Tag Archives: Komang Aryasa

Telkom Akan Spin-Off Unit Marketplace B2B PaDi di Kuartal II 2023

PT Telkom Indonesia Tbk (IDX: TLKM) mengungkap kesiapannya untuk membesarkan portofolio bisnis digital tahun ini. Perusahaan berencana mendirikan operating company (opco) pada kuartal II untuk memayungi unit bisnis digital yang akan dilepas (spin-off) secara mandiri.

Dalam wawancara eksklusif oleh DailySocial.id, Executive Vice President (EVP) Digital Business & Technology Komang Aryasa mengatakan bahwa entitas mandiri menjadi salah satu tahap yang perlu diambil apabila ingin meningkatkan skala bisnis digital. Dengan langkah ini, pihaknya dapat membuka akses bagi investor luar yang berminat menanamkan modalnya.

“Kami mempertimbangkan model opco seperti INDICO, di mana di bawahnya akan terdapat opco-opco lain. Salah satu yang akan [dilepas] untuk tahap awal adalah Pasar Digital (PaDi) dan Logee. Kami sedang jajaki ke [investor] yang berminat chip in di sini, serta menanti persetujuan [induk usaha]. Target kami dalam tiga bulan ke depan adalah eksekusi [PaDi] menjadi opco,” ungkap Komang.

Sekadar informasi, INDICO merupakan umbrella brand dari PT Telkomsel Ekosistem Digital (TED) yang menaungi tiga entitas digital, yakni Kuncie, Fita, dan Majamojo. Entitas ini resmi didirikan pada tahun lalu yang dipimpin oleh Andi Kristianto sebagai CEO.

Sementara, Telkom Digital Business memiliki umbrella brand bernama Leap-Telkom Digital untuk mengakselerasi pertumbuhan produk dan layanan digital, seperti PaDi, Logee, dan Agree. Leap diperkenalkan pada pertengahan 2022. Saat ini, pihaknya belum menentukan apakah akan memakai brand Leap atau tidak pada opco ini.

Lebih lanjut, ujar Komang, unit bisnis digital harus memenuhi sejumlah metrik agar dapat menjadi entitas mandiri, di antaranya memiliki roadmap menuju EBITDA positif dalam 3-5 tahun ke depan, pertumbuhan eksponensial, dan uniqueness yang sulit diduplikasi oleh kompetitor.

Telkom mengklaim Gross Merchandise Value (GMV) yang diperoleh PaDi di 2022 mencapai Rp3,7 triliun, tumbuh lebih dari dua kali lipat dari tahun sebelumnya yang sekitar Rp1,7 triliun. Adapun, GMV PaDi saat ini (year-to-date) mencapai Rp5,4 triliun.

Adapun, rencana spin-off bisnis digital Telkom sebelumnya telah disampaikan Direktur Digital Business Telkom M Fajrin Rasyid pada akhir tahun lalu.

Mengenal PaDi

PaDi merupakan online marketplace B2B yang menghubungkan supply dan demand untuk pengadaan dan kebutuhan bisnis. Sebagai entry point, PaDi membidik segmen BUMN sebagai pembeli dan UMKM sebagai penyedia barang dan jasa. Contohnya, perlengkapan kantor dan event organizer.

Dikatakan, pengembangan PaDi bermula ketika pandemi Covid-19 memukul sektor UMKM di 2020. Secara umum, pemberdayaan UMKM dinilai masih rendah karena kalah saing dengan perusahaan skala menengah dan besar. Maka itu, PaDi difokuskan untuk memberdayakan UMKM mengingat BUMN juga membina banyak UMKM sehingga dapat diikutkan ke dalam ekosistem PaDi. Potensi pasar BUMN juga sangat besar karena penyerapan belanjanya didominasi oleh perusahaan menengah dan besar.

Menurut data Kementerian Keuangan, potensi belanja negara dan daerah untuk Produk Dalam Negeri (PDN) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta Daerah (APBN dan APBD) di 2022 mencapai lebih dari Rp700 triliun. “Dari total spending BUMN per tahun itu, sebanyak 97% diserap oleh perusahaan besar, sedangkan UMKM cuma mengambil porsi 3%,” tambah Tribe Leader SMB Digitalization Jimmy Karisma Ramadhan.

