Tag Archives: kickstarter

Toge Productions Sedang Garap Coffee Talk 2, Seri Final Fantasy Klasik Bakal Dirilis di PlayStation Now

Minggu lalu, Toge Productions memamerkan beberapa game yang akan mereka rilis. Salah satunya adalah Coffee Talk Episode 2: Hibiscus & Butterfly. Selain itu, Kickstarter mengumumkan bahwa jumlah proyek pengembangan game di platform mereka pada semester pertama 2021 lebih banyak dari tahun lalu. Pada minggu lalu, juga muncul kabar bahwa game-game Final Fantasy klasik akan tersedia di PlayStation Now.

H1 2021, Total Dana untuk Proyek Pengembangan Game di Kickstarter Capai US$13 Juta

Kickstarter baru saja merilis laporan terkait proyek pengembangan game di platform mereka untuk semester pertama 2021. Dari Januari sampai 1 Juli 2021, ada 649 proyek pengembangan game yang didaftarkan di platform crowdfunding tersebut. Sementara pada tahun lalu, jumlah proyek pengembangan game di Kickstarter hanya mencapai 588 proyek.

Kickstarter menjelaskan, salah satu alasan mengapa jumlah proyek pengembangan game di tahun ini lebih banyak adalah karena adanya proyek dari 2020 yang tertunda hingga 2021. Sementara dari segi total dana yang dikumpulkan, selama semester pertama 2021, jumlah dana yang dikumpulkan untuk proyek pengembangan game mencapai US$13 juta, lebih besar US$2 juta dari tahun lalu.

Jumlah proyek pengembangan game yang didanai di Kickstarter. | Sumber: Kickstarter

Namun, bertambahnya jumlah proyek pengembangan game di Kickstarter berarti jumlah proyek yang tidak mencapai target pendanaan juga naik. Pada semester pertama 2021, ada 184 proyek pengembangan game yang berhasil mencapai target pendanaan mereka. Hal itu berarti, ada 465 proyek pengembangan game yang gagal mencapai target yang telah mereka tentukan. Sementara pada 2020, jumlah proyek yang mencapai target adalah 168 proyek dan jumlah proyek yang gagal mencapai target pendanaan adalah 420 proyek, menurut laporan GamesIndustry.

Pemasukan CD Projekt di Semester 2 2021 Naik 29%

Minggu lalu, CD Projekt merilis laporan keuangan mereka untuk semester pertama 2021. Dari laporan keuangan tersebut, diketahui bahwa pemasukan perusahaan naik 29% menjadi PLN471 juta (sekitar Rp1,76 triliun). Salah satu hal yang mendorong pertumbuhan pemasukan CD Projekt adalah karena Cyberpunk 2077 dan The Witcher: Wild Hunt masih laku. Menariknya, para gamers mulai mengubah metode pembelian game. Buktinya, penjualan game secara fisik hanya naik 5% jika dibandingkan dengan tahun lalu. Namun, menurut laporan GamesIndustry, penjualan game secara digital naik 32%.

Selain perubahan dalam cara membeli game, CD Projekt menyadari adanya perubahan dalam kawasan yang memberikan kontribusi besar pada penjualan game mereka. Penjualan game CD Projekt di Eropa turun 52% dari tahun lalu. Namun, jumlah penjualan di Amerika Serikat justru naik sebesar 94%. CD Projekt juga mengungkap, walau pemasukan mereka naik, jumlah pendapatan mereka tetap berkurang karena biaya yang harus mereka keluarkan untuk memperbaiki Cybrepunk 2077.

Toge Productions Punya Game Baru: Coffee Talk Episode 2 dan Vanaris Tactics

Tujuh publisher indie game international bergabung untuk membentuk Indie Houses. Toge Productions merupakan salah satu publisher yang ikut serta dalam proyek tersebut. Minggu lalu, Indie Houses mengadakan siaran pertama mereka, menampilkan game-game yang akan diluncurkan oleh tujuh studio yang menjadi anggota mereka. Dalam siaran itu,  Toge Productions mengumumkan beberapa game baru yang sedang mereka garap, lapor IGN.

Salah satu game yang Toge sedang kembangkan adalah Coffee Talk Episode 2: Hibiscus & Butterfly. Di siaran Indie House, Toge menampilkan cuplikan pertama dari Coffee Talk 2. Selain itu, mereka mengumumkan bahwa mereka akan meluncurkan When the Past Was Around untuk platform mobile. Terakhir, mereka mengungumkan bahwa mereka akan merilis Vanaris Tactics. Game tersebut dibuat oleh Matheus Reis, developer solo dari Brasil. Di Vanaris Tactics, pemain akan bermain sebagai Morgana dan sekelompok pengungsi yang ingin bisa bebas dari kekangan Vanaris.

