Tag Archives: layanan streaming musik

AirPods Generasi Ketiga Unggulkan Desain Baru Serta Kinerja Audio yang Lebih Superior

Bersamaan dengan peluncuran MacBook Pro generasi baru, Apple juga memperkenalkan AirPods generasi ketiga. TWS anyar ini membawa sederet pembaruan yang signifikan dibanding pendahulunya, mulai dari desain sampai fitur dan performanya.

Dari segi desain, bisa kita lihat bahwa wujudnya kini jadi sangat mirip seperti AirPods Pro, minus eartip silikon di ujung masing-masing unitnya. Tangkainya memendek jika dibandingkan generasi sebelumnya, dan Apple juga menyematkan force sensor seperti yang terdapat pada AirPods Pro demi menghadirkan mekanisme pengoperasian yang lebih intuitif.

Tidak seperti pendahulunya, AirPods generasi ketiga kini tahan cipratan air dan keringat dengan sertifikasi IPX4. Bobotnya berada di kisaran 4,28 gram per earpiece, cuma sedikit lebih berat daripada AirPods generasi kedua (4 gram).

Meski mirip, AirPods generasi ketiga dan AirPods Pro sebenarnya masih punya sejumlah perbedaan fisik. Yang paling kentara adalah absennya ventilasi udara pada AirPods generasi ketiga, yang berguna untuk memperluas soundstage.

Terkait fitur dan kinerjanya, AirPods generasi ketiga menjanjikan kualitas suara dan mikrofon yang lebih baik dari sebelumnya. Apple turut membekalinya dengan fitur Adaptive EQ, yang diklaim mampu mengoptimalkan suara di frekuensi rendah dan sedang secara real-time berdasarkan fitting perangkat di telinga masing-masing pengguna.

Seperti halnya AirPods Pro dan AirPods Max, AirPods generasi ketiga juga sepenuhnya kompatibel dengan konten Dolby Atmos (spatial audio) sekaligus fitur dynamic head tracking. Perangkat turut dibekali fitur auto-play dan auto-pause berkat sensor yang bertugas mendeteksi apakah ia sedang berada di dalam telinga atau tidak.

Satu hal yang paling membedakan AirPods generasi ketiga dari AirPods Pro adalah active noise cancellation (ANC). Entah kenapa alasannya, Apple enggan menyematkan ANC ke TWS ini. Padahal, Beats Studio Buds yang dijual lebih murah saja punya fitur pemblokir suara aktif tersebut.

Soal daya tahan baterai, AirPods generasi ketiga diklaim sanggup beroperasi hingga 6 jam nonstop dalam sekali charge, sementara charging case-nya dapat mengisi ulang perangkat sampai sebanyak 4 kali, memberikan total daya baterai selama 30 jam.

Fast charging pun turut didukung; pengisian selama 5 menit saja sudah cukup untuk menenagai perangkat selama 1 jam pemakaian. Oh ya, case-nya ini kompatibel dengan charger MagSafe, kabar gembira bagi pengguna iPhone 12 dan iPhone 13.

Di Amerika Serikat, AirPods (3rd Generation) akan segera dipasarkan dengan harga $179. AirPods (2nd Generation) masih akan tetap dijual, tapi kini harganya tinggal $129 saja. Untuk AirPods Pro, batch barunya kini datang bersama charging case MagSafe dengan banderol yang sama, yaitu $249.

Apple Music Voice Plan

Bersamaan dengan peluncuran AirPods generasi ketiga, Apple juga memperkenalkan paket berlangganan baru buat layanan streaming musiknya. Paket bernama Apple Music Voice Plan ini akan tersedia dalam waktu dekat di 17 negara, tapi Indonesia tidak termasuk salah satunya.

Di Amerika Serikat, Apple mematok tarif $4,99 per bulan untuk paket baru ini, alias separuh dari tarif paket standarnya, dan sama persis seperti harga paket pelajar. Andai tidak ada perubahan, Apple Music Voice Plan semestinya bakal dihargai Rp29 ribu per bulan di Indonesia.

Lebih murah, lalu apa yang dipangkas? Sesuai namanya, Apple Music Voice Plan dimaksudkan untuk sepenuhnya diakses via perintah suara. Jadi ketimbang memilih lagu atau playlist via aplikasi, pelanggan paket ini harus meminta bantuan Siri. Dengan kata lain, paket ini jelas tidak cocok buat pelanggan yang menggunakan perangkat Android.

