Tag Archives: legal

Aspek Legal dalam Startup

Mempelajari Aspek Legal dan Hukum dalam Bisnis Startup

Persoalan hukum masih belum banyak yang dipahami oleh startup baru. Minimnya informasi dan wawasan tentang berbagai aspek legal, kerap menyulitkan startup untuk melangkah lebih jauh.

Untuk mengetahui lebih jauh hal-hal mendasar seputar legalitas dan aspek hukum lainnya, program inkubator DSLaunchpad ULTRA menghadirkan Founder & CEO Kontrak Hukum Rieke Caroline.

Tentang founders agreement

Bukan hanya startup di Indonesia, pemahaman soal founders agreement atau perjanjian antarpendiri startup juga telah diterapkan oleh startup secara global. Ini penting untuk dibuat, agar nantinya ada perjanjian hukum yang akurat terkait dengan hal-hal yang mendukung tumbuhnya bisnis. Mulai dari kepemilikan HKI, aktivitas usaha, modal usaha, setoran modal setiap pihak, pembagian profit, hak dan kewajiban para pihak, komitmen pendirian badan usaha, kerahasiaan, dan penyelesaian perselisihan.

“Jika saat dibangunnya startup pendiri belum menemukan partner yang tepat, penting untuk kemudian diperhatikan perjanjian antar pendiri ini saat nantinya telah ditemukan co-founder di startup. Pemahaman dan pembuatan perjanjian ini bisa membantu startup di masa mendatang,” kata Rieke.

Secara khusus perjanjian antara pendiri nantinya bisa membantu sesama pendiri untuk mendapatkan perlindungan hukum, mengamankan usaha, hak dan kewajiban antar pihak menjadi jelas, memperkecil skala risiko konflik dan tentunya meningkatkan kepercayaan.

Perlindungan merek

Persoalan hukum lainnya yang juga wajib untuk diperhatikan oleh startup saat membangun usaha adalah mendaftarkan merek atau brand startup mereka. Terdapat beragam kategori yang kemudian wajib untuk diperhatikan, mulai dari paten, merek, hak cipta, hingga desain industri. Untuk merek yang merupakan atas nama pribadi, kelompok atau perusahaan, pada umumnya bisa mendapatkan perlindungan selama 10 tahun. Artinya setiap 10 tahun, startup wajib untuk melakukan pendaftaran kembali.

Jika nantinya startup berencana untuk melakukan ekspansi ke luar negeri, pendaftaran merek tersebut juga harus didaftarkan di negara yang dituju. Terdapat beberapa bentuk brand yang wajib untuk didaftarkan, apakah itu dalam bentuk 3D, kata, merek itu sendiri, logo atau gambar, hologram, sampai suara.

Brand merupakan identitas yang sangat kuat dan menjadi ingatan seseorang. Dengan alasan itulah pentingnya membangun brand yang nantinya akan melekat di ingatan seseorang,” kata Rieke.

Selain mendaftarkan merek, penting bagi startup untuk mendaftarkan kelas barang. Dalam hal ini terkait dengan layanan atau jasa yang ditawarkan. Contohnya adalah platform seperti Gojek selain menawarkan aplikasi, mereka juga memiliki layanan jasa dan transportasi. Sementara platform seperti Kontrak Hukum selain memiliki aplikasi, mereka juga menawarkan jasa hukum.

Pemilihan PT atau CV

Meskipun keduanya memiliki sifat yang serupa, namun terdapat perbedaan antara CV dan PT. Dari sisi aturan dan kemudahan, CV lebih longgar dibandingkan. Pemilik CV bisa berkantor di mana saja bahkan di rumah, sementara untuk PT harus memiliki kantor di kawasan niaga atau perkantoran. Dari sisi modal dan pembagian harta usaha CV juga lebih fleksibel, namun untuk PT wajib untuk dipisahkan antara modal usaha dan modal pribadi untuk bisa menjalankan bisnis di bawah payung PT.

“Meskipun dimudahkan dari sisi aturan untuk CV namun terkait dengan investasi PT justru jauh lebih mudah dan tentunya menguntungkan. Dengan legalitas yang lengkap investor pada umumnya lebih memilih PT untuk berinvestasi dibandingkan dengan CV,” kata Rieke.

Untuk itu penting bagi startup menentukan dengan jelas tipe usaha yang ingin mereka bangun. Pada dasarnya semua proses tersebut wajib untuk diperhatikan untuk menjamin persoalan hukum akurat dan tentunya mengikuti peraturan yang ditetapkan untuk bisnis.

Pegawai startup

Hal menarik lainnya yang juga dibahas adalah persoalan dalam hal proses perekrutan pegawai di startup. Ada beberapa poin penting yang kemudian dibahas. Di antaranya adalah PKWTT (perjanjian kerja waktu tidak tertentu karyawan tetap probation 3 bulan), PWKT (perjanjian kerja waktu tertentu karyawan kontrak paling lama 2 tahun), NDA (non disclosure agreement/kerahasiaan), Non-Compete (anti persaingan), IP Ownership (kepemilikan HKI), dan ESOP (employee stock ownership plan).

Penting bagi startup untuk memahami dan menerapkan persoalan kepegawaian, agar terhindar dari konflik dan masalah di masa mendatang. Terutama bagi startup yang baru dirintis, sehingga ke depannya bisa menemukan formula yang tepat proses perekrutan pegawai, ketika waktunya bisnis mulai berkembang.

Lexar dan Legalku berbagi tips urusan legal yang sebaiknya diperhatikan startup-startup di Indonesia

Berbagai Tips Urusan Legal yang Patut Disimak Startup Indonesia

Mendirikan sebuah startup dan menghadirkan solusi dan layanan yang tepat guna merupakan hal yang penting, tapi bukan satu-satunya. Selain fokus di urusan teknis, startup perlu mulai peduli dengan urusan legal agar tidak tersandung masalah di kemudian hari.

Founder Lexar Ivan Lalamentik menjelaskan, startup yang lalai dalam pengurusan dokumen hukum akan kesulitan mengakses berbagai fasilitas yang tersedia, seperti akases pembiayaan, investasi, pendaftaran hak kekayaan intelektual dan lainnya. Hal ini karena pengurusan dokumen legal merupakan syarat pertama untuk menjadikan perusahaan startup menjadi profesional dan bisa menjalin hubungan hukum dengan pihak ketiga.

