Tag Archives: lpl

Riot Games dan Tencent Siapkan Skena Esports Wild Rift di Tiongkok, Gucci dan Lexus Kerja Sama dengan 100 Thieves

Minggu lalu, Gen.G mengumumkan bahwa mereka akan memperluas kerja sama dengan PUMA. Sekarang, kolaborasi mereka akan melibatkan tim VALORANT di Amerika Utara. Selain itu, 100 Thieves juga mengumumkan kolaborasi mereka dengan Lexus serta Gucci. Sementara EA dan Respawn mengungkap, jika keadaan memungkinkan, mereka akan menggelar turnamen esports Apex Legends secara offline pada tahun depan.

Tencent dan Riot Games Bakal Kembangkan Skena Esports Wild Rift di Tiongkok

League of Legends: Wild Rift belum dirilis secara resmi di Tiongkok. Meskipun begitu, Riot Games dan Tencent sudah menyiapkan skena esports dari mobile MOBA tersebut. Dot Esports menyebutkan, peluncuran Wild Rift telah disetujui oleh National Press and Publication Administration (NPPA) pada Februari lalu. Namun, belum diketahui kapan mobile game itu akan dirilis. Satu hal yang pasti, game tersebut akan dirilis oleh Tencent.

Di Tiongkok, Tencent dan Riot Games membuat perusahaan joint venture yang bernama TJ Sports. Perusahaan itu bertanggung jawab untuk mengadakan League of Legends Pro League (LPL). Bulan lalu, TJ Sports mengungkap bahwa mereka sudah menyiapkan rencana untuk mengembangkan ekosistem esports Wild Rift — yang dikenal dengan nama League of Legends Mobile — di Tiongkok. Ekosistem esports Wild Rift di Tiongkok akan terdiri dari tiga bagian: yaitu jalur influencer, jalur LPL, dan kompetisi nasional. Untuk jalur LPL, 16 tim yang ikut serta dalam LPL akan bisa saling bertanding dengan satu sama lain untuk mendapatkan 5 slot yang tersedia di kompetisi nasional.

100 Thieves Kerja Sama dengan Lexus

Organisasi esports asal Amerika Utara, 100 Thieves, baru saja menandatangani kerja sama dengan perusahaan otomotif, Lexus. Dengan ini, nama Content House milik 100 Thieves akan diubah menjadi Lexus Content House. Selain itu, Lexus dan 100 Thieves juga akan bekerja sama dalam membuat konten digital. Proses pembuatan konten digital itu akan ditangani oleh Rachell “Valkyrae Hofstetter dan Leslie “Fuslie” Fu. Keduanya juga akan menjadi brand ambassador dari Lexus.

Lexus resmi jadi rekan 100 Thieves.

“Lexus melihat ada hubungan yang otentik antara perusahaan otomotif dengan gaya hidup premium. Kami senang karena bisa menemukan rekan dengan visi yang sama seperti 100 Thieves,” kata Vinay Shahani, Vice President of Marketing, Lexus, seperti dikutip dari Esports Insider. “Melalui kolaborasi ini, kami bertujuan untuk mengejutkan dan memuaskan komunitas 100 Thieves dengan konten inovatif.”

100 Thieves Kolaborasi dengan Gucci

Selain dengan Lexus, 100 Thieves juga mengumumkan kolaborasi mereka dengan merek fashion mewah, Gucci, pada minggu lalu. Sebagai bagian dari kerja sama ini, Gucci dan 100 Thieves akan merilis beberapa produk fashion, termasuk kaos Rugby, jersey, dan hoodie. Produk utama dari kolaborasi antara Gucci dan 100 Thieves adalah tas berwarna merah yang terbuat dari bahan yang ramah lingkungan dan bisa didaur ulang.

Produk utama dari kerja sama 100 Thieves dengan Gucci.

Bersamaan dengan peluncuran sejumlah produk kolaborasi ini, Gucci meluncurkan program marketing yang melibatkan tujuh kreator konten terbaik dari 100 Thieves, seperti Valkyrae, Neekolul, BrookeAB, Nadeshot, CouRageJD, Yassuo, dan Kris London. Program itu juga melibatkan dua pemain profesional dari 100 Thieves, yaitu Kenny dan Ssumday, lapor Man of Many.

Kolaborasi Gen.G dengan PUMA Kini Cakup Tim Amerika Utara

Gen.G mengumumkan bahwa mereka akan melanjutkan kerja sama mereka dengan sportswear PUMA. Sebagai bagian dari kerja sama ini, PUMA akan membuat jersey untuk semua tim dan kreator konten Gen.G, termasuk pemain VALORANT dan kreator konten di Amerika Serikat. Pada awalnya, kolaborasi antara Gen.G dan PUMA hanya melibatkan tim-tim di Korea Selatan.

Kolaborasi PUMA dan Gen.G kini juga akan melibatkan tim Amerika Utara.

