Tag Archives: kitabeli

Likuidasi Kitabeli

Startup Social Commerce KitaBeli Dikabarkan Lakukan Likuidasi

Startup social commerce Kitabeli tengah melakukan proses likuidasi. Hal ini disinyalir sebagai respons atas model bisnis yang diusung tidak berhasil mencapai product-market fit secara optimal. Kabar terkait likuidasi ini dikonfirmasi salah satu sumber terpercaya yang turut terlibat dalam proses ini.

Sejak debut di tahun 2020, KitaBeli sudah mengumumkan 3x putaran pendanaan, dimulai dari tahap awal di tahun 2020 (oleh East Ventures dan AC Ventures), dilanjutkan tahapan seri A di tahun 2021, dan pendanaan lanjutan di tahun 2022. Setidaknya dari nominal yang diumumkan ke publik, mereka telah mengumpulkan dana hingga $30 juta atau sekitar 460 miliar Rupiah.

Selain yang disebutkan, beberapa investor ternama turut mendanai startup yang digawangi Prateek Chaturvedi, Ivana Tjandra, Subhash Bishnoi, dan Gopal Singh Rathore tersebut, di antaranya Glade Brook, Argor Capital (Go-Ventures), InnoVen Capital, Kenangan Fund (Kopi Kenangan), dan beberapa lainnya.

Terkait langkah selanjutnya (apakah hanya tutup atau founder akan pivot ke bisnis lain), kami sudah mencoba menghubungi pihak terkait namun belum mendapatkan respons.

Ini bukan kali pertama startup social commerce yang beroperasi di Indonesia mengalami kesulitan bisnis. Sebelumnya pada kuartal pertama tahun ini, RateS juga tutup semua akses ke pergudangan mereka. Terpantau semua stok produk di aplikasi tidak bisa diakses. Saat ini bahkan situs dan aplikasi sudah tidak lagi tersedia untuk transaksi.

Mengusung konsep social commerce, KitaBeli fokus menjual produk FMCG di pasar tier-2 dan 3. Mereka membangun jaringan kemitraan di berbagai lokasi untuk membantu para pelanggan melakukan pembelian berkelompok (team buying) dengan harapan mendapatkan jaminan harga beli yang lebih kompetitif.

Ini mirip yang dikerjakan PinDuoDuo di Tiongkok, berharap bisa memberdayakan komunitas lokal di daerah-daerah.

Hipotesis awal KitaBeli adalah ingin menjangkau distribusi produk FMCG di kota lapis dua yang nilainya lebih dari $100 miliar — dengan lebih dari 200 juta konsumen yang terhadap 50% dari PDB. Sistem logistik dan rantai pasok yang kurang efisien dilihat sebagai peluang, sehingga pendekatan lewat teknologi coba dihadirkan.

Solusi KitaBeli salah satunya dengan menghadirkan gudang dan pusat pemenuhan di area-area operasionalnya. Mereka mengklaim bisa mereduksi harga akhir ke konsumen antara 10%-50% — termasuk memotong rantai pasok dengan mengambil produk langsung dari brand dan prinsipal.

Namun demikian, untuk masuk ke kota lapis dua memang banyak hal yang harus dihadapi. Selain investasi besar di infrastruktur, pemain seperti KitaBeli dihadapkan pada tantangan edukasi pasar. Model tradisional (beli barang dengan jumlah sedikit di warung) dan kebiasaan masyarakat (seperti kasbon di warung dan pengalaman saat pergi ke warung) menjadi aspek-aspek yang tidak terfasilitasi dengan digitalisasi tersebut.

Kendati demikian tidak semua model social commerce mengalami pasar surut. Pemain lain seperti Dagangan justru tengah ekspansif hadir di kota-kota baru. Pekan ini mereka mulai ekspansi ke Jawa Timur setelah sebelumnya banyak fokus di area Jawa Tengah dan Yogyakarta.

Pendekatan Dagangan juga berbeda, mengadopsi konsep rural commerce yang dijalankan dengan sistem hub and spoke untuk last-mile delivery. Mereka banyak memasok barang ke pertokoan di wilayah lapis dua dan tiga.

Application Information Will Show Up Here

KitaBeli Secures 299 Billion Rupiah Funding, Expanding into New Business and Categories

An FMCG-specific social commerce startup, KitaBeli, announced a $20 million (worth 299.5 billion Rupiah) funding round led by Glade Brook Capital Partners, an American equity investment firm. KitaBeli’s previous investors, AC Ventures, and Go-Ventures also participated, along with a new investor, Innoven Capital.

KitaBeli is to use the fresh money to continue expanding into second and third-tier cities across the country, while launching new product categories such as beauty, personal care, mother & baby products, and frozen foods.

KitaBeli is a social commerce platform that offers FMCG products and allows users and partners to get discounts and earn money by leveraging their social network. This app allows consumers to enjoy discounted prices through a social and gamified shopping experience.

Unlike most e-commerce applications, KitaBeli runs a direct-to-consumer business model that offers buyers the basic necessities of daily life. KitaBeli combines PinDuoDuo’s ‘group buying’ approach and combines it with a local community approach.

“By being extremely consumer-focused, we have been able to achieve product-market fit and scale very fast in a historically untapped market,” explained Prateek Chaturvedi, co-founder and CEO of KitaBeli, Monday (18/7).

He continued, by leveraging the offline social networks of our Local Community Leaders (Mitras), we have been able to reach thousands of new users who are buying online for the first time in their lives. This has helped us build massive loyalty with our customers and enabled us to deliver better long-term margins than other players.”

“Glade Brook is one of the most experienced growth stage investors we’ve met, and their experience in e-commerce and social commerce across emerging markets globally is unmatched. The experience and insight that Linda Guo, Paul Hudson and their entire team have brought to this space convinced us that they are the right partners on our journey.” he said.