Brendan ‘PlayerUnknown’ Greene Tinggalkan Krafton untuk Buat Studio Baru

Brendan “PlayerUnknown” Greene akan meninggalkan Krafton Game Union untuk membentuk studio game baru, PlayerUnknown Productions. Studio barunya akan terletak di Amsterdam, Belanda. Meskipun begitu, Krafton masih akan memiliki saham di perusahaan tersebut. Greene dikenal sebagai kreator dari PlayerUnknown’s Battlegrounds milik Krafton. Keputusannya untuk keluar dari Krafton cukup membuat hebot, mengingat PUBG, game buatannya, berhasil mempopulerkan genre game baru, yaitu battle royale. Selain itu, PUBG juga sangat sukses dari segi keuangan. Total pemasukan dari PUBG Mobile saja telah mencapai lebih dari US$5,1 miliar, menurut Sensor Tower.

“Saya sangat berterima kasih pada semua orang di PUBG dan Krafton yang telah memberikan saya kesempatan selama empat tahun terakhir,” kata Greene, seperti dikutip dari GamesBeat. “Sekarang, saya tidak sabar untuk memulai perjalanan baru saya untuk membuat game yang telah saya idamkan selama bertahun-tahun. Sekali lagi, saya berterima kasih pada semua orang di Krafton karena mendukung rencana saya.”

Seri Final Fantasy Klasik Bakal Tersedia di PlayStation Now

Koleksi game Final Fantasy klasik akan tersedia di PlayStation Now. Dengan begitu, para gamers akan bisa memainkan game-game Final Fantasy lawas di PlayStation 4, PlayStation 5, atau bahkan PC. Game pertama yang akan bisa dimainkan adalah versi orisinal dari Final Fantasy 7. Game itu akan tersedia di PlayStation Now pada 7 September 2021. Setelah itu, setiap satu bulan, satu game Final Fantasy klasik akan diluncurkan di PlayStation Now.

Final Fantasy 9 akan tersedia di PlayStation Now pada 2 November 2021. 

Game kedua yang akan dirilis untuk PlayStation Now adalah Final Fantasy 8 Remastered. Game tersebut akan tersedia pada 5 Oktober 2021. Sementara Final Fantasy 9 akan diluncurkan di PlayStation Now pada 2 November 2021. Dan pada Desember 2021, Anda akan bisa memainkan Final Fantasy X serta Final Fantasy X-2 HD Remaster. Terakhir, pada 4 Januari 2022, Final Fantasy 12: The Zodiac Age akan tersedia di PlayStation Now, seperti yang disebutkan oleh Polygon.

Fjorden Hadirkan Grip dan Kontrol Kamera Lengkap pada iPhone Tanpa Menjadikannya Kelewat Tebal

Kualitas kamera iPhone sudah pasti bakal terus meningkat seiring berjalannya waktu. Yang sulit diubah mungkin adalah dari segi kenyamanan penggunaan, terutama jika dibandingkan dengan ergonomi yang ditawarkan kamera tradisional.

Pengguna bisa saja menggunakan aksesori hand grip, tapi ini jelas menambah ketebalan iPhone secara drastis, yang berarti sederhananya kita mengorbankan portabilitas demi fungsionalitas. Apakah selamanya harus seperti itu? Kalau melihat grip bernama Fjorden berikut ini, semestinya kita bisa menjawab tidak.

Pengembangnya mengklaim Fjorden sebagai grip yang sangat pocketable. Tebalnya cuma 10,7 mm, atau 21 mm jika dipasangkan ke iPhone 12 Pro yang dibalut case. Sebagai perbandingan, charging case milik AirPods juga punya ketebalan 21,3 mm. Jadi kalau Anda bisa menyimpan case AirPods di saku celana jin model skinny, berarti Anda juga bisa menyelipkan iPhone dan Fjorden tanpa kesulitan.

Selain tentunya menghadirkan tonjolan untuk memantapkan genggaman, Fjorden turut menyajikan sejumlah elemen kontrol kamera. Yang pertama adalah tombol shutter dua tahap, yang dapat diklik separuh untuk mengunci fokus, dan diklik penuh untuk mengambil gambar. Di sebelahnya ada kenop customizable, yang bisa diprogram untuk mengatur shutter speed, aperture, ISO, maupun berbagai parameter exposure lainnya.

Ketiga, ada tombol multi-fungsi yang dapat diprogram sesuai kebutuhan, bisa untuk mengaktifkan fitur portrait mode, mengganti antara kamera depan dan belakang, dan lain sebagainya. Terakhir, Fjorden juga memiliki tuas kecil yang dapat digunakan untuk berpindah-pindah dari kamera wide, ultra-wide, dan telephoto.

Fjorden kompatibel dengan aplikasi kamera bawaan iPhone, tapi pengembangnya tentu juga menyediakan aplikasi kameranya sendiri dengan fitur yang lebih lengkap. Alternatifnya, pengguna juga bisa menggunakannya bersama aplikasi ProCamera maupun Obscura. Case milik Fjorden juga kompatibel dengan lensa tambahan besutan Moment.

