Tag Archives: lensa

Laowa 85mm F5.6 2x Ultra Macro APO Adalah Lensa Full Frame Macro 2x Terkecil di Dunia

Ketika lockdown di awal pandemi, saya memutuskan untuk mencoba memotret macro untuk menyalurkan hobi fotografi. Selama satu tahun penuh, saya memotret berbagai objek dari serangga, bunga dan tumbuhan, abstrak, hingga konsep foto dengan benda-benda kecil.

Namun saya kepincut ingin mencoba lensa bokeh master dengan aperture besar F0.95, jadi saya tukar tambah dengan lensa macro-nya. Saya memang punya niat untuk upgrade lensa macro tersebut dengan versi yang lebih baik di masa depan.

Selama menggeluti fotografi macro, ada beberapa catatan yang menurut saya penting. Mulai dari alat tempur yang efisien, pilih lensa macro dan bodi kamera mirrorless yang ringkas tetapi punya grip yang cukup nyaman. Karena kita akan membutuhkan bantuan flash eksternal yang dipasang di atas kamera.

Bicara soal lensa macro, Venus Optics adalah pabrikan lensa pihak ketiga yang menawarkan koleksi lensa macro yang cukup lengkap. Baik dari pilihan focal lenght, berbagai ukuran sensor dari Micro Four Thirds (MFT), APS-C, dan full frame, serta tersedia di sistem kamera yang berbeda-beda.

Yang terbaru, Venus Optics telah mengumumkan Laowa 85mm F5.6 2x Ultra Macro APO, lensa macro 2x yang diklaim terkecil di dunia untuk sistem kamera mirrorless full frame. Lensa tersebut berdiameter hanya 53 mm, panjang 81 mm, dan beratnya 259 gram.

Dari segi optik, Laowa 85mm F5.6 2x Ultra Macro APO dibuat dari 13 elemen dalam 9 grup, termasuk tiga elemen extra-low dispersion. Ia menggunakan desain apochromatic (APO) untuk meminimalkan chromatic aberration.

Lensa macro ini memiliki jarak pemfokusan minimum 16,3 cm, memiliki rasio pembesaran 2x, dan menggunakan mekanisme pemfokusan internal sehingga laras depan lensa tidak akan memanjang saat mencari fokus.

Dengan focal length 85mm, artinya kita harus cukup dekat saat memotret foto macro ekstrem seperti serangga. Meski banyak lensa macro tiba dengan aperture F2.8, faktanya untuk mendapatkan depth-of-field-nya yang cukup setidaknya butuh aperture F5.6 ke atas. Di sini alasan kenapa flash eskternal dibutuhkan, untuk menjaga shutter speed agar tidak terlalu rendah.

Selain ukuran lensa yang ringkas, bagian paling menarik ialah harganya. Lensa full frame biasanya dipatok cukup mahal, tetapi harga Laowa 85mm F5.6 2x Ultra Macro APO cukup terjangkau yakni US$449 atau sekitar Rp6,4 jutaan untuk versi Canon RF, Nikon Z, dan Sony E-mount, serta US$499 (Rp7,1 jutaan) untuk versi Leica M.

Sumber: DPreview

3-Setup-Kamera-Mirrorless-Pilihan-dan-Lensanya-Untuk-Pecinta-Fotografi

3 Setup Kamera Mirrorless Pilihan dan Lensanya Untuk Pecinta Fotografi

Saat ini bagi yang memiliki ketertarikan dengan fotografi, tentunya Anda bisa memulai menekuni hobi memotret menggunakan kamera smartphone. Setelah mantap jatuh hati pada dunia fotografi dan mendambakan pengalaman memotret yang lebih dalam, selanjutnya Anda bisa beralih ke kamera mirrorless.

Kenapa kamera mirrorless, bukan DSLR ataupun analog? Ketiganya menurut saya ‘luar biasa’, tetapi bila mempertimbangkan faktor teknologi, keandalan, desain, dan biaya yang harus dikeluarkan, maka mirrorless ialah pilihan paling ideal saat ini.

Bicara kamera mirrorless, saya memiliki tiga rekomendasi setup kamera mirrorless pilihan dan lensa-lensanya. Ketiganya berada direntang harga Rp10 jutaan, mereka sangat cocok sebagai ‘everyday carry‘. Langsung saja, kita mulai dari Nikon Z fc.

1. Nikon Z fc

Dia terlihat seperti kamera SLR legendaris Nikon FM2, tetapi di dalamnya tertanam sistem kamera baru Nikon Z. Ia mengusung sensor APS-C 21MP, prosesor gambar Expeed 6 yang mampu memotret beruntun hingga 11 fps dengan autofocus atau 9 fps untuk Raw 14-bit.

Tak berhenti pada tampilan, kita bisa merasakan sensasi pengalaman memotret seperti kamera analog berkat kontrol mekaniknya. Di pelat atas tersemat dial untuk mengatur ISO dan tuas untuk beralih mode autofocus.

Kemudian ada dial shutter speed dengan tuas untuk beralih ke mode foto dan video. Juga terdapat dial exposure compensation, serta dua roda putar di depan dan belakang untuk mengatur exposure.

