Pasar headset gaming nirkabel dengan harga terjangkau ($100 ke bawah) terus bertambah panas. Setelah Razer dan JBL, kini giliran Logitech yang menghadirkan penawarannya di segmen ini lewat Logitech G435.
Tidak tanggung-tanggung, Logitech bahkan memasang harga yang lebih murah lagi, tepatnya $80. Menariknya, harga yang amat kompetitif itu tetap bisa diimbangi dengan fitur yang lengkap. Dari segi konektivitas misalnya, G435 tak hanya mendukung sambungan Lightspeed (wireless 2,4 GHz) via dongle USB-A saja, tapi ia juga dapat dihubungkan ke perangkat mobile via Bluetooth.
Selain PC, G435 juga ideal untuk digunakan bersama PlayStation 4 maupun PlayStation 5. Pasalnya, di samping mendukung Dolby Atmos dan Windows Sonic, G435 juga kompatibel dengan teknologi spatial audio Tempest 3D milik PS5.
Melihat desain dan materi-materi promosinya, G435 terkesan jenaka, dan ternyata ia memang tidak cuma ditargetkan untuk konsumen dewasa saja. Headset ini rupanya juga punya fitur ramah anak, yang ketika diaktifkan bakal membatasi volume maksimal menjadi 85 dB saja.
Desainnya pun sangatlah ringkas, dengan bobot tidak lebih dari 165 gram. Dari situ sudah bisa ditebak kalau sebagian besar strukturnya terbuat dari plastik. Menariknya, bagian-bagian plastik ini mencakup minimal 22 persen materi daur ulang, dan Logitech tidak segan menyebut G435 sebagai headset gaming nirkabel paling ramah lingkungan yang pernah mereka produksi.
Keunikan lain yang bakal kita jumpai pada desain G435 adalah absennya boom mic. Sebagai gantinya, ia justru mengandalkan sepasang mikrofon beamforming yang tertanam langsung di earcup. Untuk kinerja audionya, G435 mengandalkan sepasang driver berdiameter 40 mm.
Dalam sekali pengisian, baterainya bisa bertahan sampai sekitar 18 jam pemakaian. Charging-nya sudah mengandalkan USB-C, tapi sayang tidak ada informasi apakah ia dapat tetap digunakan selagi baterainya diisi ulang. Perlu dicatat juga, Anda tak akan menemukan jack audio 3,5 mm di headset ini.
Di Indonesia, Logitech G435 kabarnya akan dijual lengkap dalam tiga pilihan warna mulai bulan November 2021 dengan kisaran harga Rp929.000, lebih murah daripada kurs dolarnya. Menarik.
Logitech meluncurkan headset gaming baru, yaitu Logitech G335. Sepintas namanya memang terdengar mirip seperti earphone Logitech G333, akan tetapi ia sebenarnya mengusung desain yang nyaris identik dengan Logitech G733.
Awalnya saya sempat mengira G335 sebagai versi wired dari G733 (yang memang cuma tersedia dalam varian wireless). Namun ternyata ada sejumlah perbedaan lain di samping tipe konektivitasnya itu. Dari segi ukuran misalnya, G335 sedikit lebih kecil daripada G733. Bobotnya juga lebih ringan di angka 240 gram, dan Logitech tidak segan menyebutnya sebagai salah satu headset gaming paling ringan yang tersedia di pasaran.
G335 hadir dalam tiga kombinasi warna yang tampak ekspresif: hitam, putih-biru, dan mint-ungu. Karet headband-nya yang elastis dapat disesuaikan tingkat kelonggarannya, sama seperti G733. Bantalan telinganya sedikit lebih tipis daripada milik G733, tapi sama-sama dilapisi bahan kain yang breathable.
Berbeda dari G733 yang mengemas detachable mic, mikrofon milik G335 tidak dapat dilepas-pasang, tapi bisa di-mute dengan mudah dengan cara dilipat ke atas. Secara teknis, G335 dibekali sepasang driver neodymium berdiameter 40 mm, dengan respon frekuensi 20-20.000 Hz. Pada earcup sebelah kiri, tepatnya di sisi belakang, pengguna bisa menemukan kenop kecil untuk mengatur volume.
