Tag Archives: learning management system

Alta School

Ruangguru Dukung Peluncuran Sekolah Online “Alta School”

Pembatasan akibat pandemi memaksa institusi pendidikan untuk turut beradaptasi. Selama beberapa bulan terakhir, berbagai sekolah di Indonesia untuk semua jenjang, mengubah model pembelajaran dari tatap muka menjadi daring. Walaupun awalnya menyulitkan guru, siswa, dan bahkan orang tua; namun pada akhirnya ditemukan model yang cukup optimal untuk penyampaian materi secara online.

Melihat tren pembelajaran online yang kini menjadi hal yang lumrah, bahkan dipilih beberapa orang tua untuk meminimalkan risiko terkena virus, Alta School hadir sebagai sekolah online. Terkait jenjang dan standardisasi yang diterapkan setara dengan sekolah konvensional pada umumnya. Mereka menjamin, kurikulum yang disampaikan mengakomodasi kebutuhan perkembangan anak baik secara kognitif, afektif dan psikomotorik.

Didukung teknologi Ruangguru

Alta School telah membuka pendaftaran bagi peserta didik baru untuk usia 4 tahun di jenjang PAUD dan 6 tahun untuk jenjang SD. Pihaknya mengatakan, sekolah ini diluncurkan dengan memprioritaskan aspek kesiapan guru, kurikulum pendidikan, serta metode pembelajaran live teaching interaktif, dan aktivitas mandiri yang terpersonalisasi.

Untuk menunjang kebutuhan ruang kelas online yang optimal, Alta School secara khusus menggandeng Ruangguru untuk memanfaatkan platform Learning Management System (LMS) milik mereka “Ruangkelas”. LMS Ruangkelas menyajikan beberapa kapabilitas, seperti mengatur kelas, daftar hadir, mengelola materi/tugas, diskusi kelas, hingga penilaian dan analisis perkembangan siswa.

Pada dasarnya LMS ini bisa diaplikasikan sekolah-sekolah di luar sana; hingga saat ini dari data Ruangguru disampaikan ada sekitar 12 ribu sekolah yang sudah memanfaatkannya.

Terkait kemitraan strategis antara dua pihak, perwakilan Ruangguru menyebutkan mereka tidak terlibat secara langsung dalam operasional Alta School. Meskipun demikian, berdasarkan penelusuran DailySocial.id, sejumlah pegawai Alta School di LinkedIn menyebut dirinya sebagai bagian dari Ruangguru atau menggunakan nama perusahaan “Alta School by Ruangguru”.

“Akses Ruangkelas yang dihadirkan sebagai sistem kelola belajar utama di Alta School, akan mempermudah guru dalam mengatur kegiatan belajar mengajar secara online, sehingga siswa dapat mengikuti rencana belajar yang sudah ditentukan dengan baik, untuk tetap belajar secara efektif,” ujar Head of Corporate Communication Ruangguru Anggini Setiawan.

Terapkan metode blended learning

Sejak meluncur pada bulan Juli 2021, hingga kini Alta School telah memiliki ratusan murid mulai dari jenjang PAUD A (anak usia 4 tahun), PAUD B (anak usia 5 tahun), hingga siswa SD kelas 1 s/d 3. Mengusung metode blended learning, aktivitas pembelajaran mengedepankan konsep live teaching interaktif dan adaptif dibantu dengan memaksimalkan pembelajaran visual. Live teaching di Alta School memiliki frekuensi hingga 6 kali seminggu.

“Selain itu, live teaching di Alta School juga dikombinasikan dengan aktivitas mandiri bagi siswa. Materi yang diberikan di Alta School setara dengan sekolah nasional, dan pembelajarannya setara dengan sekolah konvensional, jadwal waktu belajar juga bersifat fleksibel,” jelas Kepala Sekolah Alta School Devi Silviaty Gunawan.