Kerja sama antara Gen.G dan PUMA dimulai pada Juni 2020. Saat itu, PUMA membuat jersey untuk tim PUBG dan League of Legends dari Gen.G. Dua tim itu sama-sama bermarkas di Korea Selatan. Pada Oktober 2020, PUMA dan Gen.G membuat jersey edisi terbatas untuk League of Legends World Championship 2020, menurut laporan Esports Insider.

Kompetisi Apex Legends Bakal Diadakan Offline dengan Hadiah Sebesar US$5 Juta

EA dan Respawn Entertainment bakal menggelar liga untuk Apex Legends secara offline pada tahun depan. Turnamen resmi untuk Apex Legends itu akan menawarkan total hadiah sebesar US$5 juta, dua kali lipat dari total hadiah kompetisi Apex Legends tahun ini. Selain pertandingan antara para pemain profesional, kompetisi Apex Legends itu juga akan menyertakan lomba cosplay serta pertandingan antara pemain profesional dan amatir.

Tahun ini, Apex Legends Global Series (ALGS) telah dimulai pada Juni 2021. Kompetisi yang menawarkan total hadiah US$2,5 juta itu diikuti oleh 170 tim Apex Legends terbaik dari seluruh dunia. ALGS dianggap cukup sukses. Buktinya, pertandingan final untuk kawasan Amerika Utara dari ALGS Championship mendapatkan Average Minute Audience (AMA) sebanyak 180 ribu, yang merupakan rekor dalam sejarah viewership ALGS.

Pensiunnya Uzi Adalah Tanda Pelaku Esports Harus Jaga Kesehatan Pemain

Beberapa hari lalu kabar mengejutkan datang dari liga LoL Tiongkok. Pemain Attack Damage Carry (ADC) tim Royal Never Give Up, Jian Zi-Hao (Uzi) mengumumkan bahwa dirinya pensiun sepenuhnya dari skena kompetitif League of Legends.

Lewat akun Weibo personal, Uzi menjelaskan alasannya pensiun adalah karena masalah kesehatan yang memang sudah menghantui dirinya sejak lama. “Karena stres kronis, diet tidak teratur, begadang semalaman, dan alasan lainnya, saya telah didiagnosa dengan diabtetes tipe II pada saat melakukan medical check-up pada tahun lalu.” tukas Uzi lewat Weibo personal miliknya.

Pensiunnya seorang pemain ikonik layaknya Uzi sontak mengundang simpati dari berbagai pihak, terutama para pemain yang banyak bersinggungan dengan dirinya selama pertandingan. Yang terbaru, Lee Sang-Hyeok (Faker), lewat sebuah video menyatakan perasaannya soal pensiunnya Uzi.

“Saya sesungguhnya hampir tidak mau mempercayai berita tersebut, ketika mendengar soal Uzi pensiun. Terasa sangat menyedihkan mendengar dia pensiun, karena saya tahu Uzi selalu bekerja dengan sangat keras.” ucap Faker dalam sebuah video yang sudah ditranslasi ke dalam bahasa Inggris pada akun Twitter bernama iCrystalization.

Bukan hanya dari sosok pemain, pensiunnya Uzi juga sampai membuat organisasi esports asal Tiongkok lainnya, Edward Gaming (EDG) menunjukkan kepedulian dengan membuat fasilitas Esports Health Management Center.

Mengutip dari Esports Observer, dikatakan bahwa fasilitas ini akan digunakan untuk menjaga empat aspek kesehatan bagi para pemain esports: diet makanan sehari-hari, latihan fisik, rehabilitasi cedera, dan pencegahan penyakit. “Pada tahun 2020, esports telah berkembang dengan sangat cepat, dan menjadi lebih profesional layaknya olahraga tradisional. Ini adalah alasan kenapa kami ingin memperbarui sistem perawatan kesehatan kami, dengan membuat sebuah pusat manajemen kesehatan.” ucap EDG dalam rilis.

Masalah kesehatan memang sudah menghantui Uzi sejak lama. Dalam video dokumenter Nike yang diterbitkan September 2019 lalu, Uzi bahkan sudah mengatakan, bahwa kemampuan tangan pemain ADC ini layaknya seseorang berusia 40-50 tahun walau dia sebenarnya baru berusia 23 tahun.

Soal kesehatan para pemain esports juga memang menjadi satu isu yang sejak lama menjadi perhatian di antara para pengamat. Karena pola hidup yang hanya duduk dan bermain game selama berjam-jam, para atlet esports menghadapi ragam risiko penyakit seperti kemungkinan terkena penyakit kardiovaskular, obesitas, gangguan tidur, dan lain sebagainya.

Pensiunnya Uzi tentu jadi momen berkabung, terutama bagi para penggemar esports League of Legends di Tiongkok. Saya sendiri berharap kejadian ini bisa meningkatkan kesadaran manajemen esports untuk tidak hanya “memaksa” para pemain bermain game demi “latihan”, tapi juga seraya memikirkan untuk menjaga kebugaran serta kesehatan jasmani dan rohani para atlet esports.