Headset ini mengandalkan sambungan kabel 3,5 mm, jadi ia dipastikan kompatibel dengan perangkat apapun yang memiliki colokan audio standar tersebut. Untuk pengguna PC yang memiliki input audio dan mikrofon terpisah, Logitech turut menyertakan aksesori PC splitter pada paket penjualannya.
Di Amerika Serikat, Logitech berencana menjual G335 dengan harga $70. Mereka juga akan menjual strap headband-nya secara terpisah bagi yang ingin mengganti strap bawaannya. Ada delapan pilihan warna strap yang tersedia, masing-masing seharga $10. Kalau melihat selisih harganya yang cukup lumayan dibanding G733 ($130), sudah sewajarnya konsumen mengekspektasikan kinerja yang berbeda dari G335.
Portofolio produk brand sebesar Logitech tentu mencakup banyak kategori sekaligus. Namun selama ini ternyata mereka cukup jarang menyentuh kategori earphone, dan itulah mengapa perangkat bernama Logitech G333 berikut ini pantas mencuri perhatian.
Logitech menyebutnya sebagai earphone gaming pertama mereka. Namun kalau kita telusuri, perangkat ini tampak identik seperti Logitech G333 VR yang dirilis bersamaan dengan virtual reality headset Oculus Quest 2. Namanya pun sama persis, namun hilangnya label “VR” pada namanya tentu menandakan target pasar yang lebih luas.
Lewat G333, Logitech pada dasarnya juga ingin menyasar kalangan gamer mobile. Ini bisa dilihat dari kelengkapan aksesori yang disertakan dalam paket penjualannya, yang rupanya juga meliputi sebuah adaptor USB-C untuk konektor 3,5 mm-nya. Jadi untuk konsumen yang smartphone-nya tidak dilengkapi headphone jack, mereka tetap bisa menggunakan G333 dengan bantuan adaptor tersebut.
Secara fisik, G333 datang membawa konstruksi aluminium beserta kabel pipih sepanjang 1,2 meter yang terbuat dari bahan karet TPE (thermoplastic elastomer) yang fleksibel. Pada kabel yang menyambung ke earpiece sebelah kanannya, ada remote control kecil untuk mengatur volume dan playback, sekaligus yang mengemas sebuah mikrofon terintegrasi. Bobotnya secara keseluruhan hanya 19 gram (tidak termasuk adaptor USB-C).
Masing-masing earpiece-nya ditenagai oleh dua dynamic driver berdiameter 5,8 mm dan 9,2 mm. Tiap unit driver ini punya tugas yang berbeda, satu untuk menghasilkan suara di frekuensi mid dan high, satu untuk frekuensi low alias bass. Seperti kebanyakan earphone yang dijual di pasaran, G333 juga hadir bersama tiga pasang eartip silikon dengan ukuran yang berbeda-beda (S, M, L).
Di Indonesia, Logitech G333 sekarang sudah dijual secara resmi dengan harga Rp629.000 dan tiga pilihan kombinasi warna: hitam dengan aksen biru, ungu dengan aksen kuning, dan putih dengan aksen ungu muda. Selain adaptor USB-C dan eartip cadangan, paket penjualannya juga mencakup sebuah carrying pouch.
Dalam satu minggu terakhir, ada berbagai berita terbaru tentang dunia esports. Salah satunya, ONE Esports menggandeng Moonton untuk menyelenggarakan MPL Invitational. Selain itu, AC Milan juga mulai menjajaki dunia esports dan memulai kerja sama dengan Qlash, orgaisasi esports asal Italia.
ONE Esports Adakan MPL Invitational
ONE Esports, penyelenggara turnamen esports asal Singapura, bekerja sama dengan Moonton untuk mengadakan MPL Invitational. Turnamen dengan total hadiah US$100 ribu itu akan diadakan pada 27 November – 6 Desember 2020. Dalam MPL Invitational, akan ada 20 tim dari 5 negara yang berlaga. Lima negara yang ikut serta dalam MPL Invitational antara lain Indonesia (8 tim), Malaysia/Singapura (4 tim), Myanmar (2 tim), dan Filipina (6 tim).