Ia melanjutkan, “Pada usia dini, anak memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan membutuhkan pola belajar dengan contoh konkret. Pada tahap ini pula, rasa percaya diri anak perlu mulai dibangun dengan memberikan rasa aman dan menyenangkan saat belajar.”

Secara keseluruhan aktivitas yang ditawarkan meliputi live teaching, homebase project, offline activity with parent, tutoring class, kelas add on, life skill education, learning kit serta berbagai fasilitas lainnya untuk mempersiapkan siswa dalam menghadapi tantangan abad 21.

Pembelajaran online selama pandemi

Dalam laporan World Economic Forum tercatat di seluruh dunia saat ini ada lebih dari 1,2 miliar anak di 186 negara yang terkena dampak penutupan sekolah karena pandemi.  Sepanjang tahun 2020 lalu pendidikan telah berubah secara dramatis, dengan munculnya platform e-learning, pengajaran dilakukan dari jarak jauh pada platform digital.

Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa rata-rata, siswa mampu mempertahankan materi 25-60% lebih banyak saat belajar online dibandingkan dengan hanya 8-10% secara offline di kelas [dengan asumsi alat dan media ajar disiapkan secara optimal]. Salah satu alasannya adalah, siswa dapat belajar lebih cepat secara online. Konsep e-learning membutuhkan 40-60% lebih sedikit waktu untuk belajar daripada di ruang kelas tradisional karena siswa dapat belajar dengan kecepatan mereka sendiri, kembali dan membaca ulang, melewatkan, atau mempercepat melalui konsep yang mereka pilih.

Application Information Will Show Up Here

Gredu to Close Series A Funding, Mapping for Expansion This Year

Edtech becomes one of the few sectors that has been gaining positive impact during the pandemic. The new online habit of teaching and learning activities through digital channels has made Gredu’s distance learning system the best option for schools. Entering the new year, Gredu aims for expansion as the next focus.

Gredu’s Sales Lead, Theresia Andina said that the team is targeting to collaborate with at least 200 schools or convertible to 70 thousand new users for the first quarter of this year. The expansion will be focused on areas such as Pangandaran, Yogyakarta, Tangerang, Cirebon, and Southeast Sulawesi.

“From 2021 onwards, there is still a great potential in Indonesia to be explored, although each school has different facilities and infrastructure,” Andina said.

Market expansion certainly requires additional capital. Andina mentioned that Gredu has prepared to raise another funding round this year. “Series A funding in the middle of the year,” she added.

When Gredu introduced the school digitization app in January 2020, they announced the pre-series A funding led by Vertex Ventures. Meanwhile, in the seed funding round, they received fund from angel investors and Global Wakaf Corporation.

2021’s current plans

In addition to school collaboration for distance learning, Andini explained, Gredu had done several other things. Some of these include running mobile assistance campaigns for students in need of online training.

Starting from here, Gredu claims to have 350 thousand users across Jabodetabek, West Java, East Kalimantan, Aceh, West Sumatra, Bengkulu, Bangka Belitung and Ambon.

The number of school partners increased significantly, from under a hundred to 300 schools. Andini said this condition would not last forever because the pandemic would end and teaching and learning activities would return to normal.

However, Andini optimistic their learning management system (LMS) platform will not be left out by the school after the pandemic. The reason is, she thought, what has changed after the pandemic will be limited to teaching and learning activities, but not for other school management activities.

“Therefore, we will continue exploring ways to digitize all the processes. Therefore, all the necessary processes at school will be provided by Gredu,” Andini said.

Gredu alone has been around since 2016 with the founding team Mohammad Fachri (CTO), Rizky Anies (CEO), and Ricky Putra (COO). In January 2020, they introduce a school digitization platform which turned out to be aligned with the school’s needs affected by the pandemic.

With a B2B business model, Gredu offers SaaS services to digitize school processes from attendance, scheduling, teaching, and learning activities, to monitoring channels for parents of students.