Perintah suaranya kontekstual, tapi tentu terbatas pada bahasa yang didukung oleh Siri (yang sejauh ini belum mencakup bahasa Indonesia). Beberapa contoh yang Apple berikan di antaranya adalah “Play the dinner party playlist,” dan “Play more like this”. Pelanggan Apple Music Voice Plan juga bakal menjumpai tampilan aplikasi yang berbeda dari biasanya.

Dari segi konten, pelanggan paket baru ini bisa mengakses katalog lengkap Apple Music yang mencakup lebih dari 90 juta lagu. Yang tidak tersedia adalah akses ke konten lossless dan Dolby Atmos. Kalau itu yang dicari, maka pengguna sebaiknya berlangganan paket standarnya.

Sumber: Apple 1, 2.

YouTube Music Bakal Hadirkan Fitur Background Playback untuk Pengguna Gratisan

Di antara sederet layanan streaming musik yang tersedia, YouTube Music mungkin adalah yang paling aneh. Aneh karena ketika pengguna keluar dari aplikasinya dan berpindah ke aplikasi lain, musiknya otomatis akan berhenti. Well, kecuali Anda berlangganan YouTube Premium atau YouTube Music Premium.

Sekadar mengingatkan, background playback memang merupakan salah satu fasilitas yang diunggulkan oleh kedua layanan subscription dari YouTube tersebut. Jadi kalau mau video atau audionya tetap berjalan selama membuka WhatsApp maupun aplikasi lainnya, kita wajib membayar biaya berlangganan terlebih dulu.

Namun tidak selamanya harus seperti itu. Mulai tanggal 3 November 2021, diawali dengan kawasan Kanada terlebih dulu, background playback bakal tersedia buat seluruh pengguna YouTube Music, termasuk yang merupakan para pengguna gratisan. Jadi walaupun tidak membayar, mereka tetap bisa mendengarkan koleksi konten di YouTube Music sembari membuka aplikasi lain, atau selagi layar ponselnya mati.

Kebijakan baru ini otomatis bakal membuat YouTube Music jadi lebih bisa bersaing dengan kompetitor-kompetitornya. Sebagai perbandingan, layanan yang menawarkan paket gratisan seperti Spotify, Deezer, Joox, maupun Resso sudah sejak lama menyediakan background playback kepada seluruh penggunanya tanpa terkecuali. Itulah kenapa saya tadi bilang YouTube Music aneh.

Kapan tepatnya pengguna YouTube Music di negara-negara selain Kanada bisa menikmati fitur background playback masih belum disebutkan. Namun seandainya nanti sudah ada, yang mungkin jadi pertanyaan adalah apakah kita masih perlu berlangganan YouTube Premium atau YouTube Music Premium.

Seperti biasa, jawabannya tergantung kebutuhan. Kalau Anda rutin mendengarkan konten podcast di YouTube, atau Anda suka menonton video selagi menyambi melakukan hal lain di smartphone, Anda tentu butuh berlangganan YouTube Premium. Pasalnya, fitur background playback buat pengguna gratisan tadi hanya berlaku untuk konten musik di YouTube Music saja.

Manfaat lain seperti pengalaman bebas iklan, offline download, maupun fungsi untuk berganti dari konten audio reguler ke video klip juga tetap hanya bisa dinikmati oleh para pelanggan berbayar saja. Singkat cerita, paket berlangganan YouTube masih punya daya tarik tersendiri terlepas dari kebijakan baru yang diterapkan tadi.

Sumber: Gizmodo dan Google. Gambar header: Alvaro Reyes via Unsplash.

Jumlah Pelanggan YouTube Premium dan YouTube Music Premium Tembus 50 Juta Orang

YouTube mengumumkan pencapaian terbaru terkait dua layanan subscription-nya, YouTube Premium dan YouTube Music Premium. Dikatakan bahwa jumlah pelanggan kedua layanan tersebut telah menembus angka 50 juta orang. Pertumbuhannya tergolong cukup pesat, sebab pada bulan Desember 2020, Google sempat melaporkan bahwa kedua layanan tersebut sudah memiliki 30 juta pelanggan.

Berhubung YouTube tidak menjabarkan datanya, kita tidak bisa mengetahui berapa banyak yang berlangganan YouTube Premium, dan berapa banyak yang cuma berlangganan YouTube Music Premium. Sebagai informasi, keduanya memang ditawarkan sebagai dua layanan yang terpisah.