Dari Indonesia, tim yang akan bertanding di MPL Invitational antara lain Alter Ego, Aurafire, Bigetron Alpha, EVOS Legends, Geek Fam, Genflix Aerowolf, ONIC Esports, dan RRQ Hoshi, yang baru saja memenangkan MPL Indonesia Season 6. Sementara empat tim yang bertanding mewakili Malaysia/Singapura adalah EVOS SG, Orange Louvre, Resurgence, dan Todak.
Dari Myanmar, dua tim yang ikut serta di MPL Invitational adalah Burmese Ghouls dan Ronin Esports. Terakhir, dari Filipina, enam tim yang bertanding adalah Aura Philippines, Blacklist International, Execration, ONIC Philippines, dan dua tim yang menjadi finalis MPL Filipina, BREN Esports dan Omega Esports.
Garena Umumkan Free Fire Continental Series
Garena baru saja mengungkap struktur, tanggal, dan total hadiah dari Free Fire Continental Series (FFCS). Turnamen tersebut akan diadakan secara serentak untuk kawasan Amerika, EMEA, dan Asia pada 21-29 November 2020. Kompetisi itu akan diikuti oleh tim-tim terbaik dari masing-masing region, seperti dikutip dari The Esports Observer.
Perwakilan dari Asia akan terdiri dari tim-tim asal Indonesia, Malaysia, Filipina, Kamboja, Thailand, Vietnam, India, dan Taipei. Untuk kawasan Amerika, tim-tim yang berkompetisi akan datang dari Brasil dan Amerika Latin. Sementara EMEA mencakup tim-tim dari Eropa, Rusia, Afrika Utara, dan Timur Tengah. Total hadiah dari FFCS mencapai US$900 ribu. Masing-masing kawasan akan menawarkan total hadiah sebesar US$300 ribu.
Gandeng Qlash, AC Milan Jajaki Ranah Esports
Klub sepak bola asal Italia, AC Milan, masuk ke ranah esports dengan menggandeng organisasi esports Qlash. Melalui kerja sama ini, Qlash akan membuat tim baru, yang dinamai AC Milan Qlash. Tim tersebut akan bertanding di game esports sepak bola dan juga game esports lainnya, menurut laporan Sports Pro Media.
Diego “Qlash Crazy” Campagnani dan Fabio “Qlash Denuzzo” Denuzzo menjadi dua atlet esports yang akan menjadi anggota dari AC Milan Qlash. Keduanya akan berlaga di eSerie A TIM 2020/2021. Tak hanya itu, mereka juga akan bertanding di pertandingan FIFA 21 resmi lainnya, seperti FIFA Global Series dan FIFA Club World Cup. Selain FIFA 21, tim AC Milan Qlash juga akan ikut serta dalam World Finals dari dari mobile game Brawl Stars.
IOC Tidak Akui Badan Esports Manapun
Melalui pernyataan tertulis, Esports and Gaming Liaison Group (ELG) di bawah International Olympic Committee (IOC) mengungkap bahwa mereka tidak akan mengakui federasi esports manapun sebagai perwakilan esports di dunia. Menurut laporan insidethegames, ELG bahkan mengeluarkan peringatan agar cabang olahraga tradisional tidak bergabung dengan Global Esports Federation (GEF).
Didukung oleh Tencent, GEF didirikan di Singapura pada tahun lalu. Ketika itu, mereka mengatakan, tujuan mereka adalah untuk menjadi otoritas esports di dunia. Chris Chan, COO dari GEF dan juga sekretaris dari National Olympic Council (NOC) Singapura mengungkap, salah satu impian GEF adalah agar esports bisa disertakan dalam Olimpiade, lapor The Esports Observer.
GEF bukan satu-satunya federasi esports yang ada saat ini. Pada 2008, International eSports Federation (IeSF) didirikan di Korea Selatan. Berbeda dengan GEF, IeSF bertujuan untuk mempromosikan esport agar competitive gaming dianggap sebagai kompetisi layaknya pertandingan olahraga tradisional.
Hal lain yang membedakan GEF dan IeSF adalah GEF menerima perwakilan cabang olahraga Olimpiade sebagai anggota, sementara IeSF berusaha untuk mendorong diselenggarakannya kompetisi esports internasional. Sejauh ini, beberapa cabang olahraga tradisional yang telah menjadi anggota GEF antara lain panahan, kano, karate, dan tenis.