League of Legends Mid-Season Streamathon Jadi Ajang Galang Dana Penanggulangan COVID-19

Memasuki pertengahan tahun, penggemar esports League of Legends biasanya sudah gegap gempita dengan kehadiran kompetisi internasional paruh-tahun, Mid-Season Invitational. Namun demikian, pandemi COVID-19 mengubah segalanya. Walau LoL Worlds 2020 dikabarkan akan tetap berjalan pada Oktober 2020 mendatang, namun Mid-Season Invitational 2020 yang seharusnya diadakan bulan Juli 2020 harus tetap dibatalkan.

Namun, Anda penggemar esports League of Legends tak usah khawatir, karena sebagai gantinya Riot menyiapkan sajian Mid-Season Streamathon untuk mengisi kekosongan. Seperti namanya, Mid-Season Streamathon menampilkan tayangan League of Legends selama 48 jam dengan jadwal non-stop.

Sumber: VCS Official
Selain sajian LPL vs LCK, aksi EVOS Esports dari liga VCS Vietnam juga jadi hal lain yang patut disaksikan dari tayangan League of Legends Mid-Season Streamathon. Sumber: VCS Official

Selama jadwal tersebut, Anda bisa menikmati berbagai macam tayangan pertandingan League of Legends dari berbagai regional, termasuk sajian rivalitas dua regional terpanas di League of Legends antara LPL vs LCK.

Tidak hanya itu saja, bagi penikmat skena kompetitif League of Legends Asia Tenggara, Mid-Season Streamathon juga menyajikan pertandingan antara dua liga besar di wilayah Asia Pasific, yaitu pertandingan antara liga PCS (SEA-APAC) melawan liga VCS (Vietnam). Liga PCS diwakili oleh Talon Esports asal Hong Kong dan Machi Esports asal Taiwan, sementara liga VCS akan diwakili oleh EVOS Esports dan juga Team Flash.

Mid-Season Streamathon diselenggarakan mulai tanggal 27 hingga 31 Mei 2020, berikut jadwalnya.

Sumber: Riot Games
Sumber: Riot Games

Gelaran Mid-Season Streamathon juga akan menjadi ajang galang dana untuk meringankan beban perjuangan melawan wabah pandemi COVID-19. Para penggemar bisa turut berpartisipasi, yang mana donasi tersebut nantinya akan didistribusikan oleh Riot Games Social Impact Fund kepada beberapa organisasi yaitu ImpactAssets COVID Response Fund dan GlobalGiving Coronavirus Relief Fund. Nantinya dana tersebut akan digunakan untuk membantu para pekerja medis yang bertarung di lini depan melawan pandemi yang sudah menjangkiti hampir 5 juta orang di seluruh dunia.

Ini bukan kali pertama Riot Games turut berpartisipasi dalam meringankan beban perjuangan melawan pandemi COVID-19. Sebelumnya, Riot Games juga sempat menyumbangkan 1,5 juta dolar AS kepada pemerintah kota Los Angeles untuk membantu meringankan beban perjuangan melawan pandemi COVID-19.

Semua pertandingan Mid-Season Streamathon nantinya dapat Anda saksikan pada laman resmi esports League of Legends yaitu watch.lolesports.com, mulai 27 Mei 2020 pukul 07:00 WIB hingga 31 Mei 2020 pukul 11:00 WIB.

Sudah siap untuk menyaksikan aksi permainan League of Legends terbaik dari berbagai regional?

Tencent, Team Liquid dan Kepedulian Para Pelaku Esports Melawan Virus Corona

Pemerintah Tiongkok memutuskan untuk menutup akses kota Wuhan dan beberapa kota lain di Tiongkok. Penyebaran virus ini memang sedang menjadi perhatian dunia. Perusahaan industri game seperti Tencent dan organisasi esports memberikan perhatiannya untuk membantu melawan wabah tersebut.

Sumber: Facebook Tencent Games
Sumber: Facebook Tencent Games

Tencent memberikan pemberitahuan melalui website-nya, mereka turut berkontribusi secara finansial dan bantuan teknologi untuk melawan virus Corona. Tencent menyebutkan telah memberikan bantuan sebesar Rp58 miliar. Uang tersebut nantinya akan dipergunakan untuk penyediaan masker, disinfektan, pelindung mata,d membantu para tenaga medis yang menangani kasus virus Corona.

Melalui aplikasi WeChat, Tencent menyediakan fasilitas penunjuk klinik terdekat untuk para pasien. Sehingga mereka bisa dengan cepat ditangani oleh tenaga medis. WeChat juga berusaha memberikan informasi mengenai kabar terbaru perkembangan virus Corona.

Berkaitan keputusan pemerintah Tiongkok yang melarang warganya untuk keluar rumah, Tencent Education memberikan online services gratis untuk para anak-anak sekolah. Sehingga mereka tetap bisa belajar melalui kelas online yang disediakan oleh Tencent Education. Tencent Meeting juga akan digratiskan untuk membantu para perusahaan mengadakan pertemuan secara online. 