Ya, hampir semua kontrol dapat dilakukan lewat bodi kamera. Bila perlu, Anda bisa membalikkan layar sentuh 3 inci 1,04 juta dot ke dalam yang memungkikan berkat mekanisme vari-angle. Lalu, memotret hanya dengan jendela bidik elektronik yang menggunakan panel OLED 2,36 juta dot.

Harga Nikon Z fc body only di Indonesia dibanderol Rp13.999.000 dan Rp15.999.000 dengan lensa kit Nikkor Z DX 16-50mm F3.5-6.3 VR. Pasangan serasi untuk lensa native ialah Nikkor Z 28mm F2.8 (SE) atau Nikkor Z 40mm F2 untuk mendapatkan setup kamera yang ringkas.

2. Fujifilm X-E4

Kalau Nikon Z fc menawarkan look dan feel layaknya kamera SLR Nikon zaman dulu, Fujifilm X-E4 mengusung desain klasik bergaya rangefinder yang tak kalah menarik. Dibanding Nikon Z fc, dimensi bodi Fujifilm X-E4 jauh lebih ramping apalagi bila dipasangkan dengan lensa XF 27mm F2.8 R WR.

Bila Nikon Z fc sangat ramai, Fujifilm X-E4 justru tampil minimalis dan sistem kontrolnya lebih simpel. Di pelat atas, hanya terdapat dial untuk mengatur shutter speed dan exposure compensation, serta satu roda putar di bagian belakang.

Ke bagian dalam, Fujifilm X-E4 mengemas sensor BSI-CMOS X-Trans 4 26MP dengan prosesor gambar quad-core X-Processor 4. Ia dapat memotret beruntun 20 fps dengan electronic shutter dan 8 fps dengan mechanical shutter.

Tentu saja, daya tarik kamera Fuji adalah film simulation. Total ada 18 film simulation pada Fujifilm X-E4, termasuk ETERNA Bleach Bypass dan Classic Negative.

Selain itu, layar sentuh 3 incinya memiliki resolusi 1,63 juta dot dan bisa ditarik dan ditekuk hingga 180 derajat ke depan. Lalu, jendela bidik elektroniknya menggunakan panel OLED beresolusi 2,36 juta dot.

Harga Fujifilm X-E4 body only di Indonesia dibanderol Rp13.499.000 dan Rp16.499.000 dengan lensa XF 27mm F2.8 R WR.

3. Sony Alpha ZV-E10

Pilihan yang satu ini menawarkan pengalaman memotret yang berbeda dengan opsi pertama dan kedua. Bodinya lebih kecil dari Fujifilm X-E4 dengan grip mungil yang memberikan cengkraman yang kuat dan kontrol kameranya paling sederhana tetapi sangat cepat.

Dari segi desain, Sony Alpha ZV-E10 tampak seperti hasil fusion dari kamera compact ZV-1 dan A5100, ia juga dirancang untuk pengambilan video vlog. Tanpa dibekali jendela bidik, namun memiliki layar vari-angle yang memberikan fleksibilitas lebih baik dalam menyusun komposisi foto.

Di dalamnya tertanam sensor CMOS Exmor APS-C 24,2MP dan mampu memotret berturut-turut hingga 11 fps dengan continuous autofocus. Untuk lensa native, Sony ZV-E10 sangat cocok bila dipasangkan dengan Sony E 35mm F1.8 OSS, Sony E 20mm F2.8, dan Sony E 16mm F2.8 Pancake.

Terakhir tetapi tak kalah penting adalah dukungan lensa pihak ketiga, terutama 7Artisans dan TTArtisan yang menawarkan lensa prime terjangkau dengan aperture besar. Lensa manual juga cocok sebagai teman berlatih untuk menambah jam terbang dan mengasah kreativitas.

Dari 7Artisans, lensa terbaru yang murah meliputi 7Artisans Photoelectric 50mm f/0.95 Rp2.990.000, 7Artisans 55mm F/1.4 Mark II Rp1.690.000, 7Artisans 35mm F1.2 Mark II Rp1.650.000, dan 7Artisans 35mm F0.95 Rp2.990.000. Sementara dari TTArtisan, meliputi TTArtisan 17mm F1.4 Rp1.799.000, TTArtisan 50mm F1.2 Rp1.499.000, TTArtisan 35mm F1.4 Rp1.099.000.

Canon Indonesia Hadirkan Film Seri Dokumenter, Diambil Menggunakan Canon EOS R6

Sepanjang pandemi covid-19, meski merupakan persoalan kesehatan tetapi dampaknya sangat luas di sektor ekonomi. Untuk menginspirasi masyarakat untuk jangan mudah menyerah dengan keadaan, Canon melalui pt. Datascrip menghadirkan “CARRY ON – STORIES IN THE TIME OF CORONA”.

Serial dokumenter yang terdiri dari enam episode yang menceritakan tentang kisah para sosok pekerja yang berjuang di masa pandemi. Dengan melihat segala ciri khas tokoh di dalamnya, serta pelajaran tentang bagaimana cara mereka untuk tetap bertahan di tengah pandemi.

Tidak mudah mengangkat tema kehidupan ini karena banyak kisah pilu yang diceritakan. Namun, kami melihat kondisi ini justru menjadi satu titik balik bagi semua orang untuk bisa bangkit dari semua keterbatasan, karena pandemi dirasakan oleh semua orang, tidak memandang dari tingkat sosial, gender dan usia. Kami harap film seri dokumenter ini dapat menginspirasi dan menyampaikan pesan kepada penonton di Indonesia untuk tetap bangkit,” ujar Monica Aryasetiawan – Canon Business Unit Director pt. Datascrip.