Logitech G Kerja Sama dengan Riot Games
Logitech G baru saja menandatangani kontrak eksklusif dengan Riot Games. Melalui kontrak yang berlangsung selama lebih dari satu tahun ini, Logitech G akan dapat membuat produk League of Legends resmi. Lini produk pertama yang akan mereka buat terinspirasi oleh K/DA, grup musik virtual buatan Riot Games.
Menurut Logitech, lini produk League of Legends pertama mereka akan mencakup headset gaming G733, mouse gaming G304/G305, mousepad gaming G840, dan headset in-ear gaming G333. Logitech akan melakukan rebranding dari semua produk tersebut sehingga barang-barang tersebut memiliki warna dan karakteristik khas League of Legends, lapor The Esports Observer.
Salah satu fokus Logitech adalah G733 Lightspeed Wireless RGB Gaming Headset, yang diklaim sebagai headset ternyaman yang pernah dibuat oleh Logitech. Selain itu, headset G333 merupakan headset in-ear pertama buatan Logitech. Sementara pada G304/G305 Lightspeed Wireless Gaming Mouse, Logitech ingin menonjolkan kecepatan sensor pada mouse tersebut dan beratnya yang hanya mencapai 3,5 ons.
Februari lalu, produsen kursi kantor premium Herman Miller mengumumkan bahwa mereka siap menekuni bidang gaming bersama Logitech. Buah kolaborasi mereka tersebut akhirnya sudah bisa dinikmati oleh gamer berkantong tebal. Perkenalkan Herman Miller Embody Gaming Chair.
Di saat mayoritas kursi gaming terlihat seperti jok mobil di film Fast & Furious, kursi gaming perdana Herman Miller ini mungkin terlihat sedikit membosankan. Untungnya tema hitam-biru yang biasa kita jumpai pada produk-produk Logitech G ikut hadir di sini, dan itu setidaknya bisa memperkuat auranya sebagai sebuah produk untuk pasar gaming.
Herman Miller sejak awal memang sudah bilang bahwa fokus utama mereka adalah aspek kenyamanan dan bukan estetika belaka. Ketimbang merancang kursi baru dari nol, Herman Miller memilih untuk memakai salah satu kursi populernya sebagai basis, dan untuk produk debutannya, pilihan mereka jatuh pada Herman Miller Embody.
Dari sudut pandang teknis, sejatinya tidak banyak perbedaan antara Embody Gaming dan Embody versi biasa. Satu-satunya perbedaan paling signifikan kalau menyangkut aspek ergonomi justru tersembunyi di balik kulit luarnya: busa bantalan yang terbentuk dari empat lapisan yang berbeda, salah satunya partikel berisi tembaga untuk mengurangi panas. Busa pendingin ini diletakkan di bagian dudukan sekaligus sandaran, memastikan pemain tetap merasa sejuk selama bermain.
Selebihnya, kursi ini menyimpan segala keunggulan Embody biasa. Fitur-fitur standar yang umum kita jumpai pada kursi premium tentu tersedia, mulai dari fitur reclining sampai sandaran lengan yang bisa diatur tinggi-rendahnya. Andai pengguna tidak terbiasa menumpukan lengannya, turunkan saja arm rest-nya sampai hampir rata dengan dudukan.
Singkat cerita, Embody versi biasa sudah terbukti sangat unggul soal kenyamanan sekaligus dipercaya mampu menyempurnakan postur duduk para penggunanya, dan sebelum dimodifikasi dengan embel-embel gaming pun kursi ini sudah cukup populer di kalangan gamer kalau berdasarkan riset yang dilakukan Herman Miller sendiri. Itulah mengapa evolusi yang ditawarkan Embody Gaming tergolong minimal.
Kenyamanan jelas merupakan topik yang sangat subjektif dan sulit untuk diukur. Kendati demikian, kiprah Herman Miller selama lebih dari satu abad di industri furnitur kantor dan fokus mereka terhadap riset-riset ilmiah selama mengembangkan produk semestinya bisa menjadi jaminan atas kualitas dari kursi berharga mahal ini.
