Tag Archives: KeTitik

Rama Mamuaya bersama co-founder KeTitik

Mengulas Awal Dekade Perjalanan Industri Internet Indonesia

“Passion isn’t enough, you always have to deliver your best. When we talk about business, even if you don’t love it, you can still be incredible at it.”

Petikan kalimat oleh Founder dan CEO DailySocial.id Rama Mamuaya, kala berbagi ceritanya dengan Co-Founder dan CEO Ketitik Bipin Mishra.

Di sesi podcast Startups Simplified, Rama kilas balik perjalanannya selama lebih dari satu dekade dalam berkarier di industri teknologi, melahirkan media DailySocial.id, hingga memperluas spektrumnya lewat unit modal ventura DS/X Ventures.

Internet

Rama napak tilas perjalanannya menyaksikan perkembangan industri internet dan teknologi dalam negeri yang saat itu belum semasif sekarang. Kala itu, internet masih dianggap sebagai destinasi hiburan virtual, belum menjadi peluang serius untuk berbisnis. 

Namun, anggapan ini retak ketika Kaskus hadir, portal komunitas terbesar, yang juga disebut sebagai tonggak sejarah industri e-commerce tanah air. Kaskus membawa internet ke level selanjutnya, usai ‘membersihkan’ platformnya dari hal ilegal, termasuk mengedukasi basis penggunanya.

“Banyak yang mulai menyadari bahwa bisa menghasilkan uang dari internet, dan ini terjadi ketika Kaskus mematahkan barrier itu. Investor mulai mengguyur investasi ke sejumlah bisnis internet.”

Pada momentum tersebut, Rama mendirikan DailySocial.id tepat 15 tahun lalu, berawal dari sebuah blog yang awalnya mengulas pemberitaan mengenai industri teknologi dan turunannya.

Integritas

Antonny Liem dan Didi Nugrahadi adalah dua sosok jempolan yang disebut memegang peran penting dalam perjalanan Rama membangun bisnis media. Antonny adalah Partner GDP Venture, sedangkan Didi adalah salah satu pendiri Detik.com, pionir media online.

Rama menyebutnya sebagai dua mentor yang telah mentransfer ilmu dan nilai pada dirinya. “Antonny Liem adalah mentor dan investor yang luar biasa, super knowledgeable, yang sudah lama membantu saya. Whatever we are doing good, he stays out of the way. Kalau sebaliknya, dia akan tanya bagaimana bisa bantu. Dia mempercayai para founder,” tuturnya.

Ia pun mengapresiasi Didi yang telah mendampinginya di masa awal membangun DailySocial.id dan membangun nilai integritas dalam berbisnis, terutama di industri media. “Integritas tidak dapat dibeli dengan uang. If you have integrity, they will trust you.”

“Lalu, apa hal terburuk dalam menjalankan perusahaan media?” tanya Bipin lagi.

Rama berujar bisnis media seharusnya bukan tentang menghasilkan uang karena media punya peran membuka akses terhadap informasi, pengetahuan, dan jejaring. Kalaupun itu tujuannya, media bukanlah opsi yang tepat untuk berbisnis.

Pencapaian

“Apa pencapaian penting Anda? And please don’t be humble,” tanya Bipin.

Rama mengungkap ada dua hal yang menandai pencapaian signifikan sebagai founder dan CEO, yakni (1) DailySocial.id mengamankan pendanaan awal dari Merah Putih Incubator dan (2) pertama kalinya perusahaan menembus pendapatan sebesar $1 juta di 2018.

“Ini merupakan pencapaian luar biasa karena saya benar-benar bisa menjual ide saya, yang mana kini sudah berbentuk situs berita. Pencapaian kedua justru enable another milestone yang menjadi puncaknya, di mana tim kami menjadi sangat solid,” katanya.

Berinvestasi

Lebih lanjut, Rama mengungkap tonggak pencapaian terbaru tahun lalu di mana ia bersama Amir Karimuddin memutuskan untuk mendirikan DS/X Ventures sebagai kendaraan investasi tahap awal di Indonesia.