“Biasanya, startup tidak mengetahui kebutuhan startupnya sendiri sehingga terkendala dalam melihat perizinan yang tepat. Hal ini biasanya karena model bisnis yang masih belum jelas di awal, atau sudah jelas namun salah dalam memilih Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) untuk keperluan kode di perizinannya,” terang Ivan.

Hal senada disampaikan Founder dan CEO Legalku M. Philosophi. Menurutnya, ketika suatu startup lalai atau mengesampingkan perkara legalitas, ada hal-hal yang bakal menjadi ancaman serius, seperti kehilangan momentum untuk mendapat tambahan modal, duplikasi bisnis sejenis oleh kompetitor, pengambilalihan merk dagang, gugatan perdata dan pidana ke pendiri karena startup dianggap sebagai usaha ilegal, hingga paling parah pembekuan dan penutupan usaha.

“Dari pengalaman yang kami dapatkan di lapangan, sebagian besar pendiri startup masih awam untuk mengetahui perizinan yang tepat untuk usaha yang dijalaninya. Ketidaksesuaian izin yang mereka miliki dengan bidang usaha yang tercatat di akta dan sedang berjalan menjadi penghambat bahkan masalah baru dalam menjalankan bisnis,” terang Philosophi.

(Ka-ki) Sofiarini (Finance Mgr.), Himawan Hadi (CFO), Muhamad Philosophi (Founder & CEO), Jasman Effendi (Operational Mgr.) / Legalku
(Ka-ki) Sofiarini (Finance Manager), Himawan Hadi (CFO), Muhamad Philosophi (Founder & CEO), Jasman Effendi (Operational Manager) / Legalku

Mendirikan PT

Untuk membantu bisnis startup bergerak dengan cepat sudah seharusnya startup berada di bawah nuangan perusahaan terbatas atau PT. Ada beberapa hal yang harus dipersiapkan sebelum para pendiri memutuskan untuk membuat PT, di antaranya adalah perjanjian kerja sama antar pendiri usaha yang berfungsi untuk mengatur hak, kewajiban, dan tanggung jawab dari masing-masing pendiri. Semacam dokumen komitmen bersama.

Selanjutnya itu dokumen-dokumen yang dibutuhkan antara lain:

  • Data identitas Pengurus dan Pemegang Saham. Berupa KTP dari pemegang saham dan juga NPWP.
  • Nama PT. Sesuai dengan UU PT Nomor 40 tahun 2007 nama PT terdiri dari tiga suku kata dengan wajib menggunakan Bahasa Indonesia.
  • Domisili PT. Khususnya untuk wilayah DKI Jakarta, domisili PT harus berada di kawasan zona perkantoran atau campuran. Sedangkan untuk wilayah lainnya disesuaikan dengan Perda masing-masing. Sebagai alternatif, domisili PT juga bisa menggunakan alamat virtual offfice. Untuk domisili ini dibuktikan juga dengan bukti sewa atau kontrak kantor atau keterangan domisili dari pengelola gedung jika berdomisili di gedung perkantoran.
  • Bidang Usaha. Ini disesuaikan dengan Klasifikasi Buku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 2017.
  • Susunan Modal Dasar dan Modal Setor. Sesuai dengan Undang-Undang PT nomor 40 tahun 2007 modal dasar PT minimal sebesar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dengan modal setor minimal 25% dari modal dasar atau sejumlah Rp 12.500.000 (dua belas juta lima ratus ribu rupiah).
  • Susunan Pemegang Saham. Minimal dua pemegang saham.
  • Susunan Pengurus. Terdiri dari minimal satu Komisaris dan satu Direktur.

“Startup harus mengetahui jenis badan usaha dan badan hukum yang tepat untuk memulai usahanya dan dikaitkan dengan target yang ingin dicapai startup. Status hukum perusahaan yang sesuai ini akan berhubungan dengan proses perizinan yang nantinya akan lebih mudah dalam persiapan dokumennya dibandingkan jika startup masih belum memiliki tujuan bisnis yang jelas,” tambah Ivan.

Ivan Lalamentik - Founder - LEXAR.id
Ivan Lalamentik – Founder dan CEO LEXAR.id

Tentang Hak Kekayaan Intelektual

Supaya tidak keliru, Hak Kekayaan Intelektuan terbagi menjadi tiga, yaitu Merk Dagang (Barang atau Jasa), Hak Cipta dan Hak Paten.

Kategori Hak Cipta Hak Paten Hak Merk
Definisi Hak Ekslusif Pencipta untuk mempubliasikan,
memproduksi dan memberi izin pemanfaatan suatu karya cipta
Hak Ekslusif Inventor karena penemuan
untuk pemecahan masalah yang spesifik
di bidang teknologi berupa penyempurnaan dan/atau
pengembangan produk atau proses
Hak Eksklusif yang terdaftar
dalam daftar umum merk
Wujud Hak Ekonomis dan moral Ekonomis dan Moral Ekonomis dan Moral
Sumber Karya Kemampuan pikiran, imajinasi, cekatan, keterampilan,
atau keahlian
Suatu hasil invensi yang berwujud, memiliki konfigurasi,
kontraksi, dan komponen (paten sederhana)
Suatu hasil karya yang memiliki pembeda
dan diwujudkan dalam unsur gambar,
warna, kata, huruf, angka, dan kombinasi

Khusus untuk merk dagang, yang perlu dipersiapkan adalah logo dan penamaan merk yang ingin didaftarkan, penentuan kelas merk dapat dilihat pada sistem Klasifikasi Merek pada portal Sistem Klasifikasi Merek Ditjen HKI.

Untuk dokumen-dokumen, yang perlu dipersiapkan untuk hak cipta atas nama perorangan:

  • Surat kuasa ditandatangani di atas materai
  • Surat pernyataan keaslian karya
  • NPWP
  • Sampel Karya

jika hak cipta atas nama perusahaan:

  • Surat pengalihan hak dari pembuat karya kepada pemegang hak cipta
  • NPWP perusahaan
  • Akta perusahaan
  • Fotokopi KTP pemohon dan pencipta karya

Persiapan sebelum pendanaan

Ivan menjelaskan, secara umum calon investor akan melakukan due diligence, termasuk aspek hukum. Yang diminta dari due diligence tersebut biasanya akta pendirian beserta perubahannya, perizinan usaha, dan legalitas lain seperti perjanjian dan lainnya. Selanjutnya juga harus ada dokumen shareholders agreement.

