Tag Archives: Lintasarta

Ekosistem Platform as a Service di Indonesia masih didominasi pemain hyper-scale. Beberapa pemain lokal sudah mulai menambahkan produk di layanan ini

Perkembangan Ekosistem “Platform as a Service” di Indonesia

Ketika dunia semakin dikuasai oleh perangkat lunak, pengembangan aplikasi dan alat juga semakin besar dan kompleks. Hal ini mempengaruhi beban kerja para pengembang atau developer yang juga semakin banyak ketika mengelola sebuah aplikasi. Platform as a Service atau PaaS merupakan salah satu layanan yang ditawarkan oleh komputasi awan atau cloud computing selain Software as a Service (SaaS) dan Infrastruktur as a Service (IaaS) yang fokus membantu para pengembang dalam pengelolaan aplikasi.

Platform as a Service (PaaS) menyediakan komponen cloud dalam bentuk platform yang dapat dimanfaatkan pengguna untuk membuat aplikasi di atasnya. Layanan ini memudahkan pelanggan untuk mengembangkan, menjalankan, dan mengelola aplikasi tanpa kompleksitas membangun dan memelihara infrastruktur terkait dengan pengembangan dan peluncuran aplikasi.

Menurut pemaparan Microsoft Azure, ada beberapa skenario penggunaan layanan PaaS, seperti menyediakan kerangka kerja yang dapat dibangun oleh pengembang untuk mengembangkan atau menyesuaikan aplikasi berbasis cloud; menyediakan alat yang memudahkan organisasi dalam melakukan analisis atau mengambil keputusan bisnis. Juga sebagai layanan pendukung untuk pengelolaan aplikasi.

Sumber: Microsoft Azure

Penggunaan layanan ini bisa menekan biaya dan dan menghemat waktu dalam pengelolaan lisensi perangkat lunak, infrastruktur aplikasi dan middleware, orkestra kontainer seperti Kubernetes, atau alat pengembangan dan sumber daya lainnya. Pengembang tidak perlu melakukan manajemen sumber daya penunjang pengembangan aplikasi yang mereka kembangkan, karena semuanya telah disediakan oleh layanan ini.

Di Indonesia, layanan PaaS lazim digunakan untuk pengelolaan microservices atau layanan mikro pada aplikasi. Arsitektur layanan mikro membuat aplikasi lebih mudah diskalakan dan lebih cepat berkembang, memungkinkan inovasi dan mempercepat penetrasi pasar untuk fitur baru.

Ekosistem PaaS di Indonesia

Ketua Umum Asosiasi Cloud Computing Indonesia (ACCI) Alex Budiyanto mengatakan, perkembangan ekosistem cloud computing di Indonesia berangkat dari IaaS, yang pada dasarnya merupakan landasan infrastruktur dari layanan PaaS dan Software as a Service (SaaS).

Ia menyampaikan, di Indonesia sendiri, belum banyak pemain lokal yang fokus merambah keseluruhan lini bisnis PaaS. Namun, beberapa pemain yang sudah lebih dulu mengembangkan solusi cloud computing mulai menawarkan produk dari layanan PaaS ini. Dua di antaranya adalah Datacomm dan Lintasarta.

Didirikan pada 8 Okt 2015, Datacomm Cloud Business (DCB) adalah divisi bisnis PT Datacomm Diangraha yang berfokus pada peluang cloud di Indonesia. Di awal tahun 2021 ini, Datacomm baru saja meluncurkan produk PaaS baru berbasis Kubernetes. Teknologi ini diyakini mampu membuat perusahaan dapat bergerak menjadi lebih lincah dalam menjawab tantangan teknologi, khususnya dalam pembuatan sistem aplikasi.

Perwakilan Datacomm menyampaikan, layanan PaaS memiliki potensi besar, karena untuk bisa bersaing dengan perusahaan lain yang di bidang internet, perusahaan harus semakin cepat. PaaS memberikan kemungkinan untuk  pengembangan yang lebih cepat dan terkelola.

PaaS sendiri bersifat high-scalability atau memiliki skalabilitas tinggi dimana ketika aktivitas dalam aplikasi mulai padat, secara otomatis layanan ini akan menskalakan aplikasi dengan lebih baik dalam melayani pengguna. Hal ini membuat target market dari PaaS sendiri merupakan perusahaan yang membutuhkan layanan 24/7 serta memiliki aktivitas padat dalam aplikasinya.

Senior Manager Cloud Product Development Lintasarta Reski Rukmantiyo mengungkapkan, “Saya melihat adopsi yang cukup besar untuk produk PaaS di ranah yang erat dengan B2C seperti industri fiansial perbankan atau asuransi yang membutuhkan koneksi dan workload tinggi, selain itu juga telco.”

Sebagai salah satu pelopor internet pertama di Indonesia, Lintasarta yang merupakan anak perusahaan PT Indosat Tbk, fokus menyediakan solusi korporat melibatkan Komunikasi Data, Internet dan Layanan TI. Timnya mengklaim sudah menawarkan produk dari layanan PaaS yang berbasis kontainer sejak dua tahun yang lalu.

Dalam menyediakan layanan PaaS, kedua perusahaan di atas bekerja sama dengan RedHat – OpenShift, salah satu penyedia layanan PaaS global yang menawarkan berbagai opsi untuk pengembang yang terdiri dari hostingproject PaaS private atau open source.

Persaingan dengan pemain hyper-scale

Melihat persaingan layanan PaaS di Indonesia, saat ini masih didominasi pemain global atau hyper-scale. Selain karena belum ada pemain lokal yang menawarkan solusi PaaS menyeluruh, para pengembang juga cenderung memilih solusi yang memiliki cakupan besar dan sesuai dengan kebiasaan.

Perusahaan hyper-scale identik dengan high-availability karna memiliki banyak data center yang tersebar di berbagai belahan dunia. Hal ini membuat kemungkinan server untuk downtime kecil, itu menjadi salah satu keunggulan para pemain global.

Consultant Engineer Datacomm Kevin Haryono mengatakan, “Sebagai pemain lokal, yang bisa kita andalkan adalah layanan yang sesuai dengan rekomendasi kominfo, dimana seluruh data krusial itu wajib. Mengenai keamanan, data center lokal juga sudah mengupayakan untuk sertifikasi ISO dan berusaha mencapai standar internasional.”

“Pemain global juga memiliki harga yang kompetitif serta kepercayaan masyarakat bahwa solusi yang datang dari luar lebih baik. Selain itu, dari sisi native, ketika pengembang sudah terbiasa menggunakan salah satu solusi lalu yang ditawarkan pihak luar sesuai dengan kebiasaan di sini,” tambahnya.

Terkait persaingan, Alex menutup diskusi dengan menyampaikan, “Kita perlu mendorong kecintaan masyarakan ke produk dalam negri, di samping itu produk lokal juga harus meningkatkan kualitas layanannya supaya bisa berkelanjutan. Karena jika diminta head-to-head tanpa ada kepercayaan masyarakat semua akan jadi sulit.”

Menerka Kebutuhan Transformasi Digital Bisnis saat Pandemi

Dalam menghadapi masa pandemi, bisnis harus terus beradaptasi agar dapat bertahan. Salah satu adaptasi yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan transformasi digital. Melalui transformasi digital, sebuah bisnis tetap dapat melakukan pengembangan produk serta melayani permintaan konsumen dengan baik seiring dengan adaptasi digital yang juga terus meningkat di masa pandemi ini.

Namun, hal yang juga harus diperhatikan oleh bisnis adalah bagaimana transformasi digital yang dilakukan tidak hanya dapat membantu mereka bertahan, tetapi juga dapat membantu mereka meningkatkan skala bisnisnya melalui peluang-peluang baru dari transformasi tersebut.

Dalam #DSTalk yang diadakan Kamis (30/7) lalu, Natali Ardianto (Co-founder & CEO of Lifepack.id & Jovee.id) dan Ginandjar Alibasjah (IT Services Director of Lintasarta), membahas tentang kebutuhan untuk melakukan transformasi digital pada setiap skala bisnis di masa pandemi ini, mulai dari adaptasi dengan keadaan baru hingga mencari berbagai peluang baru.

Bagian dari Adaptasi Terhadap Kondisi Baru

Transformasi digital yang dilakukan oleh suatu bisnis dapat dikatakan sebagai bagian dari adaptasi terhadap kondisi serba baru yang dihadapi saat ini. Menurut Natali Ardianto, startup dapat melihat kondisi sebagai tiga kategori yaitu survival, pivot, dan emerge.

Startup harus dapat survive dengan mempertahankan runaway perusahaannya setidaknya hingga dua tahun ke depan. Efisiensi operasional perusahaan serta melakukan PHK juga bisa menjadi opsi bagi startup untuk mempertahankan keberlangsungan bisnisnya. Selain itu, startup juga harus mulai berpikir secara strategis untuk melakukan pivot untuk mengubah business model agar sesuai dengan situasi pandemi ini. Terakhir adalah emerging dengan melakukan digitalisasi dan mulai menyasar strategi hyperlocal untuk menyesuaikan dengan kebutuhan baru konsumen.

“Untuk teman-teman yang melihat potensi dan baru mau memulai sekarang, I think it’s a good time, yang penting sesuai kebutuhan konsumen.” tambah Natali

Transformasi Digital Dibutuhkan Semua Skala Bisnis

Kebutuhan transformasi bisnis ini juga sebenarnya merupakan suatu hal yang tak terelakkan lagi bagi semua skala bisnis, baik bisnis kecil maupun korporasi besar. Menurut Ginandjar Alibasjah, kebutuhan ini juga sebenarnya bukan hadir karena adanya pandemi, melainkan karena hal ini memang merupakan suatu hal yang harus dilakukan oleh setiap perusahaan untuk beradaptasi.

“Kalau kita bicara transformasi digital, itu sebenarnya bukan pandemi triggernya, pandemi ini trigger untuk percepatannya.” tambah Ginandjar.

Selain itu, menurut Ginandjar transformasi ini juga dapat membawa banyak keuntungan bagi korporasi. Mulai dari memanfaatkan data yang dikelola dengan baik menjadi business intelligence baru hingga  simplifikasi proses yang membuat operasional menjadi lebih efisien.

Salah satu hal transformasi digital yang harus diperhatikan adalah semua bisnis adalah bagaimana mereka dapat membangun infrastruktur digital yang tepat. Bagi bisnis yang baru mulai merintis, dapat memanfaatkan bantuan provider seperti Lintasarta untuk membangun infrastruktur digital seperti data center dan cloud. Hal ini dapat menyiasati kekurangan sumber daya yang mungkin menjadi concern di awal bisnis.

Selain infrastruktur, hal penting lainnya dalam melakukan transformasi digital adalah membangun mindset keamanan data. Menurut Natali, hal seperti ini harus sudah diperhatikan sejak awal, karena bila perusahaan sudah terlanjur besar, akan lebih kompleks permasalahan keamanan datanya. Untuk itu, perusahaan juga perlu menyiapkan sistem keamanan yang baik untuk mencegah kebocoran data yang tidak diinginkan.

Mencari Peluang Meski Terkena Dampak Pandemi

Disisi lain, para pebisnis juga harus dapat meningkatkan sensitivitas untuk mencari peluang-peluang baru dalam bisnisnya, salah satunya dengan cara melakukan transformasi digital. Selain itu, Natali juga menyebutkan bahwa setiap pebisnis harus open minded dalam menghadapi pandemi ini. Pertama, mereka harus bisa aware terhadap masalah apa yang saat ini sedang dialami consumer. Selanjutnya, mereka juga harus dapat menerima keadaan pandemi yang berdampak pada bisnis, untuk itu mereka juga perlu membuat skenario bisnis yang disesuaikan dengan perkembangan pemulihan kondisi pandemi ini. Terakhir, setiap pebisnis juga mau tidak mau perlu beradaptasi. Contohnya melakukan pivot ataupun PHK.

“Sebagai entrepreneur, you have to do a lot of hard choices, tapi harus logis, nggak boleh pakai perasaan.” tambah Natali.

Peluang ini juga bisa diwujudkan melalui kolaborasi dengan berbagai pihak. Bagi Lintasarta sendiri, kolaborasi dengan startup sudah dilakukan beberapa kali. Misalnya melalui program Gerakan 1000 Startup Digital, Lintasarta Digischool, dan Appcelerate. Kolaborasi ini tidak hanya dilakukan untuk melahirkan startup-startup baru, tetapi juga turut mengembangkannya dengan cara membantu sampai go to market, serta mempertemukan solusi-solusi tersebut dengan kebutuhan client-client Lintasarta lainnya.

“Komitmen Lintasarta untuk membangun startup sangat besar dan tidak menutup kemungkinan ke depannya bersama teman-teman startup bisa kerja sama dengan Lintasarta.” tambah Ginandjar.

Dengan melakukan transformasi digital, bisnis dapat lebih beradaptasi dengan lebih cepat dengan kebutuhan-kebutuhan baru yang hadir karena masa pandemi ini. Selain itu,  setiap pebisnis juga harus dapat peka terhadap peluang yang dapat dimanfaatkan dari transformasi tersebut.

Lintasarta Announces 8 Startup Winners of Appcelerate 2017

Technology company Lintasarta finishes Appcelerate 2017 program by announcing 8 startup as winners representation of each partner universities, Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Gadjah Mada (UGM), and Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).

Appcelerate 2017 is slightly different from the previous year which only takes ITB. It is now spreading widely, team up with top three universities in Indonesia.

Appcelerate is a CSR program held by Lintasarta since last year as business plan creation event of product innovation or digital app. The developed products should have business value and capable to support all financial sectors, oil and gas, plantation, manufacture, health, logistic, transport, maritime and smart city.

“We will continue [Appcelerate] as a way to build ecosystem, also part of Lintasarta transformation into ICT’s leading player by 2020,” said Arya N Soemali, Lintasarta’s IT Services Director on Wednesday (12/6).

UGM’s startup winners are Pijar (Online Psychology), Pasienia (Patient community) and Iwak (fishery logistic distribution). Meanwhile ITB has Halofina (SMW and private financial assistant), Cityplan (urban planning platform) and Ready Doc (CRM for doctor and clinic). ITS added with Siguri (integrated security devices) and Nelbi (smart electronic devices).

These startups are selected after going for three-month (August to October 2017) incubation and acceleration period with other representations at each universities. During the incubation period, each startups receive mentoring, product and business development guidance through various programs involving Lintasarta’s board of directors.

They get the finest judgement of all other candidates, meet the expectation of problem solving category, usefulness, commercial and business value. Judges are selected from the board of directors, Lintasarta’s general manager and head of business incubator from three universities.

Of the eight startups, top three are selected from each universities. Pijar, Halofina, and Siguri will get business development support and partnership with Lintasarta to enter B2B market.

“On certain point, there will be an evaluation, because they cannot be instantly independent. We will guide them continuously to the point where we can discuss in commercial context. There will be revenue sharing.”

Next year, Soemali said his team will continue to engage universities as company’s spirit in expanding opportunity for the youth.

One of the winners in Appcelerator 2016 which already signed B2B cooperation with Lintasarta is Kazee (formerly CHARM), a platform for media analysis.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Lintasarta Umumkan 8 Startup Pemenang Appcelerate 2017

Perusahaan teknologi Lintasarta menuntaskan program Appcelerate 2017 dengan mengumumkan delapan startup sebagai pemenang dari tiap universitas mitra, yaitu Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).

Appcelerate kali ini cukup berbeda dengan tahun sebelumnya yang hanya menggandeng ITB. Kali ini Appcelerate diselenggarakan lebih luas, menggandeng tiga universitas besar di Indonesia.

Appcelerate adalah program CSR yang diadakan Lintasarta sejak tahun lalu sebagai ajang pembuatan rencana bisnis dalam bentuk inovasi produk atau aplikasi digital. Produk yang dihasilkan harus memiliki nilai bisnis dan dapat diterapkan untuk mendukung berbagai sektor industri finansial, migas, plantation, manufaktur, kesehatan, logistik, transportasi, maritim, dan smart city.

“Kami akan terus lanjutkan [program Appcelerate] sebagai salah satu cara kami dalam membentuk ekosistem, termasuk bagian dari transformasi Lintasarta menjadi pemain ICT terkemuka di 2020,” ucap IT Services Director Lintasarta Arya N Soemali, Rabu (6/12).

Para pemenang startup dari UGM terdiri dari Pijar (psikologi online), Pasienia (komunitas pasien), dan Iwak (distribusi logistik perikanan). Sementara dari ITB ada Halofina (asisten keuangan pribadi dan SMW), Cityplan (platform untuk urban planning), dan Ready Doc (CRM untuk dokter dan klinik). Dari ITS ada Siguri (perangkat keamanan terintegrasi) dan Nelbi (perangkat listrik pintar).

Delapan startup ini terpilih setelah mengikuti masa inkubasi dan akselerasi selama tiga bulan (selama Agustus hingga Oktober 2017) di universitasnya masing-masing, bersama finalis lainnya. Selama masa inkubasi, para startup mendapat mentoring, bimbingan pengembangan produk dan bisnis melalui berbagai program yang melibatkan jajaran direksi Lintasarta.

Mereka mendapat penilaian terbaik dari dewan juri mengalahkan kandidat lainnya, dinilai memenuhi kategori problem solving, usefulness, memiliki nilai komersial, dan nilai bisnis. Dewan juri terdiri dari jajaran direksi, general manager Lintasarta, serta pimpinan inkubator bisnis dari tiga universitas.

Dari delapan startup, diambil tiga terbaik dari masing-masing universitas. Pijar, Halofina, dan Siguri akan mendapat dukungan pengembangan bisnis dan kerja sama dengan Lintasarta untuk masuk ke pasar B2B.

“Kita akan lihat nanti dalam titik tertentu bakal ada evaluasi karena mereka tidak bisa langsung mandiri. Kami akan terus bimbing mereka sampai nanti besar, baru nanti akan bicara dengan konteks komersial. Nanti akan ada bagi-bagi revenue.”

Untuk tahun depan, Arya menuturkan pihaknya akan terus mengundang lebih banyak universitas sebagaimana semangat perusahaan untuk memperluas kesempatan kepada anak muda.

Salah satu pemenang Appcelerator 2016 yang sudah menandatangani kerja sama B2B dengan Lintasarta adalah Kazee (sebelumnya bernama CHARM), sebuah platform untuk analisis berbagai media.

Lintasarta Tanda Tangani Nota Kesepahaman dengan Platform Analitik Media Kazee

PT Lintasarta Lintasarta (Lintasarta) mengumumkan penandatanganan nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) dengan CHARM (Customer Handling, Analytic and Relationship Management), kini dengan brand Kazee. MoU ini disebut jadi langkah nyata Lintasarta mendukung program pemerintah dalam memanjukan TIK di Indonesia.

Kazee adalah salah satu dari tiga pemenang yang telah diumumkan dalam kompetisi Lintasarta Appcelerate 2016, hasil kerja sama Lintasarta dan Lembaga Pengembangan Inovasi dan Kewirausahaan Institut Teknologi Bandung (LPIK ITB).

“Kami bangga karena Kazee merupakan karya anak bangsa, salah satu pemenang Appcelerate 2016, memberikan solusi data analitik untuk kebutuhan industri. Melalui kerja sama dengan perusahaan rintisan Lintasarta dan LPIK ITB ini, jadi salah satu wujud kontribusi Lintasarta terhadap program pemerintah memajukan TIK di Indonesia,” ucap Teddy Sis Herdianto, Strategy & Business Development General Manager Lintasarta dalam keterangan resmi yang diterima DailySocial, Selasa (13/12).

Bersamaan dengan MoU tersebut, CHARM mengumumkan re-branding melalui soft launching Kazee. Kazee adalah platform yang dikembangkan untuk analisis berbagai media, mulai dari media sosial, forum, media berita, media online, dan lainnya. Kata Kazee berasal dari Bahasa Indonesia “kaji”, bermakna analisis, memahami, atau mengetahui lebih lanjut.

Soft launching dilakukan untuk memperkenalkan Kazee kepada pelaku bisnis baik B2B maupun pemerintah. Sekaligus menandakan sinyal dan langkah awal Kazee siap bersaing dengan berbagai perusahaan analitik media lainnya di Indonesia maupun kancah global.

Startup ini didirikan untuk membantu perusahaan melakukan analisis berbagai media dengan lebih mudah dan murah. Walaupun baru diluncurkan, pihak Kazee mengklaim telah digunakan oleh beberapa perusahaan BUMN, swasta, dan pemerintah kota untuk uji coba.

“Kazee hadir untuk melakukan disrupsi pasar media analytics di Indonesia dengan model bisnis media analytics as a service. Keunggulan yang ditawarkan adalah perusahaan dapat menentukan sendiri harga dan fitur yang diinginkan sesuai dengan kebutuhan,” ucap Ariya, Founder Kazee.

Kazee sementara ini baru tersedia aplikasi versi mobile untuk Android. Ke depannya Kazee akan mengembangkan versi iOS dan siap bersaing dengan perusahaan besar yang bermain di pasar big data analytics.

Application Information Will Show Up Here

Lintasarta Umumkan Tiga Pemenang Appcelerate 2016

Bisnis startup di Indonesia kian mengundang banyak perhatian kalangan di Indonesia, tak terkecuali perusahaan-perusahaan besar. Mulai dari membuat startup, mengakuisisi startup sampai dengan mendanai startup. Salah satu perusahaan yang terlibat langsung dalam bisnis startup di Indonesia adalah PT Aplikanusa Lintasarta (Lintasarta). Lintasarta bekerja sama dengan Lembaga Pengembangan Inovasi dan Kewirausahaan Institut Teknologi Bandung (LPIK ITB) mengumumkan tiga nama startup terpilih pemenang Lintasarta Appcelerete.

Tiga startup tersebut adalah CHARM (Customer Handling, Analytic and Relationship Management), sebuah layanan yang disediakan untuk membantu perusahaan untuk dapat mendengarkan dan memahami pelanggan melalui analisis percakapan pelanggan di media sosial. Startup kedua adalah BIOPS, aplikasi precision farming yang menawarkan monitoring dan controlling untuk para petani green house. Sedangkan yang ketiga adalah WINAFI, sebuah aplikasi toko sembako yang  menawarkan kemudahan berbelanja kebutuhan sehari-hari yang mengintegrasikan antara toko kelontong lokal dengan konsumen di sekitarnya.

Tiga startup di atas merupakan startup yang terpilih setelah mengikuti masa inkubasi selama 3 bulan (Juli, Agustus, dan September 2016). Ketiganya mendapat penilaian terbaik dari dewan juri mengalahkan kandidat lainnya. Ketiganya dinilai memenuhi kategori problem solving, usefulness, memiliki nilai komersial, dan nilai bisnis.

Selain ketiga startup pemenang Lintasarta juga akan menawarkan kerja sama kepada 10 startup inkubasi sebagai mitra hingga aplikasi yang mereka kembangkan dapat digunakan oleh kalangan industri.

Presiden Director Lintasarta Arya Damar mengatakan, “Lintasarta dan LPIK ITB menelurkan 3 start up dari 3 kategori yang berbeda. Mereka semua bagus, semua terbaik. Karena saya yakin bahwa anak-anak Indonesia dapat bertarung di dunia untuk application”.

Sementara itu Kepala LPIK ITB Suhono Harso Supangkat menyatakan apresiasinya terhadap Lintasarta yang menyelenggarakan ajang Appcelerate ini. Ajang ini dinilai efektif untuk membangun ekosistem pembangunan startup di Indonesia.

Lintasarta Appcelerate merupakan realitasi Program Corporate Social Responsibility Lintasarta yang bekerja sama dengan ITB. Ajang tersebut merupakan kompetisi membuat rencana bisnis dalam bentuk inovasi produk atau aplikasi digital seperti mobile application yang memiliki nilai bisnis dan dapat diterapkan untuk mendukung berbagai sektor industri seperti banking, financial, oil & gas, logistik, transportasi, maritim, dan wisata.

Indosat Ooredoo dan Lintasarta Berkomitmen Pada Pengembangan Smart City dengan Solusi City Care

Sebagai salah satu perusahaan yang bergerak di bidang teknologi, Indosat Ooredoo dan Linstasarta tidak mau ketinggalan meramaikan teknologi Internet of Things (IoT) dengan sejumlah solusi yang dihadirkan dalam rangka membantu percepatan semangat smart city di Indonesia. Dalam ajang Indonesia Smart City Forum yang digelar kemarin, tanggal 2-3 September 2016 di Bandung, Indosat Ooredoo dan Lintasarta kembali menegaskan komitmen mereka dalam penerapan smart city di Indonesia.

Indosat Ooredoo dan Lintasarta memperkenalkan City Care, sebuah platform smart city yang diklaim akan memberikan kemudahan bagi pemerintah kota untuk mengembangkan dan mengintegrasikan berbagai aplikasi layanan kota dengan konsep open platform dan open data model. Selain itu dengan adanya open community ini nantinya pemerintah kota dapat mendorong partisipasi aktif para pengembang lokal atau putra daerah untuk membangun aplikasi kota dan mengintegrasikannya ke dalam City Care dari Indosat Ooredoo dan Lintasarta.

Disampaikan Direktur dan Chief Wholesale & Enterprise Officer Indosat Ooredoo Herfini Haryono, Indosat Ooredoo dan Lintasarta melihat bahwa kebutuhan solusi smart city tidak bisa hanya dipenuhi oleh satu pengembang saja, oleh karena itu Indosat Ooredoo dan Lintasarta menhadirkan sebuah platform yang bersifat open yang dapat diaplikasikan dan dikembangkan secara bersama-sama dengan pengembang solusi yang lain. Herfini juga berharap dengan adanya open platform ini mampu membantu percepatan implementasi dan pengembangan solusi smart city yang berkesinambungan dapat terjadi.

Hal yang kurang lebih sama juga disampaikan oleh President Direktur Lintasarta Arya Damar. Arya memastikan nantinya aplikasi-aplikasi di dalam sistem dapat direplikasi dan dibagikan kepada pemerintah daerah lainnya sehingga tidak perlu membuat aplikasi baru untuk setiap daerah.

“Hal ini akan mendukung percepatan implementasi smart city di berbagai daerah di seluruh Indonesia, sehingga dari berbagai smart city akan menjadi smart nation,” ujarnya.

Sejauh ini Lintasarta juga memiliki sejumlah solusi lain yang mendukung penerapan smart city, di antaranya adalah Intelligence Command Center (ICC) dan Intelligence Video Analytics (IVA). ICC merupakan ruang kendali terpadu yang menampilkan informasi dari berbagai aplikasi di internal SKPD. serta masukan langsung dari masyarakat (melalui sosial media, call center, dan aplikasi tanggap darurat).

Sementara untuk  solusi Intelligence Video Analytics (IVA) memaksimalkan infrastruktur IT daerah seperti CCTV untuk fungsi pengawasan serta penegakan hukum di lingkungan masyarakat melalui komponen intelligence computing. Solusi-solusi di atas dapat mendukung pemimpin daerah cepat dalam mengambil sebuah keputusan dalam rangka percepatan pembangunan daerah.

“Komitmen Indosat Ooredoo dan Lintasarta adalah untuk menjadi yang terdepan dalam memberikan solusi ICT bagi masyarakat Indonesia dalam mendapatkan kualitas kehidupan yang lebih baik. Dengan implementasi Smart City yang kami tawarkan dapat mendukung terciptanya kota pintar yang memberikan layanan publik yang lebih cepat, transparan, berintegrasi, dan mendukung gaya hidup yang ‘Go Digital’,” tutup Herfini.

Indosat Ooredoo dan Lintasarta Resmikan Disaster Recovery Center 3 Di Jatiluhur

Hari ini Indosat Ooredoo bersama dengan Lintasarta secara resmi meluncurkan Disaster Recovery Center (DRC) 3 di kawasan Jatiluhur, Purwakarta. DRC 3 yang memiliki kapasitas luas total mencapai 6.000 disuplai oleh dua sumber listrik dari dua provider berbeda, yakni, PLN dan Jasa Tirta II dalam rangka untuk meningkatkan availabilitas layanan yang diberikan. Selain itu, DRC 3 ini juga telah lulus sertifikasi Tier III dari Uptime Institure yang menandakan layanan ini siap digunakan sebagai penunjang business continuity perusahaan.

Director and Chief Wholesale & Enterprise Officer Indosat Ooredoo Herfini Haryono mengatakan pembangunan DRC 3 ini menunjukkan bahwa Indosat Ooredoo bersama Linstasarta menjadi pemain utama solusi Data Center dengan pengalaman, kapasitas, dan keandalan melalui teknologi, jaringan luas, dan sumber daya manusia yang berkualitas.

“Pasar Data Center akan terus mencatat pertumbuhan besar dalam dua tahun ke depan, salah satunya didorong keberadaan PP Nomor 82 Tahun 2012, dan kami telah siap menangkap peluang tersebut. DRC 3 yang berada di Jatiluhur menjadi alternatif pilihan terbaik bagi pelaku industri dengan lokasi yang sangat strategis yang memiliki profil risiko bencana yang amat rendah dan berbeda dibandingkan di Jakarta. Jatiluhur juga merupakan hub utama untuk jaringan komunikasi dari Indosat Ooredoo dan Lintasarta,” ujar Herfini.

Di samping itu President Director Lintasarta Arya Damar mengungkapkan pihaknya akan terus melakukan pembangunan Data Center atau DRC baru dengan standar tinggi untuk memenuhi kebutuhan pelaku industri serta pertumbuhan pasar data center.

“DRC 3 di Jatiluhur memenuhi kebutuhan data center perusahaan yang handal dengan memiliki dua sumber power serta desain dan konstruksi mengikuti standar internasional sehingga mampu mengirimkan SLA yang tinggi ke pelanggan,” terang Arya.

DRC 3 ini disiapkan dengan membawa sejumlah keunggulan, di antaranya adalah solusi total data center yang menyediakan layanan colocation, network, dan managed service dengan model bisnis sewa. Solusi ini diklaim mampu membuat para pelaku industri beralih dari capital expenditure (capex) menjadi operational expenditure (opex).

Selain itu kelebihan lain dari DRC 3 adalah working area yang luas dan nyaman baik untuk kebutuhan Disaster Recovery Procedure (DRP) maupun aktivitas IT pelanggan. DRC 3 ini juga disebutkan telah didukung oleh sumber daya manusia (SDM) yang tersertifikasi standar internasional dari Uptime Institute seperti Accredited Tier Designer di bagian design/build, Accredited Tier Specialist di bagian operations.

Dalam rilis pers DRC 3 ini juga disebutkan telah mengantongi sejumlah sertifikat, mulai dari kategori standar Telecommunications Industry, bisnis proses hingga standar keamanan informasi.

“Dalam hal ini, pelaku industri bukan hanya memiliki opsi penempatan data center lebih banyak namun juga comply terhadap standar keamanan internasional yang ditetapkan,” tutup Herfini Haryono.

Indosat Ooredoo, Lintasarta, dan IBM Jalin Kemitraan untuk Suguhkan Solusi Korporasi

Indosat Ooredoo, bersama dengan anak perusahannya Lintasarta, melakukan kerja sama strategis dengan IBM dalam hal IT service. Kemitraan yang rencananya berjalan lima tahun ini berfokus pada menyediakan solusi IT bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia. Salah satunya dengan pemanfaatan data center Lintasarta.

Selain data center, kerja sama ini juga didukung oleh jaringan infrastruktur Indosat Ooredoo, tenaga penjualan dan basis pelanggan. Dengan pengalaman dari IBM solusi yang disasar terkait dengan data center, cloud, mobility, security, dan analytics. Kedua perusahaan juga dikabarkan akan membangun command center dan Security Operation Center (SOC) terintegrasi untuk melayani perusahaan dengan memonitor dan mengelola operasional IT mereka.

Dengan kerja sama ini pelanggan dari kedua perusahaan akan mendapat akses untuk secara bersama membangun solusi berbasis data center, cloud, dan akses untuk tergabung dalam IBM Cloud global, termasuk IBM Bluemix Platform as a Service (PaaS), yang akan membuat produktivitas DevOps lebih baik, dan juga akses ke IBM MaaS360 platform manajemen mobility enterprise berbasis cloud.

“Kami sangat gembira dengan kemitraan bersama IBM melalui Lintasarta ini, yang memiliki makna strategis tidak hanya bagi kita bersama, namun juga bagi para perusahaan dan bisnis di  Indonesia yang ingin meningkatkan kemampuan IT-nya untuk bisa memberikan layanan terbaik bagi pelanggan mereka. Inisiatif ini juga sejalan dengan visi  kami untuk menjadi perusahaan telekomunikasi digital terdepan di Indonesia, kami ingin membawa manfaat digital semaksimal mungkin bagi perusahaan dan bisnis di Indonesia yang memiliki pasar dengan pertumbuhan sangat pesat,” demikian disampaikan President Director & CEO Indosat Ooredoo Alexander Rusli dalam keterangan pers yang kami terima.

Sementara itu Chairman & CEO IBM Asia Pasific Randy Walker mengatakan bangga dengan kerja sama ini. Bersama-sama IBM, Indosat Ooredoo dan Lintasarta akan melakukan transformasi pada operasional yang selama ini ada di perusahaan-perusahaan di Indonesia.

“Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang ekonominya tengah berkembang, dan penggunaan perangkat mobile yang pintar menjadi terpadu, membuka kesempatan luas untuk bisnis. Untuk hal ini kami sangat bangga bekerja sama dengan Indosat Ooredoo dan Lintasarta untuk membantu pelanggan ikut dalam kekuatan dan fleksibilitas solusi berbasis data center dan cloud serta transformasi digital pada bisnis mereka,” terang Randy.

Hal senada juga diungkapkan President Director Lintasarta Arya Damar. Ia mengungkapkan dalam kerja sama ini Lintasarta dan IBM akan berupaya mempercepat penerapan solusi berbasis data center dan cloud di Indonesia.

“Memadukan inovasi global, kapasitas dan keahlian IBM dengan infrastruktur lokal, pengetahuan pasar dan jaringan Lintasarta, kami akan menyediakan jalur paling canggih untuk untuk transformasi digital klien kami,” tukas Arya.

Delapan perusahana jalin kemitraan strategis untuk berikan layanan komputasi awan / Lintasarta

Delapan Perusahaan Nasional Jalin Kemitraan Strategis Suguhkan Layanan Komputasi Awan

Teknologi komputasi awan semakin marak setelah kemampuan kolaborasinya dengan beberapa teknologi seperti big data menyajikan beberapa manfaat bagi perusahaan. Adopsinya diperkirakan akan semakin tinggi, termasuk di Indonesia. Tampaknya kesempatan ini tak disia-siakan beberapa perusahaan Indonesia. Baru-baru ini delapan perusahaan dikabarkan telah menjalin sinergi untuk menyediakan layanan komputasi awan.

Delapan perusahaan tersebut adalah Multipolar Technology, Sisindokom Lintasbuana, Mastersystem Infotama, Logicalis Metrodata Indonesia, Expert Data Voice Solution, Kayreach System, Sinergy Informasi Pratama, dan Revo Solusindo. Delapan perusahaan tersebut telah sepakat menjalin kemitraan strategis untuk menyediakan solusi layanan komputasi awan secara end to end sesuai dengan kebutuhan pelanggan.

Kerja sama delapan perusahaan tersebut mendapat dukungan dari Cisco System Indonesia dan Aplikanusa Lintasarta (Lintasarta) selaku penyedia layanan komputasi awan. Kerja sama tersebut ditandai dengan penandatanganan kerja sama di Hotel Pullman, MH Thamrin, Jakarta Kamis (25/2) kemarin.

Sebagai salah satu pihak yang turut dalam kerja sama ini Direktur Utama Sisindokom Lintasbuana Tikno Ongkoadi mengatakan kerja sama strategis ini bisa memberikan dampak positif bagi Sisindokom dalam meningkatkan penetrasi penjualan dengan memberikan penawaran solusi komputasi awan secara end to end kepada pelanggan mereka.

Menurut Tikno, kerja sama ini juga membuka sumber pendapatan baru dan memberikan fokus baru bisnis Sisindokom ke sektor virtualisasi dan pasar komputasi awan.

Salah satu kelebihan layanan komputasi awan adalah fleksibilitas dalam mengatur kebutuhan kapasitas virtual server yang dapat disesuaikan dengan kondisi bisnis perusahaan. Dengan kata lain ketika load bisnis sedang meningkat perusahaan bisa dengan mudah melakukan scale up kapasitas server. Demikan pula ketika kondisi bisnis sedang normal, kapasitas virtual server bisa disesuaikan.