Paragon Pictures today (22/6) announced the pre-series A funding from SALT Ventures and Inter Studio. The investment value is undisclosed. The production house is known operating under Ideosource Entertainment (part of NFC Indonesia and M Cash) which is also an early stage investor.
This additional capital will be focused on producing several new intellectual property (IP) in various forms, including live streaming content with GoPlay, animated children’s videos, series for the OTT platform, and new feature films.
“Our vision is to produce local content in various formats with a unique and fresh perspective for the Indonesian people and globally,” Paragon Pictures’ CEO, Robert Ronny said.
Previously, the IP developer had published several content variants, including several films entitled “Losmen Bu Broto”, “Backstage”, the animation “Ini Budi”, also the live streaming of JKT48 on GoPlay.
“The film industry is included in the pent-up demand industry, it means consumer demand for films by filmmakers, especially in Indonesia, will continue to boom after this pandemic ends,” SALT Ventures’ Managing Partner, Andika Sutoro Putra said.
Meanwhile, Kevin Sanjoto as Inter Studio’s partner added, “In my observation, geographically, politically and culturally, Indonesia was born as a large and unique country, and has a variety of positive local wisdom spread across various regions. Based on those things, the current content ecosystem developing in Indonesia still has enormous opportunities and attractiveness to be able to grow massively.”
In a general note, Inter Studio Group is a production house that has been operating for more than 50 years in Indonesia.
Ideosource Entertainment’s CEO, Andi S. Boediman said, “Furthermore, this investment will open up opportunities to collaborate with Inter Studio in developing new films based on IP assets owned by Inter Studio.”
Since 2018, Ideosource Entertainment has focused on investing in the Indonesian film industry and has been involved in funding various films such as “Keluarga Cemara”, “Gundala”, “Sobat Ambyar”, and “Bebas”. In addition, they have also invested in a number of digital platforms, including GoPlay and Cinepoint.
Regarding companies engaged in the IP sector, there is Visinema which previously invested by a venture capital. In series A led by Intudo Ventures, the company led by Angga Dwimas Sasongko managed to secure 45.5 billion Rupiah in funds.
Entering the same industry, IDN Media introduced IDN Pictures around mid-2020 by acquiring Demi Istri Production House.
– Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian
Paragon Pictures hari ini (22/6) mengumumkan perolehan pendanaan pra-seri A dari SALT Ventures dan Inter Studio. Tidak disebutkan nominal yang didapat. Diketahui, rumah produksi tersebut saat ini berada di bawah naungan Ideosource Entertainment (bagian dari NFC Indonesia dan M Cash) yang juga merupakan investor tahap awalnya.
Dana modal tambahan ini akan difokuskan untuk memproduksi beberapa intellectual property (IP) baru dengan beragam bentuk, termasuk konten live streaming bersama GoPlay, video animasi anak, serial untuk platform OTT, hingga film layar lebar baru.
“Visi kami adalah menghasilkan konten lokal dalam berbagai format dengan sudut pandang yang unik dan segar bagi masyarakat Indonesia dan juga internasional,” ujar CEO Paragon Pictures Robert Ronny.
Sebelumnya pengembang IP tersebut sudah mempublikasikan beberapa varian konten, termasuk film berjudul “Losmen Bu Broto”, “Backstage”, animasi “Ini Budi”, hingga sajian live streaming JKT48 di GoPlay.
“Industri perfilman termasuk dalam pent-up demand industry, artinya permintaan konsumen akan film-film karya filmmaker khususnya di Indonesia akan booming setelah pandemi ini berakhir,” jelas Managing Partner SALT Ventures Andika Sutoro Putra.
Sementara itu, Kevin Sanjoto selaku Partner Inter Studio menambahkan, “Dalam pandangan saya, secara geografis, politik dan budaya, Indonesia lahir sebagai negara besar dan unik, serta memiliki ragam kearifan lokal positif yang tersebar di berbagai wilayah. Dari keunikan tersebut, ekosistem konten yang saat ini berkembang di Indonesia masih memiliki peluang dan daya tarik yang sangat besar untuk dapat bertumbuh secara masif.”
Seperti diketahui, Inter Studio Group merupakan rumah produksi yang sudah berjalan lebih dari 50 tahun di Indonesia.
CEO Ideosource Entertainment Andi S. Boediman mengatakan, “Lebih lanjut, investasi ini akan membuka kesempatan untuk berkolaborasi dengan Inter Studio dalam mengembangkan film-film baru berdasarkan aset IP yang dimiliki oleh Inter Studio.”
