Dari sekian banyak laptop anyar yang dipamerkan, satu yang cukup mencuri perhatian datang dari Asus. Dinamai ROG Flow X13, ia merupakan laptop gaming 2-in-1 dengan dimensi yang sangat ringkas. Tebalnya tercatat cuma 15,8 mm, dan bobotnya pun tidak lebih dari 1,3 kg.
Di balik sasisnya, tertanam prosesor terbaru AMD, dengan konfigurasi termahal yang melibatkan Ryzen 9 5980HS, plus GPU Nvidia GeForce GTX 1650. Melengkapi spesifikasinya adalah RAM LPDDR4X-4266 berkapasitas 32 GB, SSD 1 TB, dan baterai 62 Wh.
Berhubung perangkat ini masuk kategori 2-in-1, otomatis layarnya dilengkapi engsel 360 derajat sehingga perangkat bisa digunakan dalam beberapa mode. Menariknya, ketika Flow X13 diposisikan seperti sebuah tenda, sistem pendinginnya diklaim dapat bekerja secara lebih optimal dikarenakan tidak ada bagian yang tertutup oleh permukaan.
Layarnya sendiri ditawarkan dalam dua versi: FHD 120 Hz, atau 4K 60 Hz. Semuanya merupakan panel sentuh seluas 13 inci, dengan aspect ratio 16:10 untuk menampilkan lebih banyak konten secara vertikal, serta validasi dari Pantone yang menjamin keakuratan warna yang dihasilkannya.
Namun wujud yang convertible bukan satu-satunya faktor yang mencuri perhatian dari Flow X13. Ia juga datang bersama tandem opsional berupa sebuah external GPU (eGPU) yang berukuran sangat ringkas. Persisnya, eGPU bernama ROG XG Mobile ini punya dimensi 155 x 208 x 29 mm, dengan bobot yang berkisar hanya 1 kg.
Terlepas dari wujudnya yang imut-imut, XG Mobile menyimpan tenaga yang luar biasa berkat GPU RTX 3080 yang tertanam. Lebih lanjut, Asus juga telah membekalinya dengan interface PCIe 3.0 x8 khusus yang lebih kencang ketimbang Thunderbolt 4. Itu artinya perangkat ini butuh konektor spesial untuk bisa disambungkan ke laptop, dan sejauh ini cuma Flow X13 saja yang punya.
Suplai dayanya sendiri berasal dari adaptor 280 W yang akan menenagai XG Mobile dan Flow X13 secara bersamaan. Secara keseluruhan, Asus merancang paket lengkap laptop dan eGPU ini agar mudah dibawa bepergian.
Kalau boleh menyimpulkan, Flow X13 pada dasarnya merupakan jawaban Asus terhadap Razer Blade Stealth 13. Namun yang dilakukan Asus bukan sebatas menyematkan komponen yang lebih bertenaga saja, melainkan juga merancang desain yang fleksibel yang sangat berguna untuk keperluan kreasi konten, serta menyediakan eGPU opsional yang tidak menyita terlalu banyak ruang di dalam tas.
Di Amerika Serikat, bundel Flow X13 dan XG Mobile ini sekarang sudah dipasarkan dengan harga $3.000. Memang jauh dari kata murah, apalagi mengingat banderol tersebut bukan untuk konfigurasi yang paling tinggi.
Dirilis di tahun 2017, Eve V merupakan alternatif terhadap Surface Pro yang sangat menarik. Ia sangat kompetitif dari segi harga dan spesifikasi, dan proses pengembangannya pun menarik karena melibatkan komunitas pengguna secara langsung.
Menyambut tahun 2021 nanti, pengembangnya sudah menyiapkan Eve V generasi kedua yang telah disempurnakan. Sepintas desainnya memang nyaris tidak berubah, namun itu juga bukanlah hal buruk mengingat fisik Eve V generasi pertama sudah tergolong premium sekaligus elegan.
Kendati demikian, Eve V edisi 2021 ini masih membawa perubahan fisik yang cukup signifikan. Ukuran layarnya kini bertambah besar – 13,4 inci dibanding 12,3 inci – dan resolusinya pun ikut meningkat menjadi 3840 x 2400 pixel. Seperti yang bisa kita lihat dari resolusinya, aspect ratio panel IGZO LCD-nya ini berubah menjadi 16:10 mengikuti tren terkini, dan pengembangnya tak lupa menyertakan kaca Gorilla Glass Victus pada lapisan terluarnya.
Jeroannya pun juga sudah ikut disempurnakan, apalagi mengingat Intel memang baru meluncurkan prosesor laptop generasi ke-11 (Tiger Lake). Dua prosesor yang tersedia buat Eve V 2021 adalah Core i5-1135G7 dan Core i7-1165G7, masing-masing dengan GPU terintegrasi Intel Iris Xe.
