Tag Archives: linkaja syariah

Co-Founder Ojesy bercerita pengalamannya menutup Ojesy dan beralih ke bisnis syariah online lainnya. Potensi pengembangan layanan syariah online masih besar

Pelajaran Tumbangnya Ojesy dan Menatap Peluang Bisnis Syariah Online

Sebelum Gojek dan Grab menjadi raksasa seperti saat ini, lima tahun lalu, pemain ride hailing lokal banyak yang mencoba peruntungannya di sektor ini. Kalau mau disebut jumlahnya, bisa lebih dari hitungan jari. Rata-rata menyematkan kata “ojek” atau irisannya sebagai penamaan identitasnya.

Mayoritas kini sudah tinggal nama dan minim yang masih teguh dengan peluang yang masih ada. Satu-satunya pemain yang cukup unik dan branding kuat karena menempatkan diri sebagai bisnis syariah adalah Ojesy (kepanjangan dari Ojek Syar’i).

Perusahaan ini didirikan pada 2015 di Surabaya oleh mahasiswa berusia 19 tahun, Evilita Adriani dan Reza Zamir. Semangatnya waktu itu adalah bentuk keprihatinan terhadap kejadian pelecehan seksual yang kerap menimpa perempuan ketika menggunakan kendaraan umum.

Dalam kurun empat tahun, Ojesy tumbuh pesat hingga mampu merambah ke 25 kota. Selain Jabodetabek, layanan ini masuk ke Surabaya, Malang, Gresik, Purworejo, dan kota-kota lainnya. Jumlah mitra pengemudi pernah tembus hingga 800 orang. Semua mitranya adalah perempuan, memakai jilbab, berpakaian longgar, dan mendapat izin suami dan keluarga (bila sudah berkeluarga). Sasaran penggunanya adalah perempuan dan anak-anak.

Dengan model seperti ini, Ojesy mampu bertahan hingga empat tahun di tengah persaingan yang semakin pelik versus Gojek dan Grab. Di akhir tahun lalu, akhirnya Ojesy mengibarkan bendera putih. Mereka mundur karena model bisnisnya menjadi bumerang buat perusahaan itu sendiri.

Ojesy fokuskan pada layanan antar jemput anak ke sekolah / Ojesy

Kepada DailySocial, Co-Founder Ojesy Evilita Adriani mengungkapkan, perusahaan mengandalkan model bisnis berlangganan pengantaran untuk anak sekolah dan karyawan dengan biaya sebesar Rp300 ribu per bulan. Siklus bisnis perusahaan sudah terbaca, bahwa penurunan akan tetap terjadi setiap libur semester dan tahun ajaran baru.

“Posisi kita tiap akhir semester dan libur sekolah selalu turun. Kita tahu temponya pasti demikian dan pattern-nya berulang terus. Terlebih lagi pandemi ini kita enggak bisa bertahan dengan model bisnis yang seperti itu,” tuturnya.

Perusahaan sudah mencari cara untuk menambal ritme berulang ini dengan kegiatan pemasaran, namun tidak ampuh. “Omzet kita per bulan pernah sampai Rp80 juta per bulan dengan 100 driver. Itu setinggi-tingginya.”

Meskipun demikian, pemicu terbesar permasalahan perusahaan datang dari konflik internal. “Fraud, mismanagement, bad public relation, ditambah keuangan minus tak terkontrol. Akhirnya memutuskan dengan berat hati menutup semuanya di akhir tahun 2019. Yang tersisa hanya utangnya,” tulis Evilita dalam laman akun LinkedIn.

Seluruh karyawan Ojesy telah diberhentikan dan pesangonnya telah dipenuhi. Kini hutang yang diwariskan Ojesy masih berusaha ia selesaikan. Aplikasi juga sudah ditutup.

Poin pembelajaran dan perintisan SyariHub

Evilita dan Reza sama-sama merintis Ojesy dalam usia yang sangat muda, yakni 19 tahun. Meskipun pencapaian ini bisa dibilang “lumayan”, di sisi lain banyak pelajaran yang bisa dipetik. Salah satu hal yang ia rasakan adalah ia selalu merasa terburu-buru dalam mengambil tindakan dan dirundung perasaan tidak tenang.

“Saya merasa tersanjung ketika dibandingkan dengan Grab dan Gojek saat itu, menandakan saya setara dengan mereka di masanya,” tulis Evilita.

Padahal di saat yang sama ilmu dan pengalaman yang mereka miliki masih jauh dari yang dibutuhkan perusahaan. “Saya merasa Ojesy tumbuh terlalu cepat hingga kita sendiri enggak bisa kontrol. Enggak tahu bagaimana manage keuangan dan operasional, jadinya kita terburu-buru dan akhirnya kita enggak waspada.”

Pembelajaran berikutnya adalah dari sisi kepemimpinan. Waktu itu Ojesy tidak bekerja sebagai tim. Seluruh keputusan diambil pimpinan teratas. “Jadi seperti superman, kalau sekarang [di perusahaan yang baru, SyariHub] lebih menjadi super team dan lebih kompak.”

Dua co-founder Ojesy: Evilita Adriani dan Reza Zamir / Ojesy
Dua co-founder Ojesy: Evilita Adriani dan Reza Zamir / Ojesy

Seluruh pembelajaran ini ia perbaiki saat mendirikan startup barunya, platform guru ngaji privat online SyariHub, pada awal tahun ini bermodalkan database yang ada dari perusahaan terdahulu. Waktu itu aplikasi Ojesy sudah diunduh lebih dari 80 ribu kali. Segmen yang dimasuki tetap syariah, meski industrinya berbeda.