“Dokumen ini untuk mengetahui seberapa besar kontrol masing-masing pemegang saham terhadap bisnis Anda. Namun, jika shareholders agreement belum pernah dibuat, maka penting bagi Anda dan investor baru untuk membuatnya. Di dalam perjanjian ini, Anda harus menjelaskan secara detail mengenai ketentuan-ketentuan umum, seperti hak dan kewajiban pemegang saham, pembagian dividen, hak suara, pengalihan saham, perlindungan bagi pemegang saham,” terang Ivan.

Philosophi menambahkan, biasanya beberapa dokumen lain juga harus disiapkan, seperti dokumen finansial (salinan rekening koran perusahaan 3-6 bulan terakhir, bukti setor pajak, laporan keuangan tahun berjalan), dokumen operasional (perjanjian ketenagakerjaan, perjanjian kemitraan, vendor agreement, traksi atas usaha), dan dokumen pelengkap dan rencana usaha seperti rencana selanjutnya, inovasi, dan target-target lainnya.

“Mengapa dokumen tersebut dipersiapkan? karena hampir 70% investasi gagal dalam proses due diligence atau dengan kata lain saat pengecekan dokumentasi. Jika investasi berlanjut dalam kondisi perusahaan tidak memiliki dokumen lengkap, maka konsekuensi yang muncul adalah nilai tawar perusahaan akan semakin rendah,” imbuh Philosophi.

Tips legal untuk startup

Ivan menekankan, setiap pendiri startup harus memiliki pengetahuan mendalam terkait jenis badan usaha dan badan hukum yang tepat untuk memulai usahanya. Sementara Philosophi menyoroti bagaimana mindset pendiri startup menjadi dasar untuk memudahkan melengkapi dokumen legal di kemudian hari.

“[Menurut] Mindset banyak pendiri startup saat ini, legal merupakan biaya yang tidak relevan dengan keuntungan usaha. Maka mindset harus diubah menjadi ‘Legal is protection act, if you think compliance is expensive, try not comply.‘ Quotes ini dapat dianalogikan seperti anda memiliki teralis untuk jendela rumah Anda. Jika Anda membandingkan dengan kondisi rumah yang aman, maka teralis itu merupakan biaya yang tidak perlu, namun jika Anda membandingkan dengan kondisi rumah yang telah dirampok hingga mengancam jiwa pemilik rumah, maka biaya teralis tersebut hanya biaya kecil untuk mencegah perampokan tersebut,” terang Philosophi.

Beberapa hal lain, menurut Philosophi, yang juga bermanfaat di kemudian hari untuk urusan legalitas antara lain: pembuatan daftar manajemen risiko untuk mempersiapkan antisipasi risiko yang muncul; mencatat semua hal, baik itu rapat, perjanjian, kesepakatan, atau lainnya; dan yang terakhir memiliki legal counsel yang tepat.

Layanan Perizinan Usaha Izin.co.id

Izin.co.id Luncurkan Fitur “Tracking System”, Mudahkan Bisnis Pantau Proses Perizinan

Setelah menjalankan bisnis sejak tahun 2012, Izin.co.id sebagai startup yang bergerak dibidang jasa perizinan pendirian usaha seperti PT, CV/Firma, dan PMA; meluncurkan fitur Tracking System. Melalui aplikasinya, kini semua informasi terbaru mengenai perkembangan proses perizinan akan terkirim langsung ke akun WhatsApp dan e-mail milik pengguna. Sementara untuk berkas softcopy perizinan bisa langsung diunduh dengan security password.

Founder Izin.co.id Erwin Soerjadi mengungkapkan, selain membantu mengedukasi dan menyosialisasikan pemilik usaha tentang legalitas yang benar, perusahaannya juga menyediakan sistem agar pengusaha dapat dengan mudah mengecek dan terus memperbarui status pengajuan mereka.

“Bagi pengusaha yang baru mulai, banyak aspek bisnis lain yang harus dipikirkan secara matang. Sebagai info, Tracking System kami adalah yang pertama dan satu-satunya di Indonesia. Belum ada perusahaan jasa perizinan lain yang menggunakan sistem ini,” tambah Erwin.

Rencana ekspansi wilayah layanan

Izin.co.id adalah bagian dari vOffice Group, yang didirikan oleh Erwin Soerjadi, Albert Goh, dan Yuki Tukiaty. Memanfaatkan 30 lokasi virtual office, pemilik usaha bisa memanfaatkan jasa perizinan dan pendirian perusahaan melalui aplikasi. Perusahaan juga bisa membantu pengusaha yang belum memiliki tempat untuk domisili perusahaan, menggunakan Kantor Virtual dan Kantor Sewa.

Untuk memudahkan pengguna, di platform telah disediakan pilihan pembayaran menggunakan bank transfer. Ke depannya akan dihadirkan pula pilihan pembayaran berlangganan per bulan. Untuk biaya layanan dan jasa yang diberikan, Izin.co.id menawarkan harga mulai dari Rp3 juta hingga Rp15 juta.

Hingga kini Izin.co.id sudah membantu lebih dari 4 ribu klien untuk mendirikan perusahaannya di Indonesia. Cakupan wilayah pengurusan perizinan baru di seputar Jakarta, Bekasi, dan Surabaya.

“Ke depan Izin.co.id akan hadir juga di Bandung dan Medan. Kami juga berencana untuk hadir di setiap kota besar di Indonesia pada tahun 2021 untuk membantu pengusaha mendirikan bisnis dengan lebih mudah,” tutup Erwin.

Application Information Will Show Up Here
Aspek legal and compliance startup mesti disiapkan ketika mulai mencari pendanaan ke "venture capital"

Aspek Legalitas dalam Pendirian Startup

Startup di Indonesia sedang mengalami fase pertumbuhan dan perkembangan yang pesat di ekosistem teknologi digital. Tidak dapat dipungkiri produk dan kultur Silicon Valley akhirnya merambah ke berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia.

Siapa yang tidak kenal dengan Google, si raksasa mesin pencari. Juga kalau ingin terhubung jaringan pertemanan, Facebook adalah tempatnya. Suka berkomentar atau menanggapi komentar orang lain, timeline di Twitter selalu ramai dengan hal itu. Ingin narsis dan pamer foto keren, Instagram selalu penuh warna dengan bermacam foto dari seluruh dunia.