Semahal apa memangnya? $1.495, dan itu tentu saja harga sebelum masuk ke pasar Indonesia. Saya tidak tahu apakah Rifyo, dealer resmi Herman Miller di tanah air, bakal memasukkan produk ini atau tidak. Satu hal yang pasti, harganya bakal jauh lebih mahal. Sebagai referensi, Embody versi biasa mereka jual di sini seharga Rp 35 jutaan.
Namun kursi baru satu bagian dari penawaran lengkap Herman Miller di ranah gaming. Mereka turut memperkenalkan produk lain berupa meja dan monitor arm. Bukan cuma satu meja, melainkan tiga sekaligus, yaitu Motia, Ratio, dan Nevi Gaming Desks. Harganya sudah pasti tidak kalah mahal: Motia dibanderol $1.295, sedangkan monitor arm-nya yang bernama Ollin dihargai $295, setara harga monitor gaming mainstream.
Logitech G memperpanjang kerja samanya dengan perusahaan pembuat mobil asal Inggris, McLaren. Kerja sama ini akan berlangsung sepanjang 2020. Logitech G merupakan salah satu rekan utama McLaren untuk masuk ke dunia esports. Sama seperti sebelumnya, kerja sama antara McLaren dan Logitech G masih akan melibatkan simulasi balapan. Salah satunya adalah penyelenggaraan turnamen simulasi balapan yang dinamai G Challenge 2020.
Ini bukan kali pertama McLaren mengadakan turnamen simulasi balapan. Sebelum ini, mereka juga prenah turun tangan dalam Shadow Project dan Logitech G Challenge pada 2018 dan 2019. Dikabarkan, secara total, dua turnamen itu diikuti oleh satu juta orang. Selain itu, McLaren juga ikut serta dalam F1 Esports Series.
“Logitech G telah mendukung program esports McLaren sejak awal dan kami senang karena kami dapat memperdalam kerja sama dengan mereka,” kata Mark Waller, Managing Director of Sales & Marketing, McLaren Racing, seperti dikutip dari Esports Insider. “Logitech G punya cara yang unik untuk bekerja sama dengan rekan mereka sehingga mereka bisa memberikan produk terbaik untuk para gamer. Kami tidak sabar untuk menyelenggarakan turnamen baru, G Challenge dan membuka pintu baru bagi gamer untuk masuk ke dunia balapan.”
Sementara itu, General Manager of Gaming Simulaiton, Logitech G, Vincent Borel berkata, “McLaren adalah perusahaan pelopor di dunia Formula 1 yang sangat kompetitif. Kami bangga karena kami bisa melanjutkan kerja sama kami dan memperkuat komitmen kami dalam merealisasikan visi yang sama, yaitu mempopulerkan eRacing dalam dunia gaming. Bersama dengan McLaren, kami akan memberikan pengalaman eRacing yang memuaskan yang akan membakar semangat untuk balapan di semua orang.”
Belakangan, turnamen balapan virtual memang tengah menjadi pembicaraan hangat. Alasannya, masyarakat dihimbau untuk tidak keluar dari rumah untuk meminimalisir penyebaran virus Corona. Ada sejumlah turnamen balapan yang akhirnya diganti dengan turnamen virtual. Salah satu pihak yang melakukan ini adalah Formula 1, yang memutuskan untuk menyelenggarakan balapan virtual untuk menggantikan Grand Prix Bahrain. Selain itu, NASCAR juga mengadakan eNASCAR iRacing Pro Invitational Series sebagai alternatif dari Motorsport NASCAR.
Di kalangan gamer kompetitif, headset gaming yang baik adalah yang mampu meningkatkan performa mereka selama bermain. Biasanya, ini diwujudkan lewat teknologi spatial audio, yang pada dasarnya bisa memberikan gambaran jelas dari mana tiap suara dalam game berasal.
Menurut Logitech, spatial audio malah bisa disempurnakan lebih lagi dengan bantuan aplikasi bernama Immerse. Immerse dibuat oleh Embody, perusahaan ahli spatial audio yang memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) supaya gamer dapat “mendengarkan audio dari game seperti ketika mereka mendengarkan suara di dunia nyata”.
Tugas AI di sini adalah menganalisis bentuk telinga masing-masing pengguna. Ya, sebelum bisa digunakan, aplikasi akan meminta pengguna untuk memotret salah satu telinganya terlebih dulu. Setelahnya, AI akan mencoba memprediksi bagaimana telinga kita masing-masing menerima suara.