Namun pengembang Fjorden rupanya belum puas sampai di situ saja. Berpegang pada filosofi desain Bauhaus, pengembangnya juga ingin Fjorden punya fungsi ekstra, yakni sebagai kickstand yang adjustable, baik dalam orientasi portrait maupun landscape. Saat sedang tidak diperlukan, semisal ketika sedang berada di dalam mobil, Fjorden juga bisa dilepas dengan mudah dari case-nya.

Fjorden terhubung ke iPhone via Bluetooth, dan itu berarti pengguna juga bisa memakainya sebagai sebuah remote control selagi sedang tidak terpasang. Fjorden menggunakan baterai kancing standar CR2430, dengan klaim daya tahan hingga 12 bulan. Saat sudah habis, baterainya bisa dilepas dengan mudah untuk diganti dengan yang baru.

Saat ini Fjorden sedang menjalani kampanye crowdfunding di Kickstarter, dengan target pengiriman paling cepat pada bulan Februari 2022. Untuk bundel lengkap yang mencakup case, harganya dipatok paling murah 139 euro, atau kurang lebih sekitar 2,4 jutaan rupiah.

Bugatti Bikin Smartwatch, Tonjolkan Aspek Kemewahan, Personalisasi, dan Eksklusivitas

Seseorang yang mengemudikan sebuah Bugatti pastinya sudah sangat familier dengan jam tangan bikinan Rolex, Patek Philippe, Audemars Piguet, dan brandbrand mewah lainnya. Namun seandainya mereka tertarik dengan smartwatch, mereka bisa melirik penawaran dari sang produsen supercar asal Perancis itu sendiri.

Ya, Bugatti sekarang juga menjual smartwatch. Namanya Bugatti Ceramique Edition One, dan ia merupakan hasil kolaborasi Bugatti bersama sebuah produsen smartwatch asal Austria bernama VIITA. Seperti mobilnya, jam tangan pintar ini juga dibuat dengan sangat presisi menggunakan material-material yang sangat premium.

Ada tiga varian desain yang ditawarkan: Pur Sport, Le Noire, dan Divo, dengan perbedaan hanya pada wujud bezel-nya saja. Bezel-nya sendiri terbuat dari bahan keramik zirkonium anti-gores, dengan proses finishing yang dikerjakan menggunakan tangan selama sekitar 20 hari. Di tengahnya, ada layar sentuh AMOLED beresolusi 390 x 390 pixel yang diproteksi dengan kaca safir.

Seperti mobilnya, personalisasi merupakan aspek penting yang ingin Bugatti tekankan di sini. Itulah mengapa paket penjualannya turut mencakup satu bezel ekstra dari varian desain yang berbeda, plus sebuah obeng khusus untuk melepas bezel-nya secara cepat. Juga termasuk adalah dua pilihan strap; satu berbahan karet silikon, satu lagi berbahan titanium. Secara keseluruhan, fisik smartwatch ini tahan air hingga kedalaman 100 meter.

Smartwatch Bugatti ini juga punya sensor-sensor yang lengkap, mulai dari altimeter sampai GPS, bahkan sensor laju jantungnya pun ada dua supaya lebih bisa diandalkan. Total ada 72 aktivitas fisik yang mampu dimonitor, akan tetapi yang sangat unik adalah bagaimana perangkat mampu merekam lap time dan akselerasi secara otomatis ketika pengguna menggeber mobilnya di sirkuit.

Sistem operasi yang digunakan bukanlah Google Wear, melainkan hasil rancangan VIITA sendiri dengan tampilan antarmuka yang serba minimalis, yang kompatibel dengan perangkat Android maupun iOS. Dalam sekali pengisian, baterai perangkat bisa bertahan sampai 14 hari — angkanya pasti bakal lebih rendah kalau GPS-nya sering aktif.

Kesaaman terakhir smartwatch ini dengan mobil Bugatti adalah perihal ketersediaan yang terbatas. Total hanya akan ada 600 unit Bugatti Ceramique Edition One yang diproduksi, masing-masing dengan kemasan yang mewah dan garansi selama lima tahun. Harganya dipatok mulai 899 euro (± 15,6 jutaan rupiah), dan sudah bisa dipesan sekarang melalui situs crowdfunding Kickstarter.

Sumber: SlashGear dan Bugatti.

Jajaran tim pengembang aplikasi Surplus / Surplus

Surplus dan Misinya Tumbuhkan Gerakan “Zero Food Waste”

Salah satu persoalan yang masih kerap dialami oleh industri F&B adalah  besarnya food waste atau terbuangnya makanan berasal dari hotel, restoran, katering, supermarket, dan masyarakat pada umumnya. Dari statistik yang kami dapat, sekitar 13 juta ton makanan di Indonesia terbuang tiap tahunnya.

Berangkat dari isu tersebut, platform Surplus resmi meluncur. Layanan tersebut memungkinkan para pelaku usaha F&B untuk dapat menjual produk makanan berlebih dan imperfect produce yang masih aman dan layak untuk dikonsumsi di jam-jam tertentu sebelum tutup toko, dengan diskon setengah harga (closing-hour discounts/clearance sale).