Melengkapi spesifikasinya adalah pilihan RAM LPDDR4X berkapasitas 16 GB atau 32 GB, serta SSD tipe NVMe sebesar 512 GB atau 1 TB. Baterai yang tertanam tercatat mempunyai total daya sebesar 41,3 Wh.
Beralih ke samping kiri dan kanan perangkat, kita bakal menjumpai dua port Thunderbolt 4 (USB-C), satu port USB-C 3.2, slot microSD dan nano SIM, serta jack headphone 3,5 mm standar. Berbeda dari generasi pertamanya, Eve V 2021 tak lagi dibekali port USB standar.
Kalau semuanya berjalan sesuai rencana, Eve V 2021 bakal dipasarkan mulai kuartal ketiga tahun depan, dengan banderol mulai $1.399. Konfigurasi termahalnya, yang mengemas prosesor Core i7, RAM 32 GB, SSD 1 TB dan dukungan jaringan LTE dihargai $1.999. Kalau dibandingkan dengan generasi pertamanya, harganya memang bertambah mahal cukup drastis.
Lenovo Yoga C940 yang dirilis tahun lalu cukup sering disebut sebagai salah satu laptop convertible terbaik di internet, dan sekarang Lenovo sudah punya penerusnya, yakni Lenovo Yoga 9i. Alternatifnya, Lenovo juga memperkenalkan model lain yang bukan convertible, yaitu Lenovo Yoga Slim 9i.
Kita mulai dari Yoga 9i dulu, yang memang paling mirip dengan C940. Fitur-fitur andalan seperti soundbar mini yang disembunyikan di engsel tetap hadir di sini, demikian pula slot khusus untuk menyimpan stylus. Tentu saja Lenovo turut menambahkan pembaruan lain yang tak kalah unik, utamanya palm rest berlapis kaca dari ujung ke ujung yang membuatnya sepintas kelihatan seperti tidak memiliki trackpad.
Trackpad-nya tetap ada di tengah, dan sudah memakai teknologi haptic ala trackpad milik MacBook. Sensor sidik jari ultrasonik juga sudah Lenovo tanamkan ke palm rest kaca ini. Untuk keyboard-nya, Lenovo bilang desain baru yang mereka terapkan bisa memberikan sensasi taktil yang lebih memuaskan.
Secara estetika, Yoga 9i tampak lebih premium ketimbang C940. Konsumen malah bisa memilih varian yang cover-nya dibalut kulit asli guna memperkuat kesan elegannya. Varian kulit ini punya bobot sedikit lebih berat (1,4 kg dibanding 1,32 kg), tapi tebal bodinya sama-sama 15,2 mm.
Yoga Slim 9i di sisi lain mengemas banyak persamaan dari segi fisik, termasuk halnya palm rest berbahan kaca, trackpad baru berteknologi haptic, maupun varian kulit yang opsional. Namun berhubung ia bukan tipe convertible, ia tidak dilengkapi soundbar mini di engselnya maupun slot untuk stylus. Tentu saja Yoga Slim 9i lebih tipis sekaligus lebih ringan; ketebalannya tercatat cuma 12,7 mm, dan beratnya 1,18 kg.
Kedua perangkat sama-sama mengemas layar berukuran 14 inci, baik yang merupakan touchscreen beresolusi 4K dengan dukungan HDR, ataupun layar biasa 1080p buat yang memprioritaskan daya tahan baterai. Khusus Yoga 9i, ada pula varian 15 inci yang sudah pasti lebih tebal (20,3 mm) dan lebih berat (2 kg).
Hal menarik lain dari Yoga 9i dan Yoga Slim 9i adalah spesifikasinya. Keduanya mengandalkan prosesor Intel generasi ke-11 (Tiger Lake) yang rumornya dilengkapi chip grafis terintegrasi yang cukup perkasa, bahkan untuk gaming sekalipun. Lebih lanjut, kehadiran prosesor baru tersebut berarti perangkat juga dibekali port Thunderbolt 4, generasi anyar yang kabarnya jauh lebih ngebut lagi.
RAM-nya dapat dikonfigurasikan hingga 16 GB, sedangkan storage-nya sampai 1 TB (2 TB untuk Yoga Slim 9i). Khusus Yoga 9i yang berlayar 15 inci, spesifikasinya berbeda sendiri dan masih menggunakan prosesor Intel generasi ke-10 (seri H dengan TDP 45 W), plus GPU terpisah Nvidia GeForce GTX 1650 Ti.
Di Amerika Serikat, Lenovo Yoga 9i dijadwalkan tersedia di pasaran mulai bulan Oktober. Harganya dipatok mulai $1.399, atau $1.699 buat yang berlapis kulit; varian 15 incinya dibanderol mulai $1.799. Memasuki bulan November, barulah Yoga Slim 9i akan menyusul dengan harga mulai $1.599.
