Tag Archives: layanan e-commerce

E-commerce Indonesia 2022

Potensi Layanan E-commerce Dukung Pemulihan Ekonomi di Indonesia

Di Indonesia tercatat internet ekonomi tumbuh dari $40 miliar di 2019 menjadi $44 miliar di tahun 2020. Dari nilai tersebut sekitar 73% atau $32 miliar berasal dari sektor e-commerce. Pandemi telah mengubah kebiasaan dan gaya hidup sebagian besar masyarakat dalam hal opsi pembelian kebutuhan sehari-hari hingga pembayaran digital.

Seperti apa potensi dan lanskap sektor e-commerce di Indonesia ke depannya? Co-Founder & CEO Intrepid Indonesia Sean Lawlor membagikan beberapa informasi menarik yang bisa dicermati.

Pertumbuhan layanan e-commerce saat pandemi

Sebagai platform yang mendukung keberhasilan brand melancarkan kegiatan pemasaran media sosial dan marketplace, Intrepid mencatat selama pandemi jumlah masyarakat Indonesia yang memanfaatkan layanan e-commerce untuk melakukan pembelian semakin meningkat hingga 110%. Konsumen juga lebih banyak menghabiskan waktu mereka melakukan eksplorasi di berbagai layanan e-commerce, terutama pada awal pandemi tahun 2020 lalu.

Jika sebelum pandemi mereka hanya menghabiskan waktu sekitar 3 jam saja, saat pandemi bisa 4 jam lebih menghabiskan waktu secara online. Dan tercatat saat ini ketika aturan sudah mulai longgar dan rutinitas offline kembali berjalan, waktu mereka untuk menjelajahi internet tidak menurun jumlahnya.

“Meningkatnya penggunaan online di kalangan masyarakat Indonesia saat pandemi memungkinkan ekonomi kemudian tumbuh, meskipun sektor travel mengalami penurunan yang sangat masif,” kata Sean.

Produk seperti kebutuhan harian, produk kesehatan, produk rumah dan lifestyle, hingga hobi, menjadi pilihan sebagian besar masyarakat Indonesia saat pandemi. Saat pandemi kebanyakan dari mereka menghabiskan waktu di rumah dan memilih untuk belanja secara online.

Untuk pembayaran pilihan seperti mobile banking juga makin banyak penggunaannya. Hal ini tentunya menjadi peluang bagi perbankan untuk meluncurkan layanan digital yang memudahkan nasabah untuk melakukan transaksi dan kebutuhan lainnya secara online.

Layanan yang diluncurkan oleh BCA Digital Blu hingga bank BRI melalui BRImo, menjadi solusi terbaik dan tepat untuk saat ini. Di sisi lain SMS banking juga mendapatkan momentum saat pandemi yang terus mengalami peningkatan.

Potensi quick commerce dan social commerce

Hal menarik yang juga dicermati oleh Intrepid selama dua tahun terakhir adalah makin banyaknya pertumbuhan quick commerce, social commerce, dan kegiatan belanja memanfaatkan live streaming. Salah satu alasan mengapa tiga kategori tersebut makin banyak dilirik, karena konsumen ingin mencari lebih banyak pengalaman yang menarik saat berbelanja, dan juga kecepatan serta efisiensi saat pengiriman barang.

“Saat ini kita juga melihat makin banyak ketergantungan konsumen untuk pembelian melalui layanan e-commerce, terutama untuk pengiriman makanan dan groceries, yang membuat pertumbuhan kompetisi online groceries. Layanan yang ditawarkan oleh Astro dan Segari serta layanan e-commerce besar yang fokus kepada groceries seperti TokopediaNow dan Shopee Segar, saat ini makin banyak dipilih oleh konsumen,” kata Sean.

Selain kebutuhan harian, kebiasaan belanja konsumen di Indonesia juga mulai bergeser kepada produk tertentu. Mulai dari produk kesehatan dan produk anti-covid seperti vitamin, masker, dan sanitiser. Kategori lainnya yang juga dicermati oleh Intrepid adalah, bahan makanan, mainan anak, produk untuk hobi seperti sepeda, perlengkapan rumah dan produk pendukung bekerja, air purfier, televisi dan speaker juga masuk dalam kategori yang banyak dipilih saat ini.

Khusus untuk social commerce meskipun saat ini masih diminati untuk beberapa produk saja, namun jika dilihat dari jumlah pengguna media sosial pada tahun 2021 di indonesia sudah mencapai sekitar 62%. Jumlah tersebut meningkat sekitar 23% dibandingkan sebelum pandemi. Membuktikan bahwa semakin banyak dari mereka yang memanfaatkan media sosial bukan sekedar untuk sosialisasi saja, namun juga potensi untuk melakukan pembelian. Platform yang banyak dipilih saat ini adalah TikTok Shop dan Instagram Shop.