Beberapa organisasi esports juga mulai memberikan bantuan mereka untuk memberantas wabah virus Corona. Melalui akun Weibo-nya, Team Liquid mengumumkan telah memberikan bantuan uang puluhan juta Rupiah. Team Aster juga memberikan bantuan langsung ke Wuhan Charity Association sebesar 390 juta Rupiah. Pemain profesional League of Legends dari tim RNG yaitu Jian “Uzi” Zi-Hao juga memberikan bantuan berupa penyediaan 20 ribu masker yang akan dikirim ke rumah sakit di Yichang.

Semakin banyak acara pertandingan esports yang diundur

Sumber: Movistar Esports
Sumber: Movistar Esports

Semakin banyak gelaran esports yang terpaksa diundur karena serangan wabah tersebut. Setelah WESG Asia Pacific Final yang diundur kemarin oleh AliSports, sekarang Tencent juga mengundur acara final CrossFire Professional League dan CrossFire Mobile League. Sama seperti WESG, Tencent belum memutuskan sampai kapan acara tersebut akan diundur. TJSports penyelenggara League of Legends Pro League Tiongkok juga mengundur minggu kedua pertandingannya. Mereka menyebutkan, hal ini dilakukan untuk menghindari potensi penyebaran virus di penonton yang datang ke acara. Berkumpulnya banyak orang sebagai penonton memang akan meningkatkan potensi wabah tersebut untuk menyebar. Mengutip dari InvenGlobal, Riot Games Korea juga mengumumkan bahwa mereka akan meniadakan penonton langsung di studio ketika pertandingan LCK berjalan.

 

Para caster untuk League of Legends Pro League Tiongkok juga dikabarkan telah meninggalkan Tiongkok. Mereka tidak ingin mengambil resiko untuk tetap bertahan di sana. Beruntungnya, para tim caster tidak mengalami tanda-tanda terkena virus Corona dan bersedia untuk diperiksa kesehatannya ketika sampai di negara mereka masing-masing. Pelatih EDward Gaming yaitu Ming “ClearLove” Kai juga terjebak di kota Wuhan karena pemerintah Tiongkok telah menutup akses keluar masuk kota tersebut.

Wabah tersebut juga memberikan dampak ke industri esports. Memang sudah waktunya pihak-pihak dari industri esports mulai memberikan bantuan.

kkOma vici gaming

Vici Gaming Umumkan Kim “kkOma” Jeong-gyun Sebagai Head Coach

Mantan pelatih SKT T1 dengan tiga gelar Worlds Champion, dua gelar Mid-Season Invitational Champion dan delapan gelar juara League of Legends Champions Korea yaitu Kim “kkOma” Jeong-gyun diumumkan menjadi head coach Vici Gaming.

Sumber: DailyEsports
Sumber: Daily Esports

Melihat ke belakang, kkOma jadi pelatih di SKT T1 sejak tahun 2012 bukan karena tanpa alasan. Berdasarkan wawancaranya dengan InvenGlobal, kkOma sangat menyukai setiap hal yang ada di SKT T1. Dari fans, manajemen tim, dan organisasi, ia mencintainya semuanya. Sampai-sampai uang bukanlah segalanya. Selama melatih di SKT T1, banyak sekali tawaran dengan angka fantastis dari tim lain tetapi ia tidak bisa berpindah hati karena ia mencintai SKT T1.

Di awal tahun 2012, kkOma bermain di bawah naungan tim StarTale bersama legenda League of Legends Korea Selatan yaitu Ryu “Ryu” Sang-wook. Lalu pada bulan Desember 2012 ia dihubungi oleh pihak SK Telecom untuk mengajaknya bergabung. Ia mengatakan bahwa proses pemilihan dan ujian yang dihadapi oleh para calon pemain SK Telecom sangatlah keras. Tryouts pemain berjalan selama dua bulan, berisikan segala macam ujian yang harus dilalui pemain.

Sebagai pelatih kkOma terlihat keras, setidaknya itu yang kita lihat di depan kamera ketika livestream ataupun yang muncul di video. Pemainnya menyebutnya “ikat pinggang kkOma”, setiap kali timnya underperform, maka ikat pinggang kkOma akan muncul untuk menghukum mereka. Dengan tawaan, kkOma menjelaskan bahwa ia tidak selalu keras terhadap pemainnya. Ia menemukan keseimbangan di antara memberikan sosok pelatih kepada pemainnya dan memberikan mereka perhatian personal yang mereka butuhkan.

Sumber: exp.gg

Pada tahun pertamanya di 2013, kkOma dan timnya yang berisikan banyak pemain baru berhasil mengangkat trofi juara LCK dan Worlds 2013. SKT T1 K berhasil menjadi tim yang tidak pernah kalah sepanjang season di Champions Winter 2013-2014. Kesuksesan mereka berlanjut pada tahun 2014, mereka berhasil memenangkan All-star Paris 2014 walau tidak berhasil melaju ke Worlds 2014. Di tahun-tahun selanjutnya, SKT T1 tetap melanjutkan dominasi mereka di kancah dunia. Menjuarai Worlds 2015 setelah mengalahkan KOO Tigers di final dan menjadi tim pertama yang mendapatkan repeat winners setelah berhasil menjuarai Worlds 2016 mengalahkan Samsung Galaxy di grand final.