Melanjutkan tradisi sebelum-sebelumnya, LG menutup tahun dengan memperkenalkan seri laptop LG Gram baru. Lineup edisi 2020 ini hadir dalam tiga ukuran dan empat model yang berbeda: LG Gram 17 (17Z90N), LG Gram 15 (15Z90N), LG Gram 14 (14Z90N), dan LG Gram 2-in-1 (14T90N).
Keempatnya mempertahankan formula yang sama, yakni yang mengedepankan portabilitas selagi masih menjaga keseimbangan antara performa dan daya tahan baterai. Terkait portabilitas, Gram 17 memiliki dimensi fisik yang setara dengan laptop berlayar 15,6 inci, Gram 15 setara dengan laptop 14 inci, dan Gram 14 setara dengan laptop 13,3 inci.
Nama “Gram” sendiri didapat dari bobotnya yang tak lagi memerlukan satuan kilogram, dan itu bisa didapat lewat Gram 14 yang memiliki berat 999 gram. Yang paling berat tentu saja adalah Gram 17, dengan bobot 1,35 kg, akan tetapi yang paling tebal rupanya adalah LG Gram 2-in-1 di angka 17,9 mm.
Bagi yang mementingkan resolusi layar di atas segalanya, seri Gram mungkin kurang cocok bagi Anda. Pasalnya, resolusi tertinggi yang bisa didapat hanyalah 2560 x 1600 pixel pada Gram 17, sedangkan sisanya cuma 1080p. Full-HD sebenarnya sudah tergolong cukup kalau menurut saya, apalagi kalau ternyata itu bisa berkontribusi terhadap daya tahan baterai yang panjang.
Lebih lanjut, LG turut menanamkan baterai berkapasitas masif pada lini Gram 2020: Gram 17 dan Gram 15 dengan baterai 80 Wh, sedangkan kedua model 14 incinya dengan baterai 72 Wh. Untuk model 14 inci yang convertible, baterainya disebut bisa bertahan sampai lebih dari 20 jam pemakaian.
Tidak kalah mengesankan adalah spesifikasinya. Keempat model ini ditenagai oleh prosesor Intel generasi ke-10, lengkap dengan GPU terintegrasi Intel Iris Plus (kecuali pada Gram 2-in-1). RAM DDR4-nya bisa dikonfigurasikan sampai yang berkapasitas 24 GB (16 GB pada Gram 2-in-1), sedangkan media penyimpanannya sudah mengandalkan SSD tipe NVMe.
Berbeda dari tahun lalu, varian convertible-nya sekarang sudah mengemas port Thunderbolt 3 (USB-C) seperti yang lainnya. Keempat model LG Gram 2020 ini juga sudah dilengkapi sensor sidik jari sekaligus konektivitas Wi-Fi 6 sebagai standar. Detail selebihnya, termasuk harga dan ketersediaannya, baru akan diungkap pada ajang CES 2020 tidak lama lagi.
Samsung punya dua laptop baru, Galaxy Book Flex yang convertible, dan Galaxy Book Ion yang konvensional (non-touchscreen). Diperkenalkan pada ajang Samsung Developers Conference 2019, kedua laptop ini siap menyasar pasar high-end menjelang akhir tahun nanti.
Dibandingkan laptop–laptop Samsung sebelumnya, Flex dan Ion mengusung desain yang menurut saya lebih elegan. Keduanya sama-sama tipis dan ringan, serta tersedia dalam varian dengan layar 13,3 inci dan 15,6 inci yang sama-sama dikitari oleh bezel cukup tipis. Layarnya ini cukup istimewa meski resolusinya hanya 1080p.
Istimewa karena panel yang digunakan adalah QLED, jenis panel yang selama ini Samsung gunakan pada sejumlah TV mahalnya. Flex dan Ion merupakan laptop pertama yang menggunakannya, dan Samsung mengklaim layar QLED ini mampu mereproduksi warna secara lebih akurat. Tingkat kecerahan mksimumnya juga amat tinggi di angka 600 nit.
Keunikan lain Flex dan Ion tersembunyi pada touchpad-nya. Sepintas touchpad-nya kelihatan biasa saja, akan tetapi dengan menekan shortcut pada keyboard, touchpad tersebut dapat beralih fungsi menjadi sebuah wireless charger. Ya, Anda bisa mengisi ulang baterai smartphone atau smartwatch yang mendukung Qi wireless charging hanya dengan meletakkannya di atas touchpad milik laptop ini.
Satu hal yang perlu dicatat, tentu saja touchpad jadi tidak bisa berfungsi selagi menjadi wireless charger. Namun saya bisa membayangkan kegunaan fitur ini ketika laptop sedang dipakai untuk menonton, atau ketika digunakan selagi ada mouse yang tersambung.
Melanjutkan tradisi sebelumnya, Flex yang mengemas layar sentuh turut dibekali dengan S Pen, yang ternyata mempunyai ‘rumah’ sendiri di samping kanan perangkat. S Pen yang dibawa pun merupakan generasi terbaru seperti yang kita jumpai pada seri Galaxy Note 10, yang telah dilengkapi sensor gerakan sehingga kita bisa menerapkan berbagai gesture selagi menggenggamnya.
