Tag Archives: Lingga Madu

Sorabel Closes Down Business Operation by the End of July 2020

Sorabel’s fashion e-commerce startup will permanently shut down effective as of July 30, 2020. This one adds up to the list of startups out of business due to the impact of the co-19 pandemic.

In a copy of the letter received by DailySocial, sent by Sorabel’s lead to employees, it is said that the company has done its best to save the business. However, with a heavy heart must take the liquidation route.

Liquidation is the a company dismissal by a liquidator, as well as the settlement by selling company assets, collecting receivables, paying off debts, and settling the remaining assets or debts to the involved parties .

“Through the liquidation process, the employment relationship should end as of now for everyone without exception, effective on July 30, 2020. I am sure that no one expects this to happen,” the letter said.

Management ensures that employee rights in connection with this liquidation, including holiday allowances, will be complied as part of the company’s debt. It is also certain, the company will be subject to the liquidation process and the liquidator’s decision in accordance with the provisions of law and legislation.

Therefore, employees are expected to return all company assets (for resale) and process them by the liquidator. The management also guarantees with a network of more than 10 investors and over 100 companies, they will be fully supported to get a replacement job.

“Maybe this is the end of our journey with Sorabel. I hope our friends can keep in mind the good memory we have shared together here. […] The company would like to thank as much as possible for fighting together up to this point,” he concluded.

Before its official shutdown, Sorabel’s business unit in the Philippines under the Yabel brand announced its closure on their social media accounts as of February.

Sorabel’s journey

The company was founded in 2014 with the brand Sale Stock, before rebranding into Sorabel. The journey is quite long with a variety of succeeding innovations in introducing themselves to consumers who have never shopped online, one is through the feature “Try It First and Pay.”

The company also took efficiency steps by reducing around 200 employees in 2016. Despite the decision, it was not long for them to raise Series B + funding led by Meranti ASEAN Growth Fund. Based on iPrice’s data, the company has around 375 employees per second quarter of 2020.

Sorabel’s Co-Founder, Lingga Madu once said that their company’s business model is the healthiest compared to other e-commerce players in Indonesia, even claimed to have reached break-even point (BEP) in 2018 and is ready to make a profit. He aligned Sorabel’s economics unit with overseas e-commerce fashion players such as Asos and Revolve.

Sorabel’s journey became more aggressive after rebranding in early last year. The company started expanding to realize its ambition to provide access to quality fashion and affordable prices for “next billion users.” Yabel was a proof of the company’s ambitions, they even planning to enter the Middle East and the United Arab Emirates area.

As per the last interview with DailySocial, the company was processing series C funding, which was followed by Kejora Ventures and Ncore Ventures. Some other previous investors also participated, such as OpenSpace, Shift, Gobi Partners, MNC Media Investment, SMDV, Golden Equator Capital, and Convergence Ventures.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Sorabel Sale Stock Tutup

Sorabel Tutup Operasional Akhir Juli 2020

Startup e-commerce fesyen Sorabel dipastikan akan hentikan operasional efektif per 30 Juli 2020. Kabar ini menambah jajaran startup yang gulung tikar akibat hantaman pandemi covid-19 yang belum kunjung mereda.

Dalam salinan surat yang DailySocial terima, yang dikirimkan pimpinan Sorabel kepada karyawan, dijelaskan bahwa perusahaan telah melakukan usaha terbaik untuk menyelamatkan perusahaan. Namun dengan berat hati harus menempuh jalur likuidasi.

Likuidasi adalah pembubaran perusahaan oleh likuidator, sekaligus pemberesan dengan cara penjualan harta perusahaan, penagihan piutang, pelunasan utang, dan penyelesaian sisa harta atau utang terhadap para pihak yang terlibat.

“Oleh karena proses likuidasi yang ditempuh, maka hubungan kerja harus berakhir di tahap ini untuk semua orang tanpa terkecuali, tepatnya efektif di tanggal 30 Juli 2020. Saya yakin tidak ada 1 pun orang yang berharap hal ini untuk terjadi,” tulis surat tersebut.

Manajemen memastikan hak-hak karyawan yang timbul sehubungan dengan likuidasi ini, termasuk tunjangan hari raya akan tetap diakui sebagai bagian dari hutang perusahaan. Dipastikan pula, perusahaan akan tunduk terhadap proses likuidasi dan keputusan likuidator yang sesuai dengan ketentuan hukum dan perundang-undangan.

Oleh karenanya, karyawan diharapkan untuk mengembalikan seluruh aset perusahaan (untuk dijual kembali) dan diproses oleh likuidator. Manajemen juga menjamin dengan jaringan lebih dari 10 investor yang memiliki lebih dari 100 perusahaan, akan dibantu untuk mendapatkan pekerjaan pengganti.

“Mungkin ini adalah akhir dari perjalanan kita bersama dengan Sorabel. Saya harap teman-teman bisa tetap mengingat memori baik yang sudah kita lewati bersama di sini. [..] Perusahaan mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya sudah berjuang bersama-sama hingga titik ini,” tutupnya.

Sebelum resmi tutup, unit bisnis Sorabel yang ada di Filipina dengan brand Yabel sudah mengumumkan penutupannya di akun media sosial mereka per Februari kemarin.