Saat ini SyariHub menyediakan layanan edukasi untuk pelatihan mengaji. Sebelum mantap di sana, Evilita sempat pivot ke bisnis katering dan nanny dengan tetap berada di jalur syariah. Dengan keterbatasan sumber daya, kedua bisnis tersebut punya tantangan yang lebih rumit.

“Sekarang kita bermain di ngaji online saja karena lebih mudah mencari sumber dayanya, proses bisnisnya tidak seribet katering atau nanny.”

Sebelum mantap di segmen ngaji online ini, ia melakukan riset mendalam terkait potensi di dalamnya. Ditemukan bahwa sebanyak 50% orang Indonesia tidak bisa mengaji, padahal mayoritas penduduk Indonesia memeluk agama Islam.

Hipotesis tersebut terbukti. Pada April 2020 dengan model bisnis ini, keuangan dan omzetnya tercatat naik. “Hingga bulan lalu [Juli, pertumbuhan] dua digit sudah terlampaui. Ini adalah puncak terbaik finansial saya pribadi,” lanjutnya.

Terhitung saat ini SyariHub punya lebih dari 100 pengguna berlangganan. Mereka tersebar di dalam negeri dan luar negeri, seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan Abu Dhabi. Kebanyakan pengguna ini adalah tenaga kerja Indonesia dan warga Indonesia yang menetap di negara tersebut.

Tenaga pengajar yang tergabung kini sudah berjumlah 15 orang. Mereka berasal dari guru pesantren dan sudah mengantongi sertifikat mengajar. “Tim SyariHub sebagian diambil dari Ojesy.”

Dalam proses mengaji online ini, peserta akan diajari dalam sesi privat secara langsung (1-on-1) menggunakan platform video call, seperti Zoom. SyariHub belum memiliki aplikasi sendiri yang dapat mengakomodasi kebutuhan tersebut, hanya situs untuk mendaftar.

“Tantangannya di sini adalah menyeragamkan kurikulum mengaji karena di Indonesia ini ada banyak metode mengaji. Jadi solusi dari kami adalah menyesuaikan dengan demand konsumen. Mereka bisa request untuk diajari metode tertentu.”

Belajar dari pengalaman sebelumnya, ia ingin membangun SyariHub secara perlahan dan tetap memerhatikan kebutuhan konsumen. “Kita mau fokusin satu produk dulu, baru nanti perlahan akan berkembang. Intinya SyariHub akan jadi parent company, tapi kami akan tetap tenang dengan model bisnis sekarang,” pungkas dia.

Ragam layanan digital syariah sejauh ini

Di bawah kepemimpinan Presiden dan Wakil Presiden, ekonomi syariah mendapat posisi karpet merah dan diharapkan kontribusinya kepada negara dapat lebih signifikan.

Pemerintah menuangkan PP Nomor 28 Tahun 2020 tentang Komite Nasional dan Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) yang secara khusus bertugas untuk mempercepat, memperluas, dan memajukan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah dalam rangka memperkuat ketahanan ekonomi nasional.

Dalam upaya mempercepat pertumbuhan aset keuangan syariah di Indonesia, KNEKS telah menyusun Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia 2019-2024. Salah satu pilarnya adalah penguatan usaha-usaha syariah dan ekosistem ekonomi digital.

Dari data OJK tahun lalu, indeks literasi keuangan syariah nasional di Indonesia pada tahun 2019 baru mencapai 8,93%, sedangkan indeks inklusi keuangan syariah nasional pada tahun yang sama baru mencapai 9,1%.

Dibandingkan Malaysia, keseriusan Indonesia dalam menggarap sektor masih kalah jauh. Pengamat ekonomi syariah STIE SEBI Aziz Setiawan mengatakan, Indonesia masih punya sejumlah pekerjaan rumah berskala besar. Cetak biru ekonomi syariah dan industri yang dibuat pemerintah belum terpenuhi tujuannya, sehingga perlu dipertajam oleh para lembaga pemerintah terkait.

Pemerintah juga perlu bekerja lebih cepat dalam mengimplementasikan perencanaan dan responsif, seperti yang Malaysia lakukan. “Mungkin kita sudah ketinggalan dengan Malaysia sekitar satu atau dua dekade untuk ekonomi syariah ini,” katanya.

Dari perspektif swasta, langkah pemerintah ini disambut dengan ikut terjun ke dalamnya, mengingat ada potensi besar yang menunggu digarap. Terlihat dari gencarnya Tokopedia dengan fitur Tokopedia Salam dan Shopee dengan Shopee Barokah.

Lalu ada LinkAja yang secara spesifik merilis layanan syariah dan kini masih menjadi satu-satunya pemain e-money di Indonesia yang memilikinya. Sejak dirilis tahun lalu, LinkAja Syariah telah memiliki lebih dari 185 ribu pengguna terdaftar.

Ada delapan pihak lintas sektor yang telah mendukung implementasi uang elektronik syariah LinkAja, datang dari pemerintah pusat, daerah, kabupaten, hingga lembaga nasional.

Di dalam aplikasinya sendiri, LinkAja Syariah memenuhi kebutuhan transaksi digital dengan menerapkan kaidah syariat Islam, seperti isi saldo dari dan ke seluruh bank syariah, kurban digital, pembayaran iuran sekolah dan pesantren secara digital, wakaf tunai untuk saham, pembayaran di sejumlah mitra e-commerce, dan berbagai transaksi lainnya.