Di Indonesia, YouTube Premium dihargai Rp59.000 per bulan, sementara YouTube Music Premium dihargai Rp49.000 per bulan. Bagi yang berlangganan YouTube Premium, mereka otomatis juga mendapatkan akses ke YouTube Music Premium. Jadi tidak peduli Anda berlangganan yang mana, secara teknis Anda dapat disebut sebagai pelanggan YouTube Music Premium.

Pelanggan YouTube Premium otomatis juga merupakan pelanggan YouTube Music Premium / YouTube

Dari situ kita pun bisa membandingkan YouTube dengan dua layanan streaming musik terpopuler yang ada saat ini, yakni Spotify dan Apple Music. Per 30 Juni 2021, Spotify tercatat memiliki pelanggan berbayar sebanyak 165 juta orang. Sementara Apple Music diestimasikan memiliki 78 juta pelanggan.

Alhasil, angka 50 juta yang YouTube catatkan mungkin bakal terasa kecil. Meski demikian, hasil riset Midia menunjukkan bahwa YouTube adalah layanan streaming musik dengan pertumbuhan tercepat (60%) di tahun 2020 kemarin. Menurut YouTube sendiri, mereka melihat pertumbuhan yang besar di negara-negara seperti Brasil, India, Jepang, Korea Selatan, dan Rusia.

Peran YouTube di industri musik pun juga besar. Juni lalu, YouTube melaporkan bahwa mereka telah membayar $4 miliar ke industri musik selama 12 bulan terakhir.

Hal lain yang perlu kita catat adalah, angka 50 juta tadi rupanya juga termasuk pelanggan yang masih dalam masa free trial. Seperti yang kita tahu, beberapa perangkat memang dibundel bersama free trial YouTube Premium sebagai salah satu cara untuk memikat konsumen, seperti misalnya tablet Samsung Galaxy Tab S7 FE 5G yang menawarkan free trial YouTube Premium selama empat bulan.

Belum lama ini, YouTube juga mulai menguji layanan baru bernama YouTube Premium Lite yang tarifnya bahkan lebih murah daripada YouTube Music Premium.

Sumber: The Verge dan YouTube. Gambar header: Charles Deluvio via Unsplash.

Tahun Depan, Apple Bakal Luncurkan Aplikasi Apple Music Terpisah Khusus Genre Classical

Platform streaming macam Spotify dan Apple Music tidak kekurangan stok musik klasik (classical). Namun selama tiga tahun terakhir, para penggemar sejati genre tersebut punya opsi lain yang lebih menarik bernama Primephonic. Seperti Spotify dan Apple Music, Primephonic juga merupakan layanan berlangganan untuk streaming musik, hanya saja katalognya sepenuhnya berisi musik klasik.

Jumlah penikmat musik klasik di era streaming tidak banyak. Data yang dikumpulkan Statista menunjukkan bahwa tahun lalu, dari semua konten musik yang dikonsumsi via platform streaming di Amerika Serikat, cuma 0,8% yang genre-nya classical. Musik anak-anak bahkan lebih banyak didengar dengan 1,2%.

Namun ternyata hal itu tidak mencegah Apple menaruh perhatian ekstra pada genre classical. Mereka baru saja mengumumkan akuisisinya terhadap Primephonic. Agenda pertama yang bakal dilancarkan dalam waktu dekat adalah mengintegrasikan seluruh playlist Primephonic beserta konten audio eksklusifnya ke katalog Apple Music.

Tampilan antarmuka aplikasi Primephonic / Primephonic

Ke depannya, Apple juga berniat menghadirkan fitur-fitur terbaik yang Primephonic tawarkan selama ini, seperti misalnya fitur browse dan search berdasarkan komposer atau repertoar, serta informasi metadata yang merinci. Tahun depan, Apple bahkan sudah punya rencana untuk merilis aplikasi Apple Music terpisah khusus genre classical yang akan menghadirkan tampilan antarmuka khas Primephonic.

Berhubung sudah diakuisisi, Primephonic bakal menghentikan layanannya mulai 7 September 2021. Para pelanggannya bakal menerima refund, plus akses gratis ke Apple Music selama 6 bulan.

Dalam pesan perpisahan kepada para pelanggan yang dimuat di situsnya, tim Primephonic menjelaskan bahwa langkah ini mereka ambil demi menjangkau lebih banyak penikmat musik klasik, khususnya mereka yang juga banyak mendengarkan genregenre lain.