Kesulitan mulai dirasakan pada tahun 2017, SKT T1 dihentikan langkahnya di Worlds 2017 oleh Longzhu Gaming dan kalah 2-0 tanpa balas. SKT T1 mulai merombak rosternya setelah hasil yang buruk di tahun 2018. Tetapi kkOma tetap bertahan di posisi head coach. Sampai akhirnya SKT T1 mengumumkan perpisahannya dengan kkOma pada November kemarin.

Memulai Dari Bawah Di LPL

Perombakan yang terjadi di SKT T1 memang sudah diduga oleh khalayak banyak, melihat performa yang turun dari SKT T1 beberapa waktu ke belakang. Kekalahan saat melawan G2 Esports saat semifinal Worlds 2019 merupakan yang paling mencolok. Tetapi banyak yang tidak menyangka bahwa yang akan meninggalkan tim adalah kkOma. 7 tahun bersama SKT T1 dan ialah yang membina Lee “Faker” Sang-hyeok menjadi seorang midlaner yang ditakuti sekarang.

Sumber: Daily Esports

Walaupun sebagai seseorang yang memiliki catatan pengalaman yang luar biasa, tugas kkOma di LPL tidaklah muda. Pasalnya, Vici Gaming mendapatkan hasil sangat buruk di LPL 2019 ini. Vici Gaming berakhir pada urutan ke-15 dengan catatan dua kali menang dan 13 kali kalah. Ini membuatnya benar-benar memulai dari bawah. Tetapi dengan banyak pemain baru yang menandatangani kontrak dengan Vici Gaming dan kkOma sang pelatih bintang dari Korea Selatan, ini merupakan kesempatan baik bagi mereka untuk mencatat hasil baik di LPL Spring 2020 mendatang.

Mengenal Duan “Candice” Yushuang, Host Turnamen League of Legends Terbesar Dunia

League of Legends Pro League (LPL) adalah liga League of Legends di Tiongkok. Dengan total view mencapai 30 miliar view, LPL merupakan liga LoL terbesar di dunia. Riot Games menggunakan model franchise untuk LPL, yang berarti, tim harus membayar setidaknya 80 juta yuan (sekitar Rp161,1 miliar) untuk dapat berlaga di turnamen bergengsi tersebut. Saat ini, sumber pendapatan terbesar LPL adalah hak siar media, yang dijual pada berbagai perusahaan seperti Huya, DouYu, Penguin Esports, BiliBili, WeChat Live, Weibo, Tencent Video, dan Tencent Sports.

Duan “Candice” Yushuang merupakan host dari LPL. Satu hal yang unik dari Yushuang adalah karena karirnya di esports League of Legends masih sangat pendek. Dia lulus sebagai sarjana English Broadcasting and Anchoring dari Communication University of China pada 2015. Satu tahun setelah itu, dia mulai masuk ke dunia esports. Itu artinya, dia baru memiliki pengalaman sekitar tiga tahun. Sebagai perbandingan, esports host terkenal lainnya, seperti Eefje “sjokz” Depoortere atau Paul “Redeye” Chalone memiliki pengalaman sekitar 6 sampai 20 tahun. Di Indonesia, Gisma Priayudha Assyidiq yang dikenal dengan nama “Melon” mulai terjun ke dunia penyelenggaraan turnamen esports sekitar tahun 2012.

“Pada April 2016, saya melihat lowongan pekerjaan dari Riot Games sebagai esports host di Shanghai, dan saya coba untuk melamar posisi tersebut,” kata Yushuang pada The Esports Observer. “Itu adalah pekerjaan paruh waktu dan saat itu, saya sudah memiliki pekerjaan tetap sebagai DJ di stasiun radio di Beijing. Setiap akhir pekan, saya harus terbang dari Beijing ke Shanghai pada pukul 6 pagi di hari Jumat dan mengambil penerbangan terakhir untuk kembali ke Beijing pada hari Minggu. Semua biaya transportasi saya tanggung sendiri.” Dia mengaku, dia tidak terlalu memperhitungkan untung-rugi dari keputusannya. Dia rela melakukan semua itu karena dia memang senang dengan game dan komunitas League of Legends.