Perjalanan Sorabel

Perusahaan mengawali diri tepatnya pada 2014 dengan brand Sale Stock, sebelum rebrand menjadi Sorabel. Perjalanannya cukup panjang dengan beragam inovasi yang diklaim berhasil memperkenalkan diri kepada konsumen yang belum pernah berbelanja online, misalnya melalui fitur “Coba Dulu Baru Bayar.”

Sempat juga perusahaan mengambil langkah efisiensi dengan mengurangi jumlah karyawan sekitar 200 orang pada 2016. Meski keputusan tersebut, tak lama dibarengi dengan penggalangan pendanaan Seri B+ yang dipimpin Meranti ASEAN Growth Fund. Menurut versi iPrice per kuartal II 2020 mengungkapkan jumlah karyawan perusahaan sebanyak 375 orang.

Co-Founder Sorabel Lingga Madu sempat mengatakan model bisnis perusahaan tergolong tersehat dibandingkan pemain e-commerce di Indonesia, bahkan pada 2018 diklaim hampir mencapai titik impas (break even point/BEP) dan siap mencetak laba. Ia menyejajarkan unit economics Sorabel dengan pemain e-commerce fesyen di luar negeri seperti Asos dan Revolve.

Perjalanan Sorabel kian agresif pasca rebranding pada awal tahun lalu. Perusahaan mulai melancarkan ekspansi untuk mewujudkan ambisinya untuk memberi akses fesyen berkualitas dan harga terjangkau untuk “next billion user.” Yabel adalah salah satu ambisi perusahaan pada saat itu, bahkan sempat sesumbar juga untuk masuk ke Timur Tengah dan Uni Emirat Arab.

Dalam wawancara terakhir bersama DailySocial, disebutkan perusahaan tengah memproses pendanaan seri C yang di dalamnya diikuti oleh Kejora Ventures dan Ncore Ventures. Beberapa nama investor lainnya yang berpartisipasi dalam putaran sebelumnya, ada OpenSpace, Shift, Gobi Partners, MNC Media Investment, SMDV, Golden Equator Capital, dan Convergence Ventures.

Application Information Will Show Up Here
Ekspansi dan Pendanaan Sorabel

Sorabel Mulai Eksperimen Ekspansi ke Sejumlah Negara di Asia Tenggara

Perusahaan e-commerce fesyen Sorabel mengungkapkan sedang eksperimen ke sejumlah negara di Asia Tenggara dalam rangka ekspansi bisnis. Strategi ini merupakan bagian dari ambisi perusahaan memberi akses untuk “next billion user” dengan rangkaian fesyen berkualitas dan harga terjangkau.

Sebelumnya, terungkap Sorabel sudah hadir di Filipina dengan brand Yabel dan sudah bisa untuk bertransaksi.

Dalam wawancara bersama DailySocial, CEO Sorabel Jeffrey Yuwono dan Co-Founder Sorabel Lingga Madu sudah menyampaikan rencana masuk ke Timur Tengah dan Uni Emirat Arab, mungkin pada tahun depan karena ada potensi modest fashion yang besar di sana.

Terkait negara mana saja di Asia Tenggara yang sudah masuk eksperimen, di luar Filipina, sayangnya Jeffrey dan Lingga masih menutup rapat-rapat. Jeffrey hanya menyebut negara-negara yang secara profil punya kemiripan dengan Indonesia, bisa dipastikan Sorabel sudah eksperimen ke sana.

“Ini masih sekadar eksperimen, jadi belum ada proper launch. Kita enggak hanya hadir di Filipina, tapi di ASEAN countries juga,” terangnya.

Perusahaan memproses seluruh pengiriman dari Indonesia, alias mengekspor produknya yang diproduksi UKM binaannya. Baru ada satu orang admin lokal yang sengaja ditempatkan untuk melayani customer service Yabel.

Menurut Jeffrey, dalam tahap eksperimen ini seluruh pelayanan masih sangat terbatas karena masih mencari kecocokan dengan target pasar (product market fit), harus ada tes dan validasi terus menerus. Sehingga layanannya belum semulus dengan apa yang Sorabel tawarkan di Indonesia.

Pihaknya masih fokus mencari tahu lebih dalam bagaimana tanggapan konsumen terhadap produk dan harganya. Lalu tren apa yang mereka sukai. Seluruh insight berguna sebagai bahan pertimbangan sebelum memutuskan apakah negara tersebut tepat untuk diluncurkan secara resmi atau belum.

“Kita memecahkan masalah step-by-step, makanya kita enggak mau announce [ekspansi di Filipina] karena sebenarnya belum siap. Inginnya pas kita launch akan pilih negara mana yang paling proper [untuk diluncurkan] setelah banyak eksperimen. Soal kapan waktunya, masih open karena di pipeline ada banyak plan.”

Lingga mencontohkan, cara ini sebenarnya juga dilakukan perusahaan dalam setiap inovasi produknya. Salah satunya adalah inovasi “Coba Dulu Baru Bayar.” Pertama kali diujicobakan secara terbatas untuk 50 konsumen sekitar gudang Sorabel di 2017. Setelah mendapat respons yang bagus, dilanjutkan ke radius 20 km.

