Social Bella, perusahaan beauty-tech pemilik brand Sociolla, mengungkapkan ambisi dan model bisnis baru guna memperluas jangkauan di luar pasar kecantikan dan perawatan diri dan fokus menggarap potensi “SHEconomy” di Indonesia secara maksimal. Salah satu inisiatif yang akan gencar dilakukan adalah pengembangan Lilla, brand untuk ibu dan anak.
SHEconomy yang dimaksud ini adalah istilah yang dibuat oleh Social Bella, merujuk pada pertumbuhan ekonomi yang semakin berfokus pada kebutuhan kaum perempuan. Perusahaan mengestimasi segmen ini menyimpan potensi bisnis sebesar $59 miliar dengan proyeksi CAGR sebesar 9,4%.
“Kami secara terbuka memperkenalkan model bisnis baru kami, yaitu SHEcosystem yang akan membantu kami membangun dan menghubungkan beberapa ekosistem dari berbagai industri berbeda menjadi satu ekosistem yang terintegrasi. SHEcosystem akan menciptakan peluang bagi perusahaan untuk melakukan ekspansi multi-dimensional,” ujar Co-founder & President Social Bella Christopher Madiam dalam konferensi pers virtual, Selasa (29/3).
Untuk mewujudkan SHEcosystem, perusahaan akan menyatukan semua lini bisnis, baik itu dari platform dan logistik, kemudian mengintegrasikannya ke dalam satu sistem. Langkah tersebut menandai ambisi perusahaan menggarap pasar di luar kecantikan dan perawatan diri di usianya yang telah memasuki tahun ke-7. Bentuk nyata yang nantinya dirasakan konsumen akhir dari penyatuan ekosistem ini adalah program loyalitas yang tersambung di Sociolla dan Lilla.
Dirinci lebih jauh, salah satu inisiatif yang akan dijalankan perusahaan secara agresif pada tahun ini adalah mengembangkan platform Lilla, brand ibu dan anak, yang sekaligus menandai langkah pertama perusahaan untuk ekspansi di luar pasar kecantikan dan perawatan diri. Platform ini resmi diperkenalkan pada pertengahan 2020, kini telah bertransformasi menjadi sebuah ekosistem yang menjawab segala kebutuhan ibu dan anak di era digital.
Aplikasi Lilla ditenagai dengan empat fitur, di antaranya Easy Shopping yang menghadirkan produk dan kategori yang menyesuaikan dengan tahap tumbuh kembang anak; Motherhood Tracker untuk memantau perjalanan kehamilan, mengamati setiap fase tumbuh kembang anak; Personalized Experience; dan Learn from the Expert berisi berbagai informasi tentang ibu dan anak yang sudah divalidasi oleh para ahli di bidangnya.
Chris menyebut, untuk menyempurnakan pengalaman para ibu yang menjadi pengguna Lilla nantinya akan tersedia toko offline yang bisa dikunjungi. Strategi tersebut sebelumnya telah sukses dibuktikan lewat Sociolla yang kini memiliki 35 gerai tersebar di seluruh Indonesia, sejak pertama kali hadir dengan dua gerai di 2019. Sepanjang dua tahun mendatang, jumlah gerai akan ditambah hingga tiga kali lipat. “Salah satu fokus kami adalah ingin menjadi ekosistem terlengkap untuk ibu dan anak. Ada rencana omnichannel agar kami bisa berikan yang terbaik.”
Selain Lilla, Social Bella telah bertransformasi dari awalnya platform e-commerce menjadi ekosistem terlengkap yang didukung dengan pilar bisnis lainnya. Yakni, aplikasi super SoCo, media kecantikan dan gaya hidup dengan layanan end-to-end O2O marketing Beauty Journal, dan Brand Development, sebuah layanan distributor produk kecantikan dan perawatan diri dari hulu ke hilir.
Perjalanan tujuh tahun
Co-founder & CEO Social Bella John Rasyid menuturkan, selama tujuh tahun banyak pembelajaran yang dipetik oleh tim, dari awalnya sekadar platform e-commerce menjadi ekosistem. Menurutnya satu per satu inovasi yang diambil perusahaan ini membentuk keyakinan bahwa Social Bella ingin menjadi perusahaan tech-beauty dengan ekosistem terlengkap karena belum ada yang melakukan hal tersebut di Indonesia.
“Gerai omnichannel dan semua keputusan dan kesalahan ini adalah momen-momen yang paling bagaimana merayakan kesuksesan kita,” kata John.
Chris melanjutkan, tantangan terbesar yang datang di perusahaan, justru terjadi saat pandemi. Dalam kondisi tersebut, perusahaan mampu membuktikan dapat memberikan pengalaman yang terbaik buat konsumennya lewat ekspansi besar-besaran gerai omnichannel di berbagai kota, hingga ekspansi ke Vietnam. Kini di negara tersebut, perusahaan telah memiliki sembilan gerai.
Di Vietnam, perusahaan pertama kali hadir pada Oktober 2020 lewat platform e-commerce. Sebulan kemudian disusul dengan kehadiran satu gerai omnichannel di Hanoi. Chris mengaku, pada awal kehadirannya disambut dengan antusias oleh masyarakat, namun harus berjuang ekstra karena di sana berlaku lockdown penuh. “Namun ketika lockdown di longgarkan toko kami mulai ramai. Kami berusaha membawa brand lokal ke sana yang secara organik ternyata dapat respons yang baik.”
Dalam menyesuaikan strategi di sana, perusahaan tidak ujug-ujug mengasumsikan bahwa selera konsumennya persis sama dengan orang Indonesia. Co-founder dan CMO Social Bella Chrisanti Indiana menuturkan, perusahaan tetap memegang pedoman pada consumer-centric sebagai filter awal dalam rangka mengerti profil konsumennya seperti apa.
“Kami berusaha untuk mengerti market-nya seperti apa karena ternyata di Vietnam bagian utara itu kondisinya dingin, beda dengan Indonesia yang mayoritas tropis. Kurang lebih consumer profile-nya agak mirip tapi seleranya yang berbeda, jadi tren produknya juga berbeda,” katanya. Sejauh ini, Social Bella baru memboyong satu brand lokal ke Vietnam, yakni Esqa.
Dalam diskusi, manajemen Social Bella juga turut memamerkan gudang terbaru sekaligus terbesar seluas 12 ribu meter persegi. Gudang tersebut berlokasi di Cikupa, Tangerang, yang berfungsi untuk mengakomodasi seluruh kebutuhan online dan offline di ekosistem Social Bella dan mampu memroses pesanan antara 40 ribu-45 ribu pesanan dalam sehari. Gudang tersebut sekaligus untuk mendukung 24 gudang multifungsi lainnya yang tersebar di seluruh Indonesia, mampu melayani lebih dari 55 ribu titik penjualan untuk bisnis Brand Development.
Saat ini, Sociolla memiliki lebih dari 150 brand kecantikan dan perawatan diri yang dipasarkan. Adapun jumlah pengguna meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan sebelum pandemi, secara signifikan lebih tinggi dari rata-rata 15% peningkatan pengguna e-commerce di Indonesia pada tahun lalu.
Dari segi retensi, diklaim juga jauh lebih baik dengan angka lebih dari 40% retensi dalam satu tahun, lonjakan lebih dari 23% dari AOV, serta lebih dari 109% untuk jumlah pembelian harian jika dibandingkan dengan pra-pandemi. Untuk jumlah karyawan, hampir menyentuh angka 2 ribu orang yang tersebar di Indonesia, Vietnam, dan India.