Urusan spesifikasi, Flex dan Ion juga termasuk mumpuni. Keduanya sama-sama menggunakan prosesor Intel generasi ke-10, akan tetapi Flex sedikit lebih unggul berkat arsitektur Ice Lake yang lebih baru, bandingkan dengan Ion yang menggunakan Comet Lake. RAM-nya dapat dikonfigurasikan hingga 16 GB, sedangkan SSD tipe NVMe-nya hingga 1 TB.
Khusus varian 15 incinya, konsumen bisa memilih untuk menambahkan dedicated GPU, spesifiknya Nvidia GeForce MX250. Terkait daya tahan baterainya, Samsung tidak berbicara banyak kecuali menyebut kedua laptop ini telah ‘lulus’ dari program Intel Project Athena, yang sejatinya memberikan jaminan bahwa baterainya tergolong awet.
Seperti yang saya bilang, Samsung Galaxy Book Flex dan Galaxy Book Ion bakal mulai dipasarkan pada bulan Desember nanti di beberapa negara. Banderol harganya masih belum disebutkan, tapi sudah pasti di atas $1.000.
Awal Oktober tahun lalu, Microsoft merilis empat hardware baru sekaligus. Tahun ini jumlahnya bertambah menjadi enam, dan supaya lebih memudahkan para pembaca, saya akan membaginya menjadi dua artikel yang berbeda.
Untuk artikel ini, yang akan saya bahas adalah empat perangkat yang siap Microsoft jual menjelang musim liburan tahun ini. Mereka adalah Surface Laptop 3, Surface Pro 7, Surface Pro X, dan Surface Earbuds.
Surface Laptop 3
Laptop non-convertible generasi ketiga Microsoft ini datang dalam dua varian ukuran: 13,5 inci dan 15 inci. Keduanya tipis dan ringan seperti generasi sebelumnya, akan tetapi sekarang balutan Alcantara di sekitaran keyboard-nya tidak lagi menjadi standar. Sebagai gantinya, konsumen bisa memilih antara yang berlapis Alcantara atau yang serba aluminium seluruhnya.
Microsoft juga masih mempertahankan layar sentuh dengan aspect ratio 3:2 pada Surface Laptop 3. Memang ada perbedaan resolusi di antara dua varian ukuran ini, akan tetapi tingkat kepadatan pixel layarnya sama persis di angka 201 ppi, yang berarti gambar dan teks akan kelihatan sama tajamnya di kedua varian.
Yang sangat berbeda di antara keduanya adalah perihal spesifikasi dan performa. Surface Laptop 3 13,5″ datang membawa prosesor Intel Core i5 atau i7 generasi kesepuluh (Ice Lake), sedangkan Surface Laptop 3 15″ berbeda sendiri dengan prosesor AMD Ryzen 5 atau 7. Bukan sembarang Ryzen, Microsoft bahkan menyebutnya lengkap dengan embel-embel “Ryzen Surface Edition”.
Branding semacam itu menandakan bahwa Microsoft ikut memegang andil dalam proses pengembangannya. Microsoft bilang bahwa prosesor ini adalah yang tercepat di kelasnya. Kelas yang dimaksud di sini adalah laptop 15 inci dengan ketebalan maksimum 20 mm, dan yang menggunakan prosesor dengan TDP (thermal design power) 15 watt.
Fitur-fitur lain yang diunggulkan Surface Laptop 3 mencakup trackpad yang berukuran 20% lebih besar, fast charging (0 – 80% dalam sekitar satu jam), dan yang mungkin paling ditunggu-tunggu adalah kehadiran port USB-C di samping USB-A, apalagi mengingat generasi sebelumnya hadir tanpa port USB-C.
Berapa harganya? Mulai $999 untuk Surface Laptop 3 13,5″, atau mulai $1.199 untuk Surface Laptop 3 15″. Pilihan warnanya ada empat untuk varian 13,5 inci, sedangkan varian 15 incinya hanya kebagian dua opsi warna.
Surface Pro 7 dan Surface Pro X
Beralih ke segmen 2-in-1, Microsoft mengklaim Surface Pro 7 menawarkan performa dua kali lebih cepat berkat penggunaan prosesor Intel generasi kesepuluh, dengan pilihan mulai dari Core i3 sampai Core i7. Seperti halnya Surface Laptop 3, Surface Pro 7 pada akhirnya juga telah dilengkapi dengan port USB-C.
Surface Pro 7 masih mempertahankan layar sentuh 12,3 inci dengan resolusi 2736 x 1824 pixel (267 ppi). Yang dilakukan Microsoft sejatinya hanya sebatas penyegaran spesifikasi, dan itulah yang justru membuat saudaranya, Surface Pro X, jauh lebih menarik.