Respons konsumen positif dari hasil uji coba ini, kemudian memantapkannya untuk diperluas ke seluruh Jakarta Timur. Kemudian, diperluas ke Jabodetabek dan pada Maret 2018 baru diputuskan untuk diresmikan.

“Tapi itu belum selesai, setelah itirate, test, itirate, test, akhirnya kita bisa bawa inovasi ini ke seluruh Indonesia. Kan awal programnya hanya bisa retur satu kali saja, tapi sekarang sudah berkali-kali karena ini produknya kita itirate dan test berkali-kali. Hal yang sama akan kita lakukan untuk semua aspek ekspansi kita,” terang Lingga.

Penamaan brand Yabel untuk ekspansi Sorabel ini, menurut Jeffrey juga punya alasan khusus. Salah satunya, dikarenakan masih terbatasnya layanan dan produk dari Yabel, dikhawatirkan apabila ada layanan yang kurang memuaskan konsumen dari Yabel, efek samping dari brand Sorabel tidak akan begitu terasa dalam.

Akan tetapi, pihaknya memikirkan apabila sudah memutuskan untuk meresmikan lokasi negara yang dipilih, akan memilih untuk menggunakan brand Sorabel saja sebagai aplikasi utama.

Dari segi kesiapan produk yang siap diekspor, perusahaan sudah berkomitmen penuh untuk menggaet para penjahit lokal. Mereka dilatih dan diberi pengetahuan dalam menghasilkan standar pakaian yang baik dan punya kualitas ekspor. Tidak disebutkan berapa banyak penjahit yang sudah bergabung.

“Kita merasa harus cepat tanggap, enggak hanya untuk lihat fesyen dari Indonesia apa saja yang laku di sana. Tapi lebih ke model fesyen seperti apa yang sedang tren di sana. Kita sudah investasi banyak ke teknologi dan data untuk mengumpulkan pola dan tren agar bisa memberikan rekomendasi yang cocok untuk negara di luar Indonesia,” tambah Lingga.

Klaim jadi bisnis e-commerce tersehat

Tampilan situs Yabel
Tampilan situs Yabel

Sorabel menggunakan private label untuk penjualan produk fesyennya. Secara total ada lima label yang diproduksi secara sendiri oleh perusahaan, masing-masing merepresentasikan kebutuhan konsumen orang Indonesia dalam berbusana. Tidak hanya merilis produk pakaian, Sorabel juga merilis produk kecantikan bernama BeautyCrime.

Lingga menjelaskan, karena model bisnis seperti ini, perusahaan memiliki neraca keuangan yang sehat. Bahkan diklaim paling sehat di antara pemain e-commerce di Indonesia. Sorabel menyejajarkan unit economics-nya dengan pemain e-commerce fesyen di luar negeri seperti Asos dan Revolve. Keduanya tercatat sebagai platform e-commerce yang sudah tercatat di bursa saham.

Unit economics itu pendapatan langsung dan biaya yang terkait dengan model bisnis tertentu yang dinyatakan berdasarkan basis per unit. Ada spesifikasi khusus untuk tiap segmen bisnis, artinya yang dipakai untuk startup SaaS pasti beda dengan model e-commerce.

E-commerce seperti Asos dan Revolve itu sudah profitable dan punya positif cashflow. Unit economics kita mirip seperti mereka, meski GMV tidak besar tapi penjualan besar. Kita bukan marketplace, tapi lebih seperti Asos dan Revolve. Makanya kita bisa jamin gross profit dan contribution profit kita yang paling sehat [di antara pemain e-commerce lain di Indonesia].”

Lingga melanjutkan, untuk bersaing dengan platform e-commerce di luar sana, dengan barang yang sama, suatu platform harus memiliki value yang bisa diberikan kepada konsumennya. Misi yang ingin dicapai Sorabel adalah menjual produk dengan harga yang terjangkau buat semua orang. Solusinya adalah dengan buat sendiri.

“Makanya dengan model private label seperti ini, ada efek samping kita punya margin yang sehat. Tapi kita bukan buat cari profit fokus utamanya, tapi lebih untuk sista-sista kita (panggilan konsumen Sorabel), apa yang mereka butuhkan,” tambahnya.

Komitmen untuk terus menambah private label juga akan terus dilakukan. Dalam beberapa bulan ke depan, perusahaan akan menambah enam sampai tujuh private label baru. Di antaranya untuk pakaian olahraga, acara malam, basics seperti Uniqlo.

Masih dalam putaran pendanaan Seri C

Jeffrey juga mengonfirmasi bahwa informasi pendanaan Seri C yang sedang digalang perusahaan masih berlangsung. Investor baru yang berpartisipasi dan masuk pemberitaan, seperti Kejora Ventures dan Ncore Ventures, termasuk ke dalam putaran terbaru ini.

Ncore itu adalah investor kita, tidak bisa komen lebih dari itu. Tapi kita belum tutup fundraising, jika komitmen yang sudah kita dapat cukup besar akan kita tutup dan annouce.”