Para pelaku digital yang sudah terjun ke bisnis syariah, menurut catatan DailySocial, baru digarap oleh dua sektor, yakni fintech dan e-commerce. Di sektor fintech, AFPI mencatat dari 158 perusahaan p2p lending yang beroperasi saat ini, 11 diantaranya berbentuk syariah. Hanya 1 dari 11 perusahaan ini yang berbentuk unit usaha, sisanya beroperasi penuh di bawah bendera syariah.

Mengutip laporan State of Global Islamic Economy Report 2019/2020, skor Indonesia ialah 49, menempati peringkat ke-5 dari 73 negara. Skor itu dihitung dari sejumlah sektor seperti keuangan syariah, makanan halal, wisata ramah muslim, fesyen, media dan rekreasi, serta farmasi & kosmetik. Makanan halal dan keuangan syariah merupakan dua sektor terbesar yang berkontribusi dalam penilaian skor untuk Indonesia.

Haryati Lawidjaja: LinkAja to Focus on Daily Essential Demand

Based on the Shareholder Decree dated April 29, 2020, Haryati Lawidjaja is officially appointed as LinkAja’s President Director (CEO). Since her involvement in June 2019, she previously served as COO and Acting Officer. The current CEO replaces Danu Wicaksono who has sailed to Good Doctor Indonesia.

The task is certainly not easy amid the fierce competition in the digital e-money platform in Indonesia. In her interview with DailySocial, Haryati conveyed his vision and strategy for the company.

“I, along with the best talents of LinkAja, are to focus on encouraging financial and economic inclusion through the development of a digital financial ecosystem that serves the needs of the community & SMEs in Indonesia […] We are optimistic that in 2024 LinkAja as one of the catalysts of the Non-Cash National Movement can help the government achieved 90 percent national financial inclusion,” she said.

Tighten Collaboration

The strategy she brought to strengthen LinkAja’s position is through strategic collaboration with various parties, both banking and non-banking institutions while continuing to pursue product innovation. The collaboration involves various aspects of the national economic chain, including the government.

“We collaborate with local governments through various programs, including digitalization of 451 traditional markets throughout Indonesia, retribution in 34 cities, more than 200 thousand local merchants (UKM) development, and simple payment in 94 local transportation,” Haryati added.

She added, since the launch, the service focused on providing digital financial services for the middle class/aspirants and SMEs. This is what is claimed to distinguish LinkAja with similar platforms.

“LinkAja focuses on meeting people’s essential needs, from e-commerce, communication, travel, health, insurance, investment, donations, entertainment, fuel purchases, bill payments, to various government programs such as social rock distribution and ultra micro credit; to traditional markets,” Haryati explained.

Haryati Lawidjaja to focus on collaboration and education as business strategy / LinkAja
Haryati Lawidjaja: Collaboration and education as the main strategy / LinkAja

Business growth

Public education regarding digital financial platforms is still the homework of every fintech player in Indonesia. LinkAja is quite aware. The existence of cross-sector cooperation is expected to have a significant impact to help companies educate users.

Succesful user education, according to Haryati, has a direct impact on increasing business traction, “This has proven by a 5-fold increase in the number of transactions from operation in February 2019 to the end of 2019. As many as 83% of LinkAja users are spread outside Jakarta, with 40 % of users are outside of Java, such as cities in Sumatra and Sulawesi. ”

“To date, we have more than 45 million users spread all over Indonesia, with a predominance of ages 25-35 years (as of Q1 2020),” Haryati explained.

Previously, in December 2019, LinkAja appointed Ikhsan Ramdan as CFO. One of its focus is to raise Series B in 2020. When we tried to confirm the plan, Haryati was reluctant to comment.

Related to the cooperation plan with Facebook to bring Facebook Pay in Indonesia, he also could not convey the details. As previously known, Facebook Pay is to have maneuver in Indonesia by launching the funds transfer feature through Facebook, Messenger, and WhatsApp platforms. Facebook is said to be in the middle of negotiating with regulators, while GoPay, LinkAja, and Ovo are said to be engaged as strategic partners.

Expansion plan

This year, LinkAja is still focused on the domestic market by continuing to open opportunities for strategic cooperation with regional and global players to expand its products.

“One of the obstacles in the electronic money platform, including LinkAja, is the limited access to financial services, especially for people in remote areas. Therefore, we are currently focused on continuing to educate continuously and provide easy access to electronic payments, especially for the ultra micro-segment and mass market in remote areas. ”

On a regional scale, he continued, LinkAja is the only electronic money in Indonesia that serves remittances from Indonesian Migrant Workers (PMI) in Singapore who want to send money to families in the country.

Recently, the Sharia feature was launched and is expected to be able to acquire 1 million users. The thing that distinguishes this sharia feature from conventional services is the fund deposit institution (floating fund) using sharia bank services.

 

LinkAja sharia is launched in app: in collaboration with sharia financial institution / LinkAja
LinkAja sharia is launched in app: in collaboration with sharia financial institution / LinkAja

Future trends

After this pandemic, Haryati was confident that digital services would be well impacted on user increase. The new normal resulted in changes in people’s behavior which in turn accelerated digitalization in various industrial sectors. Thus, this will expand and accelerate the need for digital financial education and access to digital finance in the community.

“For example the digitalization of traditional markets, which is a challenge for LinkAja to continue to innovate products, as well as education as soon as possible so that they can adapt and provide meaningful solutions to these new normal conditions.”