Ingin menjalin relasi profesional dan memperoleh insight baru untuk memperkaya pengetahuan kerja profesional, Linkedin dipenuhi bermacam profesional dari berbagai kategori pekerjaan. Bagi para backpacker, atau traveler yang mempunyai dana terbatas atau ingin mencari tempat menginap yang berbeda dari suasana hotel, airbnb menyediakan bermacam tempatnya di berbagai lokasi di seluruh dunia.

Di Indonesia, Gojek menjadi andalan untuk menembus jalan-jalan perkotaan dan memesan makanan. Suka dengan berita startup teknologi, DailySocial punya segudang beritanya. Agan-agan yang suka nongkrong online bisa berbagi “cendol” di Kaskus. Ingin belanja tapi mager (malas gerak) tinggal klik Tokopedia. Agate Studio tempatnya game creator untuk menuntaskan imajinasi dan skill mereka. Ketika ingin beli tiket, pesan hotel, dan memperoleh info tempat liburan, Traveloka mempermudah urusannya.

Teknologi digital dibuat untuk mempermudah kehidupan, akan tetapi di sisi lain tidak mudah bagi pelaku startup untuk menjalaninya. Mereka mesti growth dan scaling, lalu berinovasi agar bisa terus hidup, karena sebagian lainnya mengalami kegagalan. Sebagian lainnya tetap menumbuhkan harapan untuk mencapai status unicorn atau decacorn.

Sebagai suatu bisnis, tentu saja startup mesti melengkapi instrumen operasionalnya bertahap. Aspek legal and compliance mesti disiapkan dengan baik, karena nantinya akan menjadi mature startup hingga bergerak dalam skala corporate startup.

Proses pendirian yang dilakukan founder dan co-founder bisa dilakukan dalam bentuk yang paling sederhana. Mereka bisa mulai dengan bentuk usaha dagang, lalu bertahap meningkat setelah mencapai growth and scaling bisa membentuk badan hukum Perseroan Terbatas. Bentuk usaha dagang dimulai karena founder dan co-founder tidak perlu rumit dengan urusan pajak untuk bisnisnya.

Tentu saja di awalnya founder dan co-founder adalah para “techminator”. Mereka bisa saja hustler dan hacker seperti Steve Jobs dan Steve Wozniak atau berwujud pasangan hacker seperti Bill Gates dan Paul Allen, di mana mereka juga satu tipikal dengan Sergey Brin dan Larry Page. Meskipun demikian, ada juga startup yang memerlukan kehadiran hipster untuk melengkapinya.

Soal pendirian perusahaan di awal bukan menjadi prioritas utama dalam startup, karena yang utama adalah produk lalu bagaimana produk itu bisa memberikan value kepada user di ekosistem. Setelah produk digemari, maka akan memunculkan habitus untuk intention to consume atau intention to buy.

Ketika startup itu akan menjadi populer, di saat itulah mereka akan mulai mencari seed fund dari investor seperti venture capital. Sebelumnya mereka bisa saja memperoleh pendanaan dari angel investor atau menjalankan startup-nya secara bootstrapping.

Urusan legalitas menjadi penting kemudian saat berhadapan dengan investor venture capital. Jika startup sudah mempunyai bentuk badan hukum Perseroan Terbatas, ketika investment term sheet disodorkan kepada startup, mereka akan menegosiasikan jumlah porsi saham yang sesuai dengan nilai investasi di startup.

Di Indonesia, tidak ada pembagian saham Seri A, Seri B, Seri C dan seterusnya dalam hukum perusahaan. Maka jangan disamakan bentuk saham itu dengan investment round yang dilakukan startup ketika memperoleh investment round Seri A, Seri B, Seri C dan seterusnya.

Startup dengan bentuk Perseroan Terbatas masuk dalam klasifikasi perusahaan tertutup, hingga kemudian startup mencapai valuasi tertentu lalu mereka memutuskan untuk memperoleh pendanaan dengan skema Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia. Setelah IPO startup akan memperoleh status menjadi Perseroan Terbatas Terbuka dan diberi tambahan “tbk” di belakang nama entitas bisnisnya.

Dalam operasional startup sehari hari, tentu saja mesti memenuhi legal and compliance yang berlaku di Indonesia, mulai dari aspek perizinan, ketenagakerjaan, dan perpajakan. Lalu kemudian yang penting diperhatikan adalah aspek hak kekayaan intelektual, seperti merek, hak cipta, dan paten, karena produk-produk yang dibuat mesti memperoleh perlindungan hak kekayaan intelektual.

Seperti halnya suatu ekosistem, tidak ada yang langsung menjadi sempurna. Orang mesti memahami nature of business dan culture dari startup. Pergerakan dan pertumbuhannya memerlukan kolaborasi dari banyak pihak. Di Indonesia masih memerlukan banyak pembenahan untuk menjadikannya kemudian bisa setara dengan ekosistem di Silicon Valley pada khususnya atau di Amerika Serikat pada umumnya.

Maka dari itu, soal regulasi mesti diperhatikan dan dipahami dengan baik, seperti halnya penerbitan regulasi ride hailing, kemudian soal perpajakan e-commerce, atau juga mesti ada yang mulai membahas soal bentuk crowdfunding dengan definisi meluas untuk mendanai startup. Jadi bukan hanya sekedar crowdfunding by project.

Passion, Purpose dan Journey setiap orang berbeda beda. Demikian juga startup yang meramaikan ekosistem bisnis di Indonesia. Tentu saja startup punya value masing masing dan itu kemudian bisa memberikan impact ke ekosistem.

Ekosistem semakain ramai dan maju, orang semakin banyak terlibat, pengetahuan dan keahlian semakin merata, penghasilan makin meningkat, lalu kemudian akan menumbuhkan daya saing perekonomian yang lebih baik. Saya lebih suka menyebutnya secara kasual sebagai “startup: it means start to the up“.


Disclosure: Tulisan tamu ini dibuat oleh Doni Wijayanto. Ia saat ini menekuni bidang hukum, bisnis, dan teknologi. Bisa dikontak via email ke dnwija@gmail.com

Tulisan ini merupakan rangkaian perkenalan buku “Legal in Startup Business”.

Memahami Dasar Hukum dalam Bisnis Startup

Hukum menjadi pijakan penting bagi perusahaan karena berkaitan langsung dengan seluruh proses bisnis yang dijalani. Maka dari itu antara perusahaan dan hukum harus berjalan beriringan.