“Berbeda dengan platform lainnya, secara khusus Surplus bukan hanya sebagai food marketplace yang menjual produk makanan seperti beberapa pemain lainnya, namun konsepnya hanya menjual produk makanan berlebih dan imperfect produce kepada pelanggan, untuk mengatasi permasalahan food waste,” kata Managing Director PT Ekonomi Sirkular Indonesia Muhammad Agung Saputra.

Ditambahkan olehnya, di sisi lain mitra bisa mendapatkan pelanggan baru serta pendapatan tambahan dari produk berlebihnya. Diperkirakan margin 50% dari setiap produk yang terjual akan lebih menguntungkan untuk meng-cover HPP (Harga Pokok Penjualan) daripada terbuang sia-sia. Untuk strategi monetisasi yang diterapkan adalah revenue-sharing dengan mitra sekitar 10% dari setiap transaksi melalui aplikasi.

“Jumlah mitra Surplus saat ini berkisar 400 lebih yang tersebar di Jabodetabek, Bandung, dan Yogyakarta. Sementara itu untuk kategori mitra yang bisa bergabung dengan Surplus adalah yang umumnya berpotensi menghasilkan banyak produk makanan berlebih seperti bakery & pastry, kafe, restoran, hotel, supermarket, katering & pertanian,” kata Agung.

Bagi mitra yang ingin memanfaatkan aplikasi Surplus, bisa mengunggah foto makanan berlebih atau imperfect produce yang akan dijual cepat melalui aplikasi Surplus Partner di jam tertentu sebelum jam tutup toko makanan/restoran tersebut.

Kemudian bagi pelanggan bisa menentukan pilihan makanan yang diinginkan melalui menu khusus. Selanjutnya makanan yang dipilih bisa diambil sendiri di restoran atau toko terkait, atau dapat memilih menggunakan pengiriman GoSend yang sudah terintegrasi eksklusif di aplikasi Surplus. Untuk pilihan pembayaran Surplus menyediakan opsi seperti Ovo, Gopay, dan Dana.

“Setiap transaksi di aplikasi Surplus, maka pihak pelanggan dan mitra telah berkontribusi untuk mendukung gerakan zero food waste karena telah menyelamatkan lingkungan dari ancaman food waste,” kata Agung.

Pandemi dan dan target Surplus

Meluncur saat pandemi bulan Maret 2020 lalu, ternyata cukup menyulitkan bagi Surpus untuk menjalankan bisnis. Pandemi membuat mitra yang sudah bergabung di awal menjadi tidak aktif dan kesulitan untuk mengakuisisi mitra untuk bergabung selama masa pandemi. Dampak lainnya adalah target pelanggan Surplus yaitu mahasiswa, pekerja kantoran hingga anak indekos menjadi sangat susah untuk diakuisisi, karena adanya kebijakan PSBB dan WFH serta belajar dari rumah.

“Namun setelah satu tahun Surplus bertahan di tengah pandemi, kami bisa membuat tren pertumbuhan positif dari segi transaksi dengan YoY sekitar 1500% (periode April 2020-April 2021). Diharapkan tren pertumbuhan positif ini tetap terjaga hingga berakhirnya pandemi,” kata Agung.

Tahun ini ada sejumlah target yang ingin dicapai oleh Surplus, di antaranya adalah dapat menjangkau 10.000 pengguna aktif dan menjangkau 1000 lebih mitra dan bergabung kepada zero food waste movement. Sehingga dapat mengurangi laju food waste sekitar 10-15% di area Jabodetabek, Bandung dan Yogyakarta di akhir tahun 2021.

“Kami juga sedang mempersiapkan penggalangan dana dalam bentuk crowdfunding melalui platform Kickstarter yang rencananya akan di-launching pada 1-2 bulan ke depan. Kami juga sangat terbuka kepada investor yang mempunyai visi-misi yang sama atau sedang mencari investasi kepada green startup atau perusahaan yang menghasilkan dampak sosial dan lingkungan,” kata Agung.

Menurut laporan ANGIN bertajuk “Investing in Impact in Indonesia”, pada tahun 2013 konsep investasi berdampak atau startup dengan pendekatan “hijau” atau ramah lingkungan, masih sangat jarang di Indonesia. Namun sekarang makin familiar karena mulai ada VC yang membuat fund khusus untuk investasi di sektor berdampak.

Ada sejumlah investor berdampak yang telah berinvestasi di Indonesia, baik itu pemain lokal dan asing. Beberapa telah memiliki tim representatif di Indonesia. Totalnya mencapai 66 investor, dengan rincian 61 dari fund luar negeri dan lima sisanya dari Indonesia.

Sementara itu, investor mainstream yang telah mengucurkan sejumlah dananya untuk sektor berdampak jumlahnya jauh lebih banyak, hampir dua kali lipatnya sebanyak 107 investor. Dengan rincian 32 investor lokal dan 75 investor dari luar negeri.