Yushuang mencium Summoner's Cup. | Sumber: The Esports Observer
Yushuang mencium Summoner’s Cup. | Sumber: The Esports Observer

Pada 2016, League of Legends World Championship diadakan di Amerika Serikat. Turnamen tersebut diadakan di San Francisco, New York, Chicago, dan Los Angeles selama dua bulan. Ini memaksa Yushuang untuk memilih apakah dia akan mempertahankan pekerjaan tetapnya atau berhenti dari pekerjaannya sebagai DJ dan fokus pada esports League of Legends. Dia memilih untuk mengejar karir di esports. Satu tahun kemudian, dia bergabung dengan Shanghai Dominion, perusahaan produksi dan perencanaan esports milik Riot Games. Di tahun yang sama, Riot mengadakan LWC di Tiongkok. Sebagai host, Yushuang diingat berkat pakaiannya yang mencerminkan budaya Tiongkok dan kemampuannya untuk melakukan wawancara dengan Bahasa Inggris yang lancar.

“Saya percaya, jika cukup cakap, Anda akan mendapatkan perhatian,” kata Yushuang. Pada 2018 dan 2019, popularitas LPL terus naik. Jumlah tim yang berpartisipasi dalam LPL bertambah menjadi 16 tim, lebih banyak dari jumlah tim di liga-liga LoL regional lainnya. Tak hanya itu, sponsor LPL juga bertambah menjadi 13, termasuk perusahaan internasional, seperti Nike, KFC, Intel, dan Mercedes-Benz. Salah satu alasan esports League of Legends menjadi populer di Tiongkok adalah karena performa tim lokal yang sangat baik. Pada 2018, Royal Never Give-Up memenangkan Mid-Season Invitation (MSI) sementara Invictus Gaming memenangkan League of Legends World Championship. Pada tahun ini, FunPlus Phoenix memenangkan LWC 2019. Ketiga tim adalah tim asal Tiongkok.

Dengan semakin banyak perusahaan yang menjadi sponsor LPL, pekerjaan Yushuang pun bertambah. Dia tak hanya menjadi host turnamen, tapi juga ikut serta dalam berbagai kegiatan bersama fans, perusahaan sponsor, dan bahkan pemerintah kota di Tiongkok. Salah satu acara yang dia ikuti adalah LPL Go on World, tur international hasil kerja sama Mercedes-Benz dengan LPL. Tur ini mencakup Beijing, Hangzhou, Chongqing, Chendu, Xi’an, Moscow, Stuttgart, dan Berlin.

Sumber: The Esports Observer
Sumber: The Esports Observer

“Menjadi host dari acara sponsor berbeda dari menjadi host dari kompetisi LPL,” kata Yushuang. “Lebih sulit menjadi host dari kompetisi karena acara disiarkan secara live, dan saya harus memilih kata dan pertanyaan yang saya lontarkan dengan sangat hati-hati. Untuk acara perusahaan, satu hal yang paling penting adalah engagement antara merek dan fans, membuat konten yang menarik bagi fans, merek, dan pemerintah kota.” Dia menambahkan, dia merasa senang karena pemerintah Tiongkok mulai melihat pentingnya esports sebagai industri. Memang, pemerintah Shanghai bahkan berencana menjadikan kota Shanghai sebagai “ibukota esports” dalam waktu beberapa tahun ke depan.

Karir Yushuang tidak sepenuhnya mulus. Dia juga menghadapi masalah, seperti kritik dari komunitas, khususnya di internet. Namun, dia mengaku tidak mau ambil pusing. “Di internet, tidak peduli sehebat apa Anda, akan tetap ada orang yang tidak suka dengan Anda. Terkadang, orang akan mengubah pendapat mereka dan melupakan kritik mereka. Saya hanya ingin menunjukkan bagian terbaik dari pekerjaan saya pada orang-orang yang mendukung saya, untuk menunjukkan bahwa dukungan mereka tidak sia-sia,” katanya.

Sementara untuk rencananya ke depan, Yushuang mengaku dia ingin fokus pada apa yang dia miliki sekarang. “Saya senang dengan League of Legends dan saya ingin memberikan semua semangat dan energi yang saya miliki ke pekerjaan saya sekarang. Saya tidak seperti orang lain yang memiliki rencana jangka panjang. Saya percaya, emas akan tetap bersinar, tak peduli dimana ia berada. Jadi, saya akan menikmati apa yang saya punya sekarang.”

Unlock the Legends

Misi Besar Nike untuk Memperpanjang Masa Karier Para Atlet di Dunia Esports

Ketika Nike masuk menjadi sponsor eksklusif League of Legends Pro League (LPL) di Tiongkok, banyak pihak yang bertanya-tanya, akan seperti apa perang Nike di dunia esports. Ada yang merasa bahwa Nike hanya mengejar keuntungan, ada juga yang menebak bahwa Nike akan menyediakan perlengkapan seperti jersey atau sepatu tim. Tapi kenyataannya, Nike punya rencana yang lebih besar dari semua itu.

Nike merilis sebuah video dokumenter di bulan September 2019 lalu, dengan judul “Unlock the Legends”. Di sana mereka buka-bukaan terkait kerja sama yang mereka lakukan dengan LPL, dan seperti apa kontribusi yang bisa mereka berikan ketika masuk ke dalamnya. Untuk menemukan jawaban atas pertanyaan itu, Nike melakukan apa yang pernah mereka lakukan ketika baru didirikan dulu: berbicara dengan para atlet.