Sejak tahun 2018, Ideosource Entertainment telah memfokuskan investasi di industri film Indonesia dan telah turut dalam pendanaan berbagai film seperti “Keluarga Cemara”, “Gundala”, “Sobat Ambyar”, dan “Bebas”. Selain itu, mereka juga berinvestasi ke sejumlah platform digital, termasuk GoPlay dan Cinepoint.
Terkait perusahaan yang bergerak di bidang IP sendiri, sebelumnya ada Visinema yang juga terima pendanaan dari venture capital. Di seri A yang dipimpin Intudo Ventures, perusahaan yang dinakhodai oleh Angga Dwimas Sasongko berhasil membukukan dana 45,5 miliar Rupiah.
Masuk ke ranah yang sama, IDN Media pada pertengahan tahun lalu juga melahirkan IDN Pictures dengan mengakuisisi rumah produksi Demi Istri Production.
Onstar Express Pte. Ltd., also known as the logistics holding company of SiCepat Ekspres, announced its investment to Logitek Digital Nusantara (LDN) which is a subsidiary of Telefast part of the M Cash group. LDN has helped develop SiCepat service sub-units, including a WhatsApp-based customer application called SiCepat Klik and SiCepat Point delivery point services.
The investment will be used to develop product innovations to enable Indonesian logistics providers to collaborate with extensive offline networks, and help improve the logistics solutions developed by LDN. Apart from SiCepat, LDN is also partnering with other logistics players such as Paxel to strengthen its third-party logistics (3PL) ecosystem.
“We notice the tremendous development capacity of the fast-growing Courier, Express, & Parcel (CEP) market in Indonesia, projected to grow exponentially to $5 billion by 2024. Built on SiCepat’s logistics expertise and knowledge of the Indonesian market and is supported by MCAS Group technology infrastructure, we strive to build an inclusive and accessible 3PL ecosystem that can even facilitate the logistics activities of other players in Indonesia,” Onstar & SiCepat’s CMO, Wiwin D. Herawati said.
Previously, SiCepat has also invested in other M Cash units. Early last year they announced the acquisition of a 51% stake in DigiResto and have now integrated it into SiCepat services. One of the missions is to accelerate business growth by exploring new business potentials in the food delivery segment.
“We expect DigiResto to provide new opportunities for service innovation that can bring us closer to consumers, SMEs, and merchants, especially those engaged in the F&B sector,” Wiwin said in an interview with DailySocial.
GMV food delivery services continue to increase, driven by new habits that have emerged as a result of the pandemic. Based on Momentum Works report, throughout 2020 the food delivery industry in Indonesia managed to book GMV worth $3.7 billion or equivalent to Rp52 trillion. The number was dominated by two decacorn Grab and Gojek with a share of 53% and 47% respectively of the total market share.
Earlier this month, SiCepat also announced its series B funding with a total value of $170 million or 2.44 trillion Rupiah. This round was participated by a number of investors including Falcon House Partners, Kejora Capital, DEG, MDI Ventures, Indies Capital, Pavilion Capital, Tri Hill, and Daiwa Securities.
In DailySocial observation, throughout 2020, SiCepat Ekspres had booked transactions of IDR 3.5 trillion, an increase of 194% compared to 2019 with a total shipment of 180 million packages throughout Indonesia.
– Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian
Onstar Express Pte. Ltd., atau dikenal sebagai induk perusahaan logistik SiCepat Ekspres, mengumumkan komitmennya untuk berinvestasi ke Logitek Digital Nusantara (LDN) yang merupakan anak perusahaan dari Telefast bagian dari grup M Cash. LDN sejauh ini memang banyak membantu mengembangkan sub-unit layanan SiCepat, seperti aplikasi pelanggan berbasis WhatsApp bernama SiCepat Klik dan layanan titik pengantaran SiCepat Point.
Investasi akan digunakan untuk mengembangkan inovasi produk agar memungkinkan penyedia logistik Indonesia berkolaborasi dengan jaringan offline yang luas; dan membantu meningkatkan solusi logistik yang dikembangkan oleh LDN. Selain SiCepat, LDN juga bermitra dengan pemain logistik lain seperti Paxel untuk memperkuat ekosistem third party logistics (3PL) miliknya.