Selain karena sudah lama menjadi angel investor dan terlibat sebagai mentor, Rama menyebut saat ini DailySocial.id memiliki posisi kuat di industri karena memiliki jaringan ke berbagai pemangku kepentingan di industri startup, termasuk kapabilitas, dan informasi.

Everything goes to us. We see that as values. Kita coba do more. Ditambah, kita bisa bantu karena we’ve done that before. Ini menjadi value proposition kami, bukan cuma soal capital.”

Disclosure: DailySocial.id merupakan print partner dari program “Startups Simplified, a Ketitik Podcast”

Co-Founder & CEO Brick Gavin Tan bersama Co-Founder & CEO KeTitik Bipin Mishra

Dorongan Pendiri Brick Berpindah Profesi dari Bidang Legal ke Teknologi Finansial

Berawal dari mengembangkan layanan pengelolaan data kesehatan finansial berbasis API (Application Programming Interface), Brick kini telah berkembang menjadi sebuah layanan treasury tool yang dapat digunakan untuk semua aspek bisnis.

Dalam kanal podcast bertajuk “Startup Simplified, a Ketitik Podcast”, Co-Founder & CEO Brick Gavin Tan mengungkap perjalanan kariernya dengan latar belakang pendidikan di bidang hukum, hingga akhirnya memutuskan terjun ke dunia fintech. 

Gavin mengakui punya ketertarikan kuat dengan angka dan hal-hal yang berbau finansial. Beranjak dewasa, ia mulai diharuskan fokus pada hal yang akan menjadi pilihan karirnya. Sempat mempertimbangkan beberapa hal, ia akhirnya memutuskan untuk fokus masuk ke jurusan hukum.

Setelah lulus kuliah, Gavin sempat menjalani karier sebagai pengacara yang fokus pada kasus kriminal, kepentingan publik, juga untuk pemerintahan Singapura selama sekitar dua tahun.

“Saya melihat yang dilakukan pengacara itu baik, memutuskan ini sebagai pilihan karier. Ilmu ini tidak hanya tentang berpikir logis, tetapi juga ada unsur humanity yang mengharuskan kita untuk bisa memproses banyak hal dalam waktu singkat,” jelasnya Gavin kepada Co-Founder & CEO KeTitik Bipin Mishra yang menjadi pembawa acara dalam podcast.

Lalu, di satu waktu ia kembali teringat masa kecilnya yang diisi oleh angka dan ketertarikan di industri finansial.

Ia berpikir keras dan akhirnya berbicara pada dirinya sendiri, “Jika aku terus menggeluti bidang hukum, maka akan sangat mudah untuk terjebak di sini.” Sementara cinta pertamanya masih pada financial markets, ia terus berpikir keras bagaimana bisa mengawinkan keduanya. Ketika itu, fintech belum jadi apa-apa, bahkan tidak dianggap pekerjaan.

Dari situ, ia mulai mengikuti komunitas terkait fintech, wealthtech, dan menghadiri berbagai acara. Sampai pada akhirnya ia menerima tawaran untuk bekerja pada sebuah perusahaan e-money asal Kuala Lumpur yang beroperasi di Myanmar. Ia mulai kembali membangun mimpinya di industri finansial bersama platform fintech Aspire.

Gavin menghabiskan 8 tahun terakhir untuk membantu mengembangkan platform fintech di Asia Tenggara. Di Aspire, timnya berhasil melakukan ekspansi ke tiga negara hanya dalam waktu 6 bulan. Ia melihat banyak tantangan ketika bekerja di Aspire, salah satu yang utama adalah infrastruktur yang masih kurang di pasar yang tengah berkembang.

“Hal ini sebenarnya yang menginspirasi saya untuk mengembangkan Brcik,” ungkapnya.