Application Information Will Show Up Here

Cardlax Earbuds Washer Adalah Mesin Cuci Mini Khusus TWS

Seberapa sering Anda membersihkan TWS milik Anda? Kalau jawabannya jarang atau malah tidak pernah, ada baiknya Anda coba amati betapa kotornya perangkat audio berukuran mungil tersebut. Dalam kasus tertentu, TWS yang kotor bahkan bisa menghasilkan kualitas suara yang lebih buruk — sering kali karena akumulasi kotoran yang menumpuk dan menutupi bagian earpiece.

Tentunya tidak butuh upaya ekstra berat untuk membersihkan TWS. Namun kalau Anda ingin lebih dimudahkan lagi, produk bernama Cardlax EarBuds Washer ini mungkin bisa jadi pertimbangan. Sesuai namanya, fungsinya benar-benar cuma untuk membersihkan TWS secara otomatis, baik sisi dalam maupun luarnya.

Wujud mesin cuci khusus TWS ini tergolong ringkas. Saat dibuka, tampak satu lubang berukuran cukup besar yang dapat menampung dua earpiece sekaligus. Yang bisa dibersihkan bukan cuma TWS bertangkai seperti AirPods saja, melainkan juga berbagai macam TWS lain. Bagian dalamnya ini terbuat dari bahan yang mirip seperti spons untuk makeup sehingga tidak akan merusak atau malah membuat TWS jadi baret.

Di depannya, ada sikat kecil yang juga akan berputar ketika satu-satunya tombol pada perangkat ini ditekan. Sesuai tebakan, sikat dengan bulu-bulu halus ini berfungsi untuk membersihkan bagian dalam earpiece. Lalu di sisi sebaliknya, ada lubang untuk menampung botol penyemprot berukuran mini. Botol ini bisa pengguna isi dengan alkohol 70%, jenis cairan pembersih yang disarankan oleh pengembangnya.

Proses membersihkan TWS menggunakan perangkat ini hanya memakan waktu sekitar 2 menit. Semua dalamannya, mulai dari spons sampai sikat kecilnya, dapat dilepas untuk dicuci dari waktu ke waktu — penting mengingat kotoran dari TWS yang dibersihkan pada dasarnya jadi akan berpindah ke dalaman perangkat ini. Paket penjualannya pun juga menyertakan satu set spons cadangan.

Buat yang tertarik, Cardlax EarBuds Washer saat ini sedang dipasarkan melalui situs crowdfunding Kickstarter dengan harga paling murah $33 (± Rp480 ribuan). Pengirimannya dijadwalkan berlangsung mulai bulan Juni 2021.

Sumber: SlashGear.

Charger Bronine Volkit Dapat Mengisi Ulang Hingga Empat Baterai Kamera yang Berbeda

Bayangkan Anda seorang kreator konten yang terbiasa menggunakan kamera mirrorless, action cam, dan drone. Saat bepergian, berarti Anda harus membawa tiga charger yang berbeda untuk masing-masing perangkat, dan ini jelas jauh dari kata praktis.

Solusi yang lebih praktis mungkin bisa dengan menggunakan charger besutan produsen asal Korea Selatan berikut ini. Namanya Bronine Volkit, dan ia diciptakan supaya Anda bisa mengisi ulang hingga empat baterai kamera yang berbeda hanya dengan menggunakan satu charger saja.

Ide ini diwujudkan lewat sifat Bronine Volkit yang modular. Satu unitnya dapat dipasangi hingga empat modul yang berbeda, dan pengembangnya bakal menawarkan modul untuk merek-merek kamera populer macam Canon, Nikon, Sony, Fujifilm, Panasonic, Olympus, dan GoPro. Bahkan modul untuk menampung baterai drone besutan DJI maupun baterai silinder lithium-ion generik juga akan tersedia.

Modul-modul tersebut menyambung ke unit utamanya dengan memanfaatkan pin magnetis. Saat tersambung, unit utamanya akan menyesuaikan sendiri voltase yang dibutuhkan masing-masing modul (antara 1 – 20 V), dan informasi beserta status pengisiannya bisa pengguna pantau melalui layarnya.

Selain modular, Bronine Volkit juga portabel. Ini berarti Bronine Volkit tidak harus dicolokkan ke stop kontak agar dapat berfungsi. Andai diperlukan, ia juga dapat menerima suplai daya dari power bank maupun charger mobil. Jadi dengan satu sumber listrik saja, pengguna sudah bisa mengisi ulang hingga empat baterai kamera yang berbeda.

Seandainya konsumen hanya menggunakan, misalnya, kamera mirrorless dan drone saja, mereka bisa menghemat dengan membeli unit Bronine yang hanya dilengkapi dua sambungan saja. Kombinasikan dengan charger dan kabel USB-C, maka set minimalis ini sudah cukup untuk menyuplai daya buat seluruh gadget yang dibawa selama bepergian (well, kecuali jika Anda menggunakan iPhone, yang berarti harus ada satu kabel ekstra).

