Tag Archives: konseling online

Potensi layanan kesehatan mental, khususnya melalui startup, akan lebih maksimal jika diarahkan melalui korporasi, institusi, atau komunitas

Peranan Startup Memperluas Jangkauan Layanan Kesehatan Mental di Indonesia

Kesehatan mental masih menjadi isu dengan tingkat literasi yang relatif rendah di antara masyarakat Indonesia. Seringkali tidak kasat mata, esensi kesehatan mental tidak kalah penting dengan kesehatan fisik. Keduanya memiliki keterlibatan satu sama lain. Bila seseorang terganggu fisiknya, mungkin saja mental atau psikisnya juga terganggu, begitu pula sebaliknya.

Ada banyak faktor yang memengaruhi tingkat kesehatan mental seseorang, mulai dari sosial, psikologis, dan biologis. Kesehatan mental yang buruk juga dikaitkan dengan perubahan sosial yang cepat, kondisi kerja yang penuh tekanan, diskriminasi gender, pengucilan sosial, gaya hidup tidak sehat, kesehatan fisik yang buruk, dan pelanggaran hak asasi manusia.

Hal ini makin menjadi di masa pandemi. Kondisi stres, cemas, depresi, hingga keinginan bunuh diri muncul sebagai respons atas isolasi, masa depan yang tak pasti, hingga kondisi ekonomi yang menurun. Rendahnya literasi terkait kesehatan mental membuat banyak persoalan jiwa yang bisa dicegah dan diatasi sejak dini justru ditemukan dalam kondisi berat dan memengaruhi kualitas hidup masyarakat.

Organisasi Kesehatan Dunia PBB (WHO) mengatakan, kesehatan mental adalah salah satu bidang kesehatan masyarakat yang paling terabaikan. Hampir 1 miliar orang di dunia memiliki gangguan kesehatan mental, 3 juta orang meninggal setiap tahun akibat penggunaan alkohol yang berbahaya, dan satu orang meninggal setiap 40 detik karena bunuh diri.

Sistem Registrasi Sampel yang dilakukan Badan Litbangkes tahun 2016 menunjukkan adanya 1.800 laporan bunuh diri per tahun di Indonesia atau setara lima orang per hari menghabisi nyawa mereka sendiri. Dari total tersebut, 47,7% korban bunuh diri ditengarai pada usia 10-39 tahun yang merupakan usia anak remaja dan usia produktif.

Selain itu, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan adanya lebih dari 19 juta penduduk berusia di atas 15 tahun mengalami masalah mental emosional dan lebih dari 12 juta penduduk berusia di atas 15 tahun mengalami depresi. Dengan total lebih dari 30 juta masyarakat yang berpotensi membutuhkan penanganan mental, Indonesia baru memiliki sekitar 2500 psikolog klinis dan 600-800 psikiater yang terdaftar.

Sekumpulan fakta di atas menimbulkan kekhawatiran mendalam bagi berbagai pihak dan mendorong hadirnya inovasi untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan mental di seluruh tingkatan. Juga makin banyak platform yang fokus menjangkau masyarakat yang rentan dengan isu kesehatan mental. Perlahan tapi pasti, isu kesehatan mental mulai mendapat perhatian dan menciptakan potensi bisnis.

Layanan konseling di masa pandemi

Seiring perkembangan dan pemanfaatan teknologi yang semakin luas, inovasi mulai hadir dalam industri kesehatan mental. Di masa pandemi yang membatasi ruang gerak dan interaksi sosial masyarakat, mulai bermunculan startup yang fokus menawarkan layanan konseling online, seminar mendalam bersama praktisi profesional, serta aktivitas lain yang menunjang kesehatan mental pada umumnya.

Sebut saja KALM. Layanan yang mulai beroperasi di tahun 2018 ini merupakan salah satu aplikasi konseling online yang menyediakan layanan yang fleksibel, privat, dan terjangkau dengan para profesional. Selain konseling online, KALM juga menawarkan fitur penulisan jurnal dengan ekspektasi untuk membantu memperbaiki pola pikir positif, menurunkan tingkat stres, dan memperbaiki tidur.