Mengembangkan Brick

Gavin belajar banyak hal dan mendapat mentor yang luar biasa selama di Aspire. Salah satu pelajaran terbaik yang ia dapatkan adalah “momentum is the lifeblood of startups“, bahwa momentum itu sangat penting. Ketika kamu sudah mengetahui arahnya, kamu harus bergerak, cepat.

Hal ini juga yang meyakinkan Gavin untuk memulai Brick. Ia mengaku bahwa motivasi awalnya adalah rasa takut akan melewatkan kesempatan yang baik. Sementara ia tidak merasa sebagai seorang pengusaha “by nature“, bahkan tidak pernah terpikir menjadi salah satunya. Namun ia bekerja di antara pemilik bisnis dan “got hit by entrepreneurship bug“.

Memulai bisnis sama sekali tidak mudah, ada banyak hal yang harus bisa dipersatukan. “Tidak cukup hanya dengan mendapatkan ide yang cemerlang, kamu juga harus mencintai ide itu. Dari situ, ide harus bisa dieksekusi menjadi bisnis yang profitable. Waktu juga sangat krusial. Ketika sudah banyak sekali kompetitor di pasar, akan lebih sulit melakukan penetrasi,” jelasnya.

Selain itu, ia juga mengaku bahwa memiliki co-founder dengan value yang sama adalah esensial. Ia bertemu dengan Deepak Malhotra yang juga Co-Founder dan CTO Brick ketika mereka dijadikan satu tim di Antler. Mereka berinteraksi secara sosial melalui akselerator ini dan menemukan bahwa keduanya memiliki ketertarikan yang kuat di satu subjek yang sama, fintech.

Mereka memulai Brick sebagai pengembang layanan pengelolaan data kesehatan finansial berbasis API (Application Programming Interface), kapabilitasnya memungkinkan pelaku fintech atau perusahaan teknologi untuk mendapatkan insight lebih dalam terkait kesehatan keuangan para penggunanya. Tujuannya untuk membawa aplikasi finansial yang lebih personal dan inklusif.

Ketika menginisiasi platform ini, Gavin sadar bahwa suatu saat mereka akan semakin berkembang dan masuk ke ranah money movement. Dengan klien yang kebanyakan datang dari industri fintech, bookeeping, maka semakin banyak permintaan akan layanan yang semakin menyeluruh. Dari situ, mereka akhirnya masuk ke ranah transaksi.

“Saat ini, aku memosisikan Brick sebagai treasury tool yang membantu para pemilik bisnis, juga divisi finansial untuk bisa meningkatkan fungsi finansial di perusaaan dengan pembayaran pintar, automasi pekerjaan, dan menentukan kesepakatan finansial secara cepat. Kami telah berkembang sangat pesat dari hanya sebuah platform open finance

Rencana ke depan

Belum genap tiga tahun beroperasi, Brick sudah mengumpulkan total pendanaan lebih dari $8 juta dalam 2 kali putaran pendanaan. Dalam perjalanannya, Gavin juga mengaku bahwa tidak mudah menjalani bisnis di tengah gempuran pandemi. Perusahaan sempat menganut nilai “grow at any cost“, namun pada akhirnya harus mulai bergeser menjadi “revenue oriented”.

Satu hal yang ia bangga adalah, sejauh ini perusahaan masih bisa mempertahankan healthy runway yang membuat mereka bisa dengan mudah melakukan pivot atau mengganti fokus. Sebagai perusahaan, bahkan di saat genting Brick masih bisa bertahan. Hal itu tidak terlepas dari orang-orang yang ada di dalam perusaaan.

“Sebagai founder, saya sendiri harus bisa mengelola pengeluaran dengan baik sembari memastikan bahwa kita tetap bisa melakukan eksperimen. Saya melihat di beberapa negara Eropa, iklim investasi sudah mulai membaik. Harapannya adalah hal itu akan terjadi di Indonesia,” ujarnya.

Terkait rencana ke depan, Gavin menegaskan bahwa saat ini mereka tengah fokus untuk bisa doubling down for being a treasury tool. Pergerakan uang sangat esensial, hal ini menyentuh seluruh aspek dalam bisnis.