Glade Brook Capital Partners’ Partner, Linda Guo said, “We are excited to partner with KitaBeli to bring better, more affordable ecommerce access to second-tier communities in Indonesia. We believe the next wave of ecommerce growth in Indonesia will be driven by consumer demand outside major cities like Jakarta.”

AC Ventures Founder & Managing Partner Adrian Li added, the company’s commitment to KitaBeli further substantiates our thesis that Indonesia’s next frontier of ecommerce users will come from second- and third-tier cities in Indonesia. KitaBeli has focused on creating a solution that is well-suited for rural consumers. It utilizes social hooks and gamification to push engagement and employs a hyper-local community delivery model.

“KitaBeli’s product-led approach and operational excellence has demonstrated powerful customer engagement, strong top-line growth, and promising take rate expansion. We are enthusiastic about KitaBeli’s future and excited to have been a part of the journey from the very beginning,” Adrian said.

Opportunities in the second and third tier cities

Chaturvedi said that historically, expansion into rural areas has not been widely implemented by other players. Whereas second and third-tier cities in Indonesia currently represent a market of more than $100 billion, with over 200 million consumers and contributions exceeding 50% of the country’s GDP. However, this opportunity is not immune to the following issues.

For example, consumers often experience longer delivery times for online shopping orders. KitaBeli provides solutions by building warehouses in its operational areas, enabling it to make same-day and next-day deliveries straight to the customer.

Furthermore, consumers are often hitched with higher prices due to broken supply chains. This often results in 10%-50% cost higher than consumers living in Jakarta. By sourcing products directly from brands and principals, KitaBeli provides huge savings to consumers.

“Also, consumers in second-and third-tier cities often have trust issues with e-commerce as they don’t familiar with the person they doing business with. In order to solve the trust issues, KitaBeli employs a different strategy from its competitors, focusing on consumers’ offline networks and encouraging them to invite friends and family to use the platform.”

Over the past few months, KitaBeli claims to have grown more than 10 times and this achievement makes the company a leading player in this vertical in Indonesia.

Download the recent Social Commerce report published by DailySocial.id here. Discussing the trend and business model of Indonesian Social Commerce.

Application Information Will Show Up Here
Startup social commerce KitaBeli mengumumkan putaran pendanaan senilai $20 juta yang dipimpin oleh Glade Brook Capital Partners

KitaBeli Raih Pendanaan 299 Miliar Rupiah, Siap Perluas Bisnis dan Kategori Baru

Startup social commerce khusus produk FMCG KitaBeli mengumumkan telah menyelesaikan putaran pendanaan senilai $20 juta (senilai 299,5 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh Glade Brook Capital Partners, perusahaan investasi ekuitas asal Amerika Serikat. Investor KitaBeli sebelumnya, yakni AC Ventures, Go-Ventures juga turut bergabung, bersama investor baru, Innoven Capital.

KitaBeli akan memanfaatkan dana segar untuk melanjutkan ekspansi ke kota-kota lapis kedua dan ketiga di seluruh nusantara, sembari meluncurkan kategori produk baru seperti kecantikan, perawatan pribadi, produk ibu & bayi, dan makanan beku.

KitaBeli adalah platform social commerce yang menawarkan produk FMCG dan memungkinkan pengguna dan mitra mendapatkan diskon dan mendapatkan uang dengan memanfaatkan jejaring sosial mereka. Aplikasi ini memungkinkan konsumen untuk menikmati harga diskon melalui pengalaman belanja sosial dan gamified.

Berbeda dengan aplikasi e-commerce kebanyakan, KitaBeli menjalankan model bisnis direct-to-consumer yang menawarkan kebutuhan pokok kehidupan sehari-hari kepada pembeli. KitaBeli menggabungkan pendekatan ‘group buying’ ala PinDuoDuo dan menggabungkan dengan pendekatan komunitas lokal.

“Dengan sangat berfokus pada konsumen, kami telah mampu mencapai kesesuaian dan skala produk-pasar dengan sangat cepat di pasar yang secara historis belum dimanfaatkan,” jelas Co-founder dan CEO KitaBeli Prateek Chaturvedi dalam keterangan resmi, Senin (18/7).

Dia melanjutkan, dengan memanfaatkan jaringan sosial offline dari Pemimpin Komunitas Lokal (Mitra), perusahaan dapat menjangkau ribuan pengguna baru yang membeli secara online untuk pertama kalinya dalam hidup mereka. Langkah tersebut dapat membangun loyalitas dari pelanggan dan memungkinkan pihaknya untuk memberikan margin jangka panjang yang lebih baik daripada pemain lain.

“Glade Brook adalah salah satu investor tahap pertumbuhan paling berpengalaman yang pernah kami temui, dan pengalaman mereka dalam e-commerce dan social commerce di seluruh negara berkembang secara global tidak tertandingi. Pengalaman dan wawasan mendalam yang dibawa Linda Guo, Paul Hudson, dan seluruh tim mereka ke ruang ini meyakinkan kami bahwa mereka adalah mitra yang tepat dalam perjalanan kami,” ujarnya.

Partner Glade Brook Capital Partners Linda Guo menyampaikan, “Kami sangat senang dapat bermitra dengan KitaBeli untuk menghadirkan akses e-commerce yang lebih baik dan lebih terjangkau ke komunitas lapis kedua di Indonesia. Kami percaya gelombang pertumbuhan e-commerce berikutnya di Indonesia akan didorong oleh permintaan konsumen di luar kota-kota besar seperti Jakarta.”