6 Episode Film Seri Dokumenter dari Canon

Film seri dokumenter ini terdiri dari 6 episode dengan latar belakang profesi dan kisah hidup yang berbeda-beda tiap episodenya. Episode pertamanya berjudul ‘Bulanan jadi Harian’ sudah bisa disaksikan di channel YouTube Canon Indonesia dan judul baru akan tayang setiap minggu.

1. Bulanan Jadi Harian

Menceritakan sosok bernama Hidayat yang merupakan seorang mantan pegawai di perusahaan percetakan yang di-PHK karena omset perusahaannya yang terus merugi. Meski begitu, Hidayat tak patah semangat, ia tetap berjuang dan terus berusaha memenuhi kebutuhan keluarganya mulai dari bekerja sebagai kuli serabutan hingga supir ojek online.

2. Geladi dari Kamar

Menceritakan seorang aktor teater yang mendadak kehilangan panggung ketika pandemi Covid 19 datang sehingga harus memutar otak untuk mencari penghasilan untuk memenuhi kebutuhannya. Muhammad Afrizal merasakan hobi dan finansial sama-sama jatuh menggelinding, dikejar dengan sisa tenaga namun setelahnya, hal itu menjadi rutinitas keseharian. Tidak ada katarsis, tidak ada opsi, tidak ada jaminan kapan kehormatan panggung dapat direbut kembali.

3. Guru Selamanya

Mengisahkan tentang seorang guru honorer yang berlokasi di Cikalongkulon bernama Deni yang tak kenal lelah mengajarkan pada muridnya berbagai pelajaran hidup. Kesederhanaan dan ketulusan untuk tetap berjuang di tengah keterbatasan yang ada. Apresiasi kehormatan dari Canon untuk seluruh guru di Indonesia dengan perjuangan tanpa lelah, sekaligus pada setiap murid dan wali murid yang memperjuangkan pendidikan dari keterbatasannya masing-masing.

4. Perawat Sejak Pikiran

Bercerita tentang Minola Rivai atau biasa dipanggil Mimi, seorang ibu dua anak yang berprofesi sebagai perawat untuk pasien rawat rumah (homecare) yang juga melayani pengetesan rapid-antigen. Mimi bercerita tentang bagaimana dirinya berhadapan dengan situasi pandemi Covid-19, mulai dari dilematis memilih antara pengabdian menjadi seorang perawat atau keluarga sendiri, hingga pengalaman unik para pasien positif Covid-19 yang ia rawat untuk sehat kembali.

5. Jadi Ayah Sepenuhnya

Bercerita tentang Muhammad Hamidun atau Dudun yang berprofesi sebagai Wedding Photographer dan baru saja diberkahi seorang anak. Ketika Covid-19 menyerang, seketika ia kehilangan order pekerjaan karena dilarangnya acara resepsi pernikahan, perannya sebagai ayah dipertaruhkan, hingga akhirnya ia beralih menjadi penjual produk makanan demi bisa bertahan hidup dibantu oleh istrinya.

6. Goyang Tulang Punggung

Menceritakan kisah Nia Izzati, seorang biduan dangdut sekaligus ibu dua anak yang harus berjuang seorang diri untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mulai dari makan, hingga kebutuhan lainnya tanpa didampingi oleh suami. Namun, keadaan berubah saat pandemi Covid-19 datang dan membuatnya berhenti dari profesi tersebut yang merupakan sumber pendapatan utama karena sepinya permintaan untuk tampil. Demi memenuhi kebutuhan kedua anaknya, Nia pun rela bekerja apa saja, mulai dari supir, pelayan cafe hingga kurir jualan online.

Proses Produksi

Film seri dokumenter ini digarap oleh salah satu EOS Creator Indonesia, Reyhan Aliy, seorang fotografer dan videografer profesional sekaligus founder of Carito Films Creative House. Produksi seluruhnya menggunakan kamera Canon EOS R6, dengan lensa prime Canon RF 35mm F1.8 IS STM Macro dan Canon RF 50mm F1.8 STM.

Canon EOS R6 memang merupakan kamera mirrorless full frame terbaru Canon yang video-centric, ia mengusung sensor 20MP dan dapat merekam video 4K UHD ataupun DCI hingga frame rate 60 fps. Meski film diedit pada resolusi 1080p, Reyhan Aliy mengambil footage b-roll pada resolusi 4K untuk mendapatkan fleksibilitas crop dan refarming komposisi pada post processing.

Fitur lain yang sangat membantu ialah mekanisme layar yang fully articulating, sistem Dual Pixel AF II yang andal, baterai baru Canon LP-E6NH yang tahan lama, dan tentu saja in-body image stabilization. Berkat dukungan frame rate tinggi, IBIS, dan IS di lensa, hal itu memungkinkan hampir 90% pengambilan gambar dilakukan secara handheld.

Itulah kenapa ia memilih menggunakan lensa prime untuk mendapatkan setup kamera seringkas mungkin. Menurutnya Canon RF 35mm F1.8 IS STM Macro adalah lensa yang serbaguna, karena tetap dapat menangkap gambar cukup luas bila mundur beberapa langkah dan dapat mengambil bidikan closeup.