“Kami melihat kapasitas pengembangan yang luar biasa dari pasar Courier, Express, & Parcel (CEP) yang berkembang pesat di Indonesia, diproyeksikan akan tumbuh secara eksponensial hingga $5 miliar pada tahun 2024. Dibangun berdasarkan keahlian logistik SiCepat dan pengetahuan tentang pasar Indonesia dan didukung oleh infrastruktur teknologi MCAS Group, kami berupaya untuk membangun ekosistem 3PL yang inklusif dan dapat diakses yang bahkan dapat memfasilitasi kegiatan logistik pemain lain di Indonesia,” ujar CMO Onstar & SiCepat Wiwin D. Herawati.
Sebelumnya, SiCepat juga telah berinvestasi ke unit M Cash lainnya. Awal tahun lalu mereka mengumumkan akuisisi 51% saham DigiResto dan kini telah terintegrasi ke layanan SiCepat. Salah satu misinya untuk mengakselerasi pertumbuhan bisnis dengan mengeksplorasi potensi bisnis baru di segmen food delivery.
“Kami harap DigiResto dapat memberikan peluang baru inovasi layanan yang dapat mendekatkan kami kepada konsumen, UKM, dan merchant, khususnya yang bergerak di bidang F&B,” ungkap Wiwin dalam sebuah wawancara dengan DailySocial.
GMV layanan food delivery terus meningkat, termasuk didorong kebiasaan baru yang timbul akibat pandemi. Menurut laporan Momentum Works, sepanjang 2020 industri food delivery di Indonesia berhasil membukukan GMV senilai mencapai $3,7 miliar atau setara Rp52 triliun. Capaian tersebut didominasi dua decacorn Grab dan Gojek dengan porsi masing-masing sebesar 53% dan 47% dari total pangsa pasar.
Awal bulan ini, SiCepat juga baru mengumumkan pendanaan seri B dengan nilai total $170 juta atau 2,44 triliun Rupiah. Putaran ini diikuti sejumlah investor termasuk Falcon House Partners, Kejora Capital, DEG, MDI Ventures, Indies Capital, Pavilion Capital, Tri Hill, dan Daiwa Securities.
DailySocial mencatat, sepanjang 2020, SiCepat Ekspres telah membukukan transaksi sebesar Rp3,5 triliun atau naik 194% dibandingkan 2019 dengan total pengiriman sebanyak 180 juta paket ke seluruh Indonesia.
Setelah debut akhir Juli lalu di Jakarta, platform bike sharing lokal GOWES meresmikan kehadirannya di Bali. Seremoni peresmian dilakukan langsung olehDirut PT Surya Teknologi Perkasa Iwan Suryaputra dan Menteri Pariwisata Arief Yahya. Menurut rilis yang diterima DailySocial, pasca peluncuran ini perusahaan sudah mengoperasikan ratusan sepeda GOWES di seputar Kuta dan Sanur.
Dalam sebuah wawancara bersama e27, Iwan pernah menyampaikan bahwa perusahaan menyadari betul bahwa budaya menggunakan sepeda masih sangat minim di Indonesia. Namun pihaknya meyakini bahwa uji coba ini akan menghasilkan tren baru di kalangan masyarakat. Minimal sebagai moda transportasi alternatif ketika mereka berlibur di suatu tempat wisata. Untuk itu pendekatan GOWES melakukan peluncuran awal di lokasi wisata, seperti di Monas, Sanur, dan Kuta.
Iwan turut memaparkan rencana ke depan untuk operasional GOWES. Layanan akan coba diintegrasikan dengan stasiun dan halte bus di Jakarta. Perusahaan saat ini tengah melakukan negosiasi dengan pemilik bangunan di wilayah sekitar untuk menyediakan tempat parkir khusus sepeda.
Di fase awal GOWES juga tidak membiarkan operasional sepenuhnya otomatis oleh sistem. Mereka masih melibatkan peran manusia, terutama dalam pengelolaan sepeda. Perusahaan menyadari betul ada stigma pesimis di kalangan masyarakat terhadap bike sharing, seperti risiko pencurian, pengembalian sepeda sembarangan/dilempar begitu saja, atau lainnya. Hal-hal tersebut memang nyata sudah terjadi.
GOWES menugaskan tim untuk memindai area tempat sepeda-sepeda ditinggalkan. Kegiatan pemindaian dilakukan tengah malam, saat semua aktivitas terhenti. Tim kemudian akan mengembalikan ke titik penjemputan sepeda, sehingga di pagi hari siap digunakan kembali. Diakui cara ini tidak efisien, namun demi proses edukasi perusahaan menilai penurunan efisiensi akan menghadirkan kesadaran di tengah masyarakat.