Haryati also said that people will be increasingly accustomed to digital transactions. With the inclusion level and also the increasing public financial literacy, the need for various transactions will increase. “We are optimistic that LinkAja, which is majorly-owned by SOEs, is operated by the best national workforce, and infrastructure located in Indonesia will soon become a national champion in the field of digital financial services.”

“By delivering the best talents in the digital industry, we will continue to improve the quality of services, innovate to build and develop services and ecosystems that are relevant to the Indonesian people. Increasing the relevance of LinkAja, especially the middle class/aspirants, mass and ultra micro,” she concluded.

Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Wawancara DailySocial bersama CEO baru LinkAja Haryati Lawidjaja mengenai visi, fokus bisnis, hingga rencana perusahaan di waktu mendatang.

Haryati Lawidjaja: LinkAja Fokus pada Pemenuhan Kebutuhan Esensial

Berdasarkan Surat Keputusan Pemegang Saham tertanggal 29 April 2020, Haryati Lawidjaja resmi ditunjuk sebagai Direktur Utama (CEO) LinkAja. Bergabung sejak Juni 2019, ia sebelumnya menjabat sebagai COO dan Plt. CEO menggantikan Danu Wicaksono yang kini berlabuh di Good Doctor Indonesia.

Tugas ini tentu tidak mudah di tengah persaingan ketat platform digital e-money di Indonesia. Dalam wawancaranya dengan DailySocial, Haryati menyampaikan visi dan strateginya untuk perusahaan.

“Saya bersama talenta terbaik LinkAja fokus untuk mendorong inklusi keuangan dan ekonomi melalui pembangunan ekosistem keuangan digital yang melayani kebutuhan masyarakat & UKM di Indonesia […] Kami optimistis di tahun 2024 LinkAja sebagai salah satu katalis Gerakan Nasional Non-Tunai dapat turut serta membantu pemerintah mencapai inklusi keuangan nasional sebesar 90 persen,” ujarnya.

Kuatkan kolaborasi

Strategi yang digalakkannya untuk memperkuat posisi adalah melalui kerja sama strategis dengan berbagai pihak, baik dengan lembaga perbankan maupun non-perbankan, dengan tetap terus mengupayakan inovasi produk. Kerja sama yang dijalin melibatkan berbagai aspek dalam roda perekonomian nasional, termasuk pemerintahan.

“Kami berkolaborasi dengan pemerintah daerah melalui berbagai program, di antaranya digitalisasi 451 pasar tradisional di seluruh Indonesia, layanan retribusi di 34 kota, pengembangan lebih dari 200 ribu merchant lokal (UKM), hingga kemudahan pembayaran di 94 transportasi lokal,” imbuh Haryati.

Ia menambahkan, sejak awal diluncurkan layanannya fokus pada penyediaan layanan keuangan digital untuk kelas menengah/aspiran dan para pelaku UKM. Inilah yang diklaim membedakan LinkAja dengan platform sejenis.

“LinkAja fokus pada pemenuhan kebutuhan esensial masyarakat, mulai e-commerce, komunikasi, perjalanan, kesehatan, asuransi, investasi, donasi, hiburan, pembelian BBM, pembayaran tagihan, hingga berbagai program pemerintah seperti penyaluran batuan sosial dan kredit ultra mikro; hingga pasar tradisional,” terang Haryati.

Haryati Lawidjaja masih fokuskan kolaborasi dan edukasi pengguna jadi strategi bisnisnya / LinkAja
Haryati Lawidjaja: kolaborasi dan edukasi pengguna jadi strategi utama / LinkAja

Perkembangan bisnis

Edukasi masyarakat terkait platform keuangan digital masih menjadi pekerjaan rumah setiap pemain fintech di Indonesia. Hal yang sama dirasakan LinkAja. Adanya kerja sama lintas sektor diharapkan dapat memberikan dampak signifikan untuk membantu perusahaan dalam mengedukasi pengguna.

Keberhasilan edukasi pengguna ini, menurut Haryati, berdampak langsung pada peningkatan traksi bisnis, “Hal ini terbukti dengan meningkatnya jumlah transaksi sebanyak 5 kali lipat sejak beroperasi pada bulan Februari 2019 hingga akhir tahun 2019. Sebanyak 83% pengguna LinkAja tersebar di luar Jakarta, dengan 40% pengguna di antaranya berada di luar pulau Jawa seperti kota-kota di Sumatra dan Sulawesi.”

“Saat ini, kami telah memiliki lebih dari 45 juta pengguna yang tersebar di seluruh Indonesia, dengan dominasi usia berusia 25 – 35 tahun (per Q1 2020),” terang Haryati.

Sebelumnya, pada Desember 2019 lalu, LinkAja menunjuk Ikhsan Ramdan sebagai CFO. Salah satu fokusnya untuk melakukan fundraising Seri B di tahun 2020. Ketika kami menanyakan perkembangan rencana tersebut, Haryati enggan memberikan komentar.

Kemudian terkait rencana kerja samanya dengan Facebook untuk membawa Facebook Pay di Indonesia, ia juga belum bisa menyampaikan detail. Seperti diketahui sebelumnya, Facebook Pay ingin bermanuver di Indonesia dengan menghadirkan fitur kirim dana melalui platform Facebook, Messenger, hingga WhatsApp. Pihak Facebook disebut tengah bernegosiasi dengan regulator, sedangkan GoPay, LinkAja, dan Ovo disebut digandeng jadi mitra strategis.

Rencana ekspansi

Untuk tahun ini, LinkAja masih fokus pada pasar domestik dengan tetap membuka kesempatan kerja sama strategis dengan pemain regional dan global untuk mengekspansikan produknya.