Tak terkecuali bagi startup, meski baru didirikan, perusahaan harus tetap taat pada hukum yang berlaku. Sifat tersebut yang perlu didisiplinkan sejak dini, agar ketika bisnis sudah membesar tidak kelabakan saat menghadapi perpajakan.

Apa saja aspek legal yang harus diperhatikan ketika baru mendirikan perusahaan? Untuk menjawab pertanyaan ini, Founder & CEO Kontrak Hukum Rieke Caroline hadir sebagai pembicara dalam #SelasaStartup edisi pekan ketiga Maret 2017.

Rieke banyak memberi tips untuk para pengusaha startup, aspek apa saja yang perlu diperhatikan dari awal.

Pilih CV atau PT

Menurut Rieke, keduanya bukanlah sesuatu yang bisa dijawab dengan pertimbangan lebih bagus mana, karena tergantung kecocokan bagi pengusaha itu sendiri. Rieke menerangkan, bila memilih PT maka terjadi pemisahan harta milik pribadi dengan perusahaan. Kepemilikan dalam PT itu berupa saham yang bisa dialihkan.

Sementara harta dalam CV itu bercampur antara aset bisnis dengan kekayaan pribadi. Dikhawatirkan jika perusahaan tutup atau merugi, pemilik harus menutupnya dengan dana pribadi.

“Tapi kenapa orang dulu lebih memilih buat CV? Karena lebih mudah, tidak perlu cek nama perusahaan sudah ada atau belum karena aturannya per region per kota saja. Akan tetapi sejak 2016, aturan buat PT jadi lebih mudah,” terang Rieke.

Sejak 2016 berlaku dua aturan sebagai persyaratan mendirikan PT. Pertama, perubahan modal dasar PT, mengacu pada PP No.29 Tahun 2016. Kedua, penerbitan surat keterangan domisili bagi virtual office, mengacu pada SE No.6 Tahun 2016. Persyaratannya minimal dua orang, memiliki minimal 1 direktur dan 1 komisaris, dan sudah mengantongi akta notaris.

Sedangkan proses pendirian CV, dimulai dari pemesanan nama perusahaan, tanda tangan akta, kemudian menyerahkan berkas ke Kemenkumham. Nanti akan diperoleh SK-nya, agar pengusaha bisa mulai membuat NPWP perusahaan, SKDP, dan SIUP untuk memperoleh Tanda Daftar Perusahaan (TDP). Akhirnya, pengusaha akan mendapat pengumuman dari Berita Negara Republik Indonesia (BNRI).

“Proses pendirian biasanya mencapai 4 minggu dengan biaya pendirian sekitar Rp7 juta.”

Lindungi brand perusahaan

Langkah berikutnya adalah melindungi brand, karena ini adalah identitas perusahaan yang membedakan produk/jasa satu dengan yang lain. Ada lima unsur brand yang bisa dilindungi, mulai dari kata, logo/gambar, hologram, suara, dan bentuk 3D.

Setelah mendapat brand yang sesuai, disarankan startup untuk mendaftarkannya ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). Di tahap awal harus mengajukan permohonan untuk mendapat tanggal penerimaan. Kemudian proses pengumuman yang dimulai sejak 15 hari setelah tanggal penerimaan dan berlangsung selama 2 bulan.

Setelahnya akan menempuh proses substantif yang berlangsung 30 hari pasca masa pengumuman berakhir. Proses ini berlangsung selama 150 hari. Terakhir adalah proses pendaftaran, jika tidak ada keberatan maka merek resmi didaftar nanti akan diperoleh sertifikat merek. Ketika sudah mengantongi sertifikat merek, perlindungan merek akan berlaku selama 10 tahun.

“Ini bisa memakan waktu antara dua sampai tiga tahun.”

Saat penggalangan dana

Saat perusahaan pertama kali mendapatkan pendanaan, dari proses awal hingga dana cair selalu bersinggungan dengan legal. Ada non disclusure agreement (NDA) yang menjadi hal-hal tergolong rahasia seperti strategi pemasaran, proyeksi finansial, rencana pengembangan produk dan layanan. Lalu informasi teknis, penemuan, desain, proses, prosedur hingga konsep laporan, data, serta rahasia dagang.

Ada pula istilah term sheet yang berisi poin-poin ketentuan antara founder dan investor. Due diligence (uji tuntas) untuk penyelidikan dan penilaian.

Saat dana segar masuk, bentuknya bisa jadi ada dua macam. Yakni convertible note dan shareholder agreement (SHA). Convertible note ialah surat utang yang ditukar dengan ekuitas saat jatuh tempo. Shareholder agreement (SHA), berisi rights of first refusal, pre-emptive rights, tag along right, drag along right, dan anti dilution.

Melaporkan pajak tahunan

Melaporkan pajak secara rutin adalah suatu kewajiban yang harus dilakukan startup yang sudah berbadan hukum, kendati baru berdiri dan tidak harus menunggu omzet perusahaan melebih Rp4,8 miliar.

Apa saja yang dikenakan pajak? Mengacu dari UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 4 Ayat 1, dijabarkan unsur-unsur yang dikenakan pajak adalah penghasilan dari pekerjaan atau jasa yang diterima, laba usaha, dividen, dan lainnya.

Kewajiban pelaporan juga perlu dilakukan selama bulanan dan tahunan. Untuk agenda bulanan, pajak yang wajib dilaporkan mulai dari PPh pasal 21/26, PPh pasal 23/26, PPh pasal 4 ayar 2, PPh pasal 25, dan PPh final 1%. Sedangkan untuk pelaporan tahunan, SPT PPh Tahunan Final, SPT PPh Tahunan Non Final.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pelaporan pajak tahunan adalah batas waktu penyampaian, formulir SPT Tahunan PPh yang digunakan, tata cara pengisian dan penyampaian SPT Tahunan PPh, dan sanksi bila tidak menyampaikan.

Adapun dokumen yang perlu disiapkan adalah laporan keuangan, pernyataan laporan transaksi hubungan istimewa, laporan pernyataan hubungan istimewa, dan dokumen bukti potong PPh.

Apabila terlambat menyampaikan SPT tahunan, ada sanksi administratif dengan denda sebesar Rp1 juta dan bunga 2% dari kurang bayar. Bila lalai lebih dari dua tahun tidak melapor, pajak maksimal hanya berlaku selama 24 bulan saja.