Berbekal informasi anatomi telinga pengguna, Immerse pada dasarnya mampu ‘menempatkan’ suara di tempat-tempat spesifik di sekitar pengguna secara akurat. Salah satu fitur yang ditawarkan Immerse adalah “Close Combat Mode”, yang akan membuat audio jadi terdengar lebih dekat, sehingga akhirnya bisa lebih mudah diidentifikasi.
Satu hal yang perlu dicatat, Immerse bukan aplikasi gratisan. Kita memang diberi akses free trial selama 14 hari, tapi setelahnya pengguna wajib membayar biaya berlangganan sebesar $3 per bulan, atau $15 per tahun.
Sebelum berlangganan, pastikan juga headset Anda kompatibel, dan untuk headset Logitech G daftar lengkapnya bisa dilihat di blog resmi mereka. Selain Logitech, Immerse rupanya juga kompatibel dengan sejumlah model headset gaming bikinan Beyerdynamic.
Meledaknya industri esports berhasil melahirkan sejumlah kategori produk baru di ranah gaming. Dua yang paling aneh menurut saya adalah sepatu gaming dan kursi gaming, tapi mungkin itu karena saya yang terlalu tua untuk memahami kebutuhan para atlet esports profesional.
Kalau Anda berpikiran serupa, mungkin sudah waktunya kita membuka mata lebih lebar. Kursi gaming eksis dan akan terus berevolusi ke depannya. Kalau tidak, mustahil nama sebesar Herman Miller memutuskan terjun ke bidang ini. Mereka pun tidak sendirian, ada Logitech yang mendampinginya.
Buat yang tidak tahu, Herman Miller merupakan produsen furnitur kantor kenamaan asal Amerika Serikat. Perusahaan ini sudah berdiri selama satu abad lebih, dan deretan cubicle yang tiap hari Anda jumpai di kantor itu ada karena merekalah yang pertama kali menciptakannya di tahun 1968.
Singkat cerita, Herman Miller merupakan salah satu merek kursi kantor paling bergengsi di dunia, dan tidak lama lagi mereka juga akan membuat kursi gaming-nya sendiri dengan bermitra bersama Logitech G. Mengapa kemitraan seperti ini penting? Karena ini salah satu cara bagi Herman Miller untuk mendengarkan langsung masukan dari tim-tim esports profesional yang disponsori oleh Logitech G.
Bukan rahasia apabila produsen periferal (termasuk Logitech sendiri) bekerja sama dengan atlet esports selama mengembangkan produknya, dan Herman Miller pun ingin mengambil jalur yang sama. Lebih lanjut, Herman Miller selama ini juga memang sudah terbiasa melakukan banyak riset selama merancang deretan furniturnya.
Menurut mereka, sebagian besar kursi gaming yang ada di pasaran sekarang hanya mengedepankan aspek estetika saja. Padahal, yang berdampak langsung pada performa (konsentrasi) pemain justru adalah aspek kenyamanan, dan itulah yang bakal menjadi fokus utama Herman Miller dan Logitech.
Rencananya, kursi gaming pertama Herman Miller akan diluncurkan dalam waktu dekat (musim semi 2020). Juga menarik adalah bagaimana kursi gaming ini disebut sebagai “produk pertama dari kemitraannya”, mengindikasikan kalau ke depannya mereka juga akan merambah kategori lain. Gaming desk mungkin?
Logitech G telah mengumumkan kerja sama dengan T1 Entertainment & Sports. Logitech G menjadi sponsor resmi untuk gaming gear T1. Kerja sama ini menambah daftar partner Logitech G di esports. Di League of Legends, Logitech G sudah menjalin kerja sama dengan Royal Never Give Up, Team Solo Mid, G2 Esports dan Origen.
Kali ini, mereka memutuskan untuk mendukung organisasi esports yang sudah menjuarai World Championship tiga kali. T1 Entertainment & Sports adalah organisasi esports asal Korea Selatan, dikenal dari tim League of Legends mereka yang bermain di League of Legends Champions Korea. Selain League of Legends, T1 memiliki beberapa divisi tim dari game lain seperti Dota 2, PUBG, Fortnite, Hearthstone, Super Smash Bros dan Apex Legends.