“Salah satu kendala platform uang elektronik, termasuk LinkAja, adalah akses terhadap layanan keuangan yang masih terbatas, terutama bagi masyarakat yang berada di daerah dan pelosok. Untuk itu, saat ini kami fokus untuk terus melakukan edukasi berkesinambungan dan menyediakan kemudahan akses terhadap pembayaran elektronik, terutama untuk segmen ultra mikro dan mass market di pelosok.”

Di skala regional, sambungnya, LinkAja merupakan satu-satunya uang elektronik di Indonesia yang melayani remitansi dari Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Singapura yang ingin mengirimkan uang ke keluarga di tanah air.

Belum lama ini, fitur Syariah juga diresmikan perusahaan dan diharapkan bisa merangkul 1 juta pengguna.Hal yang membedakan fitur syariah ini dengan layanan konvensional adalah institusi penyimpanan dana (floating fund) memakai jasa bank syariah.

LinkAja syariah sudah digulirkan di aplikasi; jalin kerja sama dengan institusi keuangan syariah / LinkAja
LinkAja syariah sudah digulirkan di aplikasi; jalin kerja sama dengan institusi keuangan syariah / LinkAja

Tren ke depan

Pasca pandemi ini, Haryati cukup percaya diri bahwa layanan digital akan terdampak baik pada peningkatan penggunaan layanan. Kondisi new normal mengakibatkan perubahan perilaku masyarakat yang pada akhirnya mempercepat digitalisasi di berbagai sektor industri. Dengan demikian, hal ini akan memperluas dan mempercepat kebutuhan edukasi keuangan digital dan akses keuangan digital di tengah masyarakat.

“Contohnya digitalisasi pasar tradisional, yang menjadi tantangan bagi LinkAja untuk terus melakukan inovasi produk, maupun edukasi secepat mungkin agar bisa beradaptasi dan memberi solusi berarti pada kondisi new normal ini.”

Haryati juga menyampaikan, masyarakat akan semakin terbiasa dengan transaksi digital. Dengan tingkat inklusi dan juga literasi keuangan masyarakat yang makin meningkat, kebutuhan terhadap beragam transaksi akan meningkat. “Kami optimistis bahwa LinkAja, yang dimiliki secara mayoritas oleh BUMN, dioperasikan oleh tenaga kerja nasional terbaik, serta infrastruktur yang berlokasi di Indonesia akan segera menjadi national champion di bidang layanan keuangan digital.”

“Dengan melahirkan talenta-talenta terbaik di industri digital, kami akan terus meningkatkan  kualitas pelayanan, berinovasi untuk membangun dan mengembangkan layanan dan ekosistem yang relevan bagi masyarakat Indonesia. Meningkatkan relevansi LinkAja terhadap masyarakat Indonesia terutama kalangan menengah/aspirant, massal dan ultra mikro,” tutupnya.

Application Information Will Show Up Here
Koinworks and Kargo Technologies have big funding announcement these days, while LinkAja provides a sharia feature for its payment solution.

[Weekly Updates] KoinWorks and Kargo Technologies Receive Funding; Sharia Feature from LinkAja; and More

Both p2p lending startup Koinworks and smart logistics startup Kargo Technologies have big funding announcement these days, while LinkAja provides a sharia feature for its payment solution. Also in the news is the introduction of Sehatigold, an Indodax’s sister company, as an online gold-based trading/investment platform.

KoinWorks Receives 316 Billion Rupiah Funding from European Financial Institution and Venture Capital

Fintech lending startup, KoinWorks, just announced new funding in two terms, equity and loan. The amount reaches US$20 million or around 316 billion Rupiah. Regarding investors, Quona Capital, EV Growth, and Saison Capital with participation of some others are involved in the equity. In terms of the loan, the company only reveals the two financial institutions that come from Europe.

KoinWorks plans to use the fresh money for financial loans through the fintech lending platform. The new credit feature is provided by an international institution, namely Triodos Bank, global banking from the Netherlands.

Kargo Technologies Announces 504 Billion Rupiah Funding, to Provide Loan Access for Logistics Partners

The logistics marketplace connecting companies with truck services, Kargo Technologies, has announced US$31 million (around 504 billion Rupiah) funding in its Series A round. It was led by Silicon Valley based Tenaya Capital. Also participated in this round, Sequoia India, Intudo Ventures, Amatil X, Agaeti Convergence Ventures, Alter Global, and Mirae Asset Venture Investment.

In this round, Kargo manages to secure funding in the form of debt financing from banks and regional financial institutions.

Kargo Technologies’ CEO, Tiger Fang, said most of the funding will be prioritized for business operations and products development to adjust the current deployment situation of Covid-19. For truck owners, companies can help their cash flow with fast funding products, which are very much needed in the current circumstances.

LinkAja Officially Launches Sharia Feature

After few months of trial, LinkAja officially launched the sharia feature to public. They target to reach one million users for this service.

LinkAja first introduced the sharia features in November last year. One of the most distinguishing features of this sharia is its conventional services as an institution for the deposit (floating funds) to top up balances using the services of Islamic banks.

In order to pursue the target, LinkAja has collaborated with 1000 mosques, 11 waqf institutions, 23 zakat institutions, and 67 donation institutions.

Introducing Indodax’s Sister Company Sehatigold, an E-commerce Platform for Gold

Sehatigold has transformed as an online gold trading platform. It is headed by Denny Ardhiyanto and one of the founders is major shareholder in Indodax. The platform was made to solve two problems in buying and selling gold, for a very small to the loss of profit margin when trading gold, also the affordability. Sehatigold offers solutions by selling gold starting from 0.01 grams or having a nominal value of IDR 10,000 without any additional costs.