Founder & Managing Partner AC Ventures Adrian Li menambahkan, komitmen perusahaan terhadap KitaBeli semakin memperkuat tesis yang menyatakan bahwa pengguna e-commerce berikutnya di Indonesia akan datang dari kota-kota tingkat kedua dan ketiga di Indonesia. KitaBeli telah berfokus pada penciptaan solusi yang cocok untuk konsumen pedesaan. Ini menggunakan kait sosial dan gamifikasi untuk mendorong keterlibatan dan menggunakan model pengiriman komunitas hyperlocal.

“Pendekatan yang dipimpin oleh produk dan keunggulan operasional KitaBeli telah menunjukkan keterlibatan pelanggan yang kuat, pertumbuhan lini atas yang kuat, dan ekspansi tingkat penerimaan yang menjanjikan. Kami sangat antusias dengan masa depan KitaBeli dan bersemangat untuk menjadi bagian dari perjalanan sejak awal,” ucap Adrian.

Potensi di kota lapis dua dan tiga

Chaturvedi menyampaikan, ekspansi ke daerah pedalaman ini secara historis belum banyak dilirik oleh pemain lain. Padahal di kota-kota tingkat kedua dan ketiga di Indonesia sekarang mewakili pasar lebih dari $100 miliar, dengan lebih dari 200 juta konsumen berkontribusi lebih dari 50% dari PDB negara. Akan tetapi, peluang tersebut tidak luput dari isu yang menghantui.

Di antaranya, konsumen sering mengalami waktu pengiriman yang lama untuk pesanan belanja online. Solusi yang diberikan KitaBeli adalah membuka gudang di setiap kota tempat ia beroperasi, memungkinkannya untuk melakukan pengiriman pada hari yang sama dan hari berikutnya langsung ke depan pintu pelanggan.

Berikutnya, konsumen sering dihadapi dengan harga yang lebih tinggi karena rantai pasokan yang rusak. Hal ini sering mengakibatkan pelanggan akhir membayar 10%-50% lebih banyak daripada konsumen yang hidup di Jakarta. Dengan mendapatkan produk langsung dari merek dan prinsipal, KitaBeli memberikan penghematan besar kepada konsumen.

“Terakhir, konsumen di kota tingkat kedua dan ketiga sering kali memiliki masalah kepercayaan dengan e-commerce ketika mereka tidak mengenal orang yang mempromosikan atau menjual produk. Untuk mendobrak hambatan kepercayaan, KitaBeli menggunakan strategi yang berbeda dari pesaingnya, berfokus pada jaringan offline konsumen dan mendorong mereka untuk mengundang teman dan keluarga untuk menggunakan platform.”

Selama enak bulan terakhir, KitaBeli mengklaim telah tumbuh lebih dari 10 kali lipat dan pencapaian ini menjadikan perusahaan sebagai pemain terdepan di vertikal ini di Indonesia.

Unduh laporan tentang Social Commerce yang baru diterbitkan DailySocial.id di sini. Membahas tren dan model bisnis Social Commerce yang ada di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here
Startup Social Commerce

Kenali 16 Startup Social Commerce Indonesia 

Dilansir oleh Data Reportal, jumlah pengguna media sosial di Indonesia tiap tahunnya meningkat. Pada Januari 2020 tercatat 160 juta penduduk Indonesia menggunakan media sosial dan tren ini akan terus meningkat. Pertumbuhan ini pun  dipandang menjadi kesempatan tersendiri bagi pelaku social commerce.

Sederhananya sebuah platform social commerce memanfaatkan jejaring yang dimiliki oleh pengguna akhir untuk melakukan transaksi jual-beli barang. Bisa melalui media sosial, aplikasi pesan, bahkan word of mouth. Laporan Mckinsey, juga menyebutkan sekitar 40% dari pasar e-commerce di Indonesia merupakan social commerce

Platform social commerce juga menjembatani mitra pedagang dengan brand principal yang membutuhkan sistem distribusi yang lebih efisien. Berikut ini daftar startup social commerce yang saat ini beroperasi di Indonesia:

Berkahi

Berkahi adalah platform untuk menjual produk-produk UMKM yang halal, aman, dan berkualitas, dengan visi dan tujuan untuk membantu pelaku-pelaku bisnis kecil dan perorangan untuk bersaing dengan perusahaan besar dan yang sudah maju.

Startup social commerce satu ini memungkinkan pelaku bisnis dapat akses ke ribuan produk halal dari dalam dan luar negeri. Proses pengemasan dan pengiriman dilakukan langsung dari gudang yang tersebar di berbagai wilayah, sehingga lebih efisien. Bagi pelaku UMKM sendiri biaya operasional dan fasilitas gudang tidak dikenankan biaya.

Ide perkembangan bisnis berkahi ini rampung pada November 2021 didirikan oleh tiga co-founder yaitu Rowdy Fatha (CEO), Turina Farouk (CTO), dan Andre Raditya Makmur (CMO). 

Saat ini berkahi masih mengandalkan pendanaan dari angel investor untuk menjalankan bisnisnya. Saat ini, Berkahi juga sedang mencari pendanaan tahap awal venture capital.

Chilibeli

Chilibeli adalah aplikasi belanja online kebutuhan sehari-hari yang berkualitas. Mengambil langsung dari petani, Chilibeli menjamin harga terbaik untuk semua. Memiliki visi untuk menyediakan produk dengan kualitas terbaik, segar dan langsung dari sumbernya ke setiap rumah dengan harga murah.

Alex Feng mendirikan perusahaan ni pada tahun 2019, Chilibeli terakhir kali mendapatkan pendanaan seri A dari Lightspeed Ventures senilai 160 Miliar Rupiah untuk mengekspansi bisnis yang lebih banyak lagi. Dikabarkan Chilibeli telah diakuisisi WeBuy untuk selanjutnya menjadi kendaraan mereka memasuki pasar Indonesia.