Pihaknya bersyukur dengan dukungan yang diberikan para investor dari berbagai keahlian telah membantu Sorabel tumbuh dan terus berinovasi. Beberapa nama VC lainnya yang sebelumnya berpartisipasi di antaranya OpenSpace, Shift, Gobi Partners, MNC Media Investment, SMDV, Golden Equator Capital, dan Convergence Ventures.

Ketika penggalangan tutup, perusahaan akan melancarkan ekspansi bisnisnya ke berbagai negara dan membuka toko offline pertama di Jakarta. Jeffrey mengungkapkan saat ini perusahaan masih mendesain konsep dan menentukan lokasi mal.

Dia memastikan, pada toko pertamanya ini pihaknya akan buka di lokasi mal premium, dengan desain toko yang premium pula, tapi dengan harga yang terjangkau. Mirip seperti yang dilakukan oleh brand kenamaan asal Jepang, Miniso. Mereka punya branding premium tapi harganya terjangkau.

“Tiap bulan kami jual 10 ribu desain dan tiap minggu ada ratusan desain baru. Rencananya pas kita buka toko, tiap minggu barang-barangnya akan selalu di-refresh tiap minggu. Konsep lama yang dipakai kebanyakan toko sudah monoton.”

Bila tidak ada aral melintang, rencananya toko ini akan dirilis pada akhir tahun ini.

Jeffrey menjadi CEO Sorabel sejak akhir 2018

Lingga menerangkan, sejak awal dia merintis Sorabel, tidak pernah menuliskan titel CEO melainkan hanya Co-Founder. Dia punya filosofi, untuk capai misi perusahaan, dia perlu menyiapkan tim yang hebat.

Sebagai co-founder, dia merasa itu adalah tanggung jawabnya. Salah satunya adalah mencari sosok pemimpin yang tepat untuk mendekatkan perusahaan ke misi yang ingin ia capai sejak awal.

“Saya enggak pernah mencantumkan titel CEO baik di kartu nama ataupun LinkedIn. Jadi Sorabel itu belum punya CEO sejak awal sebab suatu saat saya yakin ada CEO yang tepat untuk pimpin Sorabel. Saya merasa Jeff lebih pintar dari saya dan melihat bagaimana dia bisa bawa Sorabel ke misi perusahaan.”

Pertemuannya dengan Jeffrey, dimulai pada akhir 2015. Jeffrey memutuskan untuk bergabung pada tahun berikutnya dengan title sebagai President of Sorabel. Pada akhir tahun lalu, akhirnya diputuskan menjabat sebagai CEO.

“Sekarang saya masih di Sorabel, sebagai Chairman yang turut terlibat dalam keputusan penting. Masih banyak pekerjaan rumah yang masih perlu saya lakukan,” kata Lingga.

Jeff mengatakan, dirinya merasa terhormat dipercaya menjadi CEO. Ketertarikannya bergabung karena ada kesamaan budaya perusahaan yang ingin dia bangun. Sorabel sangat menganut data driven dan membuka kesempatan untuk karyawan menyalurkan ide.

“Di sini juga fleksibel, punya kepercayaan yang tinggi untuk pekerja yang mau kerja remote, dipersilahkan tidak perlu izin. Untuk menyalurkan ide mereka bisa langsung mengerjakannya, tidak perlu izin berlapis-lapis seperti korporat lainnya,” pungkasnya.

Saat ini total karyawan inti di Sorabel sekitar 270 orang, dengan kantor tersebar di Jakarta dan Yogyakarta.

Application Information Will Show Up Here
sorabel

Kejora Ventures Involves in Sorabel Funding

In early May 2019, Sorabel fashion commerce is said to receive Pre Series C from some investors. One of them is Kejora Ventures through its investment arm Kejora-Intervest Growth Fund. Andy Zain as Kejora’s Founder and Managing Partner confirms to DailySocial that their team has involved in Sorabel’s latest funding.

Zain said, the fresh funding is to tighten Sorabel’s cash position. In addition, it’s to intensify promotion of rebranding activities. Sorabel is a new brand since early 2019, a rebranding of Sale Stock.

The team leaks no further detail on this funding. Lingga Madu as the Founder & CEO of Sorabel said, “Rebranding is a complicated and challenging process, therefore, we’ve got enough support from internals and externals. We can only say it includes financial support.”

He also mentioned, the rebranding went well. Starts from internal research, Sorabel’s brand perception indicator has surpassed Sale Stock’s, within three months. Lately, Sorabel took the fifth position in Google Play in Shopping (free) category in Indonesia, with Shopee, Tokopedia, Lazada, and Bukalapak.

“Last year we decided to make a rebranding from Sale Stock to Sorabel, the name reflects consistency on our strategy to become the main destination of fashion lifestyle,” he added.

In order to set the business in the front gate of fashion commerce, some strategies are served. Using a new innovation called “Coba Dulu Baru Bayar”, the courier will wait for 15 minutes for consumer to try on the products. Then, they only have to pay for those fit their size and return the unsuitable ones, without additional cost.

“Many of the customers order two sizes for the same product, and return the ones that didn’t fit,” he said.