Satu-satunya kekurangan Bronine Volkit adalah, ia belum bisa dibeli, sebab ia masih dalam tahap crowdfunding di Kickstarter, dan pengirimannya dijadwalkan paling cepat berlangsung pada bulan Maret 2021. Buat yang tertarik, harga paling murah yang bisa didapat saat ini adalah $69 untuk versi 2 port, atau $115 untuk versi 4 port (belum termasuk ongkos pengiriman ke Indonesia sebesar $20).

Sumber: DPReview.

Teno Adalah Lampu Sekaligus Speaker Portabel Berdesain Unik Karya Anak Bangsa

Di tahun 2014, seorang arsitek berdarah Indonesia, Max Gunawan, memberanikan diri untuk terjun ke bidang teknologi lewat suatu produk yang mengedepankan aspek desain. Produk tersebut adalah Lumio, sebuah lampu portabel yang menyamar sebagai buku, yang sangat populer sampai-sampai banyak versi palsunya yang beredar.

Memasuki akhir tahun pandemi ini, Max kembali melancarkan kampanye crowdfunding di Kickstarter untuk produk keduanya yang bernama Teno. Seperti halnya Lumio, Teno juga merupakan sebuah lampu portabel, tapi ternyata ia juga merangkap peran sebagai speaker Bluetooth.

Juga sama seperti Lumio, yang paling mencuri perhatian dari Teno adalah desainnya. Sepintas, ia kelihatan seperti sebuah mangkok tertutup yang terbuat dari batu, dengan bagian tengah yang retak sampai ke samping. Buka retakan tersebut, maka lampu berwarna kuning akan menyala seketika itu juga, dan musik pun juga siap dialunkan.

Max menjelaskan bahwa desain Teno banyak terinspirasi oleh kintsugi, seni mereparasi barang pecah belah seperti tembikar menggunakan pernis yang dicampuri emas. Lewat Teno, Max pada dasarnya ingin menciptakan suatu produk teknologi yang tak lekang oleh waktu, bukan yang harus diganti dengan yang baru setiap tahunnya.

Berhubung estetika adalah prioritas yang paling utama, jangan terkejut apabila Teno tidak dibekali tombol sama sekali. Sebagai gantinya, hampir seluruh permukaannya telah dilengkapi panel sentuh. Sentuh di dekat bagian retakannya, maka tingkat kecerahan lampunya akan berubah (maksimum sampai 250 lumen). Sentuh agak jauh dari retakannya, maka kita bisa menerima atau menghentikan panggilan telepon.

Namun favorit saya adalah gesture untuk mengatur volume suaranya, yakni cukup dengan mengusap ke atas atau bawah pada lengkungan di sisi kiri maupun kanan Teno. Biarpun tak memiliki tombol, sensasi taktil tetap sanggup Teno sajikan berkat tekstur permukaannya yang menyerupai batu, apalagi mengingat rangka Teno memang terbuat dari campuran bahan resin dan pasir alami.

Secara teknis, Teno memiliki diameter 13 cm dan tinggi sekitar 6,4 cm, sedangkan bobotnya berada di kisaran 900 gram. Di dalamnya, tertanam sebuah full-range driver berdiameter 45 mm, lengkap beserta sebuah passive radiator dan amplifier Class-D berdaya 10 W. Urusan konektivitas, Teno mengandalkan Bluetooth 5.0 dengan dukungan codec aptX HD.

Volumenya sendiri disebut cukup untuk mengisi ruangan dengan luas 5-20 m², dan saya sudah bisa membayangkan Teno sebagai salah satu ornamen yang menghiasi meja di samping tempat tidur, yang kemudian bisa dibawa ke ruang membaca ketika dibutuhkan. Alternatifnya, pengguna juga bisa menghubungkan dua unit Teno untuk mendapatkan setup stereo.

Teno mengemas baterai berkapasitas 2.800 mAh, dan ini disebut cukup untuk menenagai lampunya menyala paling terang selama 4 jam, atau speaker-nya selama 8 jam dengan tingkat volume 50%. Untuk mengisi ulang Teno, pengguna bisa memanfaatkan charger magnetis yang termasuk dalam paket penjualannya.

Buat yang tertarik, Teno saat ini sudah bisa dipesan melalui Kickstarter dengan harga paling murah $240 (belum termasuk biaya pengiriman ke Indonesia sebesar $30). Harga ritelnya dipatok $300, dan konsumen bisa memilih antara warna Arctic White atau Lava Black.

Sampai artikel ini ditulis, tercatat Teno telah mengumpulkan pendanaan sekitar $170.000, dan ini ternyata sudah jauh melampaui target yang ditetapkan oleh Max. Kampanye crowdfunding-nya sendiri akan berlangsung sampai 20 November 2020, akan tetapi pengirimannya ke konsumen dijadwalkan baru berlangsung mulai Mei 2021.

Sumber: The Verge dan Design Anthology.