“Saat ini ketika generasi muda seperti Gen Z sudah mulai memasuki dunia kerja dan mendapatkan penghasilan, pastinya opsi untuk berbelanja memanfaatkan media sosial menjadi pilihan utama mereka,” kata Sean.

Ditambahkan olehnya, social commerce tentunya akan terus mengalami pertumbuhan pasar namun masih butuh banyak waktu untuk bisa terus tumbuh dalam beberapa tahun ke depan. Salah satu alasannya adalah saat ini masih dalam fase pertama penetrasi yang lebih kepada pasar C2C (consumer to consumer). Akibatnya lebih sedikit brand yang terlibat. Pola ini diprediksi serupa dengan live streaming shopping di layanan e-commerce, ketika penjualan lebih banyak didapatkan dari C2C.

SIRCLO and ICUBE Merged, Aims to be a Comprehensive E-commerce Enabler

The e-commerce enabler platform SIRCLO announced the business merger with ICUBE, which is an agency providing e-commerce technology solutions. Through this corporate action, they expect to get more clients from both companies with different business variations.

The business merger also gathers more than 450 employees of the two companies. Nevertheless, it was agreed that ICUBE would still be operated as an independent entity integrated with SIRCLO services. Muliadi Jeo, as the founder of ICUBE is to replace Leontius Adhika Pradhana as SIRCLO’s CTO; While Leontius switched roles to CPO.

“SIRCLO wants to continue to provide the best services and solutions for brands to develop online businesses. We keep our doors open for opportunities to improve our capabilities. When we see the potential of joining ICUBE, we are confident to run this mission in a larger scale and more comprehensive way through a combination of the two companies,” SIRCLO’s CEO Brian Marshal said.

The two companies, through this merger, have ambitions to become e-commerce solutions providers through a more comprehensive end-to-end platform in facilitating various types of businesses. Currently, SIRCLO has focused on big brands and SMEs. Meanwhile, ICUBE is focused on medium scale businesses willing to have their own online sales site.

“After 20 years of service, we want to accommodate more clients from various types of business with the solution we offer. SIRCLO is the right and strategic partner in achieving these goals. Together we can build the main e-commerce ecosystem in Indonesia,” said Muliadi Jeo.

This pandemic encourages more businesses and consumers to depend on e-commerce platforms to meet their needs. In the current situation, technology owners and e-commerce solutions are very complex for brand owners to be able to discuss the market at large.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Merger SIRCLO dan ICUBE

SIRCLO dan ICUBE Lakukan “Merger”, Berambisi Jadi “E-commerce Enabler” Komprehensif

Platform e-commerce enabler SIRCLO mengumumkan proses merger dengan ICUBE, yang merupakan agensi penyedia solusi teknologi e-commerce. Salah satu tujuan yang ingin dicapai melalui aksi korporasi ini adalah untuk menggabungkan ribuan klien dari kedua perusahaan yang memiliki varian bisnis yang berbeda.

Penggabungan bisnis turut menyatukan lebih dari 450 pegawai kedua perusahaan. Kendati demikian, dikatakan ICUBE masih akan beroperasi sebagai entitas independen yang terintegrasi dengan layanan SIRCLO. Muliadi Jeo selaku Founder ICUBE akan menggantikan Leontius Adhika Pradhana sebagai CTO SIRCLO; sementara Leontius beralih peran menjadi CPO.

“SIRCLO ingin terus memberikan layanan dan solusi terbaik bagi brand untuk mengembangkan bisnis online. Kami selalu terbuka terhadap peluang untuk meningkatkan kemampuan kami. Ketika kami melihat potensi untuk bergabung dengan ICUBE, kami semakin yakin bahwa kami dapat melaksanakan misi ini dalam skala yang lebih besar dan lebih komprehensif melalui kekuatan gabungan kedua perusahaan,” kata CEO SIRCLO Brian Marshal.

Melalui merger ini, kedua perusahaan berambisi menjadi penyedia solusi e-commerce melalui platform end-to-end yang lebih komprehensif dalam memfasilitasi berbagai jenis bisnis. Sejauh ini, SIRCLO fokus kepada brand besar dan UKM. Sementara itu ICUBE fokus pada bisnis skala menengah yang ingin memiliki situs jualan online-nya sendiri.