Anggota timnya hanya terdiri dari tiga orang, termasuk dirinya, satu untuk assist dan satu lagi untuk mengambil BTS. Bukan tidak ingi menambah orang, karena proses produksi dilakukan secara pandemi.

Tiga-Lensa-Prime-Terbaru-dari-Panasonic,-Yongnuo,-dan-Viltrox-1

Tiga Lensa Prime Terbaru dari Panasonic, Yongnuo, dan Viltrox Untuk Eksplorasi Fotografi

Bagi pecinta fotografi, salah satu hal yang sangat menyenangkan ialah ketika mendapatkan lensa baru, terutama lensa prime. Karena biasanya bentuknya lebih ringkas dan aperture-nya besar sehingga sangat cocok untuk eksplorasi fotografi. Ditambah pilihan focal length-nya beragam dan harga yang sangat bervariasi, baik lensa native maupun dari pihak ketiga.

Minggu ini, tercatat ada tiga pengumuman lensa baru. Mulai dari Panasonic Lumix S 35mm F1.8 untuk sistem kamera L-mount, Yongnuo 50mm F1.8S DF DSM untuk Sony E-mount, dan Viltrox 85mm F1.8 untuk Canon RF-mount.

Panasonic Lumix S 35mm F1.8

Panasonic melengkapi rangkaian lensa prime mereka dengan Lumix S 35mm F1.8. Sebelumnya sudah ada Lumix S 85mm F1.8, diikuti Lumix S 50mm F1.8, dan Lumix S 24mm F1.8. Saat ini, Panasonic juga sedang mengembangkan Lumix S 18mm F1.8.

Lumix S 35mm F1.8 adalah lensa full frame untuk sistem L-mount Alliance, artinya bisa dipasang juga pada kamera Leica dan Sigma. Dari segi optik, ia mengusung 11 elemen dalam 9 grup, termasuk 3 elemen aspherical dan 3 elemen ED (Extra-Low Dispersion).

Bodinya sudah dust dan moisture resistant, memiliki curved aperture diaphragm 9 blade, fokus minimum 24 cm, ukuran filter 67mm, dan beratnya 295 gram. Harga Lumix S 35mm F1.8 dibanderol US$699.99 atau sekitar Rp9,9 jutaan.

Yongnuo 50mm F1.8S DF DSM

Dari Yongnuo, ada lensa AF YN 50mm F1.8S DF DSM untuk sistem kamera mirrorless full frame Sony E-mount. Ia dibanderol dengan harga dengan harga 1.999 Yuan atau Rp4,4 jutaan.

Secara optik, YN 50 mm F1.8S DF DSM dibuat dari 11 elemen dalam 8 grup. Termasuk 4 elemen high-refractive, 1 elemen low-dispersion, dan 1 elemen aspherical.

Lebih lanjut, sistem autofocus-nya digerakkan oleh digital stepping motor (DSM) dan dilengkapi tuas on/off untuk fungsi AF pada bodi lensa dan tombol fisik FN yang bisa disesuaikan di pengaturan kamera. Fitur lain ialah aperture diaphragm 9 blade, filter depan 58 mm, jarak pemfokusan minimum 45 cm, dan port USB-C untuk memperbarui software lensa.

Viltrox 85mm F1.8

Beralih ke Viltrox 85mm F1.8, ia merupakan lensa AF pertama perusahaan untuk sistem kamera mirrorless full frame Canon. Ia dibuat dari 10 elemen dalam 7 grup, termasuk 4 elemen short-wavelength dan satu elemen ED (Extra-Low Dispersion).

Fitur lainnya termasuk aperture diaphragm 9 blade, filter depan 72 mm, jarak pemfokusan minimum 80 cm, dan bobotnya 530 gram. Autofocus-nya digerakkan melalui stepping motor (STM), ia dilengkapi chip terintegrasi untuk mentransfer metadata dari lensa ke kamera dan memungkinkan perubahan aperture dari kamera, karena memang tidak ada ring aperture fisik.

Pada bodi lensa terdapat tuas on/off untuk fitur autofocus. Viltrox juga menyertakan port USB-C pada dudukan lensa untuk pembaruan firmware di masa mendatang. Harga lensa AF Viltrox 85mm F1.8 untuk Canon RF-mount dijual US$399 atau Rp5,7 jutaan.

Sumber: DPreview 1, 2, 3

Jajaran Manajemen PT Sony Indonesia

Sony FE 70-200mm F2.8 GM OSS II Lebih Ringan dan Cepat, Harga Rp37.999.000

Bagi penggemar fotografi, serta fotografer dan videografer profesional, tentu sudah mengetahui keserbagunaan lensa dengan focal lenght 70-200mm. Mulai dari buat foto portrait, 200mm dan ditambah aperture F2.8, bokeh yang dihasilkan pun sangat fantastis.

Kemudian untuk foto landscape, traveling, dokumentasi, dan videografi, lensa 70-200mm sangat powerful karena menawarkan fleksibilitas dalam mengambil variasi ukuran bidikan dan komposisi. Lensa yang serbaguna yang sangat membantu  workflow produksi Anda.