Didukung dua perusahaan yang sudah melantai di bursa saham, Kresna Graha Investama dan M Cash, GOWES menerapkan teknologi berbasis Tracking Device & Digital Indonesia Map di setiap unit sepeda. Implementasi teknologi tersebut memungkinkan pengguna tidak harus mengembalikan sepeda yang digunakan ke titik tertentu selama masih dalam area operasional GOWES.
Dengan Tracking Device & Digital Indonesia Map pada sepeda, tim GOWES dapat melacak lokasi sepeda dan kemudian melakukan pengumpulan sepeda yang telah selesai digunakan oleh pelanggan.
M Cash subsidiary held a trial for bike sharing service “GOWES” in Monas, Jakarta. The concept will be similar to other existing platforms, such as oBike, Ofo, and so on.
PT Surya Teknologi Perkasa (STP), the initiator, partners with local government through Jakarta Smart City . For its debut act, as many as 100 units of GOWES bikes are available in Monas.
“We’re glad by this trial as a way of marking the initial step of the bike sharing system in Jakarta. We expect bikes to be the short-route transportation options for public, given the positive impact it’ll bring, such as pollution-free and affordable cost,” Iwan Suryaputra, STP’s Chairman, said.
Previously, GOWES has been available in Bintaro Jaya and some area in Bali. GOWES bike sharing platform is one of STP’s further development after Tracking Device & Digital Indonesia Map initiation. The technology implementation allows users to put the bike anywhere, as long within GOWES operational areas.
Tracking Device & Digital Indonesia Map attached to the bike allows GOWES team to track its bike location and collect it.
Those who are using the GOWES bike can download the app via Google Play Store and App Store. Top up credit can be done using M Cash digital kiosk.
Regarding bike sharing service, a regional player oBike, previously has announced the plan for operational expansion in Jakarta after Bandung. However, the plan has not realized yet, given Singapore’s oBike service has been shut down.
– Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian
Anak usaha M Cash hari ini menyelenggarakan uji coba layanan bike sharing “GOWES” di kawasan Monas Jakarta. Konsepnya layanan tersebut mirip dengan platform yang sudah ada seperti oBike, Ofo dll.
PT Surya Teknologi Perkasa (STP) sebagai perusahaan penggagas inisiatif ini bekerja sama langsung dengan Pemprov DKI Jakarta melalui Unit Pengelolaan Smart City. Dalam debut awalnya, sebanyak 100 unit sepeda GOWES telah tersedia di kawasan Monas.
“Kami gembira dengan dilaksanakannya uji coba ini yang menandai langkah awal diterapkannya sistem bike sharing di Jakarta. Kami mengharapkan sepeda dapat menjadi opsi transportasi jarak pendek bagi masyarakat mengingat dampak positif yang dihasilkan seperti bebas polusi udara serta biaya yang terjangkau,” ujar Iwan Suryaputra selaku Direktur Utama STP.
Sebelumnya, GOWES telah hadir di Bintaro Jaya dan di beberapa lokasi di Bali. GOWES bike sharing platform merupakan salah satu pengembangan lanjutan STP setelah sukses menginisiasi Tracking Device & Digital Indonesia Map. Implementasi teknologi tersebut memungkinkan pengguna tidak harus mengembalikan sepeda yang digunakan ke titik tertentu, tapi di mana saja di area operasional GOWES.
Dengan Tracking Device & Digital Indonesia Map pada sepeda, tim GOWES dapat melacak lokasi sepeda dan kemudian akan melakukan collecting sepeda yang telah selesai digunakan oleh pelanggan.
Masyarakat yang ingin menggunakan sepeda GOWES dapat mengunduh aplikasi GOWES melalui Google Play Store dan App Store. Top up credit dapat dilakukan melalui kios digital M Cash.
Terkait layanan bike sharing, pemain regional oBike sebelumnya juga mengumumkan akan mulai memperluas jaringan operasional di Jakarta, setelah debut di Bandung. Namun tampaknya rencana tersebut belum berhasil terealisasi, pasca goncangan bisnis yang terjadi di lini internal – layanan oBike di Singapura tutup.