Credimart

CrediMart adalah startup social commerce berupa layanan grosir online yang menjual berbagai kebutuhan pokok. Mulai dari kopi, sabun, snack, hingga alat tulis dan obat-obatan — tersedia dalam bentuk potongan hingga karton. CrediMart akan mengantarkan pesanan ke lokasi bisnis dalam waktu 1 x 24 jam.

Salah satu fitur Credimart adalah Credistore, yang memudahkan penjual warung untuk melakukan stock lebih banyak dan praktis. Startup social commece yang ini didirikan oleh Gabriel Fans (CEO), Christian Lie (COO), Dekha Anggareska (CTO) pada tahun 2021.

Pendanaan seri A Credimart didapat melalui perusahaan induknya Credibook senilai 116 miliar Rupiah diikuti oleh Monk’s Hill Ventures, Insigna Ventures Partners, Wavemmaker Partners, Alpha JWC Ventures, dan lain-lain.

Dagangan

Dagangan ini lebih mengarah belanja sembako online grosir atau eceran. Menyediakan berbagai kebutuhan pokok seperti sembako, produk segar juga kebutuhan harian lainnya. Dagangan ini didirikan oleh Wilson Yanapresetya dan Ryan Manafe pada tahun 2016.

Fitur yang dimiliki dagangan sangat menarik. Mereka ini startup social commerce dengan model hub-and-spoke dalam operasionalnya. Dalam artian, membangun pusat pengadaan kebutuhan pokok atau micro fulfillment center (hub) ke kota lapis dua dan tiga dan pedesaan.

Pada bulan Apri 2022, Dagangan mendapatkan pra-seri B senilai 95 miliar Rupiah dari BTPN Syariah Ventura beserta Monk’s Hill Ventures dan Hendra Kwik yang turut serta melakukan penggalangan dana.

Dusdusan

Dusdusan adalah pemasok produk rumah tangga eksklusif yang memiliki komunitas reseller terbesar di Indonesia, lengkap dengan dukungan pelatihan dan materi promosi online dan offline. Visi dari dusdusan adalah menjadi komunitas reseller produk rumah tangga terbesar di Asia Tenggara.

Startup social commerce yang satu ini didirikan oleh Christian Kustedi dan Ellies Kiswoto pada tahun 2014.

Evermos

Evermos adalah sebuah platform social commerce reseller yang menjual berbagai macam produk-produk Muslim Indonesia. Startup social commerce Indonesia ini didirikan oleh Ghufron Mustaqim dan sejumlah rekannya pada tahun 2018.

Evermos ini menawarkan fitur yang menarik bagi pelaku ukm bisnis kecil yang belum memiliki modal, Bisa menggunakan platform yang satu ini.

Pada awal september 2021, Evermos mendapatkan pendanaan seri B dengan perolehan 427 miliar rupiah yang dilibatkan oleh UOB Venture Management dengan MDI Ventures, Telkomsel Mitra Inovasi, Future Shape, Jungle Ventures dan Shunwei Capital.

Grupin

Grupin merupakan startup social commerce Indonesia yang didirikan oleh Kevin dan rekannya Ricky Christie pada 2021. Layaknya aplikasi social commerce yang sudah ada, Grupin menawarkan pengalaman belanja berbasis komunitas kepada konsumen secara kolektif, tujuannya untuk mendapatkan penawaran harga yang lebih baik. 

Barang yang disediakan seputar kebutuhan sehari-hari seperti sembako, perlengkapan dapur, produk bayi, sampai elektronik. Untuk saat ini layanan tersebut baru tersedia untuk area Jabodetabek dan Bandung.

Dipimpin oleh Surge, Grupin mendapatkan pendanaan 42 miliar Rupiah untuk mengekspansi bisnis dan meningkatkan penjualannya.

Ibusibuk

IbuSibuk merupakan program pemberdayaan ekonomi masyarakat ibu dengan membuka peluang bagi ibu-ibu untuk menambah penghasilan sebagai brand ambassador, KOL/Influencer (Momfluencer) untuk berbagai brand. Ini merupakan bagian dari Orami yang kini ada di bawah Sirclo Group.

Startup social commerce yang satu ini didirikan oleh Ferry Tenka pada tahun 2022. Investor saat ini digelontorkan oleh Sirclo.

Kitabeli

KitaBeli didirikan oleh Prateek Chaturvedi, Ivana Tjandra, Subhash Bishnoi, dan Gopal Singh Rathore pada Maret 2020. Platform tersebut memfasilitasi pembelian barang kebutuhan pokok, FMCG, dan produk kebutuhan rumah tangga lain secara berkelompok (team buying). Pengguna aplikasi KitaBeli mengundang kenalannya untuk membentuk grup, kemudian membeli produk bersama dengan potongan harga.

Pada tahun 2021 silam, Kitabeli mendapatkan seri A sebesar 144 miliar Rupiah, Hal tersebut ditunjukan untuk melakukan ekspansi bisnis beserta menggunakan program tersebut untuk mengeksplorasi persaingan bisnis social commerce di Indonesia.

Mapan

Startup social commerce ini awalnya adalah salah satu pionir agen layanan pulsadan PPOB (payment point online bank) yang beroperasi di pulau Jawa dan Bali. Setelah diakuisisi oleh Gojek pada tahun 2017, Founder Mapan yaitu Aldi Haroyopratomo mengaskan Mapan akan menjadi salah satu social commerce Indonesia yang mensejahterahkan masyarakat Indonesia dengan Go-Mapan.

Go-Mapan sendiri dinilai sangat efektif untuk masyarakat di Indonesia terutama pada kalangan keluarga driver dari Gojek dan sebagainya.

Otozilla

Otozilla Bertujuan untuk memperluas edukasi dan kesadaran masyarakat umum akan pentingnya perawatan kendaraan pribadi yang digunakan sehari-hari, platform social commerce yang fokus kepada otomotif Otozilla diluncurkan. Salah satu fokusnya ialah mefasilitasi komunitas.