Secara fundamental, Surface Pro X sudah sangat berbeda. Ia merupakan perangkat yang ditenagai chipset berarsitektur ARM, bukan x86 seperti Surface Pro 7, dan ini berarti ia juga dikategorikan sebagai perangkat yang always on, always connected, tidak jauh berbeda dari smartphone atau tablet secara umum.
Otak dari Surface Pro X adalah chipset bernama Microsoft SQ1. Bikinan Microsoft sendiri? Ya, dengan bantuan dari Qualcomm, dan Microsoft pun mengklaim ini merupakan prosesor tercepat yang pernah Qualcomm buat untuk sebuah PC. Untuk pengolahan grafis misalnya, SQ1 diyakini mampu mengerahkan tenaga sebesar 2 teraflop.
Arsitektur ARM juga berarti SQ1 dilengkapi modem LTE terintegrasi, spesifiknya Snapdragon X24. Jadi untuk konsumen yang selalu mobile, Surface Pro X jelas merupakan pilihan yang lebih ideal ketimbang Surface Pro 7.
Fakta tersebut turut didukung oleh desain fisik Surface Pro X yang begitu ringkas. Tebalnya cuma 5,33 mm, dengan bobot sekitar 762 gram. Ukuran layarnya sedikit lebih besar di angka 13 inci (dengan pixel density yang sama persis). Namun berhubung bezel-nya amat tipis, dimensi keseluruhannya tidak berbeda jauh dari perangkat berlayar 12 inci.
Aksesori keyboard cover yang mendampingi Surface Pro X juga berbeda; ada ceruk kecil untuk menampung stylus saat sedang tidak dipakai. Stylus-nya pun berbeda dari yang biasa, dengan desain lebih tipis dan yang otomatis terisi ulang baterainya selagi menancap di dalam ceruk tersebut secara magnetis.
Untuk Surface Pro 7, Microsoft mematok harga mulai $749, sedangkan Surface Pro X cukup signifikan selisih harganya dengan banderol mulai $999.
Surface Earbuds
Setelah Surface Headphones tahun lalu, Microsoft kembali meluncurkan produk portable audio dalam wujud Surface Earbuds. Perangkat ini sekaligus menjadi true wireless earphone pertama Microsoft, dan rupanya salah besar kalau kita menganggapnya sebatas “pesaing AirPods dengan integrasi Cortana”.
Menariknya, Microsoft justru mendeskripsikan Surface Earbuds sebagai perangkat yang esensial bagi para pengguna layanan Office berkat integrasi yang ditawarkannya. Contoh yang paling gampang, saat sedang mempresentasikan sesuatu selagi mengenakan Earbuds, pengguna dapat menampilkan transkrip maupun terjemahan dari apa yang tengah dibahasnya di layar secara real-time.
Masih seputar presentasi, pengguna juga dapat menavigasikan slide dengan mengusap sisi luar Earbuds yang dilengkapi panel sentuh. Untuk produk Office lainnya, semisal Word dan Outlook, pengguna juga bisa memakai Earbuds untuk mendikte apa yang hendak ditulisnya. Membacakan email juga termasuk salah satu fitur yang ditawarkan Earbuds.
Secara teknis, Surface Earbuds dibekali driver 13,6 mm dan dua buah mikrofon pada masing-masing earpiece-nya. Baterainya diklaim tahan sampai 8 jam pemakaian, sedangkan charging case-nya dapat menyuplai daya yang cukup untuk 16 jam pemakaian ekstra (total 24 jam). Microsoft juga bilang bahwa charging selama 10 menit sudah cukup untuk penggunaan selama satu jam.
Dengan banderol $249, harganya memang tergolong mahal jika dibandingkan dengan sebagian besar true wireless earphone yang tersedia di pasaran.
Dengan menyimak CES, kita bisa mendapatkan gambaran mengenai produk serta teknologi seperti apa yang akan hadir di sepanjang tahun. Satu hal yang memeriahkan segmen laptop di 2019 ialah tersedianya kartu grafis berteknologi ray tracing Nvidia, GeForce RTX. Para produsen tentu tak membuang-buang waktu. Brand-brand semisal Asus, MSI, dan Gigabyte diketahui mulai membawa laptop ber-RTX ke tanah air.
Anda mungkin sudah memahami fitur-fitur yang ditawarkan oleh GeForce RTX berkat gencarnya pengenalan yang dilakukan produsen. Namun ketika kompetitor senegaranya terlihat fokus mempresentasikan kualitas grafis, Acer juga mencoba bermain-main dengan desain eksperimental. Setelah sempat menggarap desktop replacement monster berlayar melengkung beberapa tahun silam, kali ini produsen PC asal Taiwan itu mengusung konsep panel berputar lewat Predator Triton 900.