In the mid 2017, Sale Stock receives Series B funding from some investors, includes Gobi, Alpha JWC Ventures, Convergence Ventures, KIP, MNC, and SMDV worth of 360 billion Rupiah. In 2018, precisely their third anniversary, they claimed to achieve the break even point (BEP).


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Awal Mei 2019 ini, layanan fashion commerce Sorabel dikabarkan membukukan pendanaan pra-seri C dari sejumlah investor. Kejora mengonfirmasi keterlibatan ini

Kejora Ventures Konfirmasi Keterlibatan di Pendanaan Sorabel

Awal Mei 2019 lalu, layanan fashion commerce Sorabel dikabarkan telah membukukan pendanaan Pra-Seri C dari sejumlah investor. Salah satu yang terlibat dalam pendanaan tersebut adalah Kejora Ventures melalui instrumen pendanaannya Kejora-Intervest Growth Fund. Founder & Managing Partner Kejora Andy Zain memberikan konfirmasi ke DailySocial bahwa pihaknya berpartisipasi dalam putaran pendanaan terbaru Sorabel ini.

Dalam pernyataannya Andy menuturkan, modal baru yang disuntikkan tersebut akan diperuntukkan untuk memperkuat posisi cash Sorabel. Selain itu dana juga akan digunakan untuk meningkatkan promosi dalam aktivitas rebranding. Sorabel adalah brand baru, berubah awal tahun ini, yang diusung perusahaan yang sebelumnya bernama Sale Stock.

Pihak Sorabel memilih tidak berkomentar terkait pendanaan tersebut. Co-Founder & CEO Sorabel Lingga Madu kepada DailySocial memaparkan, “Proses rebranding tentunya pekerjaan yang sangat besar dan menantang, untuk itu kami mendapatkan dukungan penuh baik dari pihak internal dan eksternal. Kami hanya bisa menjelaskan bahwa salah satu bentuk dukungan yang diberikan tentunya adalah secara finansial.”

Ia turut menerangkan, rebranding yang dilakukan berjalan sangat baik. Dari riset internal yang dilakukan, dalam tiga bulan indikator persepsi brand Sorabel sudah bisa melampaui Sale Stock. Dalam beberapa waktu terakhir, aplikasi Sorabel berada di posisi kelima Google Play kategori Shopping (Free) di Indonesia, bersanding dengan Shopee, Tokopedia, Lazada, dan Bukalapak.

“Tahun lalu kami memutuskan untuk melakukan rebranding dari Sale Stock ke Sorabel, nama Sorabel lebih konsisten dengan strategi kami untuk menjadi destinasi utama fashion lifestyle,” ujarnya.

Untuk membuat bisnisnya tetap berada di garda depan dalam fashion commerce, banyak strategi yang terus digencarkan Sorabel. Dengan inovasi “Coba Dulu Baru Bayar”, kurir akan menunggu 15 menit agar konsumen bisa mencoba baju atau sepatu yang dipesan. Selanjutnya konsumen hanya perlu membayar barang yang cocok dan bisa mengembalikan barang yang tidak cocok ke kurir, tanpa biaya tambahan.

“Banyak dari customer Sorabel yang memesan dua ukuran untuk barang yang sama, lalu mengembalikan langsung ke kurir ukuran yang tidak sesuai,” terang Lingga.

Pada pertengahan 2017, Sale Stock memperoleh pendanaan seri B+ dari sejumlah investor, termasuk Gobi, Alpha JWC Ventures, Convergence Ventures, KIP, MNC, dan SMDV bernilai 360 miliar rupiah. Pada tahun 2018, tepat tiga tahun berdiri, pihaknya mengklaim telah mencapai break even point (BEP).

Application Information Will Show Up Here
Sorabel mengumumkan pembaruan situs yang lebih up-to-date. Mengklaim peningkatan total pengguna mencapai 60% sepanjang tahun 2018 dibanding tahun sebelumnya

Pasca “Rebranding”, Sorabel Fokus Pembaruan Konten

Sorabel (sebelumnya bernama Sale Stock), mengumumkan pembaruan situs yang lebih up-to-date dan fokus pada teknologi yang memberikan pengalaman belanja lebih baik bagi pengguna. Salah satunya adalah mengubah aplikasi, yang sebelumnya hanya menampilkan pilihan baju, menjadi konten editorial yang bisa menyajikan contoh nyata dalam setting sehari-hari.

CEO dan Co-Founder Sorabel Lingga Madu menyatakan, “Kami memulai Sale Stock dengan misi ingin memberi akses fesyen yang terjangkau. Selama ini kami bangga dengan pencapaian yang vertikal di fesyen wanita. Semua yang kita berikan lewat Sale Stock lebih fungsional dengan fesyen berkualitas, tapi bicara fesyen bukan sekadar fungsi tetapi juga emosi. Inilah yang ingin kami capai dengan harapan bisa terus memberdayakan dan menginspirasi konsumen.”

Selama empat tahun menjalankan bisnis, Sorabel telah hadir di 34 provinsi, 370 kota, dan 4.700 kecamatan di Indonesia. Salah satu gudang mereka terletak di Cawang, Jakarta.