According to data summarized by the Edtech Report 2020 released by DSResearch, the education management platform has indeed become one of the fastest-growing innovations in Indonesia and the regional market. Apart from Gredu, in Indonesia, there are also several startups that offer similar services, including Quintal, InfraDigital, and Codemi.

Edtech in SEA

In June 2020, InfraDigital has secured the series A Funding led by AppWorks after receiving seed funding in February 2019.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Gredu SaaS Sekolah

Gredu Segera Rampungkan Pendanaan Seri A, Tahun Ini Gencarkan Ekspansi

Edtech adalah satu dari segelintir sektor yang mendapat dampak positif selama pandemi berlangsung. Kegiatan belajar mengajar yang berganti rupa melalui kanal digital menjadikan sistem pembelajaran jarak jauh milik Gredu terus dilirik sekolah-sekolah. Memasuki tahun baru, Gredu menatap ekspansi sebagai fokus berikutnya.

Sales Lead Gredu Theresia Andina mengatakan, pihaknya menargetkan menggandeng minimal 200 sekolah atau setara 70 ribu pengguna baru untuk kuartal pertama tahun ini. Ekspansi akan dipusatkan ke daerah-daerah seperti Pangandaran, Yogyakarta, Tangerang, Cirebon, dan Sulawesi Tenggara.

“Dari 2021 hingga seterusnya masih besar potensi yang bisa digarap di Indonesia walaupun sarana dan prasarana di tiap sekolah masih berbeda-beda,” ujar Andina.

Ekspansi pasar tentu membutuhkan modal tambahan. Andina menambahkan Gredu memang telah menyiapkan rencana untuk kembali menggelar babak pendanaan pada tahun ini. “Rencana seri A di pertengahan tahun,” imbuhnya.

Saat Gredu memperkenalkan aplikasi digitalisasi sekolah pada Januari 2020, mereka sekaligus mengumumkan pendanaan pra-seri A yang dipimpin oleh Vertex Ventures. Sementara pada babak pendanaan awal, mereka mendapat suntikan dari angel investor dan Global Wakaf Corporation.

Rencana lain untuk 2021

Selain menggandeng sekolah-sekolah untuk menggelar pembelajaran jarak jauh, Andini menjelaskan, Gredu sudah melakukan beberapa hal lainnya. Beberapa di antaranya adalah mengadakan kampanye bantuan gawai untuk siswa yang membutuhkan hingga menggelar pelatihan daring.

Berangkat dari upaya tersebut, Gredu mengklaim sudah memiliki 350 ribu pengguna yang tersebar di Jabodetabek, Jawa Barat, Kalimantan Timur, Aceh, Sumatera Barat, Bengkulu, Bangka Belitung, dan Ambon.

Pertumbuhan jumlah sekolah yang digandeng Gredu pun meningkat pesat dari awalnya hanya puluhan, kini menjadi 300 sekolah. Andini mengatakan kondisi ini tidak akan berlangsung selamanya karena pandemi pun pasti bakal berakhir dan kegiatan belajar mengajar kembali seperti semula.

Namun Andini ragu setelah pandemi platform learning management system (LMS) mereka akan ditinggal sekolah. Pasalnya menurut dia yang berubah setelah pandemi akan sebatas kegiatan belajar mengajarnya saja, tapi tidak untuk kegiatan manajemen sekolah yang lain.

“Maka dari itu kita akan terus survei untuk mencari cara mendigitalisasi semua proses yang dibutuhkan. Jadi semua proses yang dibutuhkan satu sekolah akan di-provide oleh Gredu,” jelas Andini.

Gredu sendiri sudah ada sejak 2016 dengan pendiri Mohammad Fachri (CTO), Rizky Anies (CEO), dan Ricky Putra (COO). Baru pada Januari 2020 mereka memperkenalkan platform digitalisasi sekolah yang ternyata bertepatan dengan kebutuhan sekolah yang terkena dampak pandemi.