Namun Triton 900 bukan satu-satunya notebook high-end andalan Acer untuk berkiprah di tahun ini. Di CES 2019, perusahaan juga menyodorkan opsi alternatif dengan wujud familier yang dititikberatkan pada aspek keringkasan. Acer menamainya Predator Triton 500. Dan kurang lebih dua bulan selepas pengumumannya, kedua produk melakukan pendaratan di Indonesia. Triton 500 sudah resmi dipasarkan, sedangkan saudara berlayar putarnya dapat di-pre-order.
Mengenai dua Triton baru
Dalam debut Predator Triton 900, Acer menyampaikan bahwa pembuatannya didorong oleh keinginan mereka buat merombak penyajian laptop tanpa mengorbankan performa. Berkat layarnya yang dapat diputar, terbuka beragam skenario penggunaan. Lalu konsumen juga diberi keleluasaan untuk menemukan posisi paling ‘ergonomis’ saat ber-gaming. Sebagai perangkat convertible, Triton 900 menyuguhkan empat mode pemakaian: notebook, display (layar mengarah ke belakang), tablet, dan ‘Ezel’ yang diprioritaskan bagi interaksi via layar sentuh.
Predator Triton 500 sendiri merupakan pewaris Triton 700 yang tersedia di Indonesia bulan Oktober 2018 silam. Ia adalah laptop berlayar 15-inci 144Hz yang ramping, dengan ketebalan hanya 17,9mm dan bobot 2,1kg sehingga memudahkannya diselipkan dalam tas serta dibawa-bawa. Mengikuti tren populer di segmen laptop ultra-tin, Triton 500 dibekali bingkai layar tipis berukuran 6,3-milimeter. Acer memilih Nvidia RTX berdesain Max-Q sebagai komponen utama di dapur pacu grafis, dan menjanjikan daya tahan baterai sampai delapan jam.
Inovasi desain
Pemakaian engsel ‘Ezel Aero’ di Predator Triton 900 memang menjadi aspek yang paling mencuri perhatian, tetapi ada banyak invosi desain esensial – dan kadang terselubung – bisa ditemukan di sana. Tubuh Triton 900 terbuat dari konstruksi logam, dan Acer terlihat berusaha untuk meminimalkan volumenya. Agar badan tetap ramping tanpa mengorbankan ruang hardware, produsen menempatkan GPU dan CPU di zona terpisah dari keyboard.
Efeknya, Triton 900 mempunyai layout yang menyerupai ROG Zephyrus – dengan keyboard, rankaian tombol macro dan bagian touchpad merangkap numpad menjorok ke depan. Papan ketik ini dibekali pencahayaan RGB per-key, sehingga Anda bisa memilihkan warna buat masing-masing tombol. Sistem serupa juga diterapkan di Predator Triton 500, tapi yang membuat Triton 900 berbeda ialah pemanfaatan papan ketik mekanis berprofil slim clicky-nya.
Meski wujudnya tidak terlalu bulky, Triton 900 sudah masuk ke segmen desktop replacement. Beberapa orang mungkin tak keberatan membawa laptop berukuran besar, tetapi tubuh all-metal perangkat ini membuatnya sangat berbobot. Saya belum mengetahui berapa berat keseluruhannya, namun butuh perjuangan hanya untuk membolak-balikkan laptop ketika saya ingin mengambil foto.
Triton 900 menyajikan layar sentuh berjenis IPS seluas 17,3-inci dengan resolusi 4K. Panel tersebut mampu merespons sepuluh titik sentuhan dan membaca gesture berbeda, serta dibekali teknologi Nvidia G-Sync buat membasmi efek screen tearing. Menariknya, Acer tampak tak mau buru-buru mencantumkan high-dynamic range di layar seperti yang sudah dilakukan Dell pada laptop Alienware dan Lenovo untuk lini Legion-nya.
Desktop convertible tersebut juga menyimpan sebuah rahasia menarik. Melengkapi port fisik standar, Triton 900 memiliki USB slot tersembunyi buat mencantumkan wireless adapter controller Xbox One S. Setelah dicolokkan, dongle bisa disembunyikan dalam chassis.
Pembaruan di dalam
Efek dari pemakaian komponen-komponen high-end seperti Nvidia GeForce RTX dan prosesor Intel Core i7 8th-gen adalah temperatur yang tinggi. Untuk menjinakkannya, Acer memperbarui desain kipas Aeroblade 3D mereka. Perancangan fan generasi keempat itu terinpsirasi dari ujung sayap burung hantu, memanfaatkan bahan logam. Dibanding jenis plastik, 49 buah bilah Aeroblade berketebalan hanya 0,1mm yang ada di sana mampu meniupkan angin 45 persen lebih banyak.
Di dalam Triton 900, terdapat dua fan Aeroblade 3D yang mampu berputar lebih cepat 11 persen via teknologi Coolboost beserta enam heat pipe. Di saudarinya yang lebih tipis, jumlah kipas Aeroblade lebih banyak: ada tiga buah dan dikombinasikan bersama lima pipa pendingin.