Kebetulan Apple Music juga punya satu kelebihan yang tak dimiliki Primephonic, yaitu teknologi spatial audio plus dukungan terhadap Dolby Atmos. Kalau mengacu pada cara kerja teknologi spatial audio, pengguna pada dasarnya bisa menikmati pengalaman mendengarkan musik klasik layaknya sedang menonton pertunjukan orkestra.

Sumber: Apple. Gambar header: Brett Jordan via Unsplash.

Apple Music Segera Hadirkan Konten Lossless dan Dolby Atmos, Gratis untuk Semua Pelanggan

Februari lalu, Spotify mengumumkan Spotify HiFi, paket berlangganan baru yang disiapkan secara khusus bagi pengguna yang hendak menikmati audio dalam kualitas lossless. Tidak lama berselang, sekarang giliran Apple Music yang menyusul dengan pengumuman serupa.

Lewat sebuah siaran pers, Apple mengumumkan bahwa katalog musik berkualitas lossless bakal tersedia di Apple Music mulai bulan Juni mendatang. Menariknya, ketimbang menarik biaya ekstra, Apple justru menggratiskan katalog musik berkualitas lossless ini kepada semua pelanggan Apple Music. Jadi selama Anda sudah berlangganan Apple Music, Anda bisa langsung menikmati katalog musik lossless-nya dengan mengaktifkannya di menu pengaturan.

Di awal peluncurannya, Apple menargetkan sekitar 20 juta lagu yang tersedia dalam kualitas lossless. Jumlahnya akan terus bertambah sampai mencakup seluruh lagu yang tersedia (sekitar 75 juta lagu) sebelum pergantian tahun. Apple menggunakan ALAC (Apple Lossless Audio Codec), codec yang sudah mereka kembangkan sendiri sejak lama, dan yang sudah mereka jadikan open-source sekaligus royalty-free sejak tahun 2011.

Saat sudah tersedia nanti, pelanggan Apple Music dapat mengakses menu pengaturan untuk memilih resolusi buat masing-masing tipe koneksi (seluler, Wi-Fi, atau download). Pilihan resolusi lossless-nya sendiri dimulai dari 16-bit/44,1 kHz, lalu naik ke 24-bit/48 kHz, dan yang paling tinggi 24-bit/192 kHz. Untuk yang terakhir ini, Apple tidak lupa mengingatkan bahwa Anda butuh yang namanya USB DAC, alias digital-to-analog converter.

Selain katalog musik lossless, Apple juga bakal menghadirkan katalog khusus yang menawarkan efek spatial audio Dolby Atmos. Jumlah konten Dolby Atmos ini bakal jauh lebih sedikit daripada konten lossless — cuma ribuan lagu di awal peluncurannya — akan tetapi menurut saya perbedaannya akan jauh lebih mudah dirasakan daripada lossless tadi. Setidaknya buat saya pribadi, jauh lebih mudah menyadari suara yang datang dari segala arah (Dolby Atmos) daripada suara yang lebih detail (lossless).

Seperti halnya katalog lossless tadi, katalog Dolby Atmos di Apple Music juga akan tersedia secara cuma-cuma buat seluruh pelanggan. Untuk bisa menikmatinya, Anda butuh perangkat yang kompatibel. Secara default, Apple Music akan memutar konten Dolby Atmos (jika tersedia) di semua AirPods dan headphone beserta earphone Beats yang memiliki chip H1 atau W1, tidak ketinggalan pula di speaker bawaan beberapa versi terbaru iPhone (mulai iPhone 7), iPad, dan Mac.

Sumber: Apple.

Apple Music Bayarkan Satu Sen Dolar per Stream Kepada Pemegang Hak Cipta

Dewasa ini, mendistribusikan musik jauh lebih dimudahkan berkat kehadiran banyak platform streaming. Namun yang sering menjadi pertanyaan adalah, seberapa menguntungkan layanan macam Spotify atau Apple Music bagi seorang musisi?

Kita tahu bahwa Spotify, Apple Music, dan penyedia layanan streaming lainnya membayar biaya lisensi ke pemegang hak cipta (publisher, label rekaman, distributor) demi menyajikan konten ke masing-masing pelanggannya, namun berapa persisnya uang yang pada akhirnya masuk ke kantong tiap-tiap musisi?