Yang terbaru, Sony Indonesia telah meluncurkan lensa FE 70-200mm F2.8 GM OSS II​. Lensa zoom telephoto premium seri G Master ini akan tersedia di Tanah Air pada bulan November 2021 dengan harga Rp37.999.000.

Pembelian secara pre-order sudah dapat dilakukan dari tanggal 29 Oktober 2021 hingga 14 November 2021 di seluruh Sony Authorized Dealer. Untuk pembelian dalam masa pre-order, Sony menawarkan paket spesial berupa H&Y Magnetic ND Filter Kit senilai Rp1.999.000.

Lensa 70-200mm F2.8 Teringan

Seperti namanya, perangkat ini adalah penerus dari FE 70-200mm F2.8 GM OSS yang dirilis tahun 2016. Dibanding pendahulunya, model baru punya berat sekitar 29% lebih ringan, 1.480 gram vs 1.045 gram.

Dengan bobot 1.045 gram, Sony mengklaim bahwa FE 70-200mm F2.8 GM OSS merupakan lensa zoom 70-200mm F2.8 teringan di dunia. Kalau saya bandingkan dengan kompetitor terbarunya, ia memang sedikit lebih ringan dari Canon RF 70-200mm F2.8L IS USM yang memiliki berat 1.070 gram. Nikon Nikkor Z 70-200mm F2.8 VR S 1.440 gram dan Panasonic Lumix S Pro 70-200 F2.8 O.I.S. 1.570 gram.

FE 70-200mm F2.8 GM OSS II adalah lensa yang ringan dan menawarkan penanganan luar biasa dalam situasi apa pun. Tambahan terbaru dari seri G Master kami akan menjadi zoom telephoto tambahan yang sempurna untuk perlengkapan kreator mana pun yang ingin memaksimalkan potensi peralatan mereka baik untuk foto maupun video,” ungkap Kazuteru Makiyama, President Director PT Sony Indonesia.

Kualitas Optik

Lensa FE 70-200mm F2.8 GM OSS II​ menawarkan kualitas gambar dengan resolusi dan kejernihan tinggi. Pengguna dapat mengharapkan gambar yang jernih dari ujung ke ujung di seluruh rentang zoom, bahkan pada saat aperture terbuka lebar.

Berkat dua elemen lensa aspherical, termasuk satu elemen XA (extreme aspherical) yang diproduksi hingga presisi permukaan 0,01-micron, sehingga dapat secara efektif mengontrol variasi aberasi terkait jarak. Serta, dua elemen kaca spherical ED (extra-low dispersion) dan dua elemen kaca spherical Super ED untuk secara signifikan mengurangi aberasi kromatik tanpa color bleeding.

Ia dapat menghasilkan bokeh indah berkat aperture maksimum F2.8 dan unit aperture melingkar 11-blade. Desain optik canggih termasuk elemen XA dapat menekan efek ‘onion ring‘ yang tidak diinginkan secara menyeluruh.

Jarak pemfokusan minimum hanya 15,7 inci (0,4 meter) pada 70mm dan 32,3 inci (0,82 meter) pada 200mm, dengan perbesaran maksimum 0,3x. Lebih lagi, ia mendukung penggunaan teleconverter 1,4x atau 2,0x Sony untuk memperpanjang focal length hingga 400mm pada bukaan F5.6.

Untuk menghindari flare dan ghosting dalam kondisi pencahayaan yang menantang, Nano AR Coating II asli Sony menghasilkan lapisan anti-pantulan yang seragam pada permukaan lensa. Desain optiknya juga dapat secara efektif menekan pantulan internal untuk meningkatkan kejernihan.

Kemampuan Autofokus

Lensa FE 70-200mm F2.8 GM OSS II menggunakan empat XD (extreme dynamic) Linear Motors asli Sony untuk kecepatan dan ketepatan AF tinggi. Sekitar empat kali lebih cepat dan dengan pelacakan fokus ditingkatkan sebesar 30% jika dibandingkan dengan model sebelumnya.

Saat dipasangkan dengan kamera flagship Sony Alpha 1, lensa ini mampu melakukan pengambilan gambar beruntun berkecepatan tinggi hingga 30 fps. Pelacakan AF juga tersedia bahkan saat menggunakan teleconverter. Untuk video, ia menawarkan AF yang halus dan senyap untuk mengunci fokus serta melacak subjek yang bergerak cepat, bahkan saat melakukan zoom, sehingga pengguna dapat menyerahkan fokus ke kamera.

FE 70-200mm F2.8 GM OSS II​ merupakan pilihan yang sempurna untuk video berkat aperture maksimum F2.8 yang konstan. Lensa ini didesain untuk secara signifikan mengurangi focus breathing, focus shift dan axis shift saat melakukan zoom, sehingga meminimalkan gerakan gambar yang tidak diinginkan dan variasi sudut pandang.

Untuk pengoperasian penggunaan video yang mudah, lensa dilengkapi dengan ring kontrol independen untuk fokus, zoom dan bukaan (iris), memungkinkan pengoperasian manual yang presisi. Ring aperture juga memiliki tombol klik ON/OFF. Lebih lagi, Linear Response MF Sony memastikan kontrol fokus manual yang responsif dengan lag rendah. Hood lensa yang disertakan juga memiliki bukaan yang memungkinkan kemudahan pengoperasian dari filter polarisasi melingkar atau filter ND variabel.