Layanan “Regtech” Lawble Resmikan Kehadirannya

Setelah sempat melakukan sosialisasi, startup yang menyasar regulatory technology (regtech) Lawble, akhirnya meresmikan kehadirannya di Jakarta (28/09). Startup yang dipimpin oleh Charya Rabindra Lukman selaku CEO, berada di bawah naungan PT Karya Digital Nusantara, memiliki visi untuk membantu firma hukum, bisnis hingga masyarakat umum mencari dan memahami masalah hukum dan regulasi lebih mendalam.

“Lawble sebagai situs regtech pertama di Indonesia, menyadari masih banyak bisnis hingga masyarakat umum yang kesulitan menemukan peraturan atau undang-undang yang dikeluarkan oleh pemerintah. Dalam satu situs semua informasi tersebut dengan mudah bisa ditemukan,” kata Charya.

Regtech sendiri hingga kini belum maksimal keberadaannya di Indonesia, lemahnya kesadaran dari masyarakat Indonesia memahami dan mengerti hukum menjadi salah satu alasan masih minimnya layanan tersebut. Dibandingkan dengan Malaysia dan Singapura, Indonesia termasuk yang tertinggal menghadirkan layanan regtech kepada publik.

“Setelah kehadiran GO-JEK, Traveloka dan Tokopedia, kami melihat peranan regtech memberikan wadah baru bagi pelaku bisnis hingga pelaku startup memahami lebih detailpersoalan hukum,” kata Charya.

Dilanjutkan oleh Charya, setelah mendengar pertanyaan dari rekannya yang hendak mendirikan startup dan memiliki partner tenaga kerja asing, merasa kesulitan untuk menemukan cara atau bagaimana menentukan peraturan yang tepat.

Dilengkapi tools yang berguna untuk praktisi hukum dan publik

Hadirnya Lawble tidak akan menggantikan peran praktisi hukum, sebaliknya Lawble justru memfasilitasi dan mendukung pekerjaan mereka lebih efektif dan efisien serta mengemat waktu lebih dari 70% dari biasanya.

“Dengan berbagai fitur yang kami miliki mulai dari pencarian (search) hingga bookmark terkait dengan pasal yang dicari, pencarian peraturan menjadi lebih mudah dan cepat,” kata Charya.

Lawble juga menggantikan kebiasaan publik hingga praktisi hukum menggunakan kertas untuk mencetak peraturan yang ada, dengan fitur penanda hingga sticky notes dalam situs dan mobile browser.

“Selain itu dengan Lawble Collaboration Tool, para praktisi bisa menikmati fitur komunikasi saat melakukan pekerjaan atau proyek, Tidak perlu lagi menggunakan aplikasi chat terpisah,” kata Charya.

Lawble juga dilengkapi dengan Lawble Journal, yang sarat dengan informasi hingga berita-berita terbaru terkait dengan peraturan hingga regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah, wawancara dengan pakar hingga praktisi hukum.

“Lawble juga terkoneksi langsung dengan asosiasi khusus industri hukum dinamai Asosiasi Regtech dan Legaltech Indonesia (Indonesian Regtech and Legaltech Association / IRLA), Privy.id, LegalGo, PopLegal, Startup Legal Clinic, dan eClis.id,” kata Charya.

Strategi monetisasi Lawble

Saat ini Lawble secara khusus menargetkan firma hukum dan perguruan tinggi. Lawble mengklaim telah memiliki sekitar 700 firma hukum yang terdaftar dalam platfromnya. Pada tahun pertama Lawble menargetkan 10 pengguna untuk satu Law Firm, dengan penetrasi 50%. Sehingga sekitar 3500 hingga 4000 rencananya akan diakuisisi lagi menjadi pelanggan.

Lawble memiliki dua kategori layanan, yaitu untuk praktisi hukum dan masyarakat umum. Untuk praktisi hukum dapat mengakses berbagai kolaborasi berbayar dan berlangganan dengan Lawble. Sementara untuk masyarakat bisa mengakses semua produk hukum yang bersinggungan dengan aktivitas sehari-hari dalam Journal Lawble. Ke depannya Lawble menargetkan bakal mengumpulkan sekitar 500 peraturan pemerintah yang bisa diakses oleh masyarakat dan praktisi hukum.

“Ke depannya kami berharap dengan akses hukum yang mumpuni, hukum tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang rumit, tetapi akan menjadi partner dalam aktivitas sehari-hari,” kata Charya.

PopLegal Bantu Pengurusan Dokumen Legal dan Hukum dengan Medium Digital

Mengurus perizinan, legal dan dokumen-dokumen hukum lainnya kerap menjadi permasalahan bagi perorangan atau usaha kecil menengah di Indonesia. Ketidaktahuan dan minimnya informasi sering menjadi penyebabnya. Permasalahan ini justru menjadi sebuah peluang bagi sebagian orang, salah satunya adalah mereka yang berada di belakang PopLegal.

PopLegal merupakan sebuah layanan yang bisa membantu penggunanya mendapatkan dokumen perjanjian bisnis dan legal, memperoleh for administrasi, dan mengolahnya secara real time. Fungsi-fungsi tersebut dihadirkan khusus dalam paket layanan PopLegal.

Minimnya kesadaran hukum dan akses ke informasi mengenai legal dan hukum di masyarakat yang masih minim menjadi salah satu alasan utama PopLegal didirikan. Berbalut teknologi terkini khas bisnis rintisan atau startup PopLegal menjanjikan akses informasi dan dokumen tentang legal dan hukum secara mudah.

PopLegal sendiri bekerja layaknya platform yang menyajikan penyederhanaan proses pembuatan dokumen bisnis dan legal melalui fitur-fitur yang mereka miliki. Selain itu PopLegal juga akan bertindak sebagai penyedia informasi normatif terkait permasalahan hukum umum yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari dengan mengutamakan kebutuhan terharap pengguna individu dan UMKM.

Dalam keterangannya kepada DailySocial, PopLegal sampai saat ini memiliki tim khusus untuk masalah legal. Kurang lebih ada lima orang profesional yang menjadi tim Legal Architect yang siap untuk membantu semua pengguna PopLegal.

PopLegal dan fitur-fiturnya

Mudah dan real-time adalah kunci dari layanan yang coba diupayakan oleh PopLegal. Untuk mewujudkan hal itu mereka telah menyiapkan beberapa fitur antara lain, Doc-Gen (Document Generator) yang berfungsi memudahkan pengguna membuat dokumen perjanjian, legal atau lainnya. Dalam Doc-Gen telah disiapkan untuk membantu pengguna menyusun kalimat-kalimat perjanjian di dalamnya.