Sehatigold has several main services. In addition to buying and selling gold, customers can exchange the gold savings they buy online into physical gold in the form of jewellery or precious metals. Then, the platform allows users to trade gold.

LinkAja Officially Launches Sharia Feature

After few months of trial, Linkaja officially launched the sharia feature to public. They target to reach one million users for this service.

LinkAja first introduced the sharia features in November last year. One of the most distinguishing features of this sharia is its conventional services as an institution for the deposit (floating funds) to top up balances using the services of Islamic banks.

“LinkAja Syariah targets one million users in the first year,” Acting Director of LinkAja Haryati Lawidjaja said on Tuesday (4/14).

In order to pursue the target, LinkAja has collaborated with 1000 mosques, 11 waqf institutions, 23 zakat institutions, and 67 donation institutions. LinkAja’s ecosystem has been fairly complete, especially since the Islamic economy in Indonesia and the global economy is getting hype in recent years.

Head of Syariah Group LinkAja Channel, Widjayanto Djaenudin said, there are currently several service features that can be used widely, such as qurban, infaq, top-up balance, and zakat. He promised that soon their services could also be used to pay boarding school bills.

“We want to make LinkAja Syariah not available at non-halal merchants. Once choosing to become LinkAja sharia service users, they should already aware of the fact,” Djaenudin said.

LinkAja currently has more than 40 million users with 500 thousand merchants. Their current status positioned LinkAja as the first Sharia electronic money platform in Indonesia. It creates optimism for the company to dominate the Islamic electronic money market in Indonesia.

One of LinkAja’s fast methods to become topnotch is to partner with the Directorate General of Hajj and Umrah Management of the Ministry of Religion. “We have discussed this. I think all shareholders are very supportive to get there,” LinkAja’s President Commissioner, Heri Supriadi said.

On this occasion, Supriadi said that it was possible for their team to compete in other Muslim-majority countries such as Pakistan or Bangladesh. Moreover, Heri highlighted LinkAja’s target to be Indonesia’s number one as the largest Muslim country before expanding into other countries.

Currently, all LinkAja users can access sharia features by updating the application version on Google PlayStore.

DSResearch report of the most popular digital wallet in Indonesia
DSResearch report of the most popular digital wallet in Indonesia

In Indonesia, LinkAja has direct competition with some other digital wallet providers. Based on the DSResearch’s survey published on Fintech Report 2019, LinkAja placed in the fourth position in terms of the most used digital wallet platforms after Gopay, Ovo, and Dana. The service’s feature and integration mark an important value to win the customer’s interest, and each player is on the track to get there — to be the most complete digital wallet.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
LinkAja Syariah

LinkAja Resmi Luncurkan Fitur Syariah

Setelah uji coba beberapa bulan, akhirnya LinkAja meluncurkan fitur syariah mereka ke publik luas. LinkAja langsung menargetkan layanan syariah ini dapat menjangkau satu juta pengguna.

LinkAja pertama kali memperkenalkan fitur syariah pada November tahun lalu. Satu yang paling membedakan dari fitur syariah ini dengan layanan konvensional mereka adalah institusi untuk penyimpanan dana (floating fund) untuk melakukan top up saldo memakai jasa bank syariah.

“Target pengguna LinkAja Syariah pada tahun pertama adalah satu juta pengguna,” ucap Plt Direktur Utama LinkAja Haryati Lawidjaja, Selasa (14/4).

Guna mengejar target tersebut, LinkAja sudah menggandeng mitra kerja seperti 1000 masjid, 11 lembaga wakaf, 23 lembaga zakat, dan 67 lembaga donasi. Ekosistem yang dijalin LinkAja ini sudah terbilang cukup lengkap, apalagi ekonomi syariah di Indonesia dan global sedang bergeliat beberapa tahun terakhir.

Head of Group Syariah Channel LinkAja Widjayanto Djaenudin mengatakan, saat ini sudah ada beberapa fitur layanan yang sudah dapat digunakan secara luas yakni pembayaran kurban, infaq, isi ulang saldo, dan zakat. Ia menjanjikan tak lama lagi layanan mereka juga bisa dipakai untuk membayar tagihan sekolah pesantren.

“Kami inginnya pengguna tidak bisa memakai LinkAja Syariah di merchant nonhalal. Ketika memilih jadi pengguna layanan syariah LinkAja kita berharap mereka sudah punya kesadaran itu,” imbuh Widjayanto.

LinkAja sendiri saat ini sudah memiliki lebih dari 40 juta pengguna dengan 500 ribu merchant. Status mereka saat ini menjadikan LinkAja sebagai platform uang elektronik syariah pertama di Indonesia. Hal ini menjadikan mereka optimis untuk menguasai pasar uang elektronik syariah di Indonesia.

Salah satu metode kilat LinkAja untuk menjadi nomor wahid itu adalah menggandeng Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama. “Ini sudah kami diskusikan. Saya rasa semua shareholder sangat mendukung untuk ke sana,” ujar Komisaris Utama LinkAja Heri Supriadi.

Bahkan dalam kesempatan tersebut, Heri sempat mengutarakan bukan mustahil pihaknya berkompetisi di negara berpenduduk mayoritas muslim lainnya seperti Pakistan atau Bangladesh. Kendati begitu Heri menggarisbawahi LinkAja ingin menjadi yang nomor satu di Indonesia sebagai negara muslim terbesar sebelum ekspansi ke negara lain.