Tanpa Bantuan Kabel, Luna Display Sulap iPad Menjadi Layar Kedua Laptop

Bagi sebagian orang, bekerja akan terasa jauh lebih mudah ketika ada dua layar di hadapannya. Setup komputer dengan dua monitor memang sudah sangat umum di lingkungan perkantoran, tapi saat sebagian besar dari kita harus bekerja dari kediaman masing-masing seperti sekarang, semestinya ada solusi yang lebih praktis dari itu.

Di rumah, Anda mungkin tidak punya dua monitor, melainkan hanya sebuah laptop dan iPad. Kabar baiknya, kedua perangkat itu bisa disulap menjadi setup dual-monitor dengan mudah. Selain opsi berbasis software, ada juga yang berbasis hardware seperti perangkat bernama Luna Display berikut ini.

Namanya memang agak menipu, sebab Luna Display sebenarnya merupakan sebuah dongle USB-C. Cara menggunakannya sangatlah mudah: cukup tancapkan Luna ke laptop, lalu buka aplikasi pendampingnya di iPad. Asalkan laptop dan iPad terhubung ke jaringan Wi-Fi yang sama, seketika itu juga iPad langsung beralih fungsi menjadi layar kedua buat laptop-nya. Syarat lainnya: pastikan laptop Anda menjalankan sistem operasi Windows 10 64-bit, bukan lainnya.

Selama menjadi layar kedua, iPad masih bisa dioperasikan dengan sentuhan seperti biasa. Kalau perlu, pengguna bahkan tetap bisa memakai Apple Pencil, dan fitur pressure sensitivity-nya tetap bisa bekerja secara normal.

Pengguna juga tidak perlu khawatir koneksi nirkabel bakal berpengaruh terhadap performa atau kualitas visual yang disajikan iPad sebagai layar kedua, sebab Luna memakai teknologi kompresi video yang dikembangkan sendiri. Alhasil, latency-nya bisa ditekan sampai serendah 16 milidetik, memastikan kinerja keseluruhan yang lebih responsif.

Seandainya tidak ada Wi-Fi, Luna tetap bisa digunakan dengan bantuan kabel USB; pasangkan Luna ke laptop seperti biasa, tapi kemudian jangan lupa juga untuk menyambungkan iPad ke laptop via kabel. Alternatifnya, Luna Display juga tersedia dalam varian HDMI buat yang laptop-nya belum dilengkapi USB-C.

Saat ini Luna Display sedang dipasarkan melalui situs crowdfunding Kickstarter. Harga retail-nya dipatok $80, tapi selama masa early bird, konsumen bisa mendapatkannya seharga $49 saja (plus $9 sebagai ongkos kirim ke Indonesia).

Oh iya, Anda juga tak perlu khawatir produk ini bakal tidak ada juntrungannya seperti ‘penyakit’ produk crowdfunded pada umumnya, sebab rekam jejak pengembangnya cukup terjamin. Pada kenyataannya, tiga tahun lalu pengembangnya sempat meluncurkan kampanye crowdfunding untuk produk bernama sama tapi yang ditujukan untuk pengguna MacBook, dan yang masih mereka produksi sampai sekarang.

Charger GaN Terbaru HyperJuice Dapat Ditumpuk Hingga Memberikan Total Output 1.600 W

Juli lalu, OPPO membuktikan bahwa kemajuan di bidang teknologi pengisian daya cepat bukan berarti konsumen bakal berkutat dengan charger yang berukuran bongsor. Beragam inovasi, salah satunya pemanfaatan material semikonduktor Gallium nitride (GaN), turut memiliki andil dalam menjaga ukuran charger tetap ringkas meski output dayanya terus bertambah besar.

Di industri aksesori, saat ini semakin banyak pabrikan yang menciptakan charger GaN. Semua charger GaN pada dasarnya menawarkan satu kelebihan, yakni output yang besar dalam ukuran yang ringkas. Namun sebagian ada juga yang menawarkan fitur unik seperti kemampuan untuk ditumpuk (stackable), sehingga satu colokan listrik dapat dipakai untuk menyuplai daya ke puluhan perangkat.

Puluhan? Ya, saya tidak salah ketik. Charger GaN terbaru dari brand HyperJuice berikut ini sangat inovatif karena pengguna bisa menumpuknya hingga sebanyak 16 unit sekaligus. Kalau masing-masing unitnya memiliki output 100 W, berarti total output-nya bisa mencapai 1.600 W, dan itu dari satu colokan listrik saja.

Lalu kalau masing-masing unit charger-nya mengemas empat port (3x USB-C dan 1x USB-A), berarti total ada 48 port USB-C dan 16 port USB-A yang siap dipakai dari satu colokan listrik saja.

Oke, mungkin sebagian besar dari kita tidak perlu mengisi ulang perangkat sebanyak itu. Namun setidaknya charger ini tetap mampu menawarkan nilai ekstra: selagi menjalankan tugasnya mengisi ulang perangkat mobile, ia juga dapat merangkap peran sebagai adaptor untuk perabot elektronik lain, bahkan yang mebutuhkan asupan daya sebesar 1.500 W sekalipun. Dengan kata lain, satu colokan listrik yang dihuninya bisa dibagi bersama perangkat lain yang juga membutuhkan.