Startup social commerce yang satu ini didirikan pada tahun 2020 oleh Kenny Joseph. Sampai saat ini otozilla mendapatkan pendanaan pree-seed dari Angel Investor.

RateS

Rate adalah startup social commerce, meluncurkan aplikasi mobile terbaru mereka yang bernama RateS. Aplikasi yang berbasis social commerce ini memberikan kesempatan bagi penggunanya untuk memulai bisnis online mereka dan menjual berbagai barang tanpa memerlukan modal awal.

RateS ini didirikan pada tahun 2018. RateS ini berbentuk social commerce yang memudahkan penggunaannya melakukan bisnis tanpa modal awal. Pada awal Januari 2022, RateS ini menutup pendanaannya yang dipimpin oleh KVision dari Kasikon Bank menjadi investor baru di putaran ini; turut andil juga investor sebelumnya yakni Vertex Ventures, Insignia Ventures Partners, dan Genesis Ventures senilai 85,8 miliar Rupiah. 

Selleri

Selleri adalah sebuah social commerce yang dimana untuk reseller ataupun dropshiper tanpa modal untuk berjualan.  Didirikan oleh Jayant Kumar (CEO), Najmudin Husein (COO), dan Firman Hasan (CCO). Selleri ingin memberdayakan masyarakat Indonesia dengan sistem reseller dan dropshipper agar mudah untuk berjualan tanpa ada modal sepersenpun,

Tahun lalu, Selleri berhasil mengantongi pre-seed sebesar $610.000 dari investor, atau setara dengan 8,7 miliar Rupiah. Venture Capital yang terlibat adalah Orbit Kejora-SBI.

Shox

Shox didirikan pada tahun 2013 oleh Sonat Yalcinkaya dan Rayi Pasca Febriani. Shox adalah platform berbasis komunitas untuk memenuhi kebutuhan rumah secara online yang dapat diakses hanya dari rumah dan dilengkapi dengan sistem pembayaran.

Selain memudahkan berbelanja kebutuhan rumah tangga, Shox telah membantu ratusan ibu untuk meningkatkan pendapatan hanya dari rumah dengan membuka peluang berwirausaha melalui komunitas Mitra Shox.

Shox sendiri mendapatkan pendanaan untuk pengembangan yang dipimpin oleh AC Ventures, Teja Ventures, dan sejumlah investor lainnya senilai 79 miliar Rupiah.

Super

Startup social commerce Indonesia yang satu ini mendapatkan pendanaan seri C senilai 1,5 triliun Rupiah pendanaan ini dipimpin New Enterprise Associates. Super merupakan platform social commerce pertama di Indonesia. Ini juga merupakan perusahaan teknologi konsumen Indonesia pertama yang didukung oleh Y Combinator, yang membawahi fitur utama, Superagent, Fitur tersebut adalah perdagangan yang dipimpin oleh agen yang memungkinkan para pemimpin komunitas menjadi pengecer di dalam komunitas mereka.

Super dirintis sejak 2018 oleh Steven Wongsoredjo, membawa diferensiasi yang memanfaatkan platform logistik hyperlocal untuk mengirimkan barang-barang konsumen ke ribuan agen dalam waktu 24 jam dari waktu pemesanan. Super bermitra dengan ribuan agen komunitas seperti individu dan warung untuk mengumpulkan dan mendistribusikan barang bernilai jutaan dolar AS ke komunitas mereka setiap bulan.

Woobiz

Woobiz adalah social commerce yang mampu untuk memberdayakan perempuan di Indonesia untuk tertarik berbisnis atau usaha mikro. Woobiz sendiri didirikan pada tahun 2018 oleh  Putri Noor Shaqina, Rorian Pratyaksa, Josua Sloane, dan Hendy Wijaya pada bulan Desember 2018.

Startup social commerce Indonesia yang satu ini memiliki fitur yang memudahkan para penggunanya untuk melacak atau mendukung bermitra lebih terjangkau melalui channel social neighbourhood community dan social sharing secara online.

Pendanaan Tambahan KitaBeli

KitaBeli Umumkan Pendanaan Seri A Tambahan

Platform social commerce KitaBeli mengumumkan telah mendapatkan pendanaan tambahan untuk putaran seri A. Sejumlah investor yang berpartisipasi termasuk Vidit Aatrey dan Sanjeev Barnwal (founder Meesho, India), Kopi Kenangan Capital, dan Banana Capital. Perolehan ini berselang sekitar 6 bulan dari pendanaan seri A $10 juta yang dibukukan perusahaan pada Maret 2021 lalu.

Dana tambahan akan digunakan untuk mempercepat ekspansi ke lebih banyak kota, serta membangun SKU bagi konsumen guna menciptakan one-stop-shop untuk berbagai kebutuhan e-commerce di luar perkotaan besar.

KitaBeli didirikan oleh Prateek Chaturvedi, Ivana Tjandra, Subhash Bishnoi, dan Gopal Singh Rathore. Dengan konsep ‘group buying’, platform mereka menjual kebutuhan sehari-hari seperti FMCG, produk segar, kecantikan, elektronik, dan lain-lain. Fokus utamanya di pasar kota tier-2 sampai 4 — melihat daftar di situsnya, saat ini mereka telah beroperasi di 13 kota, mulai dari Solo, Medan, Kediri, Depok, Madiun, Yogyakarta, dll.

Vidit dari Meesho mengatakan bahwa kombinasi model bisnis yang dijalankan KitaBeli potensial untuk bertumbuh di pasar Indonesia. KitaBeli menggabungkan pendekatan ‘group buying’ ala PinDuoDuo dan menggabungkan dengan pendekatan komunitas lokal.