Kini seluruh pengguna LinkAja sudah dapat mengakses fitur syariah dengan memperbarui versi aplikasi tersebut di Google PlayStore.

Laporan DSResearch tentang digital wallet paling banyak digunakan oleh responden
Laporan DSResearch tentang digital wallet paling banyak digunakan oleh responden

Di Indonesia, LinkAja bersaing langsung dengan beberapa penyedia digital wallet lainnya. Berdasarkan hasil survei DSResearch yang dipublikasikan dalam Fintech Report 2019, LinkAja berada dalam peringkat keempat dari sisi jumlah penggunaan, setelah Gopay, Ovo, dan Dana. Fitur dan integrasi layanan memang menjadi poin penting untuk memenangkan hati konsumen, dan kini masing-masing pemain terus berlomba ke arah sana — untuk menjadi digital wallet paling lengkap.

Application Information Will Show Up Here
LinkAja mulai uji coba fitur syariah di dalam aplikasi. Perusahaan juga berencana menggalang pendanaan Seri B tahun depan menggaet investor eksternal

LinkAja Mulai Uji Coba Fitur Syariah

LinkAja kini mulai uji coba fitur LinkAja Syariah untuk sebagian penggunanya. Fitur ini terdapat di dalam aplikasi LinkAja, sehingga tidak menjadi aplikasi terpisah.

“LinkAja Syariah belum kami luncurkan, yang sekarang masih sedang testing,” terang CEO LinkAja Danu Wicaksana kepada DailySocial.

Danu menjelaskan, dalam fitur teranyarnya ini ada perbedaan perlakuan untuk penyimpanan dana (floating fund) yang di-top up pengguna menggunakan bank syariah yang berafiliasi dengan bank BUKU IV. Akad transaksi, produk, layanan, dan promosi sudah disesuaikan dengan ketentuan syariah.

Dipastikan seluruh merchant LinkAja bisa menerima pembayaran dengan LinkAja Syariah. Diskon dan cashback yang diberikan ke pengguna sepenuhnya ditanggung merchant, bukan LinkAja.

Oleh karena itu, dia memastikan, dari segi pengalaman konsumen tidak ada yang berbeda. Seluruh proses tersebut terletak di back end sistem untuk pengguna yang mengaktifkan fitur ini.

Tampilan LinkAja Syariah
Tampilan LinkAja Syariah

LinkAja juga menyediakan opsi untuk menonaktifkannya atau mengaktifkan kembali lewat tautan khusus. “Akan kembali ke normal, bila pengguna menonaktifkan fitur syariah.”

Untuk mengaktifkan fitur ini, pengguna bisa membuka tab “Akun”. Lalu buka bagian LinkAja Syariah, akan ditemukan tombol “Aktifkan”. Tidak perlu waktu lama, pada saat itu seluruh sistem LinkAja dari pengguna akan beralih sepenuhnya ke syariah.

Berencana galang dana eksternal

Dikutip dari Katadata, Danu menyebut akan menyelesaikan pendanaan Seri A pada akhir tahun ini. Pada tahun selanjutnya akan menggalang seri berikutnya dengan membuka opsi melibatkan investor eksternal.

“Belum tahu akan dari sektor mana saja, karena belum mulai,” kata Danu.

Sebelumnya, ia sempat mengatakan bahwa perusahaan tidak pernah menutup pintu bagi swasta yang ingin menjadi investor. “Kami terbuka dengan siapapun, kami tidak pernah bilang tidak mungkin swasta (bisa masuk). Kenapa tidak?,” katanya di sela-sela Perbanas Indonesia Banking Expo 2019, Rabu (6/11).

Saat ini, ada sekitar delapan BUMN yang tertarik berpartisipasi dalam pendanaan Seri A yang tengah digalang, termasuk Garuda Indonesia, Angkasa Pura I & II, Pegadaian, Taspen, Jasa Marga, Kereta Api Indonesia, dan Perum Damri. Seluruh calon ini akan masuk melalui penerbitan saham baru.

Saat ini 25% saham LinkAja dikuasai Telkomsel. Bank Mandiri, BNI, BRI masing-masing memegang 20%. Lalu BTN dan Pertamina masing-masing 7%, dan Asuransi Jiwasraya 1%.

Application Information Will Show Up Here
LinkAja Syariah akan berbentuk fitur di dalam LinkAja. Menyimpan dana di bank-bank syariah yang induknya masuk kategori BUKU IV

LinkAja Syariah Segera Rilis November, Bidik 1 Juta Pengguna Hingga 2020

Ambisi LinkAja untuk memiliki sistem pembayaran yang dikelola secara syariah segera terwujud. Rencananya, fitur baru ini akan rilis pada November 2019. Target ini sedikit molor dari rencana awal.

Hari ini (16/9) Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) telah menyerahkan sertifikat kesesuaian syariah ‘LinkAja Syariah’. Setelah sertifikat ini, LinkAja akan mengurus izin penambahan fitur ke Bank Indonesia regulator uang elektronik di Indonesia.

LinkAja telah membentuk Dewan Pengawas Syariah yang terdiri dari Anwar Abbas, Zainut Tauhid, dan Asep Supyadillah. DPS ini adalah salah satu persyaratan yang harus dipenuhi ketika ingin menjalani bisnis dengan akad syariah.

Group Head Sales Channel & Sharia Unit LinkAja Widjayanto Djaenudin mengatakan, proses di BI akan memakan waktu sekitar 40 hari kerja setelah memenuhi kelengkapan dokumen. Bila tidak ada aral melintang, diharapkan LinkAja Syariah bisa meluncur pada November 2019.