Di tahun 2018, Sorabel berhasil menjual 10 ribu desain per bulan, 70-80% di antaranya terjual dalam 30 hari dengan target market remaja hingga ibu rumah tangga berusia 16-45 tahun. Dibanding tahun sebelumnya, mereka mengklaim peningkatan total pengguna mencapai 60% dan peningkatan pengunjung yang melanjutkan pembelian sebesar 12%.

Meskipun demikian, Lingga menolak menjelaskan lebih detail mengenai total transaksi tahun lalu serta target yang ingin dicapai.

Dari segi diferensiasi produk, Sorabel berencana meluncurkan lebih banyak varian label, seperti hijab fashion, Korean fashion, office wear, street wear, dan creative life. Sorabel juga merangkul UKM untuk memproduksi produk yang 100% lokal.

“Kita beri pengalaman baru, misalnya mengubah desain lebih up-to-date, memberi banyak pilihan dan jenis fesyen untuk menjangkau semua perempuan. Di samping itu, melipattigakan proses quality control dengan menambah 20 personel, memastikan agar tidak hanya kualitas umum saja tapi secara keseluruhan bisa jauh lebih memuaskan” jelas Lingga.

Selain fesyen, Sorabel juga menawarkan produk-produk kecantikan yang diklaim memiliki pertumbuhan 13 kali lipat di rentang Juni 2017 sampai Desember 2018.

Lingga menyatakan juga akan terus mengembangkan teknologi yang sudah dimiliki sebelumnya, seperti chatbot, teknologi logistik, merchandising, dan platform.

Application Information Will Show Up Here
Sale Stock

Tiga Tahun Berdiri, Sale Stock Segera Capai Titik Impas dan Dulang Laba

Platform e-commerce fesyen Sale Stock mengklaim segera mendekati titik impas (break even point/BEP) dan bersiap untuk mendulang laba sejak pertama kali berdiri pada akhir 2014. Kinerja ini ditopang dari pertumbuhan revenue berlipat ganda selama 9 bulan pasca memperoleh pendanaan seri B+ senilai Rp360 miliar pada tahun 2017.

Sayangnya CEO & Co-Founder Sale Stock Lingga Madu enggan membeberkan lebih detail terkait klaimnya tersebut dalam wawancaranya bersama DailySocial. “Kami on track menuju BEP, tapi belum bisa di-disclose kapannya,” ujarnya, Selasa (27/3).

Lebih lanjut Lingga menjelaskan, secara mendasar perusahaan dibangun dengan misi ingin melayani 1 miliar pengguna, untuk itu strateginya harus sejalan namun sehat. Perusahaan tidak bisa selamanya menerapkan strategi pemasaran dengan bakar uang demi menarik transaksi, perlu memikirkan bagaimana bisnis yang berkelanjutan hingga masa mendatang.

Alhasil kiblat yang dianut Sale Stock adalah perusahaan seperti Unilever, PnG, dan Coca Cola yang tetap bisa hidup selama puluhan tahun dengan mengandalkan keuntungan yang diperoleh saja. Sebagai langkah awal, ini dibuktikan lewat pencapaian gross margin yang dinilai setara dengan perusahaan fesyen e-commerce terbuka di skala internasional seperti Boohoo, Asos, dan Zalando.

“Dari inventory, Sale Stock hanya jual barang sendiri. Kita bisa potong inefficiency, lalu mengalokasikan sebagian besar saving ke konsumen dan sisanya untuk bangun fondasi biar perusahaan bisa lebih besar.”

Maka dari itu, sambungnya, Sale Stock bukan tergolong startup e-commerce yang rajin mencari pendanaan baru tiap tahunnya. Pendanaan terakhir yang diumumkan perusahaan adalah seri B+ sebesar Rp360 miliar yang dipimpin oleh Gobi Partners dan Golden Equator Capital, kemudian diikuti MNC Media Investment, SMDV, Convergence Ventures, Kip, dan Alpha JWC Ventures.

“Uang yang kita raise kemarin, cukup untuk sampai BEP. Ketika sudah BEP, itu enak. Kita mau hidup dari operasional saja bisa, kalau mau tumbuh lebih cepat atau ekspansi regional bisa raise fund lagi. Banyak sekali opsi setelah kita bisa BEP dan BEP itu membuktikan bahwa bisnis kita ini solid dan bisnis beneran.”

Model bisnis utama Sale Stock adalah B2C, tanpa ada B2B sama sekali, menyediakan akses fesyen wanita –juga pria– yang berkualitas dengan harga terjangkau. Barang yang dijual dalam platform adalah hasil produksi pabrikan sendiri bekerja sama menjangkau para penjahit UKM tersebar di berbagai lokasi.

Hasil produksi disimpan dalam gudang Sale Stock yang berlokasi di Cawang, kemudian dikirim dengan menggunakan jasa pihak ketiga. Kanal penjualan yang dimanfaatkan Sale Stock adalah multi-platform, di antaranya aplikasi mobile, situs web, LINE, WhatsApp, BBM Channel, dan Instagram yang sudah didukung dengan bantuan chatbot “Soraya”.

Soraya adalah customer service Sale Stock tersedia selama 24 jam. Lewat chatbot ini, pengguna dapat meminta rekomendasi produk sesuai selera dan mengakomodasi hingga pembayarannya.