Cara kerjanya, melalui aplikasi KitaBeli, pengguna atau tokoh masyarakat yang menjadi ‘team leader’ dapat membagikan informasi mengenai katalog/harga produk di lingkaran sosial mereka. Kemudian, orang-orang dapat turut memesan barang tersebut melaluinya. Dengan harga bersaing, pendekatan jaringan offline ini dinilai akan efektif.

“Kami memiliki keyakinan kuat bahwa strategi KitaBeli dalam memiliki hubungan pelanggan akhir adalah faktor pembeda utama yang membedakannya dalam ruang kompetitif,” kata Turner Novak dari Banana Capital.

Berbondong melayani kota kecil

Menurut data yang disampaikan, saat ini Indonesia menjadi pasar utama untuk e-commerce di Asia Tenggara. Namun demikian penetrasi layanan di negara tersebut masih kurang dari 10% dari total GMV ritel yang ada. Artinya masih ada potensi pasar signifikan yang belum digarap.

Sementara basis konsumen di kota tier 2-4 telah menyumbang  75% dari total $175 miliar dalam GMV ritel. Penetrasi pengguna e-commerce di kota-kota ini bisa dikatakan minim dan memberikan ruang gerak untuk digitalisasi selanjutnya.

Atas dasar tersebut, startup social commerce berbondong-bondong hadir meramaikan pasar dengan berbagai pendekatannya masing-masing.  Bulan ini saja sudah ada dua startup social commerce yang umumkan pendanaan, yakni Dagangan untuk seri A senilai 163 miliar Rupiah dan Evermos untuk seri B 427 miliar Rupiah. Dengan dana segar yang didapat, keduanya juga berkomitmen untuk melakukan penetrasi lebih dalam ke kota-kota kecil di seluruh Indonesia.

Gambaran proses bisnis layanan social commerce / Trootech

Pendekatan social commerce juga dinilai cocok untuk mengedukasi pengguna baru yang sebelumnya tidak terlalu akrab dengan e-commerce. Cara kerjanya memadukan antara jaringan online dan offline, memanfaatkan komunitas masyarakat, baik sebagai perantara pembelian maupun reseller. Konsumen akhir akan berhubungan dengan orang di sekitarnya untuk pembelian [offline], sementara orang tersebut akan melakukan pemesanan dengan proses bisnis yang sepenuhnya ditangani pemilik platform [online].

Application Information Will Show Up Here

KitaBeli Announces 144 Billion Rupiah Series A Funding, to Focus on Rural Social Commerce

The social commerce platform KitaBeli today announced series A funding worth $10 million or equivalent to 144.3 billion Rupiah. This round was led by Gojek’s investment arm, Go-Ventures, and also supported by AC Ventures and East Ventures as the previous investors.

The fresh funds will be used to expand service coverage throughout Java, expand the logistics network, and develop its mobile applications. In addition, product diversification will be enhanced, starting with beauty products. Since launching in March 2020, KitaBeli claims to reach 80% business growth.

From our observation on the app, it is currently limited to a few areas in the provinces of Central Java, West Java, East Java, DKI Jakarta, and Banten. In seconds, it works like an e-commerce application, however, it focuses on serving daily needs; and capable to form purchasing groups (currently through a quick connection to form a WhatsApp group).

KitaBeli offers internal logistics for delivery options with D +1 maximum claim. The model runs through a network of partnerships that have been built in each area of ​​its operation. This concept is considered to be effective since daily needs do require a fast delivery process.

From the official statement, this application will be focused on users in rural areas, including those who have never done online shopping. The Co-Founder & CEO, Prateek Chaturvedi said, the social commerce business model that connects businesses with end-users makes it possible to form and maintain loyalty.

Not to rely on resellers

Tim pengembang aplikasi KitaBeli / KitaBeli
KitaBeli development team / KitaBeli

Social commerce services are mushrooming in Indonesia. The Super App also focuses on a similar concept in the rural areas. However, just like any other platform – including Woobiz, RateS, BorongBareng, or RateS – the partnership model is a reseller. In addition to being the end consumer, people are encouraged to become a bridge between business and customers using a commission system.

It’s quite different with KitaBeli, they don’t build a network of resellers or marketing agents. Each item is ordered directly through the app by end-users (direct-to-consumer), allowing them to participate in group purchases for more effective pricing. Prateek also said that this concept allows companies to minimize the risk of losing their customer base whether an agent/partner decides to quit.

KitaBeli was founded by Prateek Chaturvedi, Ivana Tjandra, Subhash Bishnoi, and Gopal Singh Rathore. Users invite their acquaintances or join to form groups based on regional proximity, then buy products together at a discounted price. Pinduoduo in China is a successful example of this business model.

“With the concept of sharing and inviting your friends to join the application, our users get more discounts. They can also see what their friends are buying, and join the group of friends, to get a cheaper price,” Prateek explained in a previous interview with DailySocial.

Go-Ventures investment

Regarding investment, Go-Ventures’ SVP Investment, Aditya Kumar said that e-commerce penetration in rural areas is quite low. There are some factors, including a lack of trust, product availability, and high logistics costs. KitaBeli’s business model is considered relevant to solve these challenges.

There is no further details on whether there will be an integration of KitaBeli with Gojek, considering that one of the VC’s missions is to form a consolidation of strengthening the ecosystem.

For local startups, Go-Ventures has invested in several other players. Also to lead the investment for eFishery’s series B funding, Pluang’s series A, as well as investing in the Kumparan and Narasi media.

Pluang alone is now integrated into the GoInvestasi feature, making it easy for Gojek users to invest gold online. In addition, Kumparan also provides news through the Gojek application.

Meanwhile, for startups outside Indonesia, some of the announced investments include funding to an Uganda-based ride-hailing platform called SafeBoda, the Mobile Premier League (MPL) esports platform from India, and cloud kitchen startup Rebel Foods from India.

