Tag Archives: LawGo

Lawgo Introduces Marketplace App for Lawyer Service

The demand for legal services in Indonesia is quite high. It is also shown in the number of local legaltech and regtech startups that increase over time. The high-demand and not-inclusive law services have inspired Lawgo as legaltech.

Lawgo was founded in November 2018 with Luki Amalah as founder and CEO. The service was launched as a mobile application in last year’s first half, but they re-released the application this month. Luki said the reason he created Lawgo was that public access to fair and transparent law enforcement was not really inclusive.

“We’ve seen Indonesia, in particular, many people are quite oppressed or have lost their rights, yet doing nothing because they don’t really know where to go or what to do to for this issue,” Luki said.

Product and business model

Lawgo runs B2C business model as a marketplace. With the current platform, users can search and use legal consulting services of some lawyers. The types of legal services they provide are also quite diverse ranging from mediation, criminal defense, advocacy, debt problems, to divorce.

Luki said that Lawgo made revenue by taking fee from each transaction that occurred. This fee is included in the price of the services offered to customers.

“For any lawyer who wants to join to become a Lawgo partner and submit their profile on our application, it’s free, but when they start accepting clients through our application, then the amount of fee they receive will be deducted for the Lawgo fee portion,” Luki explained.

To date, there have been quite a few lawyers partners who joined Lawgo, while the number of their app downloads has reached over 1000. There are at least two Lawgo’s leading features, Chat with Lawyer and Meet the Lawyer.

Both features have a fixed rate. Chat with Lawyer costs around Rp. 17,500 to Rp. 30,000 for one 20-minute session. While the Meet the Lawyer feature (to be released soon) will cost around Rp. 300,000-Rp. 500,000 per consultation.

“The different rate based on the lawyer classification, young and senior based on experience,” Luki added.

Short-term target

As a relatively new startup, Luki said education, introduction, and branding to the market are still Lawgo’s main focus. They also intend to develop new features to enrich their services. One of them is a feature that allows lawyers to assist clients to get right to court.

Luki saw the pandemic as an opportunity for Lawgo’s legal services to be more widely known by the public. The reason, the community’s concern about Covid-19 limits the movement of some people. That means that legal services based on the mobile application Lawgo could potentially be used by more people.

Thus, it is not surprising when Luki said Lawgo, a bootstrap startup, is yet to raise funding. “We’ve thought about fundraising, but it’ll not before early next year, mainly because our focus is more on brand and product introduction, also education to the public about the Lawgo service,” Luki concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Luki Amalah Lawgo

Lawgo Perkenalkan Aplikasi Marketplace untuk Akses Jasa Pengacara

Kebutuhan layanan hukum di Indonesia masih tinggi. Maka tak heran jumlah startup legaltech maupun regtech di dalam negeri akan terus bertambah seiring waktu. Kebutuhan layanan hukum yang masih tinggi dan belum merata inilah yang dirasakan oleh legaltech Lawgo.

Lawgo berdiri sejak November 2018 dengan Luki Amalah sebagai founder dan CEO. Lawgo merilis layanan mereka dalam bentuk aplikasi mobile sejak pertengahan tahun lalu, namun mereka merilis ulang aplikasinya di bulan ini. Luki mengatakan latar belakang pendirian Lawgo karena akses masyarakat ke penegakan hukum yang adil dan transparan belum merata.

“Kami melihat di Indonesia khususnya masih sangat banyak orang-orang yang tertindas atau kehilangan haknya tetapi nrimo saja, karena tidak tahu
harus ke mana atau berbuat apa guna memperoleh pemulihan haknya tersebut,” ucap Luki.

Model bisnis dan produk

Bisnis Lawgo adalah B2C yang berbentuk marketplace. Dengan platform Lawgo, seorang pengguna bisa mencari dan menggunakan jasa konsultasi hukum dengan sejumlah pengacara. Jenis layanan hukum yang mereka sediakan pun cukup beragam mulai dari mediasi, pidana, pendampingan, masalah utang, hingga perceraian.

Luki menjelaskan Lawgo memperoleh pendapatan dari kutipan biaya sekian rupiah dari tiap transaksi yang terjadi. Biaya tersebut sudah termasuk di dalam harga jasa yang ditawarkan ke pelanggan.

“Untuk siapapun lawyer yang ingin bergabung menjadi mitra Lawgo dan masuk profilnya di aplikasi kami itu gratis, tetapi saat mereka mulai menerima klien melalui aplikasi kami, maka besaran fee yang mereka terima akan dipotong untuk bagian fee Lawgo,” jelas Luki.

Sejauh ini mitra pengacara yang bergabung dengan Lawgo sudah ada puluhan, sedangkan jumlah unduhan aplikasi mereka sudah sekitar 1000 kali. Setidaknya ada fitur andalan Lawgo yang ditawarkan ke pasar yakni Chat with Lawyer dan Meet the Lawyer.

Kedua fitur tersebut dipatok dengan harga tetap. Layanan Chat with Lawyer dihargai sekitar Rp17.500 hingga Rp30.000 untuk satu sesi berdurasi 20 menit. Sementara fitur Meet the Lawyer yang nanti segera dirilis dihargai sekitar Rp300.000-Rp500.000 per sekali konsultasi.

“Di mana perbedaan harga layanan adalah tergantung pada klasifikasi dari lawyer-nya, muda dan senior berdasarkan pengalaman,” imbuh Luki.

Target dalam waktu dekat

Sebagai startup yang tergolong baru, Luki menyebut edukasi, pengenalan, dan branding Lawgo ke pasar masih menjadi fokus mereka untuk saat ini. Mereka juga berniat mengembangkan fitur-fitur baru untuk memperkaya layanannya. Salah satunya seperti fitur yang memungkinkan pengacara untuk membantu klien langsung hingga ke meja hijau.

Luki melihat pandemi sebagai kesempatan bagi layanan hukum Lawgo agar dikenal lebih luas oleh masyarakat. Pasalnya, kekhawatiran masyarakat akan Covid-19 membatasi pergerakan sebagian orang. Itu artinya layanan hukum berbasis aplikasi mobile Lawgo berpotensi digunakan lebih banyak orang.

Maka tak mengherankan Luki menyebut Lawgo yang masih menggunakan modal urunan para pendirinya belum berniat mengumpulkan pendanaan. “Ada niatan juga untuk fundraising tapi sepertinya itu masih di awal tahun depan, terutama karena fokus kita saat ini lebih pada pengenalan brand dan produk terlebih dahulu serta edukasi ke masyarakat mengenai hadirnya Lawgo,” pungkas Luki.

Application Information Will Show Up Here