Strategi meyakinkan konsumen baru

Kendati Sale Stock adalah bisnis yang bergerak secara penuh di teknologi, namun perusahaan menyediakan layanan dengan proses pembayaran di tempat (COD) dinamai “Coba Dulu Baru Bayar (CDBB)”. Tujuannya ingin mendongkrak pengguna baru yang sebelumnya ragu belanja baju di situs online karena takut tidak sesuai ketika pesanan tiba.

Di layanan ini, pengguna dipersilakan untuk mencoba baju selama 15 menit setelah kurir tiba di lokasi perjanjian. Pengguna dapat mengembalikan produk pada saat itu juga bila tidak suka dan hanya membayar produk yang disukai apabila metode pembayaran yang dipilih adalah COD.

Pilot layanan ini dimulai sejak September 2017 untuk wilayah Jabodetabek. Dari sana, pihak Sale Stock mendapat banyak pembelajaran dan akhirnya mantap untuk memperluas layanan ini hingga 250 kota di seluruh Indonesia hingga mencakup Maluku, Papua, Kalimantan, NTT, NTB, dan Bali.

“Kami memutuskan untuk jadikan CDBB sebagai layanan permanen, bukan periodik yang hanya ada secara berkala saja.”

Layanan ini, menurut Lingga, memang syarat dengan berbagai inefisiensi karena potensi barang kembali (retur) cukup tinggi, terlebih layanannya sudah nasionalkan. Namun kekhawatiran tersebut bisa diatasi lantaran produk Sale Stock mengusung jaminan 100% tampilan asli karena perusahaanlah yang desain dan produksi sendiri. Ukurannya pun seragam sesuai patokan, tidak berbeda antar produk.

“Kami sudah buat perhitungan [untuk layanan CDBB] bila retur terjadi. Namun dari pembelajaran ini, kami buat riset internal dengan menanyakan kepada responden. Hasilnya adalah sebanyak 74% dari mereka menyebut pertama kali belanja online itu lewat Sale Stock. Ini buat kami jadi optimis.”

Diklaim Sale Stock telah menerima 400 ribu konsumen yang memanfaatkan layanan tersebut di seluruh Indonesia. Secara total, hingga kini Sale Stock telah mengirimkan lebih dari 4 juta pesanan dengan total SKU sekitar 150 ribu barang.

Kantor Sale Stock berada di enam titik dengan tiga lokasi, di Jakarta, Bandung dan Yogyakarta dengan total karyawan sekitar 700 orang yang keseluruhannya adalah talenta lokal. Aplikasi untuk versi Android saja telah diunduh lebih dari 5 juta kali.

Application Information Will Show Up Here

Sale Stock Hadirkan Layanan “Fitting” di Rumah

Sale Stock, startup mobile commerce khusus fesyen, meluncurkan inovasi terbaru “Coba di Rumah” sebagai salah satu cara meningkatkan pengalaman berbelanja. Layanan ini diklaim sebagai pertama kalinya hadir di Asia Tenggara.

Lewat layanan “Coba di Rumah”, pembeli dapat memesan produk dan mencobanya atau fitting ketika kurir datang mengantarkannya. Untuk menikmati pengalaman ini, pembeli hanya memerlukan proses belanja online seperti biasa dengan menggunakan metode pembayaran yang sudah disediakan, misalnya metode pembayaran di rumah (COD).

Ketika paket sampai, kurir akan mempersilakan pembeli untuk mencoba baju yang sudah mereka beli. Apabila mereka suka, dapat langsung membayar produk apabila metode yang dipilih adalah COD. Bila tidak suka, dapat langsung mengembalikan pada saat itu juga. Layanan ini tidak dipungut biaya tambahan.

“Kami berharap lewat layanan ini, para perempuan di Indonesia tidak lagi merasa cemas atau khawatir ketika berbelanja online. Setiap pembelian yang sudah dilakukan, ketika sampai dapat dicoba terlebih dahulu dan dapat dikembalikan saat itu juga,” terang CEO dan Co-Founder Sale Stock Indonesia Lingga Madu dalam keterangan resmi yang diterima DailySocial.

Sale Stock Hadirkan Layanan "Fitting" di Rumah / Sale Stock
Sale Stock Hadirkan Layanan “Fitting” di Rumah / Sale Stock

Untuk sementara, layanan “Coba di Rumah” baru dapat dinikmati konsumen yang berlokasi di Jabodetabek. Nantinya layanan akan digulirkan secara nasional.

Sebelum meluncurkan inovasi ini, Sale Stock melakukan kemitraan dengan BBM untuk layanan berbelanja lewat antar muka percakapan channel BBM memanfaatkan fitur BBM Chat API. Inovasi ini memungkinkan pelaku bisnis dan pemilik merek melakukan interaksi dua arah dengan pelanggan.

Sale Stock juga baru mendapatkan kucuran investasi seri B+ dari Meranti ASEAN Growth Fund oleh Gobi Partners senilai US$27 juta (setara dengan 360 miliar Rupiah).