“Yang kami lakukan sekarang adalah melihat celah use case yang besar dan masih belum bisa terselesaikan, lalu datang sebagai solusi. Harapannya, tidak hanya terkait dengan dunia pembayaran, tetapi juga dalam hal automasi,” jelasnya.

Untuk platform real-time financial data, Gavin juga mengungkapkan bahwa mereka telah span off menjadi Boiva, sistem autentikasi yang memudahkan konsumen untuk login tanpa proses onboarding yang panjang dan berulang.

“The vision for Brick from day one was always to make financial services to be more accessible, across SEA. Indonesia is just the first stop. We also plans to expand to the second and third markets in the next one to two years. However, right now we are still focusing on the Indonesian market before we get out to other markets,” tutup Gavin.

Disclosure: DailySocial.id merupakan print partner dari program “Startups Simplified, a Ketitik Podcast”

Rishabh Singhi ceritakan faktor penyebab kegagalan DishServe

Rishabh Singhi Ungkap Alasan Kegagalan Mempertahankan DishServe

Dalam perjalanan kariernya, Rishabh Singhi sempat merasakan bekerja dan membangun startup sampai level yang cukup besar. Namun demikian sebagai pengusaha, ia memastikan tidak pernah kapok untuk mulai kembali membangun startup, meskipun pernah gagal.

Dalam diskusinya bersama Co-Founder & CEO KeTitik Bipin Mishra, Singhi mengungkapkan alasan startup yang ia bangun “DishServe” gagal untuk bertahan; serta bagaimana profitabilitas memainkan peranan kunci agar startup bisa bertahan.

Terlambat melakukan perubahan

Sebelum membangun DishServe, diketahui Singhi menjabat sebagai COO RedDoorz selama hampir 5 tahun. DishServe sendiri sebenarnya sudah mengantongi pendanaan sampai tahapan pra-seri A dari sejumlah investor. Beberapa penyuntik dananya termasuk Genting Group, Insignia Venture Partners, Stonewater Ventures, Ratio Ventures, Rutland Ventures, 300x Ventures, MyAsiaVC, dan beberapa angel investor.

Meskipun sempat melakukan pivot dan fokus kepada penyediaan solusi automasi operasional restoran, kafe, dan cloud kitchen, namun perusahaan gagal untuk bisa menjalankan bisnis karena mulai kehabisan “runway”. Miminmya cadangan dana operasional yang dimiliki, menyulitkan perusahaan untuk terus beroperasi, sementara perusahaan tidak mampu meyakini para investor bahwa bisnis ini dapat tumbuh positif dalam jangka panjang.

“Kondisi sudah mulai berubah, menyulitkan kami untuk melakukan penggalangan dana. Menjadi sulit bagi kami untuk scale-up tanpa adanya modal, padahal kami sudah mulai mendekati profitabilitas. Namun kami tidak bisa melakukan scale-up sebelum mencapai profitabilitas. Dilihat dari kondisi tersebut, kami kemudian memutuskan untuk menutup perusahaan di bulan Maret 2023,” kata Singhi.

Ditambahkan olehnya, terlambatnya keputusan perusahaan untuk melakukan pivot hingga meluncurkan private label brand juga menjadi salah satu penyebab perusahaan gagal untuk bertahan. Singhi menegaskan menjadi penting bagi bisnis untuk fokus kepada fundamental perusahaan dan segera melakukan perubahan, ketika perusahaan terkendala. Mereka yang tidak segera melakukan perubahan, bakal mengalami kesulitan yang bisa berakhir dengan kegagalan.

“Ekonomi makro juga menjadi salah satu penyebab mengapa penggalangan dana sulit dilakukan. Kondisi ini juga menyulitkan perusahaan untuk kembali pulih, kondisi yang terjadi saat ini mempengaruhi semua. Yang saya pelajari dari kegagalan ini adalah, perusahaan yang ingin bisa sukses 5-10 tahun lagi harus bisa mencapai profitabilitas,” kata Singhi.