Nikon Z9 Resmi Diungkap, Sanggup Hasilkan Footage 8K dan Memotret Beruntun 30fps

Nikon akhirnya merilis kamera mirrorless flagship untuk segmen profesional atas, mari berkenalan dengan Nikon Z9. Ia akan tersedia pada akhir tahun 2021 dengan harga US$5.499 atau mencapai Rp77,8 jutaan.

Dari segi desain, Nikon Z9 mengusung bodi tipe ala large SLR seperti Nikon D6 – seolah punya battery grip tetapi menyatu dalam bodi. Dimensinya memang bongsor, 149x150x91 mm dan bobotnya 1.340 gram. Itu termasuk baterai tipe EN-EL18d yang dalam sekali pengisian, Nikon Z9 dapat memotret sekitar 740 jepretan.

Dibanding Nikon D6, Nikon Z9 8% lebih ringan dan volumenya sekitar 20% lebih kecil. Bagian belakang menampilkan LCD monitor sentuh 3,2 inci beresolusi 2,1 juta dot dengan mekanisme tilting yang bisa ditarik secara vertikal maupun horizontal. Kemudian di atasnya terdapat jendela bidik elektronik beresolusi 3,68 juta dot dengan perbesaran 0,8x.

Lebih jauh, keunggulan utama Nikon Z9 ialah keberadaan sensor full frame tipe stacked CMOS dengan resolusi 46MP. Ia mampu memotret beruntun 30fps dalam format JPEG atau 20fps dalam format Raw. Nikon juga menyediakan dua opsi format Raw baru efisiensi tinggi, HE* dan HE yang masing-masing berukuran sekitar 1/2 dan 1/3 lebih kecil dari ukuran data yang tidak terkompresi.

Nikon Z9 menjadi kamera mirrorless Nikon pertama yang mengadopsi sistem AF 3D Tracking yang dapat dikombinasikan dengan sistem pengenalan subjek terlatih dari machine-learning kamera. Sistem autofocus-nya telah dilatih untuk mengenali tiga set subjek yang meliputi orang, hewan, dan kendaraan. Dalam mode otomatis, Nikon Z9 dapat menganalisis scene untuk mendeteksi subjek secara otomatis.

Nilai jual utama lain dari Nikon Z9 ialah kemampuan perekam videonya. Ia mampu merekam video 8K 30fps dalam pilihan 8-bit H.264, 8-bit atau 10-bit H.265, dan low-compression 10-bit ProRes HQ. Nikon juga menjanjikan pengambilan footage 8K 60fps 12-bit Raw lewat pembaruan firmware di masa mendatang.

Selain itu, Nikon Z9 dapat merekam video 4K hingga 120fps menggunakan lebar penuh sensornya. Kamera juga mendukung Log secara internal, baik dalam format N-Log atau HDR TV-ready Hybrid Log Gamma.

Bersama Nikon Z9, Nikon juga mengumumkan dua lensa baru untuk sistem Nikon Z. Mulai dari Nikkor Z 24-120mm F4 S yang dibanderol US$1099.95, lensa ini menggantikan Nikkor Z 24-105mm F4 pada roadmap lensa Nikon. Secara optik, ia terdiri dari 16 elemen dalam 13 grup, termasuk tiga elemen ED glass (extra-low dispersion), tiga elemen aspherical dan satu elemen ED aspherical.

Kemudian Nikkor Z 100-400mm F4.5-5.6 VR S, lensa zoom telephoto ini dibanderol US$2699.95. Secara optik, ia punya 25 elemen dalam 20 grup, termasuk enam elemen ED dan dua elemen Super ED. Nikon menggunakan elemen Nano Crystal Coat dan ARNEO Coat untuk mengurangi ghost dan flare dalam kondisi backlit.

Sumber: DPreview

Venus Optics Menambahkan Opsi Mount Baru untuk Tujuh Lensa Laowa Populer

Seiring waktu, ekosistem lensa sistem kamera mirrorless full frame baru seperti Nikon Z, Canon RF, dan L-mount semakin kuat. Selain ketersediaan lensa native yang semakin beragam, baik dari segi focal length dan variasi harga, dukungan pabrikan lensa pihak ketiga juga penting.

Venus Optics misalnya, mereka terus memperluas lensa-lensa Laowa dalam berbagai mount tambahan. Yang terbaru ada tujuh lensa yang beberapa diantaranya kini tersedia untuk pengguna kamera Nikon Z, Canon RF, L-mount, dan Canon EOS-M.

Mulai dari Laowa 4mm f/2.8 Fisheye yang kini tersedia untuk Nikon Z, terutama pengguna Nikon Z50 dan Nikon Z fc. Lensa ini sangat unik karena dapat menampilkan bidang pandang 210 derajat dan dapat menciptakan perspektif fisheye melingkar pada kamera Micro Four Thirds dan APS-C. Bentuknya ringkas dengan bobot hanya 135 gram, bisa untuk keperluan nge-vlog, panorama 360 derajat, VR imaging, virtual tour, atau diterbangkan dengan drone.

Lanjut ke Laowa 9mm f/2.8 Zero-D untuk Nikon Z, lensa ini menawarkan cakupan ultra wide-angle hingga 113 derajat. Dengan aperture f/2.8 membuatnya sangat cocok untuk bekerja dalam kondisi pencahayaan rendah.