NFC Indonesia dan M Cash mengumumkan investasi ke perusahaan periklanan digital berbasis cloud PT Digital Marketing Solution (DMS) dengan masing-masing mendapatkan kepemilikan saham sebesar 30% dan 5%. Investasi ini adalah langkah strategis pertama NFC Indonesia selepas IPO sebagai bagian strategi memperkaya pertukaran iklan digitalnya. Bagi M Cash, investasi ini untuk memperluas jangkauan distribusi digitalnya di Indonesia.
DMS merupakan perusahaan yang memberdayakan teknologi artificial intelligence untuk memberikan solusi lengkap, dengan memadukan kanal komunikasi online dan offline. DMS saat ini sudah mencakup lebih dari 4000 titik di 19 kota yang tersebar di Sumatra, Jawa, Bali, Kalimantan hingga Sulawesi, dengan klien ritel seperti Grup Djarum, Indomaret, Circle-K, The Body Shop Indonesia, dan Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
Direktur DMS Budiasto Kusuma menjelaskan bahwa kolaborasi strategis dengan NFC Indonesia dan M Cash akan memperluas jaringan untuk menjangkau lebih banyak khalayak, tidak hanya melalui saluran ritel tetapi juga melalui saluran distribusi digital yang dimiliki NFC Indonesia dan M Cash.
“Kami mengeksploitasi teknologi distribusi melalui cloud untuk mengelola layanan iklan tanpa [konsumen] perlu pergi ke masing-masing tempat beriklan lagi. Dilengkapi dengan analisis kamera pintar, aplikasi berbasis mobile, dan artificial intelligence kami dapat mengirimkan iklan yang sesuai dengan pengguna yang ditargetkan,” terang Budiasto.
Presiden Director NFC Indonesia Abraham Theofilus dalam keterangan resminya menyambut gembira investasi ini. NFC dan DMS akan bersinergi untuk bersama-sama memperkuat akuisisi pelanggan. NFC Indonesia akan membantu DMS mendapatkan exposure penuh dari ekosistem periklanan yang dibangun, sedangkan DMS akan membantu menambah penawaran platform iklannya bagi pelanggan komersial.
Sementara itu Direktur M Cash Suryandy Jahja menambahkan, pihaknya tahun ini akan memulai bisnis periklanan melalui kios digitalnya.
“Tahun ini M Cash akan memulai bisnis periklanan melalui kios digitalnya. Kami berencana untuk memasang layar TV tambahan di atas mesin, lebih jauh lagi, di (mesin) kiosk layar monitor dan body yang akan berfungsi sebagai jalan iklan kami sehingga menambah aliran pendapatan baru. Di sinilah keahlian DMS dalam teknologi iklan digital berbasis cloud akan menjadi nilai tambah yang bagus untuk bisnis M Cash,” ujar Suryandy.
Perusahaan pengembang platform kios digital PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS) menggandeng Kawan Lama Retail meluncurkan KL Kiosk. Kawan Lama Retail dikenal menaungi toko Ace dan Informa di Indonesia.
KL Kiosk ini nantinya bisa digunakan oleh pengunjung di Ace dan Informa untuk melakukan pembayaran tagihan rutin dan pembelian produk digital lainnya dalam satu mesin. Kolaborasi ini dilakukan untuk memberikan layanan baru yang memudahkan konsumen memanfaatkan kiosk digital milik M CASH.
Menurut Direktur M CASH Mohammad Anis Yunianto, kemitraan yang dijalin dengan Kawan Lama merupakan salah satu upaya dari M CASH untuk ekspansi bisnis sekaligus menambah kemitraan dengan berbagai rekanan ritel.
“Alasan lain adalah rencana kami untuk menambah lokasi jaringan kiosk M CASH di Jabodetabek.”
Saat ini Kawan Lama Retail telah memiliki sekitar 450 toko di 6 kota di Indonesia. Dengan ditempatkannya KL Kiosk ini, pengunjung bisa menggunakan langsung kiosk dan menikmati digital retail experience yang dihadirkan oleh Kawan Lama dan M CASH.
“Untuk fitur sendiri tidak ada perubahan yang kami sematkan dalam kiosk, namun ada beberapa yang dikustomisasi khusus untuk KL Kisok. Kami juga memberikan promo khusus produk Kawan Lama Group jika melakukan transaksi di KL Kiosk,” kata Mohammad.