Jawabannya bisa berbeda-beda tergantung platform streaming-nya, dan sulit untuk menerka angka persisnya karena ada banyak faktor yang memengaruhi. Kalau untuk Apple Music, berdasarkan surat yang dikirimkan ke para musisi (yang dilaporkan oleh Wall Street Journal), rata-rata Apple membayar satu sen dolar per stream. Kedengarannya memang tidak banyak, akan tetapi tarif yang dipatok rupanya sekitar dua kali lebih tinggi daripada Spotify.

Spotify, kalau dirata-rata, membayar sekitar sepertiga sampai setengah sen dolar per stream. Pun demikian, kita juga tidak boleh lupa bahwa Spotify memiliki total pengguna yang jauh lebih banyak. Pada kuartal keempat tahun 2020, Spotify melaporkan jumlah penggunanya telah mencapai angka 345 juta, dan 155 juta di antaranya merupakan pelanggan berbayar. Di sisi lain, terakhir Apple melaporkan jumlah pelanggannya adalah di bulan Juni 2019, tepatnya ketika mereka menembus 60 juta pelanggan.

Alhasil, tidak heran apabila kontribusi finansial Spotify terhadap industri musik juga lebih besar. Tahun lalu saja, Spotify membayarkan sekitar 5 miliar euro kepada pemegang hak cipta. Tarif per stream-nya lebih rendah karena rata-rata pelanggan Spotify juga mendengarkan lebih banyak musik setiap bulannya ketimbang pelanggan layanan lain. Ditambah lagi, Spotify juga punya paket gratisan yang sepenuhnya mengandalkan pemasukan dari iklan (yang jelas lebih sedikit ketimbang pemasukan yang didapat dari paket berbayarnya).

Satu hal yang perlu dicatat adalah, tarif satu sen dolar atau setengah sen dolar per stream itu tidak langsung masuk ke kantong musisi begitu saja. Tarif tersebut dibayarkan oleh penyedia layanan streaming kepada pemegang hak cipta (publisher, label rekaman, distributor), yang kemudian membayar tarif royalti ke para musisi berdasarkan persetujuan masing-masing. Seperti yang saya bilang, sulit menerka angka persisnya karena ada banyak faktor, salah satunya perbedaan kontrak yang disepakati oleh tiap-tiap musisi.

Meski begitu, tidak sedikit musisi yang menganggap tarif per stream ini sebagai indikator pemasukan mereka di era serba streaming seperti sekarang. Transparansi semacam ini tentu sangatlah relevan terutama di masa-masa pandemi seperti sekarang, di mana musisi terpaksa kehilangan salah satu sumber pemasukan utama mereka: konser.

Sumber: WSJ via Engadget. Gambar header: Depositphotos.com.

Spotify Umumkan Paket Berlangganan Khusus Format Audio Lossless, Spotify HiFi

Spotify menggelar event online bertajuk “Stream On” pada tanggal 22 Februari kemarin, dan di situ diumumkan cukup banyak kabar menarik terkait masa depan sang platform streaming audio. Yang paling utama adalah Spotify HiFi, paket berlangganan baru yang akan diluncurkan tahun ini juga di beberapa negara.

Kata “HiFi” di sini merujuk pada “high fidelity“, yang berarti pelanggan paket baru ini dapat menikmati katalog audio dalam kualitas lossless. Sayangnya Spotify tidak merincikan spesifikasi teknis dari format lossless yang mereka pakai di samping sebatas menyebut “CD-quality”. Sebagai referensi, Spotify saat ini menyajikan konten audionya dalam bitrate maksimum 320 kbps kepada para pelanggan berbayarnya.

Juga tidak dijelaskan adalah tarif dari paket Spotify HiFi ini. Sudah pasti lebih mahal daripada tarif Spotify Premium, dan Spotify juga pasti bakal mematok tarif yang berbeda di setiap negara. Selain itu, Spotify kabarnya juga bakal menawarkannya sebagai add-on untuk para pelanggan Spotify Premium.

Spotify turut membeberkan rencana ekspansinya di tahun 2021 ini. Target mereka adalah menyediakan layanannya di 85 negara baru, yang kalau ditotal mewakili lebih dari 1 miliar orang. Sebagai konteks, sejauh ini Spotify tercatat memiliki sekitar 345 juta pengguna aktif bulanan, 155 juta di antaranya adalah pelanggan paket berbayar.