Predator Triton 500 menyuguhkan opsi kartu grafis Nvidia GeForce RTX 2060 dan 2080 berdesain Max-Q, sedangkan Triton 900 dipersenjatai GPU RTX 2080 kelas desktop. Keduanya diotaki oleh Intel Core i7 8750H – tersedia pula pilihan prosesor 8950H khusus Triton 900 – serta dilengkapi RAM dual channel DDR4 2666MHz maksimal 32GB.
Battlefield V dan Metro Exodus digunakan Acer untuk mendemonstrasikan kinerja laptop-laptop baru mereka, dipilih karena telah didukung oleh teknologi real-time ray tracing. Battlefield V berjalan sangat lancar di Predator Triton 900 tanpa perlu mengaktifkan mode overclock. Metro Exodus sendiri saya uji langsung di setting grafis ultra dengan resolusi 1080p serta opsi ray tracing dan fitur Nvidia HairWorks menyala. Permainan terhidang mulus tanpa kendala.
Alasan konsumen memilih Predator
Kita semua tahu bahwa lini Acer Predator bukanlah produk murah. Di Indonesia, Predator Thronos boleh dikatakan sebagai pemegang rekor set gaming PC termahal. Saya bertanya pada presales manager Acer Dimas Setyo mengenai apa alasan konsumen memilih produk gaming mereka. Ia menyebutkan tiga poin. Pertama, mayoritas perangkat Predator gampang di-upgrade. Kedua, pusat servisnya mudah ditemukan dan Acer berkali-kali memenangkan penghargaan Indonesian Customer Satisfaction Award. Dan ketiga, produk mereka jadi favorit berkat kehadiran fitur-fitur unik.
Seperti deretan produk Predator sebelumnya, Triton 500 dan 900 tidak hanya dikhususkan bagi gamer. Beragam fungsi serta fitur di sana juga sangat berguna untuk para pekerja kreatif dan kalangan pencipta konten.
Harga dan ketersediaan
Seperti yang sempat saya sebutkan, Predator Triton 500 sudah siap untuk dipinang. Model ber-GPU RTX 2060 Max-Q dibanderol Rp 35 juta dan varian dengan kartu grafis RTX 2080 dijajakan di harga Rp 54 juta. Lalu buat memiliki Predator Triton 900, Anda perlu mengeluarkan uang lebih banyak lagi, produk dijual seharga mulai dari Rp 70 juta ‘saja’, rencananya akan tiba di bulan April 2019.
Samsung baru saja mengumumkan Notebook 9 Pen, suksesor dari laptop 2-in-1 bernama sama yang diperkenalkan hampir persis setahun yang lalu. Apa saja yang baru? Yang paling utama, konsumen kini bisa memilih antara varian berlayar 13,3 inci atau 15 inci.
Keduanya sama-sama dibekali layar sentuh full-HD yang dibungkus dalam rangka aluminium. Juga sudah bisa ditebak dari namanya, kedua varian sama-sama mengunggulkan stylus S Pen yang termasuk dalam paket penjualan.
Samsung tidak lupa memperbarui S Pen yang datang bersama laptop ini. Latency-nya kini berkurang dua kali lipat ketimbang model sebelumnya, sehingga menggunakannya pasti bakal terasa lebih responsif. Pucuknya kini bisa dilepas dan diganti dengan dua bentuk yang lain sehingga dapat dengan mudah disesuaikan dengan kebiasaan masing-masing pengguna.
Layaknya Galaxy Note, Notebook 9 Pen juga memiliki slot kecil yang menjadi rumah dari S Pen, sehingga pengguna tak perlu khawatir stylus-nya tertinggal atau malah hilang entah ke mana. Samsung juga dengan bangga mengatakan bahwa S Pen sama sekali tidak perlu di-charge untuk dapat digunakan setiap saat.
Terkait spesifikasi, kedua varian sama-sama mengusung prosesor Intel Core i7 generasi kedelapan, RAM 16 GB dan SSD 512 GB sebagai media penyimpanannya. Khusus varian 15 inci, ada GPU dedicated Nvidia GeForce MX150, sehingga kinerja grafisnya sudah pasti lebih superior ketimbang varian 13 inci yang hanya mengandalkan GPU terintegrasi.
Selebihnya, kedua varian Notebook 9 Pen ini identik. Di sektor audio, Samsung sebagai pemilik Harman memercayakan AKG untuk mematangkan speaker stereo yang ada pada perangkat ini, dan mereka turut menyematkan amplifier pintar guna semakin memaksimalkan volumenya.
Sensor sidik jari dan kamera pengenal wajah merupakan fitur standar buat kedua varian, demikian pula sepasang port Thunderbolt 3, port USB-C, serta slot microSD. Baterai yang tertanam memiliki kapasitas 54 Wh, dan diyakini mampu bertahan hingga 15 jam pemakaian.