Dia menegaskan, LinkAja Syariah akan menjadi sebuah fitur yang ada di dalam platform LinkAja. Secara layanan tidak akan jauh berbeda dengan reguler, namun ada tiga perbedaan utama yang membuatnya memenuhi kesesuaian syariah.

Pertama, penempatan uang floating harus di bank-bank syariah yang induknya masuk kategori BUKU IV. Untuk memenuhi syarat ini, LinkAja bekerja sama dengan tiga bank syariah anak usaha BUMN, yakni Bank Mandiri Syariah, BNI Syariah, dan BRI Syariah.

Kendati dana LinkAja akan ditampung bank syariah, namun untuk top up saldo dapat dilakukan lewat bank konvensional. “Ke depannya kami membuka kolaborasi juga dengan bank-bank syariah lainnya,” terang Widjayanto dikutip dari Republika.

Kedua, operasionalnya menggunakan akad-akad yang telah sesuai dengan syariah. Terakhir, layanan dan promosi akan disesuaikan dengan ketentuan syariah.

Direktur Utama LinkAja Danu Wicaksana menambahkan, LinkAja Syariah akan hadir untuk mendukung inisiatif pemerintah dan banyak pihak demi meningkatkan daya saing ekonomi dan di negara sendiri, regional, dan internasional.

“Kami berharap saat nanti diluncurkan, pilihan layanan ini dapat mendukung gerakan nasional non-tunai di Indonesia,” terang Danu dalam keterangan resmi.

Widjayanto melanjutkan, selain sebagai alat pembayaran, ia dapat digunakan untuk donasi, zakat, infak, dan sedekah. LinkAja Syariah juga berpotensi dapat digunakan untuk pembayaran uang sekolah pesantren.

Indonesia memiliki lebih dari 30 ribu pesantren dengan total 4 juta santri. Potensi pasar lain yang juga dilirik adalah 25 juta nasabah perbankan syariah dan 48 ribu karyawan bank syariah.

Dia menargetkan, LinkAja Syariah dapat memigrasikan 1 juta pengguna dari LinkAja sampai tahun 2020. Saat ini LinkAja diklaim memiliki 30 juta pengguna.

Application Information Will Show Up Here
Pemerintah melalui Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) segera memperluas layanan pembayaran LinkAja ke sistem pembayaran berbasis syariah

LinkAja Syariah Segera Dirilis Agustus Tahun Ini

Pemerintah melalui Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) segera memperluas layanan pembayaran LinkAja ke sistem pembayaran berbasis syariah. Disebutkan LinkAja Syariah sekarang sedang dalam tahap uji coba dan ditargetkan segera meluncur pada Agustus 2019.

Perluasan ditandai lewat penandatanganan nota kesepahaman “Pengembangan Sistem Pembayaran Digital yang Dikelola Secara Syariah” antara empat bank syariah milik BUMN, yakni BNI Syariah, Bank Mandiri Syariah, BRI Syariah, dan unit usaha syariah BTN dengan Finarya sebagai pengelola LinkAja.

Inisitiaf ini sebenarnya tertuang dalam peta jalan pengembangan ekonomi syariah KNKS, yang salah satunya menyebutkan pembentukkan LinkAja Syariah sebagai alat pembayaran syariah untuk dukung Rencana Induk Ekonomi Syariah.

“Ke depan kita harapkan LinkAja Syariah menjadi sistem pembayaran digital yang mampu mendukung ekosistem digital ekonomi syariah yang terhubung dengan sistem perdagangan e-commerce, produk keuangan syariah, dan pariwisata halal,” terang Direktur Pengembangan Ekonomi Syariah dan Industri Halal KNKS Afdhal Aliasar dikutip dari Bisnis.com.

Secara teknis LinkAja Syariah tidak akan jauh berbeda dengan yang konvensional, namun prinsip-prinsip transaksinya akan dijalankan secara syariah. Dari sisi fitur, LinkAja akan ditujukan untuk berbagai kegiatan yang berbasis syariah seperti transaksi dana sosial keagamaan, seperti infak, zakat, dan wakaf dengan masjid-masjid dan lembaga zakat di seluruh Indonesia.

LinkAja Syariah juga akan digunakan memfasilitasi pengguna belanja di layanan e-commerce. Pemerintah sudah menggandeng Tokopedia dan Bukalapak sebagai fasilitatornya. Rencananya melalui kedua marketplace ini pengguna dapat lebih mudah mencari dan mengidentifikasi produk-produk dengan nomor sertifikasi halal.

Tidak hanya itu, pengguna akan dipermudah untuk berinvestasi pada instrumen syariah seperti reksa dana syariah yang telah tersedia di kedua pemain tersebut.

“Hal ini dimulai dengan mengajak marketplace yang sudah ada saat ini, yaitu Bukalapak dan Tokopedia untuk menghadirkan produk-produk halal dan produk keuangan syariah di masing-masing e-commerce. Diharapkan ke depannya akan lebih banyak lagi pemain e-commerce yang turut bergabung dalam ekosistem ini.”

Direktur Bidang Inovasi Produk, Pendalaman Pasar, dan Pengembangan Infrastruktur Sistem Keuangan Syariah KNKS Ronald Rulindo menyebutkan proses uji coba LinkAja Syariah telah dilakukan dan disaksikan pihak bank dan Finarya itu sendiri. Diharapkan aplikasi ini dapat diluncurkan pada Agustus 2019.