Brent Barry selaku Head of Esports dari Logitech G berkata seperti dikutip dari rilis, “Logitech G sangat bangga untuk bekerja sama dengan T1. Para atlet ini bukan hanya sudah menjadi legenda di negeri mereka sendiri, tetapi mereka juga bertanding di kompetisi tertinggi yang bertaraf dunia. Kami menjalin kerja sama yang berfokus pada peningkatan performa para atlet ini di banyak genre game dan platform. Juga terus mengembangkan teknologi untuk para gamers di seluruh dunia. Kami mengharapkan T1 menjadi perwakilan kami bukan hanya di Asia tetapi di dunia.”
Logitech G akan menyediakan mouse, keyboards, mousepads dan headsets untuk para pemain T1 di setiap divisi. Anda juga akan melihat logo Logitech G ditempatkan pada jersey pemain T1 dan juga di tempat latihan mereka.
Joe Marsh selaku CEO dari T1 berkomentar mengenai kerja sama ini, “Kami sangat gembira untuk bekerja sama dengan global brand seperti Logitech G. Investasi mereka di tim kami adalah bukti dari kerja keras dari pemain kami.”
Faker on National TV Show with Kim Hee-Chul 😲
Behind Story of another special World-Class Meetup is available now!
Korea Selatan bisa dibilang adalah region yang paling maju industri esports-nya. Tetapi ketika Anda mengingat organisasi esports mana yang paling sukses di Korea Selatan, bisa dijamin SKT T1 akan ada di pikiran Anda. Kerja sama ini bisa dianggap tepat dilakukan oleh Logitech G untuk menguasai pasar Korea Selatan. Lee “Faker” Sang-hyeok sudah menjadi idola di Korea Selatan. Bahkan ia sudah beberapa kali tampil di acara televisi lokal bersama para bintang k-pop seperti Kim Heechul. Sesi live stream dirinya di Twitch juga berhasil menarik banyak penonton.
Pada pertengahan tahun lalu, Microsoft memperkenalkan Xbox Adaptive Controller, sebuah periferal unik yang diciptakan secara khusus untuk para gamer dengan keterbatasan fisik. Bentuknya yang sepintas mirip dengan sebuah turntable itu sengaja dibuat agar kaum difabel tetap bisa menikmati sesi gaming meski mereka tidak mampu menggenggam gamepad.
Microsoft juga merancang perangkat ini sebagai sebuah hub, yang berarti ia bisa disambungkan dengan berbagai periferal tambahan, semisal tombol trigger besar yang dapat diinjak layaknya sebuah pedal. Masalahnya, harga periferal ekstra ini tidak murah; paling murah $40, dan itu hanya untuk satu tombol individual saja.
Kabar baiknya, dari awal pengembangan Xbox Adaptive Controller, Microsoft sudah mengajak sejumlah mitra guna memaksimalkan kompatibilitasnya. Salah satu yang diajak adalah Logitech, dan sekarang mereka sudah siap dengan penawarannya, yakni Logitech G Adaptive Gaming Kit.
Adaptive Gaming Kit diciptakan untuk melengkapi Xbox Adaptive Controller. Bundelnya mencakup 3 tombol kecil (diameter 35 mm), 3 tombol besar (diameter 65 mm), 2 tombol trigger berwujud pedal, dan 4 tombol pressure sensitive. Semuanya bisa diprogram sesuai kebutuhan, dan Logitech turut menyertakan sejumlah sticker untuk menandainya pasca konfigurasi.
Menemani tombol-tombol tersebut adalah dua jenis alas velcro, satu datar dan satu bisa ditekuk agar dapat, misalnya, dilingkarkan pada pergelangan tangan. Kustomisasi merupakan nilai jual utama Adaptive Gaming Kit, dan pengguna dibebaskan mengatur fungsi maupun posisi tombol-tombolnya sesuai selera dan kebutuhan masing-masing.
Namun bagian terpenting dari Adaptive Gaming Kit adalah harganya. Bundel lengkap ini bisa dibeli dengan harga $99 saja. Jadi dengan bermodalkan $200 (Logitech G Adaptive Gaming Kit + Xbox Adaptive Controller), penyandang disabilitas sudah bisa bermain game senyaman gamer–gamer lainnya.