Dengan model bisnis B2B, Gredu menawarkan layanan SaaS untuk mendigitalisasi kebutuhan sekolah mulai dari presensi, penjadwalan, kegiatan belajar mengajarnya, hingga kanal pengawasan bagi orang tua siswa.

Menurut data yang dirangkum Edtech Report 2020 yang dirilis oleh DSResearch, platform manajemen pendidikan memang menjadi salah satu inovasi yang berkembang pesat di Indonesia dan pasar regional. Selain Gredu, di Indonesia juga ada beberapa startup yang tawarkan layanan serupa, di antaranya Quintal, InfraDigital, dan Codemi.

Edtech in SEA

InfraDigital sendiri pada Juni 2020 lalu baru saja membukukan pendanaan seri A yang dipimpin AppWorks setelah sebelumnya dapatkan pendanaan awal pada Februari 2019.

Application Information Will Show Up Here

Gambar Header: Depositphotos.com

Codemi Zaki Falimbany

Startup Edutech B2B Codemi Terima Pendanaan Tahap Awal dari Init-6

Startup edutech B2B Codemi mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal dengan nominal dirahasiakan dari Init-6. Codemi menjadi portofolio startup edutech kedua setelah Eduka yang dibidik oleh perusahaan investasi yang didirikan oleh Co-Founder Bukalapak Achmad Zaky tersebut.

“Kami selalu antusias dengan bidang edukasi dan pengembangan SDM. Pasca Covid-19, setiap perusahaan harus memikirkan ulang dan mengubah paradigma pengembangan SDM mereka agar bisa survive dan berkembang,” kata Zaky dalam keterangan resmi, Rabu (7/10).

Ia tertarik pada Codemi karena mereka mengerti kebutuhan perusahaan dan mampu memberikan solusi yang sangat membantu pengembangan SDM perusahaan, terutama di era pandemi.

Dalam pengumuman pendanaan ini sekaligus disampaikan Zaky telah ditunjuk menjadi komisaris di Codemi.

Fokuskan pengembangan produk

Founder & CEO Codemi Zaki Falimbany mengatakan, dana segar ini akan dimanfaatkan untuk berinovasi mengembangkan produk baru dan meningkatkan struktur keamanan. Ia ingin produk Codemi lebih adaptif terhadap kebutuhan pasar, terutama pada masa di mana training dan pengembangan SDM sulit dilaksanakan secara konvensional.

“Layanan Codemi yang berbasis cloud memungkinkan perusahaan untuk tetap mengadakan training secara online di tengah PSBB, selain lebih memudahkan karena bisa diakses secara berulang dan memungkinkan penghematan anggaran pelatihan,” tutur Zaki.

Pada saat yang bersamaan, Codemi mengumumkan tiga fitur baru untuk korporasi, yakni instructor led learning, collaborative learning, dan on the job learning. Instructor led learning adalah fitur yang memungkinkan karyawan atau mitra didampingi oleh instruktur dalam penyampaian materi, baik online maupun tatap muka secara langsung.

Sementara, collaborative learning memungkinkan karyawan mendapat kesempatan untuk bisa belajar, sehingga timbul diskusi antar pegawai dan menciptakan sesi coaching, mentoring, atau konseling. Terakhir, on the job training akan memberikan pengalaman baru buat karyawan untuk mempraktikkan materi training yang didapat secara langsung.

Zaki menuturkan ketiga fitur di dalam learning management system ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas korporasi dan menambahkan produk pelatihan pengembangan SDM dari Codemi yang lain. Sejumlah mitra korporasi Codemi datang dari berbagai sektor, di antaranya Frisian Flag, Manulife, Ranch Market, dan OK Bank.