Karina Negara, Psikolog Klinis & Co-Founder KALM, mengungkapkan, pada awalnya konseling online dianggap hanya sebagai pelengkap, namun di masa sekarang, konsep ini telah menjadi pilihan bagi sebagian besar masyarakat. Di akhir tahun 2020, menurut data dari KALM sendiri, 60% pengguna mengaku baru pertama kali menggunakan layanan konseling online.

Senada dengan Karina, Chief Visionary Officer (CVO) Kalbu Iman Hanggautomo juga mengungkapkan peningkatan signifikan di jumlah pengguna platform-nya. Berdasarkan keterangan beberapa praktisi yang sudah terdaftar di Kalbu, seorang psikolog yang biasanya menangani 1-2 pasien per hari, di masa pandemi pandemi meningkat jadi 8-10 pasien. Kalbu sendiri menawarkan berbagai layanan untuk pemulihan serta pemeliharaan kesehatan mental.

Di Indonesia, sudah ada beberapa layanan yang lebih dulu menyasar segmen ini, seperti Satu Persen, Bicarakan.id dan Riliv yang baru saja mendapat pendanaan tahap awal dari East Ventures.

Kehadiran platform-platform ini memberikan validasi terhadap kebutuhan layanan kesehatan mental di Indonesia. Pendanaan yang berhasil dituai pun menunjukkan segmen ini mulai dilirik investor.

Nama Biaya Konseling Pengguna Psikolog
Riliv Mulai dari Rp100ribu/sesi 500 ribu+ 100+
Kalm Mulai dari Rp250 ribu/minggu 12 ribu+ 167
Bicarakan.id Mulai dari Rp189 ribu/sesi 5 ribu+ 26
Satu Persen Mulai dari Rp250 ribu/sesi 270 ribu+ 9
Kalbu Rp300-350 ribu/sesi 200+ 15

Salah satu platform healthtech terkemuka Halodoc juga melihat potensi besar yang ada di segmen ini. Mulai tahun 2020 lalu, Halodoc sudah memiliki kanal atau fitur khusus untuk memberikan layanan konsultasi kesehatan mental bagi penggunanya dengan dukungan 500 psikolog dan psikiater. Kompetitornya, Alodokter, juga menawarkan fitur ini dan mengaku mengalami kenaikan jumlah sesi konsultasi kesehatan mental selama pandemi.

Potensi di sektor B2B

Salah faktor yang memicu isu kesehatan mental adalah lingkungan pekerjaan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2019 menyebut kelelahan mental sebagai “fenomena yang dipicu pekerjaan”. Dampak masalah kesehatan mental di tempat kerja memiliki konsekuensi serius. Tidak hanya untuk individu, tetapi juga untuk produktivitas perusahaan.

Menyadari pentingnya pemeliharaan kesehatan mental terhadap kinerja karyawan, beberapa perusahaan mulai mencari solusi untuk mengatasi hal ini. Karina mengungkapkan, sejak awal tahun 2020 permintaan perusahaan untuk layanan kesehatan mental semakin tinggi. Hal ini menjadi salah satu alasan KALM mulai menjalankan KALMporate, layanan kesehatan mental untuk korporasi, di akhir kuartal pertama 2020.

Di sisi lain, startup kesehatan mental memiliki layanan yang terbatas karena menyasar ceruk pasar yang lebih sempit dibandingkan layanan healthtech pada umumnya. Potensi layanan kesehatan mental dinilai akan lebih maksimal diarahkan pada kebutuhan korporasi. Konsep ini dinilai lebih scalable sekaligus dapat menjangkau pasar yang lebih luas.

“Kita merasa dengan menyediakan layanan KALMporate, bisnis akan lebih scalable secara finansial. Tentunya sembari tetap mempertahankan kualitas layanan B2C kita,” tambah Karina.