PaDi dirancang untuk menyederhanakan journey experience bagi BUMN dan UMKM. Proses pengadaan, pembayaran, hingga pengiriman dilakukan secara online. Pihaknya juga menghadirkan tools untuk menunjang aktivitas penjual, seperti accounting, legalitas, dan penjualan offline. Sudah ada 92 BUMN terdaftar sebagai buyer dan 68.000 penjual UMKM.

“Kami ingin menghadirkan proses pengadaan semudah berbelanja di e-commerce sebagai salah satu value. Sejak tiga tahun terakhir, kami melihat perilaku pembeliaan BUMN mulai terbangun di sini. Target kami tak hanya transparansi dan digitalisasi, tetapi juga efisiensi dan mencapai Produk Dalam Negeri (PDN),” papar Jimmy.

Bidik enterprise

Setelah BUMN, PaDi sedang menjajaki kemungkinan masuk ke pasar enterprise. Pihaknya juga berencana menggandeng bank pelat merah untuk memfasilitasi akses modal usaha bagi UMKM. Misalnya, invoice financing untuk kebutuhan pengadaan.

“Kami berhati-hati untuk masuk ke enterprise. Strategi kami adalah kurasi validitas seller untuk melihat kemampuan berjualan. Hal ini untuk menjaga confident level PaDi dengan baik,” tambah Komang.

Dalam lanskap pasar B2B, Telkom mengklaim belum ada pemain di Indonesia yang menguasai pasar dan unggul pada efisiensi. Menurutnya, saat ini PaDi punya posisi kuat karena didukung oleh ekosistem Telkom Group yang dapat dimanfaatkan untuk menjangkau lima bisnis utama B2B, antara lain pengadaan, marketplace, direct B2B, clasiffied ads, dan support service.

Pihaknya juga tengah mengeksplorasi untuk masuk ke layanan e-tender yang mana prosesnya belum terdigitalisasi. Platform PaDi baru sebatas memberikan informasi pengumuman tender BUMN, tetapi belum masuk sampai proses tendernya.

“Kami berupaya menghadirkan transparansi sehingga nantinya BUMN atau UMKM tidak perlu daftar setiap kali ada tender. Kami terhubung juga dengan daftar hitam di BUMN sehingga vendor yang sudah di-blacklist otomatis diketahui.”

Tentang Peran Talenta Ilmuwan Data dalam Teknologi Big Data

Kemarin, 7-8 Desember 2016, idBigData kembali menggelar Konferensi Big Data Indonesia untuk ketiga kalinya dengan tema “Leveraging National Capacities and Capabilities”.  Ajang yang digelar selama dua hari di Auditorium BPPT, Jakarta ini menghadirkan banyak pembicara berpengalaman dengan topik menarik untuk disimak. Salah satunya adalah topik “The Evolving Roles of Chief Data Scientist” yang dibawakan Deputy Research and Big Data Telkom Komang Aryasa di hari pertama yang juga menyoroti masih kurangnya talenta data scientist (ilmuwan data) di Indonesia.

Teknologi big data telah menjadi hype di industri teknologi digital dalam beberapa tahun belakangan ini. Pengapliaksikan yang luas dan manfaat yang dirasakan dalam membantu mengambil keputusan bisnis telah menjadi dorongan kuat untuk mengimplementasikan teknologi ini dalam perusahaan, termasuk perusahaan rintisan yang kini menjamur di Indonesia. Bersamaan dengan hype-nya tersebut, peran baru dalam tim pun muncul, yakni peran ilmuwan data yang bisa mengolah hingga menceritakan data.

Komang menjelaskan “Saat ini pertumbuhaan data itu sudah luar biasa, terutama dengan banyak hadirnya layanan-layanan online. […] Sekarang ini kita banyak dihadapkan kepada data-data unstructured [dan ditutut] untuk mencari sesuatu dalam data itu, mencari insight. Objectifnya sama dengan small data yang lebih terstuktur, tetapi datanya jadi lebih kompleks.”