“Tidak hanya kemudahan aksesibilitas, layanan training Codemi juga disertai dengan fitur gamifikasi agar para peserta training lebih termotivasi dalam mengikuti pelatihan dan terdapat sistem untuk memonitor perkembangan dari masing-masing karyawan yang mengikuti pelatihan sehingga perusahaan dapat mengukur efektivitas pelatihan,” tandasnya.

Pemain edtech lama

Codemi sudah didirikan sejak tahun 2013, awalnya mereka mengusung konsep “online open course”. Kemudian di tahun 2015 mengubah haluan bisnis menjadi LMS untuk membantu bisnis adakan pelatihan untuk karyawannya. Mereka juga sempat rilis beberapa layanan sekunder, salah satunya Pitakonan, fasilitasi masyarakat dengan fitur tanya-jawab seputar kewirausahaan.

Tahun 2018, bisnis Codemi makin moncer. Kala itu Zaki mengatakan startupnya capai profitabilitas. Tidak berhenti di sana, Codemi juga lakukan penggalangan dana untuk matangkan rencana ekspansi regional.

Kelase saat dimplementasi di Universitas Negeri Makassar

Empat Tahun Perjalanan Kelase

Perjalanan Kelase sebagai salah satu startup pendidikan di Indonesia sudah mencapai tahun keempat. Salah satu pembaruan yang dilakukan adalah menyiapkan fitur terbaru Kelase Live Lecture yang memungkinkan guru atau fasilitator melakukan pembelajaran online dalam bentuk siaran langsung.

Sejauh ini, menurut penuturan COO Kelase Winastwan Gora, layanan mereka sudah digunakan di lebih dari 4.000 lembaga, dengan persentase lebih dari 40%  lembaga setingkat SMA, 20% lembaga setingkat SMP, dan sisanya lembaga pendidikan non formal, seperti lembaga bimbingan belajar, perusahaan, pemerintah daerah, hingga lembaga pemerintah pusat atau kementerian.

Gora, yang terlibat dalam perjalanan empat tahun Kelase, menuliskan beberapa catatan perjalanan di blog Kelase. Di sana ia menceritakan bahwa Kelase merupakan perwujudan kampus besar yang berlokasi di “awan” atau cloud. Sebuah kampus yang dalam perjalanannya mulai dipercaya banyak pengguna.

Perjalanan Kelase terus diiringi dengan perbaikan kualitas dan penambahan fitur.

“Fitur yang banyak diminta adalah seputar penilaian, banyak permintaan berupa penambahan fitur terutama untuk fitur evaluasi (kuis dan latihan soal) termasuk untuk laporan dan analisisnya. Fitur evaluasi atau penilaian pembelajaran inilah yang paling banyak digunakan di dalam Kelase oleh para penggunanya serta paling banyak mendapatkan permintaan untuk dikembangkan terus,” terang Gora.

Perkembangan layanan edtech di Indonesia

Sebagai bagian ekosistem, pihak Kelase melihat ada tanda-tanda positif untuk industri edtech di Indonesia. Menurut Gora hal tersebut bisa dilihat dari banyaknya layanan yang terus tumbuh. Ia memaknai ramainya sektor edtech di Indonesia sebagai upaya gotong-royong pihak swasta untuk sama-sama meningkatkan akses dan kualitas pendidikan dengan bantuan teknologi.

“Dengan adanya fokus pemerintah dan swasta untuk meningkatkan kualitas human capital, maka edtech menjadi enabler dan akselerator  untuk tujuan ini. Ditambah dengan ketersediaan akses internet yang semakin luas dan cepat makan ke depan kebutuhan akan pemanfaatan edtech akan semakin besar,” jelasnya.

Ia yakin bahwa ekosistem edtech akan semakin berkembang. Tinggal bagaimana pihak-pihak terkait, baik swasta maupun pemerintah bisa saling bekerja sama untuk memperkuat ekosistem edtech dengan kebijakan, insentif, akses ke permodalan, dukungan teknis dan pendampingan, dan akses ke pasar pendidikan.