Spotify DC Comics

Spotify juga masih terus berusaha untuk memperkaya konten podcast-nya. Beberapa deal kemitraan baru dengan para kreator mereka umumkan di acara ini, dan salah satu yang mungkin terdengar paling menarik adalah DC Comics. Peluang hadirnya seri komik baru yang disajikan secara khusus via audio tentu sangatlah besar dengan adanya kerja sama seperti ini.

Cara lain yang mereka terapkan tentu adalah dengan mempermudah proses kreasi podcast itu sendiri. Seperti yang kita tahu, Spotify sudah punya aplikasi pembuat podcast bernama Anchor, dan Anchor rupanya telah berkolaborasi dengan WordPress untuk menciptakan tool yang dapat mengubah teks menjadi audio. Idenya adalah supaya para blogger dapat memublikasikan tulisannya menjadi podcast hanya dalam beberapa klik saja.

Terakhir, Spotify saat ini tengah menguji fitur yang memungkinkan pengguna untuk mencari podcast berdasarkan tema atau topik tertentu. Fitur ini sekarang sedang mereka uji bersama para pengguna di Amerika Serikat, namun kabarnya juga akan tersedia di lebih banyak negara di tahun ini juga.

Sumber: TechCrunch dan Spotify. Gambar header: Depositphotos.com.

Spotify Luncurkan Premium Duo, Paket Berlangganan untuk Dua Sejoli

Spotify punya paket Premium baru, yaitu Premium Duo. Sesuai namanya, paket ini ditujukan untuk dua individu yang berbeda, atau kalau kata Spotify sendiri, untuk “pasangan yang tinggal serumah”. Well, jujur saya akan merasa terdiskriminasi seandainya sedang menjalin hubungan LDR dengan pasangan.

Saya pribadi sudah berlangganan paket Premium Family sejak lama, dan syarat tinggal serumah itu sejatinya merujuk pada informasi alamat yang digunakan sebagai metode verifikasi masing-masing anggota keluarga. Saya yakin kasusnya juga sama pada Premium Duo ini; selama kedua individu bisa menyebutkan alamat kediaman yang sama, maka layanan bisa langsung dinikmati.

Kenapa harus berlangganan Premium Duo? Alasan pertama tentu karena tarifnya jauh lebih hemat ketimbang harus berlangganan paket Premium satu per satu; Rp 65 ribu per bulan dibanding Rp 50 ribu (x2). Kedua, masing-masing pengguna memiliki akses ke Duo Mix, sebuah playlist eksklusif yang diperbarui secara rutin dengan lagu-lagu yang disukai oleh si dua sejoli.

Jadi kedua pengguna sebenarnya akan mendapat akun Premium yang terpisah sehingga mereka dapat menikmati musik favoritnya masing-masing tanpa harus bergiliran. Rekomendasi musik pun otomatis juga disajikan sesuai dengan selera masing-masing individu.

Namun di saat mereka bersama dan hendak menikmati musik bersama (di dalam mobil misalnya), ada playlist Duo Mix ini yang bisa diputar demi mencegah mereka saling mengejek selera musik masing-masing, sebab Spotify akan mencocokkan setiap like yang kedua pengguna bubuhkan pada akunnya masing-masing sebelum meracik playlist-nya. Isi playlist Duo Mix sendiri juga terdiri dari dua set, yakni “Chill” dan “Upbeat”.

Fitur serupa sudah lama ada pada paket Premium Family, dan bedanya hanya terletak pada jumlah individu yang tergabung (6 orang), serta adanya fitur untuk memblokir musik-musik yang liriknya tergolong eksplisit. Paket Family tentu juga sedikit lebih mahal di angka Rp 79 ribu per bulan.

Kalau Anda butuh alasan untuk meyakinkan pasangan untuk berlangganan Premium Duo, mungkin hasil studi internal Spotify ini bisa dimanfaatkan: 73% pasangan mengaku mendengarkan musik bersama adalah salah satu cara untuk mengingat-ingat kenangan yang indah. Lebih lanjut, 63% mengatakan bahwa mendengarkan musik bersama bisa membantu mereka menciptakan momen-momen yang berkenang.

Buat yang belum pernah berlangganan Premium sebelumnya, Spotify cukup murah hati memberikan akses gratis ke Premium Duo selama sebulan pertama.

Sumber: Spotify.