Unlock the Legends - Sleeping
Atlet esports sangat rawan terjerumus ke gaya hidup tak sehat | Sumber: Nike

Nike mengidentifikasi satu masalah yang jadi momok utama banyak gamer profesional, yaitu masalah kesehatan. Di Tiongkok, para atlet esports biasa duduk di depan komputer dari bangun tidur hingga akan tidur lagi. Dalam sehari mereka bisa menghabiskan lebih 10 jam untuk berlatih, dan ini pada akhirnya memunculkan masalah tersendiri.

Mengapa mereka harus berlatih sekeras itu? Manajer Top Esports (TES), Hao Guo, berkata, “Rasio jumlah pro gamer dengan orang-orang yang ingin menjadi pro itu kurang lebih 1:10.000, atau mungkin lebih dramatis lagi, 1:100.000, saya tidak akan kaget.” Persaingan ketat menuntut para atlet bekerja keras, dan ini sangat membebani kondisi fisik maupun mental mereka.

Unlock the Legends - Tired
Meski secara fisik low impact, jam latihan yang panjang tetap melelahkan | Sumber: Nike

Statistik LPL menunjukkan bahwa rata-rata masa karier seorang atlet esports di sana adalah sekitar 2,6 tahun, dengan puncak karier di usia awal 20an. Ini angka yang luar biasa singkat dan sangat mengkhawatirkan. Bayangkan bila atlet olahraga konvensional, seperti Cristiano Ronaldo atau LeBron James, hanya bisa bermain di liga profesional selama 2,6 tahun sepanjang hidupnya. Tak hanya buruk bagi sang atlet, tapi ini juga buruk bagi liga keseluruhan sebab mereka jadi tidak bisa membangun citra superstar di dalamnya. Padahal pemain-pemain bintang itu adalah daya tarik penting untuk membangun ekosistem profesional yang berkelanjutan dan terus diminati banyak orang.

Eric Wei, VP of Category Marketing di Nike Greater China, bercerita, “Saya terkejut sekali. Karena bila kita pikir-pikir, apa yang mereka lakukan adalah aktivitas sangat low impact, dibandingkan dengan olahraga yang biasa kita tonton di TV. Kalau itu bola basket, American football, lari, semua yang mereka lakukan adalah kegiatan olahraga high impact. Dan bahwa para atlet esports ini, umur mereka, karier mereka di olahraga dan aktivitas mereka lebih pendek dari atlet yang lain (olahraga konvensional), itu mengejutkan!”

Nike kemudian mengundang beberapa atlet esports untuk hadir di fasilitas riset olahraga mereka di Amerika Serikat. Di sana mereka melakukan sejumlah tes untuk melihat seperti apa kondisi fisik para atlet ini, serta hal apa yang bisa mereka lakukan untuk memperbaikinya. Hasilnya ditemukan bahwa atlet-atlet ini buruk bahkan di tes-tes fisik dasar, dan itu artinya mereka rawan terkena cidera.

Unlock the Legends - Uzi
Uzi (Zi Hao Jian), pemain RNG yang turut menjalani tes di fasilitas riset Nike | Sumber: Nike

Mayoritas kegiatan para atlet esports dikerjakan sambil duduk, jadi mereka umumnya lemah di tubuh bagian bawah (kaki). Sakit punggung, leher, serta pergelangan tangan juga merupakan keluhan-keluhan yang kerap muncul di kalangan mereka. Tapi ketika mereka menjalani tes reaksi visual, atau koordinasi mata, hasilnya luar biasa bagus.

Kondisi fisik atlet yang demikian timpang merupakan tantangan baru bagi Nike. Mereka kini mengembangkan program-program perbaikan kondisi fisik atlet esports yang melibatkan para master trainer di Nike. Masalahnya, di olahraga konvensional, ketika atlet berlatih maka mereka otomatis berolahraga juga. Sementara untuk atlet esports, olahraga harus dilakukan di luar jam latihan dan itu berarti mereka harus mengeluarkan waktu serta tenaga ekstra. Di tengah kegiatan yang begitu padat, tidak semua atlet punya waktu dan tenaga itu.

Melihat kendala tersebut, Nike memasang target yang tidak terlalu muluk: membuat para atlet menguasai tubuhnya sendiri. “Saya rasa yang bisa kita lakukan dalam waktu cepat adalah meningkatkan kesehatan dan kebugaran para atlet secara keseluruhan. Jika mereka lebih selaras dengan tubuh mereka, mereka akan lebih selaras dan bisa bermain di level yang lebih tinggi,” kata Ian Muir, Director of Sport Performance Insights di Nike Sport Research Lab.

Unlock the Legends - Training
Latihan fisik disesuaikan dengan kondisi tubuh serta rutinitas atlet | Sumber: Nike

Para master trainer Nike langsung turun ke markas tim-tim LPL, seperti Royal Never GiveUp (RNG) dan Dominus Esports (DMO), untuk memberikan pelatihan pada atlet-atletnya. Pelatihan ini disesuaikan dengan kondisi tubuh para atlet, serta rutinitas yang biasa mereka lakukan.