Fokus layanan digital Kawan Lama
Sebelumnya Kawan Lama telah meluncurkan situs dan aplikasi ruparupa yang menjual berbagai produk milik Kawan Lama Retail. Dengan diluncurkannya KL Kiosk bersama M CASH diharapkan bisa menjadikan Kawan Lama lebih relevan melalui produk layanan berbasis digital.
“Melalui KL Kiosk di toko Ace dan Informa melanjutkan komitmen dalam pengembangan layanan untuk kepuasan pelanggan,” kata Direktur Pemasaran Kawan Lama Group Nana Puspa Dewi.
Minat perusahaan startup untuk melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai opsi perolehan dana eksternal belum selaras dengan tingginya kucuran investasi yang datang dari non bursa.
Untuk mengatasi hal tersebut, BEI terus melakukan relaksasi aturan dengan mulai melirik aturan-aturan yang berlaku di luar negeri, untuk diterapkan di Indonesia. Salah satunya aturan menghitung valuasi perusahaan berdasarkan pendapatan (revenue), aset tak berwujud (non tangible asset/NTA), dan kapitalisasi pasar (market cap).
EVP Head of Privatization, Startup, SME & Foreign Listing BEI Saptono Adi Junarso menuturkan ketiga kategori tersebut diambil dari studi yang dilakukan BEI terhadap aktivitas listing startup dalam bursa di berbagai negara. Beberapa negara yang menjadi benchmark BEI seperti Australia, Amerika Serikat, dan sejumlah negara di Asia.
Saptono mencontohkan, ketika seorang anak ingin masuk sekolah ke jenjang lebih tinggi umumnya memakai rapor sebagai pertimbangan utamanya, namun kini tersedia opsi misalnya lewat jalur mandiri, Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) atau yang lainnya.
“Jadi misalkan kalau rapornya tidak bagus tapi dilihat dari aspek lain bisa memenuhi maka langkah IPO bisa dilakukan. Kalau sampeyan rapornya jelek tapi ingin jadi atlet, lewat jalur PMDK bisa. Kalau aspek lainnya tidak lulus, ya terpaksa nanti dulu,” tuturnya di sela-sela diskusi panel Startups #Go Public, Rabu (28/2).
Saptono melanjutkan, negara yang menjadi benchmark BEI adalah negara-negara dengan jumlah startup listing terbanyak, seperti Australia. Namun tidak semua aturan akan di-copy secara mentah-mentah karena BEI harus mempertimbangkan dari aturan yang berlaku di sekitarnya apakah bertentangan atau tidak.
Menurutnya, proses seleksi dalam mengadopsi aturan harus diberlakukan karena tidak semua aturan cocok dengan karakteristik di Indonesia. Dia mencontohkan, di Amerika Serikat berlaku aturan Dual-Class Shares atau No-Vote Shares untuk perusahaan teknologi yang ingin melantai.
Aturan tersebut, menurutnya, cukup kontroversial bila diterapkan di Indonesia, sebab banyak bertentangan dengan anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme (AUPPT).
“Karena kami harus selalu menjunjung perlindungan terhadap investor, sehingga tidak bisa sembarang perusahaan bisa IPO. Harus perhatikan norma dan kepatutan yang ada.”
Saptono menegaskan ketiga cara penghitungan valuasi tersebut belum menjadi keputusan akhir lantaran pihak bursa masih melakukan proses pembahasan dengan OJK. Nantinya, bila relaksasi dapat diwujudkan akan tertuang dalam aturan yang diterbitkan BEI.
Pihaknya berharap wacana relaksasi tersebut dapat menstimulasi gairah perusahaan startup untuk mulai melirik bursa sebagai opsi mendapatkan dana segar. Kendati menurutnya hanya dengan mengacu pada aturan yang masih berlaku saja sebenarnya bisa dikatakan ramah buat startup. Hal ini terlihat dari munculnya dua perusahaan startup yang sudah melantai pada tahun lalu, Kioson dan M Cash.
“Tapi kalau kita lihat ada [aturan] yang bisa direlaksasi, kami kira akan lebih fleksibel untuk para calon emiten.”
Startup mulai mendekat
Saptono menuturkan pasca dua startup sukses melantai, tingkat frekuensi startup untuk menghubungi BEI sekadar untuk bertanya-tanya seputar IPO meningkat cukup tajam. Kendati demikian, belum ada yang benar-benar serius dan ambil keputusan konkret untuk mengikuti langkah Kioson dan M Cash.