Sonos Luncurkan Layanan Streaming-nya Sendiri, Sonos Radio

Sudah sejak lama Sonos menawarkan integrasi berbagai layanan streaming di speakerspeaker buatannya. Begitu banyaknya layanan yang terintegrasi, terkadang konsumen bingung harus memakai yang mana.

Untuk mengatasi problem tersebut, Sonos sudah punya solusinya. Mereka baru saja meluncurkan layanan streaming-nya sendiri yang bernama Sonos Radio. Layanan gratis ini pada dasarnya Sonos ciptakan untuk mempermudah aspek discovery, sebab Sonos Radio bisa langsung diakses dari aplikasi Sonos, tanpa perlu menyambungkan akun tambahan.

Namun Sonos tidak mau memaksa. Andai konsumen keberatan, mereka bebas menonaktifkan Sonos Radio di aplikasi. Sebaliknya, mereka yang belum berlangganan Spotify atau layanan streaming lain bisa langsung memperkerjakan speaker barunya dengan Sonos Radio, yang sejauh ini diklaim mencakup lebih dari 60.000 stasiun radio.

Sonos Radio

Sonos Radio sejatinya terbagi menjadi tiga segmen: Sonos Presents, Sonos Stations, dan Local Radio. Sonos Presents adalah kumpulan program radio orisinal yang Sonos siapkan sendiri, kurang lebih mirip seperti segmen radio Beats 1 yang ada di Apple Music. Semua yang tersaji di Sonos Presents dipastikan bebas dari interupsi iklan.

Sonos Stations di sisi lain tidak ubahnya kumpulan playlist musik berdasarkan genre, sedangkan Local Radio pada dasarnya memberikan akses ke beragam opsi streaming radio yang sudah tersedia sebelumnya, seperti misalnya TuneIn atau iHeartRadio. Tidak seperti segmen yang pertama tadi, Sonos Stations dan Local Radio masih disisipi iklan.

Mengapa Sonos merasa perlu menawarkan layanan streaming-nya sendiri? Selain alasan seputar discovery itu tadi, tidak menutup kemungkinan Sonos Radio diciptakan supaya konsumen Sonos jadi semakin loyal, supaya mereka tidak mangkir ke brand speaker lain. Tanpa harus terkejut, Sonos Radio hanya bisa diakses lewat speaker Sonos.

Sayangnya tidak semua bagian Sonos Radio sudah tersedia secara global. Yang sudah bisa diakses di seluruh dunia saat ini baru segmen Local Radio, sedangkan Sonos Presents yang berisikan program radio orisinal tersebut baru tersedia di Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Irlandia, dan Australia.

Sumber: Sonos dan Wired.

Apple Music Kini Dapat Diakses Lewat Browser Komputer

Tidak seperti sebagian besar layanan milik Apple, Apple Music tersedia di banyak platform sekaligus. Pelanggan bahkan bisa mengaksesnya di perangkat Windows (atau Linux maupun Chrome OS) melalui browser sejak September lalu, meski kala itu Apple Music versi web masih berstatus beta.

Sekarang, Apple Music versi web sudah resmi lulus dari status beta. Persis seperti di aplikasinya, versi web-nya menyediakan tiga tab, yaitu “For You”, “Browse”, dan “Radio”. Setelah login menggunakan Apple ID masing-masing – yang sudah dipakai berlangganan Apple Music tentu saja – pelanggan dapat langsung mengakses seluruh isi library beserta deretan playlist favoritnya.

Rekomendasi konten yang disuguhkan juga tidak berbeda dari yang terdapat pada aplikasi Apple Music di iOS, macOS maupun Android. Semua lagu akan diputar langsung di tab browser tanpa memerlukan plugin tambahan (termasuk halnya di Microsoft Edge bawaan Windows 10 yang belum mengadopsi Chromium).

Kehadiran Apple Music versi web ini tentu semakin menjadikannya sebagai alternatif yang tak kalah menarik dari Spotify. Sejauh ini, Apple mengklaim katalog layanan streaming musiknya sudah mencapai 60 juta lagu.

Buat yang belum pernah mencoba, Apple Music menyediakan free trial selama tiga bulan. Setelahnya, barulah pelanggan bakal ditarik biaya Rp 49 ribu per bulan. Tersedia pula tarif pelajar seharga Rp 29 ribu per bulan, atau paket keluarga seharga Rp 75 ribu per bulan.

Via: MacRumors.