Terkait potensi skema B2B untuk layanan kesehatan mental, Riliv telah meluncurkan Riliv for Company, sementara Kalbu juga menyasar institusi dan komunitas. Dalam wawancara terpisah, Iman mengungkapkan bahwa konsep B2B ini juga sebagai upaya tepat untuk meningkatkan literasi kesehatan mental di ranah institusi dan komunitas.

“Tantangannya ada dalam hal literasi kesehatan mental pada masyarakat Indonesia. Maka dari itu, kami mulai masuk dari penetrasi ke beberapa sekolah yang masif, juga perusahaan besar dengan harapan informasi dapat tersebar secara inklusif,” ungkap Iman.

Tantangan yang membayangi

Dengan hadirnya berbagai layanan kesehatan mental beserta potensinya, masih ada beberapa tantangan yang masih membayangi di segmen ini. Salah satunya adalah stigma negatif yang masih kuat terhadap orang yang mengalami isu kesehatan mental di Indonesia. Keterbatasan pemahaman dan pengetahuan mengenai kesehatan mental di negara kita tidak dapat lepas dari nilai-nilai tradisi budaya atau kepercayaan masyarakat.

Sebagian masyarakat masih mempercayai penyebab isu kesehatan mental berasal dari hal-hal supernatural atau takhayul sehingga mengategorikan hal tersebut sebagai aib. Pelabelan, pengucilan, dan stereotipe terhadap orang yang mengalami isu kesehatan mental acap kali membuat mereka memilih bungkam atau menolak berkonsultasi kepada ahli.

Di sisi lain, isu finansial kembali mencuat. Biaya yang harus dikeluarkan untuk menjalani praktik konseling terkait isu kesehatan mental dinilai tidak sebanding. Pasalnya, layanan yang diberikan hanya dianggap sebatas “curhat” dan tidak menawarkan tindakan medis khusus dengan harga yang tidak jauh berbeda ketika melakukan konsultasi ke dokter spesialis.

Selain itu, akses yang tidak merata juga menjadi tantangan tersendiri. Di Indonesia, masih banyak provinsi yang tidak memiliki instansi khusus serta sumber daya profesional untuk isu kesehatan mental ini. Kementerian Kesehatan Indonesia memprediksi setidaknya 90% orang dengan gangguan kesehatan mental tidak mendapatkan akses terhadap perawatan yang memadai.

Tantangan lain datang dari sisi pengguna. Dengan berbagai solusi yang ditawarkan platform kesehatan mental, bagaimanapun juga, isu yang kerap memicu tidak stabilnya mental seseorang datang dari ranah yang cukup privat. Untuk itu tidak mudah bagi pengguna untuk langsung memutuskan berbagi (ke orang lain) terkait persoalan pribadi.

Salah seorang pengguna layanan konseling yang berdomisili di Jakarta mengakui dampak positif dari layanan konsultasi kesehatan mental pada dirinya. Meskipun harus melalui lebih dari satu kali pertemuan di beberapa platform berbeda, ia akhirnya menemukan konselor yang tepat dan nyaman untuk membagikan beban emosionalnya.

“Nyamannya orang beda-beda. Syukur kalau bisa langsung ketemu yang pas. Kalau enggak, ya harus cari-cari lagi,” tuturnya.

Demikian juga ketika melangsungkan sesi konseling. Layaknya sebuah treatment atau perawatan, konseling didesain untuk berkelanjutan. Karina menuturkan, “Untuk setiap sesi kita akan tentukan goal-nya apa dan akan ada ‘pekerjaan rumah’ yang harus diselesaikan.”

Lagipula, seseorang yang mengalami masalah hidup selama bertahun-tahun tidak akan seketika pulih dalam konseling yang ditargetkan selesai dalam satu jam.

Mimpi Karina adalah memosisikan layanan kesehatan mental setara dengan layanan kesehatan pada umumnya. Semakin kuat penetrasi layanan kesehatan mental di Indonesia, maka pemahaman terkait kesehatan mental diharapkan bisa lebih mendalam dan merata. Dengan demikian jalan untuk mengatasi tantangan-tantangan lainnya disinyalir akan lebih mulus.

Kalbu Mental Health

Mendorong Literasi Kesehatan Mental Melalui Platform Konseling Online

Tak dapat dimungkiri, pandemi Covid-19 menjadi salah satu faktor yang memicu gangguan kesehatan mental (mental health) masyarakat Indonesia. Berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan di sepanjang 2020, sebanyak 18.373 orang mengalami gangguan kecemasan, lebih dari 23.000 mengalami depresi, dan 1.193 orang melakukan percobaan bunuh diri.

Meningkatnya kesadaran terhadap pentingnya kesehatan mental sejak beberapa tahun terakhir mulai dimanfaatkan oleh sejumlah pelaku startup untuk membantu menghubungkan masyarakat dengan ahli psikolog melalui teknologi.

Di antaranya adalah platform Kalbu yang didirikan oleh Founder & Chief Visionary Officer Iman Hanggautomo karena tergerak untuk meningkatkan kesehatan mental di Indonesia, terutama bagi anak-anak.

Pada sesi #SelasaStartup, memaparkan berbagai insight menarik dari Iman terkait upayanya memperkenalkan literasi kesehatan mental dan menjangkau masyarakat yang membutuhkan pertolongan.

Kesehatan mental saat pandemi

Iman menilai, kesehatan mental dulu masih dianggap sebagai sesuatu yang tabu di kalangan masyarakat Indonesia. Bisa jadi dikarenakan kesehatan mental tidak diajari dalam sistem pendidikan. Menurutnya, sektor sekolah menjadi jalan masuk yang tepat untuk memperkenalkannya

“Kami berkolaborasi dengan sekolah untuk meningkatkan literasi kesehatan mental sejak dini karena platform-platform semacam ini tidak dapat berjalan sendiri. Ini juga yang tengah diupayakan Kalbu untuk menjadikan kesehatan mental sebagai kurikulum sekolah,” tuturnya.

Berkaca dari situasi beberapa tahun terakhir ini, Iman menilai kesehatan mental mulai menjadi salah isu yang paling sering dibicarakan. Sejumlah kasus yang memicu gangguan mental terjadi selama pandemi Covid-19. Di antaranya, ungkap Iman, angka perceraian naik 15% sehingga banyak permintaan konseling untuk pasangan. Kemudian, kekerasan orang tua terhadap anak meningkat sebesar 42%.

Orang tua mengalami burn out karena aktivitas kerja dari rumah (WFH) yang membuat tidak ada batas antara jam kerja dan waktu di rumah. Belum lagi, mereka harus beres-beres rumah dan menemani anak sekolah (home learning). Mental anak pun ikut drop.

“Kita harus sukses dalam menjalankan aspek kerja, hubungan, hobi, dan self- reward sehingga hidup bisa berkualitas. Jadi jangan coba menolong diri sendiri, seek professional. Pentingnya platform ini agar masyarakat tidak self-diagnose. Kesehatan mental bukan untuk anak saja, tetapi orang tua,” tambahnya.

Lebih efektif dan optimal

Dalam mendorong penggunaan platform konseling online, Iman berupaya melakukan edukasi kepada pengguna dan psikolog bahwa konseling secara online sama optimalnya dengan konvensional. Salah satunya melalui sejumlah program edukasi, seperti workshop.

Dari sudut pandang psikolog, konseling online dapat membantu mereka yang selama ini memiliki keterbatasan akses. Bisa jadi karena lokasi jauh dan harganya lebih mahal apabila melakukan konseling tatap muka (offline).

Dengan dukungan teknologi, psikolog dapat mengadakan sesi konseling online dengan pengguna melalui video call. Menurut Iman, konseling bisa saja dilakukan melalui telepon, tetapi kurang efektif karena psikolog tidak dapat mengobservasi mimik muka dan ekspresi si pengguna.

“Pada konseling konvensional, biasanya psikolog akan menggali masalah. Namun, saya melihat konseling online punya efektivitas tersendiri. Pengguna mengisi consent form ketika mendaftar dan mereka bisa isi apa masalahnya. Dari situ, psikolog lebih mudah menyiapkan solusi pada pertemuan pertamanya karena mereka sudah punya semacam kisi-kisi dari consent form,” ujarnya.

Dari sudut pandang pengguna, konseling online lebih terjangkau dan efisien karena mereka tidak perlu menghabiskan waktu di jalan. Penyedia platform dapat mengurangi sejumlah biaya sehingga harga konseling bisa lebih murah. Dengan kata lain, platform ini memungkinkan siapa saja untuk memakai.

Hambatan konseling online

Terlepas dari efektivitasnya, Iman melihat tetap ada hambatan ketika konseling online. Beberapa di antaranya adalah potensi pengguna melakukan aktivitas lain ketika sesi (multitasking) sehingga menyulitkan mereka untuk fokus. Bisa saja sambil mengecek pekerjaan kantor. Faktor lain yang menghambat adalah kestabilan koneksi internet.

“Tapi kami sudah menyiapkan langkah mitigasi melalui code of conduct kepada pengguna. Misalnya mereka harus berada di ruangan private dan tidak memikirkan hal lain agar lebih fokus,” paparnya.

Di Kalbu sendiri, Iman mengungkap bahwa pihaknya tengah meningkatkan sejumlah aspek, seperti tampilan website, fitur baru, dan aplikasi mobile, untuk meningkatkan kualitas layanan konseling.

“Semenjak akhir 2021, kami lihat gangguan dan kesehatan mental semakin menjamur, khususnya di kalangan anak muda dan generasi Z. Banyak yang bahas anxiety, depresi, dan impostor syndrome di media sosial. Apabila sudah ada demand, supply saja semakin banyak, artinya ekosistemnya mulai matang.”

Kalbu layanan kesehatan mental

Mengenal Kalbu, Platform yang Menawarkan Berbagai Layanan Terkait Kesehatan Mental

Perlahan tapi pasti, isu kesehatan mental semakin mendapat perhatian dari masyarakat di Indonesia. Didukung dengan kehadiran platform teknologi yang fokus mengembangkan solusi terkait layanan kesehatan mental, salah satunya adalah Kalbu. Diluncurkan pada bulan Agustus 2021 lalu, Kalbu menyediakan platform yang menawarkan berbagai layanan untuk pemulihan serta pemeliharaan kesehatan mental.

Kalbu melihat adanya peningkatan isu kesehatan mental, terlebih sejak hadirnya pandemi Covid-19 di Indonesia yang menyebar perasaan kecemasan, ketakutan, tekanan mental akibat dari isolasi, pembatasan interaksi sosial, serta ketidakpastian Berdasarkan keterangan dari beberapa praktisi yang sudah terdaftar di Kalbu, satu psikolog biasanya menangani 1-2 pasien per hari, namun setelah pandemi meningkat jadi 8-10 pasien.

Hal ini pun diakui oleh Iman Hanggautomo, selaku Chief Visionary Officer (CVO) Kalbu. Ia sendiri sudah merasakan manfaat luar biasa dari konsultasi dengan praktisi kesehatan mental selama kurang lebih dua tahun. Meskipun tanpa background yang kuat di dunia psikologi, Iman berharap dengan pengalamannya di dunia startup serta antusiasmenya terhadap kesehatan mental, Kalbu bisa menghadirkan solusi menyeluruh yang memfasilitasi berbagai kebutuhan terkait kesehatan mental.

Layanan yang ditawarkan Kalbu cukup beragam seperti online counseling dan online workshop dengan psikolog yang terbiasa menangani beragam isu kesehatan mental, seperti anak & keluarga, pendidikan, institusi, dan olahraga. Selain itu, platform ini juga bisa digunakan untuk tes minat dan bakat, IQ, kesiapan sekolah, juga psychotherapy untuk adiksi obat-obatan tertentu.