Berkat dua elemen aspherical ditambah tiga elemen extra-low dispersion, Loawa berhasil memperbaiki chromatic aberration, distorsi mendekati nol, dan memiliki ketajaman yang sangat baik dari sudut ke sudut. Dengan dimensi 60x53mm dan bobot 215 gram,mendorong fotografer dan videografer untuk menggunakannya setiap hari dan sangat cocok dipasangkan ke gimbal.

Beralih Laowa Argus 33mm f/0.95 CF APO, sebelumnya lensa APS-C ini sudah tersedia untuk Nikon Z, Canon RF, Sony E, dan Fuji X, sedangkan yang terbaru hadir untuk Canon EOS-M. Berkat desain APO, kualitas gambar yang dihasilkan diklaim lebih jernih dengan chromatic aberration yang terkontrol dengan baik.

Dengan jarak fokus terdekat 35cm, hal ini memungkinkan fotografer untuk menangkap perspektif yang berbeda secara detail. Aperture maksimum f/0.95 mampu menghasilkan bidikan close-up dengan depth of field yang dangkal.

Lanjut ke Laowa 24mm f/14 2X Macro Probe yang kini tersedia untuk Nikon Z dan Canon RF. Lensa full frame ini dirancang untuk pengambilan video macro dari 2:1 hingga infinity dengan sudut pandang ‘Bug Eye’ wide angle. Laras depan lensa tersebut sangat panjang 40cm, tahan air, dan dilengkapi LED ring light di ujung lensa.

Tiga lensa Laowa lainnya di lini Cine, meliputi Laowa 9mm T2.9 Zero-D Cine untuk Nikon Z dan L-mount. Lalu, Laowa 12mm T2.9 Zero-D Cine untuk L-mount dan Laowa 15mm T2.1 Zero-D Cine untuk Nikon Z.

Sumber: DPreview

Tamron Ungkap Lensa Telephoto 18-300mm F3.5–6.3 untuk Kamera APS-C Sony

Tamron telah mengumumkan lensa zoom telephoto all-in-one terbaru untuk kamera mirrorless dengan sensor APS-C, 18–300mm F3.5–6.3 Di III-A VC VXD. Lensa ini tersedia untuk sistem kamera Sony E-mount mulai tanggal 27 September 2021, nantinya juga bakal ada versi Fujifilm X-mount pada akhir tahun.

Kalau di full frame, Tamron 18–300mm F3.5–6.3 Di III-A VC VXD menawarkan rentang zoom setara 27-450mm. Secara optik, lensa ini dibuat dari 19 elemen dalam 15 grup, termasuk tiga elemen hybrid aspherical dan empat low dispersion (LD).

Tamron menggunakan diafragma aperture melingkar tujuh bilah dan memiliki ulir filter depan 67mm. Rentang aperture maksimumnya antara F3.5 hingga 6.3, sedangkan untuk minimumnya F22 pada ujung lebar dan F40 pada ujung panjangnya.

Autofocus-nya didorong oleh linear motor Voice-coil eXtreme-torque Drive (VXD) dan punya optical image stabilization dengan teknologi vibration compensation (VC) milik Tamron. Dengan menggunakan AI, lensa akan memilih karakteristik kompensasi untuk videografi pada panjang fokus 70mm atau kurang.

Jarak pemfokusan minimum lensa ini ialah 15mm pada ujung lebar dan 99mm pada ujung panjangnya, dengan rasio perbesaran masing-masing 1:2 dan 1:4. Kontruksi bodinya sudah moisture-resistant dengan fluorine coating, diameternya 75,5mm, dan berbobot 621 gram.

Untuk keamanan saat menyimpan ataupun membawanya, Tamron melengkapinya dengan tuas untuk mengunci zoom. Dengan cakupan yang luas ini, Tamron 18–300mm F3.5–6.3 Di III-A VC VXD adalah lensa serbaguna untuk berbagai kebutuhan baik still maupun video.

Sumber: DPreview

Harga Nikon Z fc di Indonesia dan Rekomendasi Lensa yang Cocok

Bagi sebagian orang, kamera mirrorless merupakan bagian dari gaya hidup. Mereka sangat menikmati proses saat memotret dan selalu membawa kamera kemanapun pergi. Bagi Anda yang mendambakan pengalaman memotret seperti menggunakan kamera analog, kamera baru dari Nikon ini mengajak para penggemar fotografi bernostalgia.

Ya, Nikon Z fc akhirnya telah tiba di Indonesia. Sudah bisa dipesan secara pre-order, sejak tanggal 20 sampai 31 Agustus 2021. Khusus pembelian secara pre-order, konsumen akan mendapatkan satu baterai ekstra Nikon EN-EL25 senilai Rp1.149.000 dan promo cashback di toko kamera termasuk yang di official store e-commerce.

Harga Nikon Z fc di Indonesia dibanderol Rp13.999.000 untuk body only dan Rp15.999.000 dengan lensa kit Nikkor Z DX 16-50mm F3.5-6.3 VR. Tentunya banyak yang masih penasaran, siapa sebenarnya Nikon Z fc?

