Konsep startup teknologi pendidikan (edtech) adalah mengadopsi kegiatan belajar secara online. Tak hanya berguna bagi pengguna, tetapi juga memiliki kemampuan untuk bisa scale-up dan tumbuh dengan baik.
Di video ini, DailySocial bersama Analia Tan dari Kiddo.id membahas bagaimana potensi startup edtech dalam ekosistem bisnis digital. Juga seperti apa tantangan terbesar yang dihadapi, khususnya di masa pandemi.
Untuk video menarik lainnya seputar startup dan teknologi, kunjungi kanal YouTube DailySocialTV.
Edisi #SelasaStartup kali ini cukup spesial karena sekaligus memperingati Hari Sumpah Pemuda. Tema yang diangkat adalah ”Muda Berinovasi: Start Your Startup Now” dengan mengundang Menteri Riset dan Teknologi/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro sebagai keynote speaker.
Lalu, Staf Khusus Menristek/Ka. BRIN Bidang Jejaring Startup Adrian A. Gunadi, CEO Kiddo.id Analia Tan, CEO & Co-Founder Mycotech Adi Reza Nugroho, Co-Founder Riliv Audrey Maximillian Herli, Co-Founder & COO Kata.ai Wahyu Wrehasnaya, dan Partner East Ventures Melissa Irene.
Berkaitan dengan tema besar, Bambang menuturkan bahwa bonus demografi yang sedang terjadi di Indonesia harus dimaknai sebagai kesempatan emas untuk membuat ekonomi Indonesia lebih maju dengan berinovasi memanfaatkan teknologi digital. Kesempatan ini tidak datang dua kali karena pada 2045 mendatang bonus demografi ini akan selesai dan beralih ke usia lanjut.
Ia mendorong kaum muda yang ada sekarang ini untuk menjadi pengusaha, sebab semakin banyak pengusaha maka berdampak pada produktifnya ekonomi suatu negara.
“Tapi ini jadi asumsi saja, kalau [bonus demografi] tidak bisa di-manage dengan baik, justru jadi beban demografi. Agar tidak terjadi itu, harus diarahkan dengan melahirkan startup berbasis teknologi yang bisa menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan,” tuturnya.
Tips dari founder startup dan investor
Untuk mendorong lebih banyak startup, DailySocial juga meminta perspektif dari para founder startup dalam sesi diskusi panel. Audrey misalnya, ia mendorong kepada anak muda untuk jangan pernah takut memulai suatu inisiatif baru. Pun ketika menemukan suatu ide baru, jangan berpikir bahwa ide tersebut hanya ada satu-satunya di dunia.
Ide tersebut sebaiknya jangan disimpan, justru dibagikan ke orang lain agar berkembang dan segera terealisasi jadi bisnis nyata. “Kalau disimpan saja ide tidak akan bisa berkembang, dari ide nanti bisa jadi solusi,” kata dia.
Sementara itu, dari sisi Analia menambahkan sebaiknya memulai ide itu dari apa yang kita suka agar lebih mudah menemukan masalah. Ia mencontohkan saat merintis Kiddo, pada dasarnya ia menyukai edukasi untuk anak. Lalu ia mengobrol dengan teman-temannya yang sudah memiliki anak.
Ternyata, akar masalahnya adalah orang tua sulit menemukan aktivitas yang bagus untuk anaknya. Dari sisi pelaku usaha, proses bisnisnya juga tergolong masih konvensional untuk proses administrasinya. Kesempatan tersebut akhirnya diambil Kiddo dengan menempatkan dirinya sebagai platform marketplace untuk aktivitas anak.
“Banyak teman-teman yang dukung dan jaringan semakin terbuka akhirnya menginspirasi ide untuk merintis Kiddo,” imbuh Analia.
Dari sisi investor, Melissa menambahkan bahwa tiap investor punya taste masing-masing dalam berinvestasi, entah berbasis teknologi ataupun tidak sebab semua punya porsi masing-masing. Yang terpenting adalah inovasi yang diciptakan anak muda harus menyelesaikan masalah yang ada.
“Teknologi hanyalah alat agar tujuan penyelesaian dari masalah yang disasar dalam lebih cepat selesai dan dapat di-scale up. Jangan sampai salah persepsikan karena dasar-dasar tersebut dipakai untuk tolak ukur oleh investor analisa,” katanya.
Pertimbangan investor saat mereka tertarik investasi sebenarnya melihat banyak hal. Misalnya, apakah startup tersebut memang layak untuk diinvestasi oleh VC, bagaimana pangsa pasarnya, dari sisi kompetisi seperti apa apakah pasarnya sudah saturated atau belum, dan masih banyak lagi.
