those is the podcast or web podcast, which has become popular in recent years. Podcasts are serialized sound-based content that can be downloaded on your device. The term podcast or a combination of the words “iPod” and “broadcasting” was born along with the birth of this Apple device in 2001. Referring to Podcast Hosting data, there are 1.75 million podcast broadcasts in the world with 43 million episodes as of February 2021.

Now, voice-based content is transformed into on-demand content and available on various platforms, such as Apple Podcast, Spotify, Google Play Music, and Anchor. Not only on-demand, but the audio-based platforms Clubhouse is also gaining popularity among users in Indonesia.

Clubhouse is actually an audio-chat-based social media application that allows users to discuss various topics with other users. Exclusively, this application is to deliver a podcast format, but live. Then, how is the Indonesian market’s acknowledgment of voice-based content?

Podcast to lead the media landscape

Based on the information from several sources, there are some reasons why podcast is dominating the media landscape in a few countries, including Indonesia. First, podcast comes in a format that allows listeners to do other activities or multitask. This situation is different while enjoying video, e-book, or image based content,

In terms of consumers, this format is considered fine to take up their busy lives. The diversity of podcasts have the ability to build a community with the same preferences.

These factors are considered relevant for the Indonesian market. Referring to Podcast User Research in Indonesia in 2018, content variation and flexibility are two big reasons why consumers listen to this digital-based audio content.

Sumber Podcast User Research in Indonesia 2018 / DailySocial
Source: Podcast User Research in Indonesia 2018 / DailySocial

In addition, the smartphone’s existence is one of the driving factors why podcasts have paved the way from specialized media to become mainstream media. What we know is that podcast content is only available in certain media, such as iPods, media players, and desktops/laptops.

According to Grand View Research, low storage space, internet connection, and the limited media to access podcasts at that time hindered the growth of this industry. Now, smartphones with high-bandwidth internet connections are starting to empower the industry.

Trend of local podcast platform

The global podcast market value is estimated at $9.28 billion in 2019 and is predicted to reach $11.7 billion in 2020 according to Grand View Research data. In Indonesia, the number of content and listeners is still dominated by foreign platforms, such as Spotify and Google Podcast.

At least, this refers to Podcast User Research in Indonesia data in 2018, where Spotify (52.02%) was recorded as the most popular platform for podcast. However, Inspigo is actually included as the only local player in the top 10.

Sumber: Podcast User Research in Indonesia 2018 / DailySocial
Source: Podcast User Research in Indonesia 2018 / DailySocial

This indicates the development of the local podcast platform awareness. The podcast growth trend in Indonesia has also encouraged a number of business players to develop similar platforms, such as Noice and PodMe.

Inspigo was launched in October 2017, but the platform was released to the public in April 2018. Meanwhile, Inspigo offers various packaged audio content, ranging from on-demand content, talk shows, and interactive sessions.

Meanwhile, Noice was launched in 2018 under PT Mahaka Radio Digital, a joint venture company formed by PT Mahaka Radio Integra Tbk (MARI) and PT Quatro Kreasi Indonesia. Quatro is a consortium of four recording companies in Indonesia, including Musica, Aquarius, My Music, and Trinity.

Finally, PodMe was developed by a media conglomerate, the Media Group. The PodMe platform was released in October 2019 and offers a number of on-demand audio content, such as comedy, business, and the Kick Andy program.

Mahaka Radio’s President Director, Adrian Syarkawie revealed that Noice, which was originally developed as a streaming radio platform, was deemed insufficient to meet the growing market needs. In fact, on-demand content is considered to be growing rapidly in a number of countries, including Indonesia.

“If only from streaming radio alone, it seems [lacking] for digital applications. Moreover, people can still hear radio from other media. So, we are looking forward to what will be attractive to consumers through this application, and so we enter the podcast content, “he said to DailySocial.

In addition, on-demand audio content is getting highlighted by investors as an interesting digital business trend in the future. For example, Kopi Kenangan’s CEO and Co-founder, Edward Tirtanata, who recently announced as an angel investor through his fund, Kenangan Kapital, is reportedly going to invest in one of the local podcast platforms.

Although it is yet to be confirmed, Edward had mentioned in an interview with DailySocial that Indonesia demands more disruption in the consumer tech segment. In his observation, the products/services of this segment are still underrated in terms of technology.

Monetization hitch

Regardless, in any format, on-demand content will always lead to one big challenge, on how to monetize the business model. In general, on-demand content relies on two schemes, advertising and subscription systems.

The second option is quite attractive for platform providers to gain revenue. As long as customers can see/enjoy the value provided, they will continue to pay. Unfortunately, this option is considered difficult for the Indonesian market with a lack of willingness to pay.

Even Spotify, which has gone public, has to make a bet on making podcast content as its way to profitability. Referring to Spotify data in Indonesia, this strategy is actually make sense.

Spotify spotted that Indonesia is dominating podcast consumption in Southeast Asia in 2020. Around 20% of the total Spotify users in Indonesia listen to podcasts every month, and this number is higher than the global average percentage.

Spotify’s Head of Studios for Southeast Asia, Carl Zuzarte said that Indonesian podcast listeners have their own characteristics, the majority like content to listen to at night before bed. The consumption rate has increased in recent months, especially during the PSBB.

Meanwhile, in terms of podcasters, Box2Box ID’s Co-founder, Tio Prasetyo , also acknowledged the challenges of monetization. He said, podcasters still rely on revenue from brand-sponsored content. In this case, clients generally have an entire episode broadcast for their own promotion, similar to radio.

“The difference is, compared to radio, we can provide more accurate data, such as the number of listeners in real-time and reach to clients,” Utomo said as quoted from krAsia.

Utomo said podcasters are to raise additional income with other models, such as speaking at offline events or distributing broadcast material on podcast platforms for paid campaigns.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian