Tag Archives: kotakode

DailySocial mewawancarai Peter Tanugraha dari Kotakode / DailySocial

[Video] Meningkatkan Jumlah Talenta “Programmer” di Indonesia

Makin ramainya ekosistem startup teknologi Indonesia tidak dibarengi dengan peningkatan jumlah tenaga pengembang (programmer) di Indonesia yang sebanding. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, berbagai platform menawarkan pelatihan teknis, baik secara online maupun offline.

DailySocial bersama Peter Tanugraha dari Kotakode membahas perkembangan digital talent Indonesia dan bagaimana tantangannya.

Untuk video menarik lainnya seputar startup dan teknologi, kunjungi kanal YouTube DailySocial TV.

Peningkatan kualitas dan kuantitas talenta digital Indonesia masih terkendala kurikulum di universitas, Memberikan peluang "coding class" untuk tumbuh

Mendorong Peningkatan Jumlah dan Kompetensi Talenta Digital di Indonesia

Meskipun pertumbuhan startup lokal makin besar jumlahnya, hal ini tidak dibarengi dengan pertumbuhan jumlah para pengembang siap kerja. Banyak perusahaan teknologi besar yang mengambil jalan pintas dengan mempekerjakan tenaga kerja dari negara lain, terutama India.

DailySocial mencoba memahami kendala, tantangan, dan potensi solusi untuk membantu meningkatkan jumlah dan kompetensi tenaga pengembang lokal.

Memahami kurikulum

Meskipun secara basic mereka sudah cukup mengerti apa itu pemrograman, diklaim masih banyak sarjana ilmu komputer yang tidak menguasai benar konsep bahasa pemrograman secara keseluruhan.

CEO Hactiv8 Ronald Ishak mengklaim kurikulum yang diajarkan ke mahasiswa di universitas tidak dibarengi dengan update teknologi yang cepat berubah. Standarisasi pengajaran yang diberikan dosen kebanyakan hanya seputar konsep-konsep fundamental. Hal ini membatasi wawasan dan pengetahuan mereka mengenai bahasa pemrograman.

“Berdasarkan laporan yang dirilis oleh World Bank tahun 2019 lalu, hanya sekitar 16% saja lulusan Computer Science di Indonesia yang bekerja. Jumlah tersebut menurut saya sangat buruk,” kata Ronald.

Menurut pantauan CEO Kotakode Peter Tanugraha, masih banyak universitas yang tidak menggunakan materi terkini. Idealnya semua materi, modul, dan textbook selalu diperbarui. Tidak disarankan menggunakan materi lama yang sudah tidak relevan.

“Misalnya untuk proyek akhir tahun di sekolah masih menggunakan stack yang lumayan tua usianya yang saat ini tidak pernah digunakan, tapi sebagian besar masih diajarkan di sekolah,” kata Peter.

Sementara menurut CEO PT Brainmatics Cipta Informatika Romi Satria Wahono, belajar dari pengalamannya selama ini ketika bersinggungan dengan dunia pendidikan dan akademisi, persoalan kurikulum memang menjadi kendala yang menyebabkan belum masifnya jumlah pengembang yang berkualitas di Indonesia. Persoalan menumpuknya mata kuliah juga dianggap membatasi para mahasiswa melakukan pelatihan langsung.

“Berbeda dengan negara lain, Indonesia sistem pembelajaran fokus kepada hafalan. Mahasiswa tidak diajarkan untuk berpikir lebih kritis dan inovatif, yang dalam hal ini akan sangat membantu mereka menguasai bahasa pemrograman,” kata Romi.

Romi melihat ada baiknya dosen lebih aktif memperkaya wawasan, mengikuti seminar, dan terlibat lebih dekat lagi dengan mahasiswa dengan cara mengajak mereka bergabung ke sebuah proyek. Penting juga untuk universitas melakukan pembaruan modul dan textbook, menyesuaikan update dari materi yang mereka kumpulkan.

Teaching people tidak bisa memikirkan materi saja, tapi lebih kepada keinginan untuk memberikan edukasi yang relevan kepada mahasiswa,” kata Romi.

Di sisi lain, Romi melihat idealnya perusahaan teknologi ternama di Indonesia tidak hanya terpaku pada mereka yang siap bekerja.  Perusahaan seharusnya memberikan edukasi dan pelatihan ke mereka yang baru saja lulus kuliah saat bergabung di perusahaan.

Peranan platform coding class

Saat ini makin mahasiswa dan kalangan umum yang memanfaatkan kelas coding atau pelatihan pemrograman yang dtawarkan platform seperti Hacktiv8, DicodingProgate atau Kotakode. Salah satu keunggulan yang diklaim platform seperti ini adalah pembaruan materi yang dilakukan secara rutin.

“Sudah banyak jumlah para siswa yang kemudian memutuskan untuk mengambil pengetahuan tambahan secara mandiri memanfaatkan platform kami. Kami melihat sebagian besar sudah sukses dan berhasil bekerja di startup dan perusahaan teknologi ternama di tanah air,” kata Ronald.

Hacktiv8 juga melakukan pendekatan ke perusahaan teknologi. Mereka membantu mencari talenta dengan skill yang sedang dibutuhkan perusahaan saat ini.

“Hacktiv8 lebih mempersiapkan talenta yang sesuai dengan arahan yang mereka coba capai. Dengan demikian, ketika mereka sudah lulus dari program kita, mereka akan lebih siap bekerja,” kata Ronald.

Sementara Kotakode mencoba mempermudah para pengembang Indonesia mempelajari materi yang biasanya hanya tersedia dalam bahasa Inggris. Meskipun pengembang idealnya harus mengerti bahasa Inggris, perusahaan mencoba menjembatani para talenta untuk mempelajari lebih dalam materi-materi teknis.

“Kotakode sedang membangun infrastruktur programming dengan menambahkan konten di Google dan menyediakan Q&A yang bisa diakses. [..] Itu adalah kontribusi Kotakode untuk membantu talenta di Indonesia dengan memberikan resources yang besar,” kata Peter.

Potensi pengembang Indonesia

Memasuki tahun 2021, menurut Ronald, sudah banyak prestasi dan peningkatan jumlah talenta digital Indonesia. Namun demikian, ada beberapa persoalan yang masih mengganjal baginya. Salah satunya rendahnya apresiasi startup ke pengembang Indonesia dari sisi gaji. Masih banyak pengembang dengan kemampuan di atas rata-rata tidak dihargai dengan gaji yang sesuai. Akibatnya banyak yang memilih bekerja di negara lain.

“Kondisi remote working saat ini telah memudahkan mereka untuk bekerja secara fleksibel, sehingga makin banyak programmer asal Indonesia yang memilih bekerja di perusahaan asal Singapura dan Malaysia yang menawarkan gaji yang (lebih) besar,” kata Ronald.

Menurut Ronald, di tahun 2021 yang menjadi sorotan saat ini tidak lagi pengembang, tapi arsitek atau Product Manager yang kualitasnya dianggap masih di bawah rata-rata dan kurang memahami cara membangun produk yang ideal. Ujung-ujungnya perusahaan teknologi (kembali) menggunakan tenaga kerja asing yang memiliki kemampuan dan pengalaman mumpuni dalam merancang produk.

“Dari kondisi tersebut baiknya programmer lokal bisa belajar gaya dan skill mereka [tenaga kerja asing], sehingga bisa menambah wawasan dan pengalaman,” kata Ronald.

Sementara menurut Peter, tren mempekerjakan tim dari negara lain didasari kebutuhan perekrutan tim dalam jumlah besar dan memiliki pengalaman dan skill yang baik. Tak heran berujung pada pembukaan kantor di negara lain. Hal ini adalah langkah strategis.

Ke depannya Romi memprediksi skill yang dibutuhkan pengembang tidak hanya kepiawaian dalam hal coding, tetapi juga kemampuan menyampaikan ide dan komunikasi yang baik. Untuk itu Romi menyarankan mahasiswa untuk lebih aktif lagi bergabung dengan berbagai komunitas di kampus.

“Saya melihat tidak hanya specialist geek saja yang akan lahir nantinya, namun juga versatilist yang mampu menyampaikan ide mereka dengan baik,” kata Romi.

Kotakode

Kotakode Diluncurkan sebagai Kanal Komunitas dan Tanya Jawab Seputar Pemrograman

Berangkat dari pengamatannya memberikan inspirasi kepada Peter Tanugraha mendirikan platform yang berguna untuk para programmer di Indonesia. Bersama rekannya Michael Englo, Kotakode resmi diluncurkan pertengahan tahun 2020 ini.

“Ketika saya sedang bekerja di Kanada, saya sering berpartisipasi di Stack Overflow. Suatu hari ketika saya sedang browsing, saya menemukan sebuah pertanyaan oleh orang Indonesia. Karena Stack Overflow adalah platform yang strict untuk menggunakan bahasa Inggris, pertanyaan susah dipahami oleh beliau, mungkin karena kemampuan bahasa Inggris yang kurang mahir,” kata Peter.

Saat melakukan riset, Peter menemukan bahwa kebanyakan bagi mereka yang kesulitan untuk mengerti kemudian diarahkan ke beberapa platform seperti Facebook Group, Telegram Chat, Discord Chat, hingga Whatsapp Chat yang telah menjadi alternatif lain untuk media tanya/jawab tentang coding. Ditemukan jumlah total pengguna dari semua grup itu bisa mencapai lebih dari 4 juta orang. Melihat fakta tersebut Peter kemudian terpancing untuk meluncurkan sebuah platform menyeluruh untuk para programmer dalam bahasa Indonesia.

“Dari situlah inspirasinya untuk membangun sebuah platform online Kotakode, di mana kita ingin membuat sebuah komunitas inklusif untuk programmer di seluruh Indonesia. Saya pikir dengan Indonesia diprediksikan menjadi leader in digital economy pada tahun 2025, jumlah programmer di seluruh Indonesia juga akan meningkat,” kata Peter.

Di Indonesia, memang belum ada platform yang secara khusus menjadi kanal tanya jawab dan diskusi para programmer. Platform yang telah ada dari startup umumnya menawarkan kegiatan coding bootcamp dan kelas seperti Hacktiv8, Dicoding, dan Progate.

Model bisnis Kotakode

Saat ini Kotakode telah memiliki sekitar 2 ribu lebih pengguna terdaftar. Per harinya Kotakode bisa mendapatkan sekitar 500 – 3000 pageviews. Di bulan November dan Desember ini, Kotakode baru mulai meluncurkan community partnership dengan sejumlah Universitas dan SMK di Indonesia; programnnya akan dijalankan pada awal semester (Januari 2021). Langkah strategis ini diproyeksikan akan membawa ribuan pengguna baru.

“Pada dasarnya kita memiliki dua jenis mitra, yang pertama adalah Community Partner dan yang kedua adalah Supporting Partner. Community partnership adalah bentuk kerja sama yang lebih erat dibandingkan supporting partner di mana murid/peserta dari pihak kedua akan diarahkan ke Kotakode apabila ada pertanyaan apapun mengenai pemrograman. Sementara Supporting Partner lebih kepada kolaborasi acara, social media sounding dan juga soft-selling Kotakode,” kata peter.

Disinggung seperti apa model bisnis dan strategi monetisasi yang diterapkan, Peter menegaskan Kotakode memiliki beberapa strategi monetisasi yang bakal diterapkan ke depannya. Di antaranya adalah Targeted Advertisement, Job Hiring Platform, dan Kotakode Pro Version. Masing-masing nantinya akan menerapkan payment per ad posting, revenue per impressions, payment per job posting, subscription per month dan subscription per month.

“Tapi untuk saat ini kita masih menjalankan bisnis secara bootstrapping, karena fokus Kotakode saat ini adalah untuk mendapatkan pengguna dalam jumlah besar terlebih dulu,” kata Peter.

Pandemi dan rencana Kotakode

Saat pandemi Kotakode tidak mengalami kendala yang berarti. Dengan mengedepankan online, semua proses tetap bisa berjalan menyesuaikan kegiatan pengguna mereka yaitu para programmer. Hal tersebut yang menjadi keunggulan bagi Kotakode sebagai platform. Salah satu produk yang kemudian menjadi pilihan pengguna adalah, forum tanya/jawab dan juga forum blogging.

“Salah satu alasan kenapa orang berkontribusi di Kotakode (menjawab pertanyaan/menulis blog) adalah untuk menambah portofolio mereka. Karena pandemi ini orang kebanyakan tinggal di rumah saja, mereka memiliki waktu luang untuk mencoba menambahkan portofolio mereka agar bisa lebih competitive di job market,” kata Peter.

Tahun depan ada beberapa rencana yang ingin dilancarkan oleh Kotakode, di antaranya adalah masuk ke revenue-generating stage melewati targeted Advertising di platform. Kotakode juga ingin menciptakan fitur job hiring di platform.

“Untuk saat ini kami sedang dalam fase research di mana kita sudah melakukan wawancara kepada 20 lebih dari technical recruiters dan ingin mengetahui lebih tentang tech-hiring landscape agar Kotakode bisa membantu. Setelah kita melakukan revenue-generating, rencananya kegiatan fundraising untuk ekspansi tim dari sisi engineering, product, marketing dan business development juga akan dilakukan,” kata Peter.