Bagi atlet esports yang tak terbiasa berolahraga, latihan-latihan ini sangat berat. Hasilnya pun mungkin tak instan, bisa jadi baru terlihat setelah beberapa bulan atau bahkan setahun kemudian. Tapi bila ingin menjadi profesional yang lebih baik lagi, memang harus ada yang dikorbankan. Tujuan akhirnya, lewat program peningkatan kesehatan seperti ini, Nike berharap para atlet esports bisa berkarier di dunia profesional untuk waktu yang lebih lama.

Sumber: Nike, Adweek

Nike Sponsori Liga League of Legends Tiongkok Selama Empat Tahun

Produk pakaian olahraga ternama, Nike, mengumumkan kerjasama dengan TJ Sports untuk sponsori League of Legends Pro League (LPL). Kerjasama ini berjalan mulai dari 2019 sampai 2022. Dalam perjanjian ini, nantinya semua bagian dari LPL termasuk pemain, pelatih, wasit, dan manajer tim, akan secara eksklusif menggunakan pakaian dan sepatu dari Nike.

Liga LoL Esports regional Tiongkok, LPL, bisa dibilang sebagai salah satu liga kasta utama paling kompetitif, selain dari League of Legends Champions Korea (LCK). Dua regional ini bahkan terkenal selalu menjadi rival dalam jagat kompetitif League of Legends internasional. 

Sumber:
Sumber: Dot Esports

Sampai League of Legends World Championship tahun 2017, rivalitas tersebut masih terjadi cukup sengit, walau tim Tiongkok yang diwakili Royal Never Give Up berakhir gagal masuk babak final.

Bukan cuma dalam soal branding saja, tapi dalam kerjasama ini, Nike juga akan menciptakan program latihan fisik untuk tim dan pemain peserta LPL . Hal ini dilakukan demi meningkatkan kesehatan fisik dan stamina para atlet esports yang bermain di LPL.

Mengutip dari Esports Observer, Nike dan LPL dikabarkan juga akan merancang sebuah lini pakaian bertema “Nike & LPL”. Namun hal ini baru akan tersedia bagi publik setelah gelaran Mid-Season Invitational, yang akan diadakan di Taiwan dan Vietnam pada Mei 2019 mendatang.

Finalis dan juara Worlds 2018, Invictus Gaming, berasal dari liga regional Tiongkok, LPL. Sumber
Finalis dan juara Worlds 2018, Invictus Gaming, berasal dari liga regional Tiongkok, LPL. Sumber: LoL Esports Official Media

Terkait kerjasama ini, Lin “Leo” Song sebagai Co-CEO dari TJ Sports mengatakan “Kerjasama antara Nike dengan LPL ini merupakan kerjasama yang sangat signifikan. Kami sangat tak sabar melihat dukungan Nike kepada atlet esports maupun tim peserta LPL”

Awalnya, kerjasama antara TJ Sports dengan Nike akan berlangsung selama lima tahun dengan nilai sebesar US$144 juta (sekitar Rp2 triliun). Namun hal itu tak terjadi dan perjanjian antara Nike dengan LPL hanya berlangsung untuk 4 tahun. Nilai kerjasama ini ditaksir bernilai US$29 juta (sekitar Rp400 miliar), termasuk investasi uang serta berbagai benefit yang diterima oleh LPL.

TJ Sports merupakan perusahaan joint venture antara Tencent dengan pengembang League of Legends, Riot Games, yang dibuat pada Januari 2019 lalu. Fokus TJ Sports adalah pada sisi bisnis dari jagat kompetitif League of Legends seperti: menggelar turnamen, berkolaborasi dengan esports venue, merekrut serta mengelola para talent.

Kendati Esports jarang menampilkan sang pemain, nyatanya sneakers culture juga melekat di kalangan komunitas gamers terutama para atlet esports. Jadi bukan tidak mungkin kerjasama dengan LPL dengan Nike akan semakin meningkatkan brand imaging mereka di komunitas gamers. Sumber:
Sumber: LoL Esports Official Media

Kerjasama antara produk pakaian olahraga dengan bagian dari ekosistem esports ini sebenarnya bukan yang pertama kali. Sebelumnya juga ada brand Puma yang jalin kerjasama dengan salah satu organisasi esports terbesar di Amerika Serikat, Cloud9.

Namun ini adalah kali pertama ada brand pakaian olahraga mensponsori badan liga esports. Hal ini jadi terdengar cukup janggal, mengingat proporsi tayangan esports terbilang lebih berat dari sisi in-game, dengan hanya sesekali menampilkan para pemainnya. Tetapi siapa yang tahu, bisa jadi kerjasama Nike dengan LPL ini berhasil meningkatkan brand imaging mereka di kalangan komunitas gamers.