“Setelah 20 tahun, kami ingin mengakomodasi lebih banyak klien dari berbagai jenis bisnis dengan layanan yang kami tawarkan. SIRCLO adalah mitra yang tepat dan strategis dalam mencapai tujuan-tujuan ini. Bersama-sama kita dapat mencoba membuat ekosistem e-commerce utama di Indonesia,” kata Muliadi Jeo.

Pandemi mendorong lebih banyak bisnis dan konsumen untuk bergantung pada platform e-commerce untuk memenuhi kebutuhannya. Pada saat-saat seperti ini, kehadiran teknologi dan solusi e-commerce yang terintegrasi sangat krusial bagi pemilik brand, agar tetap bisa menjangkau pangsa pasarnya secara luas.

E-commerce Alat Industri Glodoku

Glodoku Hadirkan Platform B2B Commerce untuk Berbagai Produk Industri

Berangkat dari pengalamannya yang cukup lama berkecimpung di dunia purchasing, Anton Asmadi kemudian mendirikan layanan B2B commerce yang diberi nama Glodoku. Mengedepankan model bisnis yang serupa dengan e-commerce pada umumnya, Glodoku mencoba untuk mengakomodir solusi lengkap dan kemudahan dalam pengadaan barang dan alat industri.

Platform yang sudah resmi meluncur sejak Juni 2018 lalu tersebut, kini hadir memberikan layanan lengkap produk kebutuhan industri yang bisa diakses secara online. Bersama dengan Co-Founder Glodoku Ray Husein Asmadi, Anton ingin menghadirkan solusi yang menjembatani kebutuhan pelanggan terkait produk industri.

“Glodoku secara hukum berdiri pada tanggal 4 Juni 2018, melihat tren pasar di mana segala sesuatu serba digital dan permasalahan yang ada di dunia purchasing konvensional salah satunya kesulitan untuk mencari vendor dan proses negosiasi,” kata Anton.

Selain itu Glodoku juga menghadirkan informasi berupa katalog dan berkas CAD serta pencarian tipe dan spesifikasi. Model bisnis Glodoku serupa dengan layanan e-commerce pada umumnya, namun dengan menyesuaikan proses B2B, seperti pembayaran dengan tempo, request for quotation hingga after sales service. Glodoku juga menjamin semua produk yang dijual, 100% asli dan merupakan produk yang relevan dan tentunya dibutuhkan oleh industri.

“Strategi monetisasi yang kami lakukan adalah dengan memperoleh pendapatan dari penjualan barang-barang tersebut,” kata Anton.

Target Glodoku

Saat ini Glodoku mengklaim telah memiliki sekitar 10 perusahaan yang menjadi mitra untuk memasarkan produk. Di antaranya adalah Sumitomo, Toshiba, Miki Pulley, Euro, Inaba Denki dan beberapa brand ternama lainnya. Selain efisien, Glodoku juga memberikan transparansi dalam pengadaan barang-barang industri sehingga dapat meningkatkan produktivitas perusahaan industri.

“Target Glodoku di tahun 2019 adalah mendapatkan kepercayaan dari 200 perusahaan untuk bergabung menjadi customer, serta 100 mitra penyedia barang dengan total 50 ribu produk. Untuk melancarkan kegiatan promosi, Glodoku juga akan mengikuti kegiatan offline berupa pameran dan bazaar yang berhubungan dengan industri,” kata Anton.

Menyimak survei soal e-commerce sepanjang tahun 2017 / Pexels

Meningkatnya Popularitas Tokopedia Sepanjang Tahun 2017

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Financial Times (FT) soal dinamika industri e-commerce di Indonesia, terdapat beberapa hal menarik sepanjang tahun 2017 yang kemudian menjadi fokus dari riset dan survei tersebut. Survei yang dilakukan FT melibatkan sekurangnya 1000 responden di berbagai pihak yang bersinggungan dalam lanskap e-commerce.

Adapun salah satu hasil temuan yang dikemukakan adalah mengenai fakta bahwa Tokopedia secara perlahan mulai mengalahkan popularitas Lazada dan Shopee, layanan e-commerce asal Singapura yang kerap dikabarkan menempati puncak popularitas dengan strategi khas yakni ongkir gratis. Termasuk mengalahkan popularitas rivalnya untuk marketplace lokal Bukalapak.