Dalam dunia startup yang dinamis dan sangat kompetitif, mencapai profitabilitas merupakan tonggak fundamental untuk kesuksesan jangka panjang dan kelangsungan hidup. Meskipun startup seringkali fokus pada pertumbuhan, menarik investor, dan membangun customer base, profitabilitas harus tetap menjadi tujuan utama.

Dengan mencapai profitabilitas, startup dapat memposisikan diri mereka menjadi lebih kuat, berkembang, dan memiliki masa depan yang berkelanjutan dalam lanskap bisnis yang kompetitif.

Ingin membangun startup kembali

Setelah membangun DishServe, ke depannya Singhi masih ingin membangun kembali startup barunya. Namun demikian dirinya masih belum memiliki ide atau inspirasi, startup apa yang kemudian ingin ia bangun.

Salah satu alasan mengapa Singhi ingin kembali terjuan ke dunia startup adalah, dirinya melihat saat ini tidak ada pekerjaan yang ideal untuk dirinya. Ia juga tidak melihat ke depannya akan bekerja sebagai pegawai di perusahaan.

“Sampai saat ini belum ada rencana startup apa yang akan dibangun, saya masih melakukan evaluasi dan tidak memiliki ide yang tepat saat ini. Tidak menutup kemungkinan ide baru akan muncul beberapa minggu ke depan,” kata Singhi.

Disclosure: DailySocial.id merupakan print partner dari program “Startups Simplified, a Ketitik Podcast”

Wafa Taftazani Podcast

Cerita Wafa Taftazani Mengembangkan Bisnis di Tiga Startup

Saat ini kehadiran usaha kreatif menjadi penting untuk mendorong inovasi, membentuk budaya, dan memajukan pertumbuhan ekonomi. Namun, tantangan yang masih mereka hadapi terkait dengan akses pembiayaan kerap menghambat upaya mereka untuk berkarya.

Ekonomi kreatif ini sering kali menghadapi tantangan unik dalam mendapatkan dukungan keuangan, sehingga penting untuk memahami secara mendalam kesulitan keuangan yang mereka hadapi dan mengeksplorasi solusi potensial.

Berangkat dari latar belakang yang dimiliki, Wafa Taftazani kemudian meluncurkan Upbanx, platform yang relevan untuk usaha kreatif mendapatkan akses pembiayaan bersama Co-founder lainnya yaitu Hendri Wijaya, dan Alif Jafar Fatkhurrohman.

Dalam diskusinya bersama Co-Founder & CEO KeTitik Bipin Mishra, Wafa mengungkapkan strategi membangun bisnis. Berikut rekaman diskusi tersebut selengkapnya:

 

Dukung konten kreator

Usaha kreatif dibangun berdasarkan aset yang tidak berwujud (intangible assets) seperti kekayaan intelektual, ekuitas merek, dan bakat kreatif. Menilai aset-aset yang tidak berwujud ini menjadi sangat sulit dilakukan, karena nilai tersebut kerap melebihi nilai pasar.

Institusi keuangan tradisional seperti bank akan kesulitan memahami atau menguantifikasi aset-aset yang tidak berwujud dari usaha kreatif, yang mengakibatkan penilaian potensi kesuksesan mereka yang rendah.

Upbanx hadir membantu usaha kreatif di Indonesia untuk mendapatkan akses pembiayaan. Saat ini platform tersebut sudah bekerja dengan berbagai konten kreator, mulai dari musisi, penerbit, hingga influencer yang memiliki akun media sosial di YouTube, Instagram, juga TikTok.

Memanfaatkan data dari akun media sosial konten kreator tersebut,  Upbanx mampu mengambil data untuk membuat credit profiling yang kemudian digabungkan dengan credit model yang sudah ada di mitra finansial Upbanx, seperti perbankan hingga multifinace.