Rebel Foods has arrived in Indonesia to form a new cloud kitchen business line under the Gojek Group. Meanwhile, MPL’s presence in Indonesia is also supported by Gopay payments as its initial payment platform.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Pendanaan Seri A KitaBeli

KitaBeli Umumkan Pendanaan Seri A 144 Miliar Rupiah, Garap “Social Commerce” di Daerah

Platform social commerce KitaBeli hari ini mengumumkan perolehan pendanaan seri A senilai $10 juta atau setara dengan 144,3 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin unit ventura milik Gojek, yakni Go-Ventures, serta didukung AC Ventures dan East Ventures selaku investor tahap awalnya.

Dana segar akan dimanfaatkan untuk memperluas cakupan layanan di seluruh Jawa, menumbuhkan jaringan logistik, dan mengembangkan aplikasi selulernya. Selain itu diversifikasi produk juga akan dilakukan, dimulai dengan menghadirkan produk kecantikan. Sejak diluncurkan pada Maret 2020, KitaBeli mengklaim telah berhasil menumbuhkan bisnis hingga 80%.

Dari uji coba kami dalam menggunakan aplikasi, saat ini baru terbatas melayani sedikit wilayah di provinsi Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, dan Banten. Sekilas cara kerjanya seperti layaknya aplikasi e-commerce, hanya saja fokus menyajikan kebutuhan sehari-hari; dan dapat membentuk kelompok pembelian (saat ini melalui sambungan cepat untuk membentuk grup WhatsApp).

Opsi pengiriman yang diberikan juga dari logistik internal KitaBeli dengan klaim pengiriman maksimal H+1 hari. Modelnya melalui jaringan kemitraan yang telah di bangun di setiap wilayah operasinya. Konsep ini dinilai akan efektif, mengingat kebutuhan sehari-hari memang membutuhkan proses pengantaran sesegera mungkin.

Dilansir dari pernyataan resminya, aplikasi ini akan difokuskan untuk pengguna di luar kota-kota besar, termasuk orang yang belum pernah melakukan belanja online sebelumnya. Menurut Co-Founder & CEO Prateek Chaturvedi, model bisnis social commerce yang menghubungkan bisnis dengan pengguna akhir memungkinkan untuk membentuk dan menjaga loyalitas yang lebih besar.

Tidak mengandalkan basis reseller

Tim pengembang aplikasi KitaBeli / KitaBeli
Tim pengembang aplikasi KitaBeli / KitaBeli

Layanan social commerce cukup menjamur di Indonesia. Aplikasi Super juga memfokuskan konsep serupa di pedesaan. Namun sama seperti platform lain – termasuk Woobiz, RateS, BorongBareng, atau RateS – model kemitraan yang dijalin berbentuk reseller. Selain menjadi konsumen akhir, masyarakat didorong untuk menjadi jembatan antara bisnis dengan pelanggan dengan sistem komisi.

KitaBeli sedikit berbeda, mereka tidak membangun jaringan reseller atau agen pemasaran. Setiap barang dipesan langsung melalui aplikasi oleh pengguna akhir (direct-to-consumer), memungkinkan mereka untuk berpartisipasi dalam pembelian berkelompok untuk mendapatkan harga yang lebih efektif. Prateek juga mengatakan, konsep ini memungkinkan perusahaan meminimalkan risiko kehilangan basis pelanggan jika ada agen/mitra yang  memutuskan berhenti.

KitaBeli didirikan oleh Prateek Chaturvedi, Ivana Tjandra, Subhash Bishnoi, dan Gopal Singh Rathore.  Pengguna aplikasi KitaBeli mengundang kenalannya atau bergabung untuk membentuk grup didasarkan pada kedekatan wilayah, kemudian membeli produk bersama dengan potongan harga. Pinduoduo di Tiongkok adalah contoh sukses dari model bisnis ini.

“Dengan konsep berbagi dan mengajak teman Anda untuk bergabung dengan aplikasi, pengguna kami mendapatkan lebih banyak diskon. Mereka juga bisa melihat apa yang dibeli temannya, dan bergabung dengan grup teman tersebut, untuk mendapatkan harga yang lebih murah,” jelas Prateek dalam wawancara sebelumnya dengan DailySocial.

Investasi Go-Ventures

Menanggapi investasinya, SVP Investment Go-Ventures Aditya Kumar mengatakan bahwa penetrasi e-commerce di luar perkotaan besar masih rendah. Ada beberapa faktor, di antaranya kurangnya kepercayaan, ketersediaan produk, dan biaya logistik yang tinggi. Model bisnis yang digarap KitaBeli dianggap relevan untuk menyelesaikan tantangan tersebut.

Belum diinfokan apakah selanjutnya akan ada integrasi KitaBeli dengan Gojek, mengingat salah satu misi venture arm tersebut membentuk konsolidasi penguatan ekosistem.

Untuk startup lokal, Go-Ventures telah berinvestasi ke beberapa pemain lainnya. Termasuk memimpin pendanaan seri B eFishery, memimpin pendanaan seri A Pluang, juga berinvestasi ke platform media Kumparan dan Narasi.

Pluang sendiri sekarang sudah terintegrasi membentuk fitur GoInvestasi, mudahkan pengguna Gojek berinvestasi emas secara online. Demikian pula pemberitaan kumparan yang sempat disuguhkan juga lewat aplikasi Gojek.

Sementara untuk startup di luar Indonesia, beberapa investasi yang diumumkan termasuk pendanaan ke platform ride-hailing Uganda bernama SafeBoda, platform esports Mobile Premier League (MPL) asal India, dan startup cloud kitchen Rebel Foods asal India.