Rencana Kelase selanjutnya

Menurut Gora, dari awal peluncurannya Kelase membawa semangat untuk membangun kedekatan dengan penggunanya. Kelase juga berusaha mewujudkan semua permintaan pengguna terkait fitur-fitur yang dibutuhkan.

“Dari awal sampai sekarang, banyak masukkan dan umpan balik dari pengguna tentang fitur Kelase yang telah kita eksekusi dan wujudkan, sehingga membentuk Kelase versi saat ini. Jadi apa yang dikembangkan Kelase sebagian besar adalah masukan dari pengguna-pengguna kita. Antusiasme pengguna tidak hanya pada pemanfaatannya saja, namun mereka juga antusias untuk memberi masukan dan usulan untuk pengembangan Kelase,” papar Gora.

Perjalanan Kelase masih panjang sebagai layanan edtech di Indonesia. Untuk ke depannya Kelase disebut akan fokus pada pasar Enterprise LMS (Learning Management System).

“Kami akan terus mengembangkan LMS Kelase untuk dapat memenuhi kebutuhan akan corporate e-learning yang tiap tahun angka penjualannya terus tumbuh, selain tetap memperkuat Kelase untuk kebutuhan sekolah dan perguruan tinggi,” tutup Gora.

Application Information Will Show Up Here
CEO & Founder Codemi Zaki Falimbany / Codemi

Codemi Rencanakan Ekspansi Regional, Pasarkan Learning Management System untuk Korporat

Codemi, startup yang bergerak di bidang learning management system (LMS), mengungkapkan rencananya untuk ekspansi ke regional dalam waktu dekat guna memasarkan produknya ke kalangan korporat skala besar.

Hanya saja, Founder dan CEO Codemi Zaki Falimbany mengatakan rencana tersebut akan terlaksana pasca perusahaan memperoleh penggalangan investasi perdana. Pihaknya optimis, produk LMS yang dikembangkan Codemi memungkinkan perusahaan dapat ekspansi secara instan ke regional karena memiliki pangsa pasar yang cukup besar di sana.

“Kemarin kita masih fokus untuk dalam negeri. Karena bisnis kita ini B2B, jadi sangat memungkinkan expand secara instan ke regional. Obyektifnya ke Asia Tenggara. Saat mau menentukan itu [ekspansi regional], kapan butuhnya [cari investor] pasti akan mulai dicari,” terangnya, Selasa (6/3).

Sejauh ini, sambung Zaki, sejak Codemi pertama kali berdiri di 2013, pihaknya belum pernah menerima investasi dari pihak luar. Pendanaannya selama ini berasal dari klien yang berminat menggunakan produk Codemi dan membayarkan uang mukanya untuk memproduksinya.

Dari segi model bisnisnya pun, sedari awal Codemi sudah mulai menerapkan monetisasi. Pemasukan yang diterima Codemi dihitung berdasarkan per akun karyawan yang login ke sistem Codemi. Perusahaan pun akan teken kontrak dengan Codemi minimal satu tahun.

“Karena kita untungnya B2B, kita enggak bisa kaya e-commerce yang harus subsidi. Sedari awal sudah harus monetisasi. Sekali kasih harga enggak bisa dinaikin. Makanya kita sudah profitable dan inginnya mau lebih cepat karena dari segi omzet udah lumayan bagus.”

Kembangkan produk

CEO & Founder Codemi Zaki Falimbany saat presentasi Codemi Learning / Codemi
CEO & Founder Codemi Zaki Falimbany saat presentasi Codemi Learning / Codemi

Seiring rencana ekspansinya tersebut, Codemi mulai mengembangkan penetrasinya di pasar Indonesia dengan meluncurkan produk Codemi Learning. Ini adalah program manajemen pembelajaran berbasis cloud yang memungkinkan perusahaan dalam mengembangkan Corporate Digital Academy untuk pelatihan karyawan dan mitra kerja.