Secara fisik, dimensi charger ini rupanya lebih kecil lagi daripada charger 100 W HyperJuice sebelumnya. Buat yang tidak membutuhkan output sebesar itu, tersedia pula model lain dengan output 65 W yang ukurannya bahkan lebih mungil ketimbang kemasan permen Tic Tac, tapi di saat yang sama masih mendukung skenario tumpuk-menumpuk itu tadi.

Satu-satunya hal yang mengecewakan dari kedua charger HyperJuice ini adalah, barangnya cuma tersedia di Amerika Serikat dan Kanada, sebab jenis colokannya adalah yang berbentuk gepeng, dan pengembangnya tidak menyarankan penggunaan perangkat ini bersama adaptor colokan.

Harganya juga tidak murah. Model 65 W bakal dipasarkan seharga $80, sedangkan model 100 W-nya seharga $100. Untuk sekarang, perangkat sedang ditawarkan melalui situs crowdfunding Kickstarter, tapi seperti yang saya bilang, sayang sekali kita di Indonesia tidak bisa ikut menjadi backer.

Sumber: The Verge.

Bukan Cuma Bolong-Bolong, Mouse Gaming Ini Juga Dilengkapi Kipas Pendingin Terintegrasi

Belakangan ini mouse gaming bolong-bolong tampaknya sedang ngetren. Premisnya sederhana: berkat desain yang unik itu, bobot mouse bisa berkurang secara signifikan selagi masih menjaga ketahanan fisiknya. Banyaknya lubang juga berarti udara dapat bersikulasi dengan lebih maksimal, yang pada akhirnya berujung pada berkurangnya keringat di telapak tangan.

Terkait sirkulasi udara, sebenarnya cara paling mudah sekaligus murah untuk mengatasi problem ini adalah dengan mengganti cara kita menggenggam mouse menjadi claw grip, meski harus saya akui tidak semua orang nyaman dengan grip style seperti itu. Cara lainnya bisa dengan memanfaatkan perpaduan ventilasi udara dan kipas pendingin, seperti yang ditawarkan mouse unik bernama Zephyr berikut ini.

Penampilannya sepintas tidak berbeda jauh dari Cooler Master MM710 maupun mouse gaming berdesain honeycomb lain yang ada di pasaran. Namun senjata rahasia Zephyr terletak pada sebuah kipas pendingin di balik rangka luarnya. Fungsi kipas tersebut tidak lain dari menyemburkan angin segar langsung ke arah telapak tangan penggunanya, dengan sudut kemiringan 45°.

Zephyr gaming mouse

Kecepatan putaran kipasnya pun dapat diatur antara 4.000 – 10.000 RPM. Kipasnya ini juga bisa dimatikan sepenuhnya, meski jujur saya heran kenapa Anda harus membeli mouse ini kalau memang tidak akan memanfaatkan fitur unggulannya tersebut.

Pengembang Zephyr tak lupa menekankan bahwa kipas pendinginnya itu menerima suplai daya melalui kabel USB yang sama seperti mouse-nya sendiri, dan kemungkinan besar ini menyinggung mouse keluaran Thermaltake di tahun 2012 yang kipas eksternalnya perlu dicolokkan ke port micro USB di sebelah kabelnya.

Meski dilengkapi sebuah kipas pendingin, bobot Zephyr secara keseluruhan rupanya tetap cukup ringan di angka 68 gram. Performanya ditunjang oleh sensor optik PixArt PMW 3389, sensor yang sama persis seperti yang terdapat pada Cooler Master MM710 dan sejumlah mouse gaming lain, dengan sensitivitas maksimum 16.000 DPI. Tentu saja Zephyr juga dilengkapi tombol untuk mengganti DPI secara cepat.

Zephyr gaming mouse

Lebih lanjut soal desainnya, Zephyr menganut bentuk ambidextrous yang simetris, akan tetapi tombol ekstranya cuma ada dua di sisi kiri saja, sehingga ia akan lebih cocok untuk pengguna tangan kanan. Tombol utamanya sendiri memakai switch bikinan Omron dengan klaim ketahanan hingga 50 juta klik.

Saya tidak menemukan kata-kata “programmable buttons” pada situs Zephyr, yang ada malah cuma “programmable RGB tech“. Meski begitu, kecil kemungkinan ada sebuah mouse gaming di tahun 2020 yang hadir tanpa software pendamping untuk mengatur berbagai aspek kustomisasi, termasuk untuk memprogram tombol-tombolnya.

Rencananya, Zephyr akan ditawarkan melalui situs crowdfunding Kickstarter mulai 22 Juli mendatang. Untuk sekarang, konsumen yang tertarik bisa mendaftarkan email di situsnya guna mendapatkan harga spesial sebesar $79, atau 50% lebih murah daripada estimasi harga retailnya.

Sumber: PC Gamer.