Saat ini Upbank telah memiliki ratusan pegawai dengan 2 ribu pelanggan yang terdiri dari 60% brand adalah korporasi dan 40% adalah kreator.

“Karena secara tradisional usaha kreatif di Indonesia tidak dapat memperoleh akses ke pembiayaan, karena sifat bisnis ini kebanyakan adalah didorong oleh kepribadian secara individu atau personal dibandingkan dengan produk dan model bisnis,” kata Wafa.

Awal tahun 2022 lalu Upbanx telah mendapatkan pendanaan pra-pendanaan awal dengan nilai $5,2 juta atau sekitar 74 miliar Rupiah dengan klaim valuasi $120 juta (centaur) hanya dalam 6 bulan beroperasi atau 1 bulan berdiri resmi.

Bulan Mei 2022 lalu, Upbanx juga mulai membuka diri ke publik, setelah melewati stealth mode selama hampir satu tahun beroperasi. Perusahaan memanfaatkan lisensi p2p lending milik Modal Rakyat untuk mengembangkan platform perbankan digital buat kreator dan brand.

Fokus mengembangkan bisnis

Selain Upbanx, Wafa Taftazani juga memimpin beberapa perusahaan lainnya. Di antaranya adalah posisi dirinya sebagai Board Member di Modal Rakyat dan Co-founder VCGamers. Disinggung seperti apa rencana Wafa terkait dengan perusahaan yang ia pimpin saat ini, ditegaskan olehnya, fokus dirinya bersama dengan para pendiri lainnya adalah meningkatkan sustainability dan unit ekonomi di seluruh perusahaan.

Untuk mempercepat pertumbuhan perusahaan, kegiatan penggalangan dana juga akan terus dilakukan. Kondisi saat ini menurut Wafa tidak menjadi alasan untuk menunda kegiatan tersebut. Langkah yang tepat saat ini adalah memastikan semua perusahaan bisa terus tumbuh walaupun tanpa kegiatan penggalangan dana.

Secara keseluruhan saat ini Wafa sudah memiliki sekitar 250 pegawai yang berasal dari gabungan perusahaan yangg ia pimpin. Tentunya didukung oleh pendiri yang saat ini berjumlah 12 orang di masing-masing perusahaan. Menurut Wafa kesuksesan seorang entrepreneur tidak bisa berjalan secara sendiri, harus didukung oleh mitra yang tepat dan tentunya pegawai.

“Saya percaya tidak ada entrepreneur yang sukses sendiri, dilihat dari para co-founder yang mendukung semua bisnis. Saya tidak percaya seorang Elon Musk bisa sukses sendiri, dia mungkin memiliki tim pendukung yang melakukan oprasional setiap harinya. Namun Elon Musk adalah figur yang menghubungkan semua,” kata Wafa.

Disclosure: DailySocial.id merupakan print partner dari program “Startups Simplified, a Ketitik Podcast”

Aplikasi Peringkas Berita “KeTitik” Papar Strategi untuk Capai 1 Juta Pengguna

Personalisasi bukan hanya diminati dalam sektor jasa saja, tetapi juga pencarian informasi hingga berita. Konten berita yang dipersonalisasi semakin populer dalam beberapa tahun terakhir karena banyak orang kini mencari dan informasi yang disesuaikan dengan minat dan preferensi pengguna.

Konsep konten berita yang dipersonalisasi mengacu pada kemampuan untuk menyesuaikan umpan berita dan rekomendasi berdasarkan perilaku pengguna sebelumnya, demografi, dan preferensi. Munculnya media digital telah mempermudah penyediaan konten berita yang dipersonalisasi kepada pembaca.

Meluncur pada 2022 lalu, KeTitik menghadirkan ringkasan berita terverifikasi dalam waktu kurang dari 60 kata dengan tampilan UI/UX yang mudah dikenali, seperti TikTok atau Instagram Reels. Baru-baru ini KeTitik juga telah melakukan rebranding logo baru mereka.