Menjaga kesehatan mental tidak hanya dengan konseling serta pemulihan jiwa, namun juga diiringi dengan pemeliharaan raga. Dalam platformnya, Kalbu juga menyediakan kelas-kelas pemulihan diri (self-healing) seperti meditasi dan hypnotherapy, juga pengembangan diri (self-development) dengan praktisi yang bersertifikasi.

Saat ini, Kalbu juga menawarkan model bisnis B2B yang menyasar institusi dan komunitas. Salah satu yang ditawarkan adalah Employee Assistance Program untuk setiap karyawan dapat menikmati sesi konseling kesehatan mental. Dari sisi komunitas, perusahaan juga telah bekerja sama dengan beberapa komunitas, salah satunya di bidang olahraga untuk pemeliharaan kesehatan mental atlet. Sejauh ini, sudah ada 15 psikolog profesional yang terdaftar dalam platform Kalbu dengan pengalaman lebih dari 5 tahun.

Selain bisnis model B2B, Kalbu menerapkan sistem monetisasi dengan memotong fee dari biaya per konseling sesuai kesepakatan dengan praktisi.

Layaknya konsultasi ke dokter spesialis pada umumnya, tarif konseling kesehatan mental sebenarnya tidak jauh berbeda. Namun, literasi yang masih kurang terkait pentingnya kesehatan mental membuat orang enggan merogoh kocek untuk konsultasi. Kalbu memasang tarif sekitar 300-350 ribu untuk satu sesi selama kurang lebih satu jam. Namun, timnya sedang mengusahakan untuk membuatnya lebih terjangkau di harga 150-200 ribu saja.

“Tantangannya adalah literasi kesehatan mental di masyarakat. Kami ingin membuat konsultasi dengan psikolog itu bisa jadi rutin seperti konsultasi ke dokter gigi. Kami mulai masuk dari penetrasi ke beberapa sekolah yang masif, juga perusahaan besar. Setiap bulan, kami juga mengadakan talkshow online membahas masalah yang terjadi di kehidupan sehari-hari,” jelas Iman.

Potensi pasar dan target ke depan

Iman juga mengungkapkan bahwa industri ini masih memiliki potensi yang sangat besar. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan adanya lebih dari 19 juta penduduk berusia di atas 15 tahun mengalami masalah mental emosional dan lebih dari 12 juta penduduk berusia di atas 15 tahun mengalami depresi. Sementara Indonesia baru punya sekitar 2500 psikolog klinis dan 600-800 psikiater yang terdaftar. Dengan total lebih dari 30 juta masyarakat yang berpotensi membutuhkan penanganan mental, negara ini diharapkan bisa mengoptimalkan jasa praktisi yang ada.

Di Indonesia, beberapa platform yang juga menawarkan konsep serupa dengan Kalbu adalah Riliv, Kalm, dan Bicarakan.id. Beberapa platform tersebut memiliki satu visi yaitu meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan mental. Layanan yang ditawarkan juga beragam dengan konseling sebagai core nya.

Dari sisi pendanaan, Kalbu telah mendapatkan dukungan modal dari salah satu perusahaan ternama Indonesia yang bergerak di bidang tambang. Meskipun secara bisnis terlihat tidak terkait, namun peran kuat perusahaan diharapkan dapat membantu memberi pengaruh yang lebih besar dalam masyarakat.

Ke depannya, Kalbu berencana untuk menggunakan pendanaan ini untuk mengembangkan layanan kesehatan mental, memperkuat kerja sama dengan beberapa universitas di Indonesia dan internasional, menghadirkan kembali suicide hotline, serta mendorong peran pemerintah juga berpartisipasi dalam pengembangan solusi mental health di Indonesia.

“Kami juga berencana meluncurkan aplikasi sendiri di semester 2 tahun 2022. Namun, kami juga harus memastikan bahwa layanan yang kami tawarkan sudah cukup kuat. Targetnya tidak muluk, 450-500 pasien per bulan untuk individu dan perbanyak klien B2B,” ujar Iman.