Bantuan dari pemerintah
Adrian melanjutkan dalam mendukung terciptanya lebih banyak startup berkualitas, Kemeristek/BRIN melanjutkan program tahunannya yang bernama Startup Inovasi Indonesia. Menurutnya program ini selaras dengan fokus pemerintah yang ingin memajukan ekonomi digital, strategi seperti ini sudah dijalankan oleh negara maju semisal Singapura dan Amerika Serikat. Itulah mengapa startup di kedua negara tersebut berkembang pesat.
“Program ini enggak cuma bicara untuk kota besar saja, tapi bagaimana inovasi bisa lebih menyeluruh di seluruh Indonesia karena masing-masing ada potensi yang luar biasa,” kata Adrian.
Program ini membuat tiga jenis pendanaan berdasarkan skala startup tersebut, mulai dari pra-startup dengan dana hibah maksimal Rp250 juta, startup dengan dana hibah hingga Rp500 juta, dan yang tertinggi yakni scale-up dengan dana hibah hingga Rp1 miliar.
Pada Maret kemarin sudah dilaksanakan tahap pengusulan proposal untuk masing-masing jenis pendanaan. Adapun saat ini sedang memasuki proses evaluasi dan dilanjutkan dengan seleksi presentasi. Pada tahap akhir, tepatnya pada Desember mendatang akan dilaksanakan workshop untuk penelaahan anggaran dan rencana aksi.
“Fokus bidang startup tahun ini adalah transportasi, kemaritiman, kesehatan, multi-disiplin dan lintas sektoral, pangan, rekayasa keteknikan, pertahanan keamanan, dan energi,” tutup Adrian.
Bertujuan untuk memberikan pilihan kelas online kepada anak, platform ticketing dan konten aktivitas Kiddo menjalin kemitraan strategis dengan GogoKids dari Malaysia. Melalui kerja sama ini, pengguna dapat mengikuti kelas online yang berasal dari kedua negara. Penyedia layanan aktivitas anak asal Indonesia juga dapat memasarkan kelasnya lebih luas ke pelanggan Malaysia.
Dengan bertambahnya pilihan aktivitas online dari negara tetangga ini, harapannya mampu mendorong orang tua untuk terus menggali potensi anak selama lakukan karantina di rumah. Kategori aktivitas beragam mulai dari bahasa, seni tari, seni lukis, pemrograman, komunikasi, dan lain-lain.
Kepada DailySocial Co-Founder & CEO Kiddo Analia Tan mengungkapkan, kolaborasi Kiddo dengan GogoKids diharapkan bisa memberikan warna baru dalam aktivitas belajar anak dan di masing-masing negara. Sebelumnya, berbagai pilihan aktivitas anak dan keluarga telah tersedia di Kiddo. Di masa PSBB ini Kiddo menghadirkan pilihan aktivitas berkualitas bagi anak Indonesia. Kelas yang biasa diikuti oleh anak tetap bisa dilaksanakan secara virtual dan dipesan melalui platform.
“Kami ingin memberikan lebih banyak pilihan untuk orang tua di Indonesia dalam memilih aktivitas yang sesuai dengan kebutuhan anaknya, sehingga si kecil dapat terus mengembangkan potensi dirinya meskipun harus #dirumahaja. Di sisi lain, kami juga ingin membantu para penyedia aktivitas anak di Indonesia untuk melebarkan sayap bisnisnya ke pasar Malaysia lewat kerja sama ini,” kata Analia.
Fitur baru
Kiddo juga telah merilis fitur baru bernama Kelas Online By Kiddo, memungkinkan aktivitas anak dapat diakses kapan saja selama masa berlangganan karena dikemas dalam bentuk seri video pembelajaran. Inovasi ini memudahkan orang tua dan anak dalam mengakses materi kelas karena dapat menyesuaikan jadwal masing-masing.
“Biasanya ada orang tua yang kesulitan mengatur waktu dan mood anak untuk belajar atau bermain bersama. Dengan fitur Kelas Online dari Kiddo, orang tua bisa lebih bebas mengatur waktu belajar anak,” kata Analia.
Menargetkan pasar B2B dan B2C, Kiddo mengklaim untuk demand yang paling banyak berasal dari B2C. Namun demikian untuk memperkuat segmen B2B, Kiddo juga bekerja sama dengan brand untuk membantu mereka dalam menjalankan brand activation.
Saat ini fitur pilihan pengguna di antaranya adalah, fitur registrasi aktivitas, info & tips, dan kerja sama komunitas. Kiddo juga telah memiliki ribuan pendaftar dan tersebar di beberapa kota besar di Indonesia, namun terkonsentrasi di Pulau Jawa.
“Tahun ini, target kami adalah meluncurkan fitur baru yang saat ini masih dalam pengembangan. Nantinya fitur tersebut akan memudahkan orang tua dalam membantu anaknya mengembangkan diri sesuai potensi mereka,” kata Analia.