Kepada DailySocial.id, Co-Founder KeTitik Dannis Joseph memaparkan tentang pengembangan platform, strategi monetisasi, dan rencana penggalangan dana untuk mencapai target satu juta pengguna tahun ini.

Memanfaatkan AI

Dengan 280 juta populasi dan penetrasi internet mencapai 77%, Indonesia disebut sebagai negara dengan pertumbuhan tercepat di dunia. Platform media sosial, seperti WhatsApp, YouTube, Facebook, dan Instagram sangat populer di kalangan pengguna Indonesia, dengan 68% orang Indonesia mendapatkan berita dari platform media sosial, meningkat 4% dari tahun lalu.

Sebagian besar masyarakat Indonesia (83%) kebanyakan menggunakan smartphone mereka untuk mendapatkan berita, di mana penggunaan laptop berkurang sebanyak 8%. Melihat tren tersebut, KeTitik meluncurkan aplikasi konten berita format pendek yang dipersonalisasi. Aplikasi ini memberikan ringkasan berita terverifikasi dalam waktu kurang dari 60 kata dalam UI/UX yang sudah dikenal, seperti TikTok atau Instagram Reels.

“Kami tetap menjaga ruang lingkup kolaborasi dengan semua platform media tetap terbuka. Kami tidak mengambil pengguna dari platform apa pun, justru kami akan menambahkannya. Kemitraan tersebut membuka pintu bagi kami untuk dapat menyediakan rangkaian konten terbaik bagi pengguna,” katanya.

KeTitik dibangun untuk dapat memecahkan beberapa masalah dalam pemrosesan akses berita. Timnya menggunakan teknologi AI untuk meringkas artikel panjang dari sumber berita terverifikasi dan juga media sosial. Ringkasan ini selanjutnya disempurnakan kembali agar layak baca. Sebanyak 50% berita KeTitik diringkas oleh AI dan sisanya dikerjakan oleh tim editorial internal.

Adapun, tim editorial KeTitik memiliki berbagai pengalaman sebelumnya di media dan startup. “Tim redaksi kami memastikan ringkasan berita dibuat hanya dari sumber yang kredibel saja. Selain itu, kami juga telah membangun teknologi kami sendiri yang menandai bahasa kasar, tata bahasa, dan menilai performa setiap ringkasan,” kata Dannis.

Dengan menghadirkan berita dan artikel kepada pengguna yang mungkin belum pernah mereka temui, konten berita yang dipersonalisasi dapat menantang praduga dan membantu orang untuk memahami masalah kompleks dari berbagai sudut.

Monetisasi dan penggalangan dana

KeTitik akan mulai menggunakan model iklan terintegrasi dengan berbagai brand sebagai strategi monetisasinya. Iklan ini ditempatkan agar tidak mengganggu tampilan layar pengguna sehingga memberikan pengalaman membaca berita yang nyaman, enak dipandang, informatif, sekaligus menarik. Saat ini, KeTitik memiliki 100 ribu pengguna dan menargetkan untuk merangkul satu juta lebih pengguna pada akhir Desember 2023.

Menurut Dannis, salah satu manfaat utama konten berita yang dipersonalisasi adalah penghematan waktu dan tenaga bagi pembaca dalam mencari artikel dan cerita yang relevan dengan minat mereka. Pembaca dapat menyaring informasi untuk menemukan cerita paling menarik atau penting dengan dukungan algoritme dan machine learning di platform KeTitik.

“Kami ingin membangun platform untuk dekade berikutnya. Bagi platform media, penting bagi pengguna untuk menyukai kontennya, tidak perlu mempertanyakan kebenaran konten dan pada akhirnya [mereka] merasa menghabiskan waktu di platform [KeTiTik] sepadan dengan waktu mereka. Tujuan pertama kami adalah menjadikan KeTitik sebagai platform pilihan bagi pengguna kami untuk menggunakannya secara rutin setiap hari,” kata Dannis.