Rebel Foods sudah diboyong ke Indonesia membentuk lini bisnis cloud kitchen baru di bawah Gojek Group. Sementara kehadiran MPL di Indonesia juga didukung pembayaran Gopay sebagai platform pembayaran tahap awalnya.

Application Information Will Show Up Here
KitaBeli

KitaBeli Optimis Model “Team Buying” Bisa Diterima di Tengah Kematangan Pasar E-commerce

Berdasarkan laporan yang dibuat Econsultancy bersama Magento dan Hootsuite pada bulan Oktober 2019 berjudul “The State of Social Commerce in Southeast Asia”, industri social commerce diproyeksikan akan bertumbuh signifikan. Dengan lebih dari 350 juta pengguna internet di Asia Tenggara dan 90% masyarakat terhubung ke internet menggunakan smartphone, peluang untuk bertransaksi sangatlah besar.

Pandemi juga menjadi pemancing positif kepada startup yang menyasar social commerce. Besarnya demand dilengkapi dengan penggunaan media sosial hingga model pembelian secara bersama (team buying), menjadi sangat ideal bagi startup yang menyasar social commerce untuk tumbuh secara positif. Salah satu startup yang mencoba untuk menghadirkan layanan tersebut adalah KitaBeli.

Fokus kepada konsep “team buying”

KitaBeli didirikan oleh Prateek Chaturvedi, Ivana Tjandra, Subhash Bishnoi, dan Gopal Singh Rathore pada Maret 2020. Platform tersebut memfasilitasi pembelian barang kebutuhan pokok, FMCG, dan produk kebutuhan rumah tangga lain—secara berkelompok (team buying). Pengguna aplikasi KitaBeli mengundang kenalannya untuk membentuk grup, kemudian membeli produk bersama dengan potongan harga.

“Memperhatikan bahwa platform lain tidak fokus pada berbagi dan aspek sosial pembelian, kami memutuskan untuk memulai KitaBeli dan memungkinkan pengguna Indonesia untuk melakukan hal ini dengan lebih baik secara online,” kata Co-founder KitaBeli Prateek Chaturvedi.

Pendekatan yang langsung ke pelanggan akhir (direct-to-consumer) membuat KitaBeli berbeda dengan pemain social commerce lain di Indonesia. Pengguna langsung memesan barang di aplikasi, bukan melalui agen atau reseller. Cara ini membuat KitaBeli mampu membangun loyalitas pelanggan dan model bisnis yang lebih menguntungkan. Di platform lain kebanyakan pengguna diharuskan untuk berbicara dengan pemasok, mengonfirmasi stok, dan lainnya. Proses tersebut dapat memakan waktu berjam-jam.

“Kami juga melakukan pengiriman cepat. Semua pesanan dikirim dalam 2 hari dengan biaya yang sangat rendah. Dengan konsep berbagi dan mengajak teman Anda untuk bergabung dengan aplikasi, pengguna kami mendapatkan lebih banyak diskon. Mereka juga bisa melihat apa yang dibeli temannya, dan bergabung dengan grup teman tersebut, untuk mendapatkan harga yang lebih murah,” kata Prateek.

KitaBeli kini telah beroperasi di area Jabodetabek, dengan jumlah pelanggan yang tumbuh dengan pesat. Model pembelian berkelompok mendorong pengguna untuk mengajak kenalannya untuk bergabung dan mengunduh aplikasi KitaBeli. Selain itu, nilai transaksi per pengguna di aplikasi KitaBeli terus tumbuh setiap bulan.

“Pengguna KitaBeli suka dengan fitur sosial KitaBeli. Mereka juga puas dengan kecepatan pengiriman barang, 95% dari pesanan diantar dalam 2 hari. Dari Jakarta, kami berencana untuk segera memperluas layanan ke kota-kota lain, termasuk kota tier 2-4,” kata Co-founder KitaBeli Ivana Tjandra.

Pendanaan tahapan awal

Akir bulan Agustus 2020, KitaBeli mengumumkan pendanaan tahapan awal dengan nilai yang tidak dipublikasikan. Dalam putaran yang dipimpin oleh East Ventures, AC Ventures bergabung ronde pendanaan tersebut dengan partisipasi dari beberapa angel investor. Selain memperluas area layanan ke kota tier 2-4, penerapan teknologi dengan mengembangkan produk menjadi rencana dari perusahaan selanjutnya.

“Kami berfokus untuk menciptakan pengalaman pengguna yang luar biasa, dan meningkatkan loyalitas pengguna. Pengguna kami sangat menyukai aplikasi ini. Setiap bulan mereka membeli lebih banyak dari kami, dan sangat sering membeli. Ini lebih penting bagi kami sekarang daripada jumlah pengguna,” kata Prateek.

Tim KitaBeli berbasis di India dan Indonesia, terdiri dari tim teknologi di Bengaluru serta tim operasional dan tim pemasaran di Jakarta. Sebelum mendirikan KitaBeli, Prateek adalah founder Getfocus.in, perusahaan SaaS penyedia solusi pemasaran B2B asal India yang diakuisisi Moka pada 2018. Adapun, Ivana berpengalaman mengembangkan bisnis dan vertikal baru untuk Bridestory dan Handy.

“KitaBeli memperkenalkan team buying ke salah satu pasar ecommerce dengan pertumbuhan paling pesat. Kami antusias untuk bermitra dengan Prateek dan Ivana, membawa cara berbelanja baru ini ke konsumen Indonesia,” kata Co-founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca.

“Pengalaman ini mendorong pembelian barang kebutuhan pokok harian dengan frekuensi tinggi. Prateek dan Ivana adalah entrepreneur yang berpengalaman dan visioner dengan keahlian operasional di pasar lokal. Mereka ada di posisi terbaik untuk membangun cerita teknologi consumer selanjutnya di Indonesia,” kata Managing Partner AC Ventures Adrian Li.

Application Information Will Show Up Here