Ia adalah kamera mirroless dengan lensa yang dapat dipertukarkan dan menggunakan sistem kamera terbaru Nikon Z-mount. Namun ukuran sensor yang dipakai bukanlah full frame, melainkan APS-C beresolusi 21MP dengan prosesor gambar Expeed 6 seperti Nikon Z50.

Bagian istimewa dari Nikon Z fc ialah desainnya, bergaya retro mengambil inspirasi dari kamera SLR mereka jaman dulu yakni Nikon F series. Tak cuma mengandalkan penampilan, pengalaman memotret Nikon Z fc juga bakal berbeda berkat kontrol mekanik untuk ISO, shutter speed, dan exposure compensation.

Meski mengusung desain klasik, Nikon tetap memadukan dengan elemen modern seperti layar dengan mekanisme vari-angle dan port USB-C yang memungkinkan pengisian daya langsung ke kamera. Layarnya touchscreen 3 inci dengan resolusi 1,04 juta dot dan di atasnya jendela bidik elektronik dengan panel OLED 2,36 juta dot.

Nikon Z fc dapat memotret beruntun hingga 11 fps dengan full autofocus atau 9 fps untuk Raw 14-bit. Sementara untuk video, kamera ini dapat merekam video hingga resolusi 4K oversampled dari lebar penuh sensornya.

Rekomendasi Lensa

Ekosistem lensa sistem kamera Nikon Z sudah berkembang banyak, di mana beberapa pilihan lensa native dengan harga yang cukup terjangkau sudah tersedia. Sebut saja, Nikkor Z MC 50mm F2.8, Nikkor Z 85mm F1.8 S, Nikkor Z 35mm F1.8 S, dan Nikkor Z 20mm F1.8 S yang harganya masih berkisar di angka belasan juta.

Bila sederet lensa tersebut masih belum masuk budget, pengguna Nikon Z fc juga bisa melirik lensa manual pihak ketiga yang harganya sangat murah. Sebagai contoh, lensa terbaru 7Artisans 35mm F0.95 hanya Rp2.990.000, 7Artisans 55mm F1.4 mark II Rp1.690.000, 7Artisans 35mm F1.2 mark II Rp1.650.000, bahkan TTArtisan 35mm F1.4 hanya Rp1.039.000, lensa tersebut juga tersedia dalam varian Nikon Z mount.

Dengan memasang lensa manual ke bodi Nikon Z fc, selain membuat bentuknya tetap ringkas dan penampilannya selaras. Namun yang lebih penting justru meningkatkan pengalaman memotret, di mana segala pengaturan bisa diatur secara manual sesuai preferensi masing-masing pengguna, dari ISO, shutter speed, aperture, dan juga fokusnya.

3 Lensa APS-C Baru Minggu Ini dari 7Artisans, Tamron, dan Pergear

Pada minggu ini, tercatat ada tiga lensa APS-C baru yang menarik untuk dibahas dari produsen yang berbeda. Meliputi 7Artisans dengan lensa 7.5mm F2 fisheye, Tamron dengan lensa superzoom 18-300mm F3.5-6.3 Di III-A2 VC VXD, dan Pergear dengan lensa 60mm F2.8 Ultra-Macro.

Mari mulai dari 7Artisans 7.5mm F2 fisheye yang dibanderol US$149 atau sekitar Rp2,1 jutaan. Lensa yang dapat mengambil gambar dengan skala lebih luas ini tersedia untuk sistem kamera mirrorless Canon EOS-M, Canon RF, Fujifilm X, Leica L, Micro Four Thirds (MFT), Nikon Z, dan Sony E-mount.

Sekilas untuk spesifikasinya, 7Artisans 7.5mm F2 fisheye dibuat dari 11 elemen dalam 8 grup, termasuk diantaranya dua elemen low-dispersion dan tiga elemen high-refractive index. Memiliki jarak fokus minimum 12,5cm, menggunakan aperture diafragma 7 bilah, dan rentang aperture F2 hingga F11.

Beralih ke Tamron 18-300mm F3.5-6.3 Di III-A2 VC VXD, lensa zoom telephoto all-in-one serbaguna ini akan tersedia untuk sistem kamera Sony E-mount dan Fujifilm X. Serta, menawarkan rentang zoom yang setara dengan 27-450mm di full frame.

Saat ini, Tamron belum mengungkap harga dan rencananya diharapkan akan tersedia pada akhir tahun mendatang. Lebih lanjut, distabilkan secara optik menggunakan linear focus motor VXD (Voice-coil eXtreme-torque Drive), memiliki jarak fokus minimum 6 inci dengan rasio perbesaran maksimum 1:2, dan menawarkan rasio zoom 16,6x.

Lanjut ke Pergear 60mm F2.8 Ultra-Macro, lensa macro ini menawarkan rasio pembesaran 2x dan bidang pandang setara 90mm di full frame. Tersedia untuk sistem kamera Fujifilm X, MFT, Nikon Z, dan Sony E-mount dengan harga US$229 atau sekitar Rp3,3 jutaan.

Pergear 60mm F2.8 Ultra-Macro dibuat dari 11 elemen dalam 8 grup. Menggunakan diafragma aperture 10 bilah dan memiliki jarak fokus minimum 19,1mm. Bodinya punya diameter 68mm dengan panjang 118mm dan bobotnya sekitar 600 gram.

Sumber: DPreview 1, 2, dan 3