Tahun lalu, KeTitik telah memperoleh pendanaan pra-awal yang disuntik oleh Evy Harjono (HiApp) dan sejumlah angel investor dari Flip, Moengage, Trusting Social, Chope, dan Brick. KeTitik berencana untuk melakukan penggalangan dana putaran awal (seed) pada kuartal IV 2023.

“Kami telah menolak beberapa penawaran dari angel investor karena kami tidak yakin dengan keselarasan jangka panjang mereka dengan tujuan yang telah kami mulai dengan misi kami.” Tutup Dannis.

Application Information Will Show Up Here
KeTitik Aplikasi berita

Aplikasi Ringkasan Berita “KeTitik” Memperoleh Pendanaan Pra-Awal

Aplikasi ringkasan berita “KeTitik” memperoleh pendanaan pra-awal (pre-seed) dengan nominal yang dirahasiakan. Pendanaan ini disuntik oleh Evy Harjono (HiApp) dan sejumlah angel investor dari Flip, Moengage, Trusting Social, Chope, dan Brick.

Evy Harjono selaku Presiden PT Hello Kreasi Indonesia (HiApp) mengatakan bahwa KeTitik menawarkan pengalaman segar dan ringkasan berita tajam bagi pengguna di era konten snack yang identik dengan berita ringan dari media sosial.

“Nilai dan misi mereka sejalan dengan filosofi investasi kami untuk mendidik masyarakat Indonesia dengan informasi yang jelas, ringkas, dan terpercaya,” tutur Evy dalam keterangan resminya.

Resmi meluncur pada Agustus 2022, KeTitik merupakan aplikasi yang menyajikan ringkasan berita dalam maupun luar negeri dengan format pendek atau kurang dari 60 kata. Ada empat segmen utama yang dihadirkan, antara lain All News, My Feed, Top Stories, dan Trending. Saat ini, aplikasi KeTitik telah diunduh lebih dari 40.000 kali.

(Ki-ka) Presiden PT Hello Kreasi Indonesia Evy Harjono dan Co-founder KeTitik Dannis Joseph / KeTitik

Co-founder KeTitik Dannis Joseph mengatakan para investor turut terlibat dalam pengembangan bisnis di berbagai aspek. Dengan pendanaan ini, KeTitik akan memperkuat lini pengembangan produk, teknologi, dan menambah jumlah tim.

“Kami optimistis untuk mencapai target kami, terutama dengan dukungan Evy Harjono bersama angel investor yang punya keahlian serta jaringan luas. Mereka mendukung visi kami dalam memberikan pengalaman pengguna mengakses berita yang ringkas dan terpercaya di tengah aktivitas mereka sehari-hari,” paparnya.

Targetnya adalah mendorong rata-rata konsumsi berita harian masyarakat. Menurutnya, ada peluang untuk menjangkau 100 juta lebih pembaca berita setiap hari. KeTitik membidik jumlah ringkasan baru yang diterbitkan setiap hari dari rata-rata 300 menjadi 700 ringkasan berita pada akhir tahun ini.

Untuk itu, pihaknya akan membangun mesin berbasis Natural Language Processing (NLP) untuk melakukan peringkasan berita sehingga pengguna dapat mengakses berita lebih mudah dan cepat.

Sumber utama membaca berita

Berdasarkan survei Reuters Institute pada Februari 2022, mayoritas masyarakat Indonesia atau sekitar 88% memperoleh berita dari media online. Diikuti oleh media sosial (68%), televisi (57%), dan media cetak (17%).

Jika dirinci berdasarkan jenis media sosial, WhatsApp berada di urutan teratas dengan 54%, diikuti YouTube (46%), Facebook (44%), Instagram (37%), Twitter (20%), dan TikTok (16%). 

Tingginya penggunaan media sosial sebagai salah satu medium untuk memperoleh berita turut didorong faktor penetrasi smartphone yang juga besar di Indonesia. Sebanyak 83% masyarakat Indonesia mengakses berita melalui smartphone.

Application Information Will Show Up Here