Prediksi Volume data hingga 2020 / DailySocial
Prediksi Volume data hingga 2020 / DailySocial

“Volume data akan terus meningkat dan sekarang ini kita sedang bekerja dengan 80% data unstructured. Diperkirakan, hingga 2020 nanti kita akan sangat banyak bekerja dengan data untuk mencari ‘sesuatu’ di sana. Dengan demikian, talenta-talenta untuk mengolah data itu ke depannya akan semakin banyak dibutuhkan,” lanjut Komang.

Talenta yang dimaksud oleh Komang adalah data scientist (ilmuwan data) yang mampu mengolah, menganalisa data, dan pada akhirnya memberikan value pada data tersebut untuk bisa diceritakan. Di awal persentasinya, Komang sendiri menakankan bahwa Value adalah nilai terpenting dalam data karena pada akhirnya itu yang akan ditanya oleh jajaran direksi.

Komang mengatakan, “Dalam big data, ada tiga V umum yaitu Variety, Velocity, dan Volume, tetapi beberapa peneliti menambahkan V lain seperti Veracity, Visualization, Variability, dan Value. […] Namun, saya menganggap yang paling penting itu adalah Value […] karena at the end of the day, BoD [Board of Director] akan menanyakan, apa value-nya?”

Peran Ilmuwan data dalam teknologi big data

Kompetensi Data Scientist / DailySocial
Kompetensi Data Scientist / DailySocial

Pada dasarnya, ilmuwan data memiliki peran penting dalam memberikan value dari data-data yang diolahnya. Untuk melakukan hal tersebut, menurut Komang, ada empat kompetensi yang pelu dipenuhi yaitu Technical Skill, Data Analyst, Business Acumen, dan Story Telling.

Technical Skill mencakup kemampuan Computer Science, Programming, dan Database. Data Analyst mencakup kemampuan Mathematic, Statistic, dan Modeling. Business Acumen mencakup Communication, Technology Alignment, dan Strategic & Performance. Terakhir adalah Story Telling yang mencakup Creativity, Story Telling, dan Visual Design.

“Story Telling ini sangat penting karena dari sini data yang tidak benar bisa menjadi benar kalau ceritanya bagus. Kalau ceritanya tidak bagus, data benar juga bisa menjadi salah. […] Bagaimana kita meyakinkan top level management kita, itu adalah dengan story telling yang bagus,” jelas Komang.

Namun, Komang juga menyadari bahwa untuk mencari orang yang memiliki kompetensi sekomples itu bukan perkara yang mudah. Solusinya, menurut dia, adalah dengan membentuk tim yang terdiri dari beberapa grup yang memiliki kompetensi-kompetensi  dari seorang ilmuwan data. Grup atau tim inilah yang kemudian akan dipimpin oleh Chief of Data Scientist.

Peran Chief of data Scientist sendiri telah mengalami pergeseran. Komang menjelaskan bahwa peran Chief of Data Scientist telah berevolusi dari technology executive embedded in business menjadi business executive responsible for new technology and revenue generation. Sementara tugasnya dalam memimpin tim bisa dilihat dari sisi bisnis dan teknologi.

Evolusi tugas Chief of Data Scientist / DailySocial
Evolusi tugas Chief of Data Scientist / DailySocial

Di sisi bisnis, seorang Chief of Data Scientist harus bisa creating business and product vision hingga menjadi owner of P & L [Product & License] yang dibuatnya. Sedangkan dari sisi teknologi, dia harus bisa creatingscience & technology vision, hiring top scientist and technologist, hingga mengambil keputusan untuk memaksimalkan gross margin.

Namun, ada satu tantangan yang akan dihadapi. Komang menyampaikan bahwa berdasarkan data yang diperolehnya dari McKinsey, diperkirakan akan terjadi kekurangan talenta ilmuwan data ke depannya. Hal ini diantisipasi oleh kampus-kampus di luar negeri dengan mulai menghadirkan jurusan baru, Business Analytics. Pertanyaan yang masih terseisa adalah, bagaimana dengan Indonesia? Apakah sudah melakukan hal yang sama atau belum?

Ini harus segara di antisipasi karena ke depannya kehadiran talenta-talenta yang bisa menyerap dan melakukan pengolahan data yang kompleks (big data) akan memegang peranan yang penting dalam pengambilan keputusan bisnis.


Disclosure: DailySocial adalah media partner Konferensi Big Data Indonesia 2016