Tokopedia dan posisinya menjadi yang terfavorit

Usai mendapatkan pendanaan dari Alibaba Group sebesar 1,1 miliar dolar (atau lebih dari 14 triliun Rupiah), Tokopedia layanan e-commerce yang didirikan oleh William Tanuwijaya ini terus mengalami peningkatan dari jumlah pengguna, hingga akhirnya mengalahkan layanan e-commerce Lazada –yang sebelumnya juga telah diakuisisi oleh Alibaba Group dengan nilai total sebesar $1 miliar. Proses akuisisi ini juga memberikan kendali kepada Alibaba atas Lazada Group hingga 83%.

Tokopedia sendiri berdasarkan hasil riset FT tersebut disebutkan, telah berhasil memperkuat posisi mereka di pulau Jawa, yang merupakan konsumen terbesar untuk layanan e-commerce di Indonesia.

Hal menarik lainnya yang kemudian diungkapkan oleh FT adalah, JD.id dan Shopee saat ini mulai mengganggu posisi layanan e-commerce lokal lainnya seperti Bukalapak, dan mulai banyak dipilih oleh masyarakat Indonesia dalam hal belanja online.

Bukan hanya Bukalapak yang mengalami penurunan, dalam hasil survei tersebut juga diungkapkan OLX, Zalora Indonesia, Berrybenka, dan MatahariMall juga mengalami penurunan popularitas.

Shopee dan JD.id memiliki kampanye yang cukup kuat sepanjang tahun 2017, yaitu Shopee dengan ongkos kirim gratis, sementara JD.id dengan kampanye barang asli yang dijamin kualitasnya, yang selama ini ternyata menjadi perhatian dari pembeli saat melakukan transaksi secara online.

Produk fesyen paling banyak dibeli secara online

Dalam survei tersebut juga diungkapkan, kebanyakan pembeli di Indonesia masih mencari produk fesyen, disusul dengan smartphone dan aksesorinya, produk kecantikan hingga alat-alat rumah tangga. Terkait dengan besarnya uang yang dihabiskan saat melakukan transaksi secara online, FT menyebutkan paling banyak orang Indonesia menghabiskan Rp1 juta untuk setiap transaksi secara online yang dilakukan sepanjang tahun 2017.

Persoalan produk yang asli dan berkualitas juga masih menjadi prioritas utama para pembeli, disusul dengan waktu pengiriman hingga biaya tambahan yang dikenakan oleh layanan e-commerce saat transaksi dilakukan.

Meskipun saat ini sudah banyak layanan e-commerce yang hadir dan banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia, faktanya tidak banyak transaksi yang dilakukan. Dari hasil survei tersebut terungkap, kebanyakan pembeli hanya melakukan transaksi secara online satu bulan sekali saja.

Persoalan pajak untuk transaksi online

Masih belum finalnya persoalan pajak turut menjadi kendala yang terjadi di layanan e-commerce di Indonesia. Wacana yang tengah berkembang menyebutkan bahwa pemerintah Indonesia berencana menarik pajak 0,5% untuk semua transaksi online, lebih rendah 1% dari ritel tradisional. Persoalan lain soal pajak yang masih terus dibicarakan adalah tidak dikenakannya pajak kepada penjual yang menggunakan media sosial seperti Facebook dan Instagram.

Hal tersebut menurut para pelaku e-commerce cukup memberatkan dan menjadi kekhawatiran sendiri, jika pada akhirnya penjual online lebih memilih media sosial untuk menjalankan bisnis, dibandingkan bergabung dengan layanan e-commerce.

Namun demikian di sisi lain dari hasil survei tersebut juga diungkapkan, meskipun penjualan memanfaatkan media sosial terlihat seksi dan menguntungkan, namun masih banyaknya penipuan hingga kualitas yang belum terjamin dari online shop memanfaatkan media sosial, membuat banyak pembeli lebih banyak memilih layanan e-commerce untuk membeli barang yang diinginkan. Jumlah tersebut menurut FT menurun hingga 7,7% dari tahun lalu yaitu 12%.

Toko online yang resmi diklaim memiliki produk yang lebih berkualitas, dengan proses quality control yang ketat, ongkir gratis hingga tampilan situs dan aplikasi yang lebih menarik dibandingkan media sosial.

DScussion #86: aCommerce dan Strategi Perusahaan Logistik di Indonesia

Kehadiran aCommerce membantu brand memanfaatkan omni-channel sebagai cara untuk memiliki kehadiran di ranah online. Di bagian pertama, Co-Founder dan Group CEO aCommerce Paul Srivorakul sudah menceritakan soal tren e-commerce di kawasan Asia Tenggara.

Dalam sesi DScussion bagian kedua ini, ia mengungkapkan strategi yang dilancarkan untuk memberikan layanan menyeluruh di Indonesia.