Produk ini diharapkan bisa memberikan solusi bagi perusahaan skala besar untuk mengelola program pelatihan dengan lebih baik, terukur, dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja. Dengan demikian perusahaan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi performa kerja bisnis dapat terpenuhi.

Dalam Codemi Learning tersedia fitur pembelajaran yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan seperti online training (pengguna dapat akses modul pembelajaran kapan saja), learning plan (program rangkaian pembelajaran terencana bagi karyawan).

Kemudian, gamification (untuk memotivasi karyawan dengan penghargaan berdasarkan aktivitas dalam sistem), serta report and analytics (laporan perkembangan karyawan secara terukur berdasarkan hasil pelatihan).

“Produk ini lahir karena ada tantangan dari segi klien yang kini mulai sadar dengan manfaat cloud. Sebelumnya mereka sangat takut karena data karyawan tersimpan bukan di server perusahaan. Tapi seiring waktu, mereka mulai sadar karena turn over karyawan sangat tinggi sementara untuk adakan training online butuh bandwith yang tinggi karena ada streaming video.”

Untuk proteksi data karyawan, Codemi memanfaatkan fitur single sign on yang dipadukan dengan keamanan berlapis. Jadi setiap karyawan yang mau login ke Codemi harus memiliki ID karyawan karena menggunakan sistem perusahaan. Codemi hanya menyimpan ID karyawan, sementara data lainnya akan diserahkan sepenuhnya ke perusahaan, termasuk hasil laporannya.

Tak hanya untuk korporat besar, Codemi juga sedang merancang produk lainnya untuk perusahaan skala UKM dan ritel untuk memperluas segmen pasar. Menurut Zaki, kedua produk tersebut akan diluncurkan dalam kurun waktu tahun ini.

Sempat pivot di 2015

Sebenarnya Codemi adalah perusahaan yang lahir saat program inkubasi Founder Institute yang diikuti Zaki pada 2013. Namun pada saat itu perusahaan masih memakai model bisnis massive open online course (MOOC), namun tidak berhasil jalan.

Akhirnya memutuskan untuk ubah model bisnis saat rekanan Zaki ingin meminjam software Codemi untuk training karyawan. Namun rekanan tersebut mengalami kesulitan saat harus mengevaluasi karyawan mana saja yang sudah ikut pelatihan mana yang belum.

“Di awal 2015 akhirnya kita pivot jadi LMS. Didukung pula oleh hasil survei kami ke HRD dari 30 perusahaan. Kami tanya ke mereka, apakah butuh software untuk mengelola program pelatihan karyawan. Dari yang kita tanya, hanya tiga perusahaan yang pakai dan semuanya dari luar negeri. Ada dua perusahaan yang belum pakai, akhirnya memutuskan untuk pakai produk kita.”

Sejauh ini, Codemi memiliki kurang dari 10 perusahaan sebagai kliennya. Rata-rata berasal dari perusahaan e-commerce, keuangan, otomotif, transportasi online dan sebagainya.

Pada tahun lalu, Codemi mencatat pengguna terdaftar sebanyak lebih dari 1 juta orang. Sebanyak 1,5 juta pelatihan berhasil diselesaikan oleh pengguna dengan total waktu pembelajaran selama 375 ribu jam dalam setahun.

Codemi Ubah Haluan Layanan Menjadi Learning Management System

Karyawan mendapatkan training online/Shutterstock

Layanan online open course Codemi berencana akan mengubah haluan layanannya menjadi learning management system. CEO Codemi Zaki Falimbany saat dihubungi Daily Social mengatakan keputusan ini diambil karena melihat ranah pelatihan bagi karyawan terlihat lebih menjanjikan. Menurutnya tren memperlihatkan pasar online training di Indonesia semakin “seksi”, dengan pertumbuhan lebih dari 30 persen per tahun.

Continue reading Codemi Ubah Haluan Layanan Menjadi Learning Management System