Pasalnya pertanyaan yang dilontarkan masih sekadar apa saja persyaratannya untuk IPO belum sampai ke tahap kondisi terkini kesehatan perusahaan. Sehingga masih abu-abu mengenai seberapa besar keinginan mereka untuk menyegerakan eksekusi IPO.
Beberapa alasan yang melatarbelakangi hal tersebut karena sebagian besar startup yang datang ke BEI belum berbadan hukum PT, sementara banyak di antara mereka masih berbentuk CV. Padahal aturan paling utama buat perusahaan agar bisa melantai adalah berbentuk PT.
“Kita tidak tahu seberapa jauh keinginan mereka untuk eksekusi aksi IPO. Kalau dari tingkat kunjungan kami merasa frekuensinya naik sekali. Hampir setiap hari ada yang menghubungi kita via email atau datang langsung.”
Bahkan Saptono mengaku startup yang mengunjungi BEI tidak hanya dari Jakarta saja, malah sudah datang dari Bandung, Semarang dan Surabaya. Tingginya animo tersebut, membuat BEI untuk membuka IDX Incubator di luar Jakarta. Dua kota yang dipilih BEI adalah Bandung dan Surabaya.
“Kota tersebut cukup banyak potensi startupnya. Kami ingin jaring sebanyak-banyaknya anggota agar bisa kita pantau keuangannya, bimbing manajemennya agar lebih solid saat siap untuk IPO. Analoginya, lebih baik berternak binatang daripada berburu di hutan.”
Hapus stigma buruk
Menjadi perusahaan terbuka dengan pergerakan saham dengan volatilitas yang tinggi, cenderung membuat ada stigma buruk “saham gorengan”. Semakin mudah perusahaan bisa melantai, semakin mudah “menggoreng” saham. Stigma tersebut semakin kencang dalam startup, yang notabenenya adalah perusahaan belum untung, namun sudah berani melantai.
Ada yang mengkhawatirkan ketika perusahaan sudah melantai, tapi dalam waktu singkat perusahaan tersebut malah sudah gulung tikar terlebih dulu. Hal ini ditepis keras-keras oleh panelis yang turut hadir dalam diskusi Startup #Go Digital, menghadirkan Program Director IDX Incubator Irmawati Amran, Direktur Kresna Sekuritas Octavianus Budiyanto, dan Direktur Utama M Cash Integrasi Marthin Suharlie.
“Perusahaan tutup itu terjadi karena manajemennya yang tidak bagus. Startup itu mau bagaimanapun adalah perusahaan. Makanya di inkubator, kami ajarkan untuk mengelola bisnis biar tetap sustain,” terang Irmawati Amran.
Menurutnya, istilah “goreng saham” hanya akan terjadi ketika fundamental perusahaan yang tidak kuat. Apa yang dijanjikan dalam prospektus saat pertama kali IPO, tidak bisa menjamin para investor.
“Ketika perusahaan tumbuh maka harga sahamnya akan mengikuti. Makanya fundamental harus bagus sedari awal. Banyak yang bilang ingin besar dulu baru IPO, tapi sebenarnya yang lebih baik itu besar karena IPO itu lebih bagus.”
Pernyataaan Irmawati diamini oleh Saptono. “Saham gorengan” terjadi ketika persebaran saham publik itu kecil, sehingga harganya bisa naik dan turun secara drastis. Strategi untuk mencegah hal tersebut terjadi adalah memperbesar persebaran saham publik, sehingga untuk menyetir saham gorengan butuh upaya yang lebih tinggi.
Mengenai kontroversi tersebut, makanya BEI membuat dua papan klasifikasi pencatatan emiten, papan pengembangan dan papan utama. Papan pengembangan diperuntukkan kepada perusahaan yang masih kecil dengan masa operasi minimal 12 bulan dan aktiva berwujud bersih minimal Rp5 miliar, bisa melantai di bursa.
Dalam papan tersebut, emiten boleh datang dengan laporan keuangan yang masih rugi. Namun dengan catatan, emiten tersebut memiliki proyeksi dan analisa bisnis yang menunjukkan minimal dalam dua tahun setelah IPO, sudah cetak laba.
Perusahaan sekelas GO-JEK dengan valuasi di atas US$1 miliar akan tetap tercatat di papan pengembangan bila masih rugi, meski nilai aktiva berwujud bersihnya lebih dari Rp100 miliar. Nilai tersebut adalah batas minimal bagi emiten di papan utama.