Fitur selanjutnya adalah Document Management System. Fitur ini membantu pengguna mengelola dokumen mereka dan mengeditnya secara real-time. Pengguna juga bisa mengundang dan berbagai dengan pengguna lain yang bersangkutan dalam pembuatan dokumennya.

Fitur terakhir yang menjadi andalan adalah PopSupport. Sebuah fitur yang memungkinkan pengguna menyelesaikan masalah mengenai legal dan hukum. Seperti kesulitan mencari advokat, notaris, dan lain-lain.

Untuk tahun ini startup yang juga merupakan peserta program akselerasi GnB Accelerator periode kedua ini masih berusaha untuk mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya dokumen legal dan hukum sekaligus memperkenalkan layanan PopLegal. Mereka juga berencana untuk menjalin kera sama dengan asosiasi-asosiasi di Indonesia, khususnya di Jakarta.

Hak Untuk Dilupakan: Manfaat Perlindungan dan Potensi Penyalahgunaan

Internet adalah tempat yang bebas bagi publik untuk menyimpan data dan mengabarkan peristiwa. Meskipun terdapat berbagai peraturan yang berusaha untuk mengelola dan membatasi kebebasan tersebut, pada kenyataannya, teknologi internet berkembang relatif lebih cepat daripada ketentuan hukum dapat mengimbanginya.

Informasi yang terdapat di internet bisa dalam bentuk data yang kita unggah sendiri atau diunggah oleh orang lain. Foto memalukan yang kita post sendiri bisa kita hapus dengan mudah. Namun, bagaimana jika foto tersebut di-copy oleh orang lain, atau bahkan menjadi viral atau meme, dan sulit bagi kita untuk meminta orang-orang tersebut untuk menghapusnya satu-persatu. Bagaimana jika foto memalukan tersebut memberikan kita ketenaran yang tidak diinginkan atau bahkan sampai mengganggu karier? Pertanyaan yang sama berlaku bagi jenis-jenis informasi lainnya, seperti tweet, status update, maupun laporan berita.

Setiap orang memiliki masa lalu dan mungkin kejadian-kejadian tersebut sudah tidak relevan dengan kehidupan kita sekarang. Internet dan teknologi cloud membuat kita sulit untuk mengubur masa lalu itu. Maka, munculnya ‘hak untuk dilupakan’ adalah perkembangan hukum yang wajar dalam era digital ini.

Apa itu ‘hak untuk dilupakan’?

The right to be forgotten atau hak untuk dilupakan sudah menjadi perbincangan di Uni Eropa sejak tahun 2006. Menurut Mantelero Alessandro, profesor Hukum Perdata dari Italia, hak untuk dilupakan berangkat dari keinginan individual untuk menentukan sendiri arah pengembangan hidup mereka secara otonom, tanpa terus-menerus dikenai stigma sebagai konsekuensi dari tindakan tertentu yang mereka lakukan di masa lalu.

Hak ini mulai diberlakukan saat seorang warga Spanyol merasa pemberitaan mengenai suatu hutang di masa lalunya sudah tidak relevan lagi untuk diberitakan, sebab ia telah melunasi hutang tersebut. Ia menggugat Google supaya menghapus seluruh tautan pemberitaan tersebut dari search result sebagai wujud haknya untuk dilupakan. Google membela diri dari permintaan tersebut sebab mereka ingin menjadi platform informasi yang netral. Namun Google kalah dan hak untuk dilupakan ini menjadi preseden yang berlaku terhadap seluruh pengendali data di Uni Eropa.

Perlu dicatat bahwa dalam kasus ini, penghapusan tautan hanya dilakukan di search engine, sementara tautannya sendiri masih bisa ditemukan di situs berita yang bersangkutan. Dengan berlakunya hak untuk dilupakan secara menyeluruh di Uni Eropa, hak ini juga dapat diberlakukan terhadap media berita dan media sosial.

Perdebatan soal hak untuk dilupakan sesungguhnya mendasar secara konsep dan filsafat hukum. Ketika diturunkan menjadi diskursus antara hak untuk dilupakan versus hak kebebasan berekspresi, hak asasi manusia dapat menjadi pedang bermata dua. Kedua hak tersebut merupakan hak asasi manusia. Tidak sedikit yang mengkritik hak untuk dilupakan sebagai suatu bentuk penyensoran dan penulisan ulang sejarah.

Hak untuk dilupakan vs hak atas informasi

Hak untuk dilupakan tidak sama dengan hak privasi. Hak privasi adalah hak atas informasi-informasi pribadi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi identitas seorang individu dan berpotensi membahayakan keselamatan individu tersebut, seperti alamat, nomor telepon, catatan kesehatan, dan lain-lain. Sedangkan hak untuk dilupakan berhubungan dengan informasi akan seorang subyek di internet pada periode waktu tertentu.

Terlepas dari kontroversinya, hak untuk dilupakan dapat dimanfaatkan untuk hal-hal baik. Korban dari revenge porn atau perbuatan asusila dapat menggunakan hak ini untuk menghentikan, atau setidaknya membatasi, distribusi konten tentang dirinya di internet. Remaja Gen Z atau bayi-bayi yang sudah punya akun Instagram sendiri karena orang tuanya, yang menyesali keberadaan konten digital dirinya, juga dapat memanfaatkan hak yang sama untuk menghapus konten tersebut.

Namun, bagaimana dengan seorang dokter yang pernah melakukan malpraktik atau pengobatan yang sempat menjadi sorotan? Dokter itu bisa saja menggunakan hak untuk dilupakan demi mengubur informasi soal malpraktiknya di masa lalu. Kerugian terbesar tentunya adalah bagi konsumen yang perlu mengambil keputusan dengan informasi menyeluruh.

Pada skala lebih kecil, jika kita pernah diberitakan melakukan tindakan kriminal atau memiliki konten memalukan di akun atau situs publik, dan kita tidak mau informasi tersebut mempersulit kita mencari kerja, pantaskah hak untuk dilupakan digunakan dalam hal ini? Apakah pemberi kerja berhak untuk mengetahui informasi ini, meskipun kita merasa informasi tersebut sudah tidak relevan?