Application Information Will Show Up Here

Sale Stock Raih Pendanaan Seri B+ Senilai 360 Miliar Rupiah

Salah satu sektor startup digital di tanah air yang tengah berkembang cukup jauh adalah bisnis e-commerce. Kabar terbaru adalah pendanaan yang didapat Sale Stock pasca masuk dalam jajaran startup di Meranti ASEAN Growth Fund oleh Gobi Partners.

Dalam rilis yang kami terima, Sale Stock menjadi startup e-commerce pertama yang masuk di jajaran portofolio Meranti ASEAN Growth Fund. Pendanaan kali ini merupakan pendanaan Series B+ bagi Sale Stock. Selain Gobi ada venture capital lain seperti Alpha JWC Ventures, Convergence Ventures, KIP, MNC, dan SMDV.

Di putaran kali ini Sale Stock disebut mendapatkan pendanaan sebesar $27 juta atau setara dengan 360 miliar rupiah. Angka yang cukup besar untuk berbuat banyak memenangi persaingan bisnis e-commerce di Indonesia.

Menanggapi pendanaan kali ini salah satu co-founder Sale Stock Lingga Madu mengungkapkan keseriusan Sale Stock dalam menghadapi pasar e-commerce di Indonesia.

“Penyuntikan modal baru ini akan digunakan untuk memperkuat posisi kita sebagai pemimpin pasar di Indonesia dan mencoba mendapatkan keuntungan di dalam waktu dekat.”

Rencana untuk bisa menghasilkan profit ini juga diamini oleh President Sale Stock Jeffrey Yuwono. Dikutip dari e27 Jeffrey menuturkan salah satu tujuan utama mereka adalah menjadi startup yang profitable di Indonesia.

“Tujuan pertama kami adalah menjadi profitable di Indonesia, yang kami rencanakan untuk tahun depan. Dan setelah itu kami akan berpikir tentang ekspansi regional,” ujarnya.

Di sisi lain Lingga secara tersirat juga menyebutkan bahwa pihaknya mengundang orang-orang yang memiliki kemampuan teknologi dan big data untuk bergabung dengan Sale Stock. Pernyataan tersebut menggambarkan rencana besar Sale Stock yang berusaha memperkuat jajaran teknologinya untuk bersaing di pasar Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

BBM dan Sale Stock Luncurkan Kemudahan “Conversation-Based Shopping”

Sale Stock dan BBM menyediakan layanan berbelanja melalui antar muka percakapan channel BBM. Kolaborasi ini merupakan yang pertama bagi BBM bekerja sama dengan layanan e-commerce menggunakan fitur baru, BBM Chat API. Fitur ini memungkinkan pelaku bisnis dan brand melakukan interaksi dua arah dengan pelanggan.

BBM di Indonesia termasuk salah satu aplikasi chatting populer. Langkah Sale Stock ini merupakan bagian penting dalam usaha mereka menjangkau lebih banyak konsumen saat persaingan di sektor mobile marketplace, khususnya di sektor fesyen, semakin ketat. Kemudahan berbelanja melalui chat memungkinkan pelanggan untuk menerima tanggapan langsung dalam 24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu.

Untuk pembayaran transaksi melalui kanal BBM Chat ini, pengguna dimudahkan dengan berbagai macam pilihan pembayaran, mulai dari transfer bank, pembayaran di gerai Indomaret, hingga COD untuk 2400 daerah di Indonesia dengan jaminan uang kembali dalam 30 hari. Pelanggan bisa menambahkan channel PIN BBM C00158214 untuk bisa menggunakan fitur ini.

CEO Sale Stock Indonesia Lingga Madu berkomentar, “Kami sangat bersemangat dapat berkolaborasi dengan BBM, yang memungkinkan Sista (sebutan untuk pelanggan kami) untuk berbincang-bincang dan memesan produk di BBM Channel kami. Kami ingin memberikan akses pada Sista yang memiliki keterbatasan kuota internet dan tidak dapat mengakses Web atau mengunduh aplikasi.”

/;Ini akan mendorong mereka untuk mencoba belanja online melalui platform yang sudah mereka kenal dan yang memungkinkan mereka untuk mengajukan pertanyaan guna menghapus keraguan mereka. Melalui kerja sama dengan BBM, kami menyediakan saluran tambahan bagi para Sista untuk mendapatkan gaya favorit dengan cepat, aman, kapan pun dan di mana pun,” lanjutnya.

CEO Creative Media Works (yang kini mengelola BBM secara global) Mattew Talbot menanggapi positif kerja sama ini, terutama dalam mendukung transformasi BBM dari sekedar aplikasi chatting menjadi sebuah platform multifungsi.

“Kemitraan dengan Sale Stock ini merupakan momentum penting dalam perjalanan kami mengubah BBM dari sekadar alat real-time chatting antara dua orang menjadi sebuah platform mobile yang canggih, di mana orang dapat berinteraksi dengan pelanggan dan mendorong pembelian. Karena orang lebih banyak menghabiskan waktu di ponsel untuk mengakses aplikasi pesan, kami melihat semakin banyak brand dan perusahaan mencoba untuk terhubung dengan target pasar mereka melalui aplikasi seperti BBM,” papar Talbot.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here