Samsung belum mengungkapkan banderol harga Notebook 9 Pen, dan pemasarannya akan lebih dulu dimulai di kampung halamannya pada tanggal 14 Desember, sebelum menyusul ke kawasan lain pada awal tahun depan.
Event CES 2019 sudah hampir di depan mata. Seperti biasa, LG bakal kembali memanfaatkan ajang tersebut untuk memperkenalkan laptop Gram baru. Yang berbeda kali ini adalah, LG Gram 2019 bakal hadir dalam dua model yang benar-benar baru.
Model yang pertama ialah yang mengemas layar 17 inci beresolusi 2560 x 1600 pixel. Sebagai bagian dari keluarga LG Gram, model ini masih menekankan pada aspek portabilitas. LG bilang bahwa dimensinya setara dengan laptop berlayar 15,6 inci, dan indikasinya bisa kita lihat lewat bezel tipis yang mengitari layarnya.
Bukan cuma itu, bobot perangkat ini hanya berada di kisaran 1,34 kg saja. Bandingkan dengan mayoritas laptop 17 inci lain yang biasanya berbobot 2 kg atau lebih. Namun kalau itu masih terlalu besar buat Anda, ada model Gram lain yang berlayar full-HD 14 inci sekaligus mengadopsi model convertible alias 2-in-1.
Ya, untuk pertama kalinya, LG Gram hadir dalam varian yang layarnya dapat dilipat 360 derajat dan digunakan layaknya sebuah tablet. Bobot varian ini cuma 1,15 kg, dan seperti kakaknya yang lebih besar, bodinya telah memenuhi standar militer AS demi menjamin durabilitasnya.
LG membekali kedua model Gram 2019 dengan prosesor Intel generasi ke-8, namun spesifikasi persisnya belum dirincikan. Konsumen bebas memilih konfigurasi RAM DDR4 8 GB atau 16 GB, serta penyimpanan berbasis SSD 256 GB atau 512 GB.
Keduanya pun sama-sama dilengkapi baterai berkapasitas 72 Wh; sanggup bertahan hingga 19,5 jam untuk model 17 inci, dan 21 jam untuk model 14 inci 2-in-1. Konektivitas yang diusung kedua model cukup mirip, akan tetapi hanya Gram 17 inci yang mengemas port Thunderbolt 3, meski ini sifatnya juga opsional.
Harga dan jadwal pemasaran LG Gram 2019 sejauh ini belum diungkap. Seperti sebelum-sebelumnya, ia bakal menjadi salah satu suguhan utama LG terlebih dulu di ajang Consumer Electronics Show yang rutin dihelat pada bulan Januari setiap tahunnya.
Juni lalu, Qualcomm memperkenalkan chipset Snapdragon 850 yang dirancang secara khusus untuk menyambut tren laptop always-on. Sesuai janji, laptop berbekal chipset tersebut dijadwalkan hadir pada musim liburan tahun ini, dan sekarang salah satunya sudah datang dari Samsung.
Namanya Galaxy Book 2, dan ia merupakan penerus langsung Galaxy Book yang dirilis tahun lalu. Perubahan yang dibawa cukup banyak. Yang paling mencolok, desainnya kini sangat mirip seperti Surface Pro, dengan kickstand yang terintegrasi ke bodi perangkat, bukan lagi pada keyboard-nya.
Keyboard-nya sendiri bertambah tipis, akan tetapi masih bisa dilepas-pasang dengan mudah, dan tetap merangkap peran sebagai cover layar ketika sedang tidak digunakan. Juga berbeda dari tahun lalu adalah, Galaxy Book 2 hanya ditawarkan dalam satu varian ukuran saja.
Perubahan terbesarnya tentu saja adalah penggunaan chipset Snapdragon 850 itu tadi, yang terdiri dari prosesor quad-core 2,96 GHz + quad-core 1,7 GHz. Perangkat turut dibekali RAM 4 GB dan storage internal 128 GB (plus slot microSD), tidak ketinggalan juga modem Snapdragon X20 LTE yang mendukung Gigabit LTE.
Galaxy Book 2 mengandalkan OS Windows 10 dengan S Mode secara default. Kombinasi ini dipercaya mampu menyuguhkan daya tahan baterai hingga 20 jam. Layar sentuhnya sendiri merupakan panel Super AMOLED 12 inci beresolusi 2160 x 1440 pixel.
Sepasang port USB-C, sensor sidik jari, kamera belakang 8 megapixel dan depan 5 megapixel tidak lupa Samsung sematkan, demikian pula sepasang speaker racikan AKG yang mendukung Dolby Atmos. Secara keseluruhan, tebal perangkat tidak lebih dari 7,6 mm, dan bobotnya pun kurang dari 800 gram.
Di Amerika Serikat, Samsung Galaxy Book 2 akan dipasarkan mulai bulan November mendatang seharga $1.000. Banderol tersebut sudah termasuk keyboard cover plus S Pen.