Hak untuk dilupakan ini sudah dimanfaatkan oleh Dejan Lazic, pianis dari Uni Eropa, untuk menghapus resensi jelek soal musiknya di internet. Penerapan hak untuk dilupakan sangat nyata dalam kehidupan publik di internet dan berpengaruh langsung terhadap kebutuhan akan informasi masyarakat.

Bagaimana pengaturan Hak Untuk Dilupakan dalam Perubahan UU ITE?

Oktober lalu, DPR telah mengesahkan perubahan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Salah satu perubahan itu adalah penambahan ketentuan Pasal 26 soal perlindungan data pribadi di internet. Berdasarkan pemberitaan Kominfo, penambahan Pasal 26 adalah:
(a) setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menghapus Informasi Elektronik yang tidak relevan yang berada di bawah kendalinya atas permintaan orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan; dan
(b) setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menyediakan mekanisme penghapusan Informasi Elektronik yang sudah tidak relevan.

Hingga saat ini, saya belum berhasil mendapatkan teks asli Perubahan UU ITE, sehingga saya hanya mengandalkan pemberitaan Kominfo. Ada beberapa hal yang dapat ditanggapi:

(a) Definisi ‘tidak relevan’ terlalu rancu. Informasi apa yang masih relevan dan tidak relevan? Apakah Perubahan UU ITE akan menjelaskan ukuran dari ‘tidak relevan’? Belajar dari perkembangannya di Uni Eropa, perlu ada pengecualian terhadap informasi yang diunggah sehubungan dengan kegiatan jurnalistik dan resensi karya seni, supaya hak-hak warganegara akan informasi tetap terjamin. Pengadilan Uni Eropa secara eksplisit mengklarifikasi bahwa hak untuk dilupakan tidaklah absolut dan akan selalu perlu diseimbangkan dengan hak-hak fundamental warganegara, seperti kebebasan berekspresi. Pemberitaan Kominfo tidak memperlihatkan pengecualian tersebut.

(b) Siapa yang dimaksud dengan ‘Penyelenggara Sistem Elektronik’? Berdasarkan definisinya di UU ITE, penyelenggara yang dimaksud akan meliputi seluruh pengendali data di internet, seperti search engine dan media digital, termasuk media sosial dan blog pribadi. Namun, ketentuan ini menjadi tidak berlaku bagi search engine dan media non-Indonesia karena perbedaan yurisdiksi. Jika pemerintah Indonesia tidak berhasil menggalakkan kewajiban OTT untuk memiliki badan hukum di Indonesia, hak untuk dilupakan tidak bisa diterapkan terhadap OTT asing.

(c) Apa yang dimaksud dengan ‘menghapus’? Apakah menghapus berarti meniadakan tautannya saja, atau menghapus laman yang bersangkutan sekaligus?

(d) Penggunaan hak untuk dilupakan mengharuskan adanya penetapan pengadilan, yang mana memakan waktu dan biaya. Sisi positifnya adalah Penyelenggara Sistem Elektronik tidak bisa mengelak. Penetapan pengadilan juga memastikan hak untuk dilupakan tidak dapat digunakan begitu saja. Di sisi lain, jika Penyelenggara Sistem Elektronik keberatan untuk menghapus data, mereka harus melakukan upaya hukum kasasi di Mahkamah Agung. Hakim sebagai penentu apa yang ‘relevan’ jadi memiliki beban baru untuk memahami internet, termasuk soal integritas dan distribusi informasi di internet, serta hubungannya dengan konteks sosial dari informasi tersebut. Ketiadaan preseden juga berpotensi mengakibatkan penetapan hakim berbeda dari kasus ke kasus, sehingga dapat mengakibatkan ketidakpastian hukum.

(e) Penyelenggara Sistem Elektronik wajib mengatur mekanisme penghapusan Informasi Elektronik yang sudah tidak relevan. Akan tetapi belum jelas apakah Perubahan UU ITE akan menentukan standar mekanisme itu. Mungkinkah hal tersebut akan diserahkan sepenuhnya ke Penyelenggara Sistem Elektronik?

(f) Bagaimana jika Penyelenggara Sistem Elektronik menolak untuk menghapuskan Informasi Elektronik yang bersangkutan? Apakah mereka dapat dikenakan denda atau upaya hukum lainnya? Pemberitaan Kominfo tidak menggambarkan sanksi tersebut.

Saya turut menekankan perlu ada mekanisme tambahan supaya hak untuk dilupakan tidak disalahgunakan oleh pemangku kepentingan. Pasal 27 ayat (3) soal penghinaan dan pencemaran nama baik di internet cenderung dapat disalahgunakan oleh pejabat dalam melawan kritik terhadap pemerintah. Ketentuan hak untuk dilupakan berpotensi untuk disalahgunakan dalam konteks yang serupa.

Beberapa media nasional telah menyampaikan kekhawatiran mereka soal ‘penyensoran’ ini. Pemerintah dan penegak hukum perlu mengimbangi kekhawatiran tersebut dengan menentukan koridor-koridor yang jelas dalam penggunaan hak untuk dilupakan. Jika tidak, hak untuk dilupakan hanya akan menambah pekerjaan rumah, bukannya memberikan solusi keamanan dan kenyamanan berinternet.


Disclosure: Fallissa Putri, S.H. adalah konsultan hukum dan advokat dari Klikonsul, konsultan hukum dan bisnis di bidang ekonomi kreatif, termasuk teknologi informasi. Informasi lebih lanjut dapat dibaca di http://klikonsul.com

Microsoft Perangi Pembajakan Windows Dengan Solusi Menarik

Pelanggaran hak cipta telah ada semenjak karya digital pertama kali dipasarkan, baik itu musik, film, hingga software. Beragam upaya telah dikerahkan demi menguranginya, sayang tanpa hasil memuaskan. Bagi developer serta pembuat sistem operasi veteran seperti Mircrosoft, pembajakan ialah masalah yang terus-menerus mereka hadapi, mungkin hingga akhir waktu. Continue reading Microsoft Perangi Pembajakan Windows Dengan Solusi Menarik

Running an Indonesian PT: Basic Licenses and Hiring

We are currently running a series on the basics of establishing a company in Indonesia. The articles are written by Bakhtiar Yusuf, Managing Partner at Loys & Co. The first part of the series which discussed about the creation of a legal entity for a company was published last week. This week the topic is on acquiring business licenses and hiring employees.

Continue reading Running an Indonesian PT: Basic Licenses and Hiring